Anda di halaman 1dari 27

CRITICAL BOOK REVIEW

PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PENGAMPU
DRS. HIDAYAT M.SI

DISUSUN OLEH :
KRISTIN DIAN PERMATA 7213344010
YOLANDA DESI D PAKPAHAN 7213144009
WELLA C SITUMORANG 7211144013
REVELYA MARBUN

PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
NOVEMBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan CBR. Saya telah menyusun makalah CBR
dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa
tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi
di masa mendatang agar lebih baik dari sebelumnya.Tak lupa saya ucapkan terimakasih
kepada pembaca sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dan Puji Tuhan sesuai dengan yang diharapkan. Makalah tugas CBR ini masih
banyak memiliki kekurangan. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki tugas CBR saya
selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.

Medan, 28 November 2022

Kelompok 10
DAFTAR ISI

CRITICAL BOOK REVIEW................................................................................................................1


KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Tujuan Critical Book Rivew..................................................................................................4
1.3 Manfaat Critical Book Review..............................................................................................4
BAB II RINGKASAN ISI BUKU.....................................................................................................5
2.1 Ringkasan Buku Utama.........................................................................................................5
2.2 Ringkasan Buku Pembanding..............................................................................................14
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................26
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................26
3.2 Saran....................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................27
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya critical book review merupakan kegiatan mengulas isi buku dengan
menitik beratkan pada evaluasi (penjelasan, interpretasi dan analisis) mengenai keunggulan
dan kelemahan buku, apa yang menarik dari buku tersebut, bagaimana isi buku
tersebut bisa mempengaruhi cara berpikir dan menambah pemahaman terhadap suatu
bidang kajian tertentu. Mahasiswa dapat menguji pikiran pengarang/penulis lewat
sudut pandangnya dengan berdasarkan pengetahuan & pengalaman yang dimiliki. Melalui
kegiatan critical book review mahasiswa di ajak untuk berfikir kritis mengenai suatu
permasalahan, menillai dan menganalisis suatu kajian secara objektif serta mampu
memandang suatu permasalahan dari sudut pandang yang berbeda.

1.2 Tujuan Critical Book Rivew


Tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penyelesaian tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila program studi Pendidikan
Administrasi Perkantoran
2. Menambah pemahaman mahasiswa mengenai materi atau isi buku yang di bahas
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara luas
4. Mendorong mahasiswa untuk berfikir kritis terhadap satu permasalahan

1.3 Manfaat Critical Book Review


Beberapa manfaat yang didapatkan dalam melakukan critical book review antara lain:
1. Bagi penulis kiritik yang sampaikan dapat menjadi referensi dan pertimbangan dalam
menulis karya-karya yang lain
2. Bagi mahasiswa atau masyarakat umum kritik buku menjadi sarana menambah
wawasan berfikir dan pembelajaran untuk mengemukakan pendapat secara ilmiah.
3. Bagi dosen atau pendidik, kegiatan critical book review dapat menjadi bahan
penilaian sejauh mana pemahan peserta didik terhadap materi suatu bahan bacaan.
BAB II RINGKASAN ISI BUKU
2.1 Ringkasan Buku Utama
Ringkasan Buku Utama
Bab I. LANDASAN, TUJUAN, DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN PANCASILA
1.1 Landasan Pendidikan Pancasila
A. Landasan Historis
Secara historis, Pancasila dirumuskan dengan tujuan untuk dipakai sebagai dasar
negara Indonesia Merdeka. Pancasila yang akan dijadikan dasar negara tersebut,
dalam proses perumusannya digali dan berasal dari nilai-nilai pandangan hidup
masyarakat Indonesia.
Dengan proklamasi kemerdekaan negara RI dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai dasar negara, ternyata tidak secara otomatis Pancasila dapat dilaksanakan
secara benar dan konsekuen. Di beberapa tempat terjadi berbagai macam
pemberontakan dan penyelewengan terhadap Pancasila tersebut. Hal ini disebabkan
oleh adanya pandangan hidup lain yang secara bebas hidup dan berkembang di negara
Indonesia.
B. Landasan Yuridis
Dengan dituangkannnya rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945,
mengandung konsekuensi bahwa Pancasila secara yuridis konstitusional telah secara
formal menjadi dasar negara Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila
mempunyai kekuatan-kekuatan mengikat secara yuridis seluruh tatanan hidup
bernegara yang bertentangan dengan Pancasila sebagai kaidah yuridis konstitusional
pada dasarnya tidka berlaku dan harus dicabut.
C. Landasan Filisofi
Secara intrinsic nilai-nilai Pancasila berwujud dan bersifat filosofis dan secara
raktis nilai-nilai tersebut berupa pandangan hidup (filsafat hidup) bangsa Indonesia.
Nilai-nilai itu tidak lain adalah merupakan kebulatan ajaran tentang berbagai
segi/bidang kehidupan suatu masyarakat/bangsa dalam hal ini bangsa Indonesia. Tata
nilai suatu bangsa dipengaruhi oleh potensi, kondisi bangsa, alam, dan cita-cita
manusianya.
1.2 Tujuan Pendidikan Pancasila
Pada hakekatnya Pendidikan adalah upaya sadar diri suatu masyarakat dan pemerintah
suatu negara. Tujuannya adalah menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi
penerusnya selaku warga masyarakat bangsa dan negara, agar berguna (berkaitan dengan
kemampuan spiritual) dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang
senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara
dan hubungan internasionalnya.
Sikap dan perilaku tersebut diharapkan menjadi dasar keilmuan yang dimiliki agar
bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Pendidikan Pancasila di
perguruan tinggi, secara khusus bertujuan sebagai berikut :
- Dapat memahami, menghayati dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam
kehidupan sebagai warga negara RI yang berjiwa Pancasila
- Penerapan pemikiran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945
- Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila
( dirjen dikti, 1995:3).
Menurut Notanogoro bangsa Indonesia ber Pancasila dalam tri-prakarta yaitu :
a. Pancasila negara ( sejak 18 agustus 1945 )
b. Pencasila adat kebudayaan
c. Pancasila religious
1.3 Kompetensi Yang Diharapkan Dari Pendidikan Pancasila
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat Tindakan cerdas, penuh tanggung jawab
yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaaan tertentu.
Pendidikan Pancasila yang berhasil akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas,
penuh tanggungjawab dari peserta didik dengan perilaku yang :
a. Beriman, dan bertaqwa terhadap Tuhan yang masa esa
b. Berperikemanusiaan yang adil dan beradap
c. Mendukung persatuan Indonesia
d. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan Bersama diatas
kepentingan perorangan
e. Mendung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial.

BAB II. PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA


INDONESIA
2.1 Perkembangan Unsur-unsur Pembentuk Nilai-nilai Pancasila
Unsur-unsur pembentuk nilai-nilai Pancasila dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia
dapat dibagi ke dalam berbagai periode antara lain pengaruh kebudayaan asli/awal, pengaruh
budaya islam, pengaruh budaya barat/kolonialisme, pengaruh pencarian bentuk kebudayaan
nasional Indonesia, yang dipengaruhi bentuk kebudayaan nasional Indonesia yang di
pengaruhi oleh paham individualisme, maxisme, islamisme dan nasionalisme.
A. Unsur nilai Pancasila pada zaman pengaruh kebudayaan asli/awal
Pada ahli sejarah dan antropologi dapat memperlihatkan bahwa sebelum
kebudayaan hindu masuk dan berkembang di Indonesia, berbagai suku bangsa
Indonesia telah mengenal unsur-unsur pembentukan Pancasila. Nilai-nilai kehidupan
yang dapat disebut embrio nilai-nilai Pancasila ternyata memang sudah Nampak pada
tahap perkembangan ini.
Rasa kemanusiaan ditunjukkan dengan kesediaan bangsa Indonesia untuk bergaul
dengan berbagai orang dari negeri jauh, sehingga terbuka jalan untuk masuknya
kebudayaan luar. Dari penelitian sejarah dapat diketahui bahwa pada zaman kuno
hungan antar bangsa sudah ada. Kebudayaan hindu dapat dengan mudah masuk justru
karena adanya sikap terbuka dari orang-orang Indonesia pada zaman dulu.
B. Unsur nilai Pancasila pada zaman pengaruh kebudayaan hindu dan budha
Dengan pengaruh agama hinu, orang Indonesia mengalami perkembangan, mereka
secara lebih nyata memuja kekuatan yang mengatasi persoalan manusia, yang tidak
lagi tanpa bentuk tetapi sudah tampak seperti brahma,wishnu, dan syiwa atau adi
budha dalam paham budha. Pergaulan antar bangsa yang maskin intensif, antara lain
dengan orang india dan cina menunjukkan kemanusiaan yang makin berkembang.
Orang Indonesia menerima kehadiran orang asing untuk berkarya disini. Kemudian
juga terjadi perkawinan antar bangsa. Orang dari daerah bahkan negeri ini dapat
diterima menjadi raja, misalnya pada kisah ajisaka
C. Unsur nilai Pancasila pada zaman pengaruh budaya islam
Pengaruh islam di Indonesia Nampak nayata pada akhir abad XIII seperti tertulis
pada nisan sultan malik al saleh dari pasai. Akan tetapi pengenalan agama islam ke
Indonesia sudah lebih awal. Meskipun demikian perkembangan islam di Indonesia
baru menjadi luas setelah runtuhnya majapahit pada abad XV.
Pengaruh pertama dari penyebaran islam di Indonesia adalah berkembangnya agama
baru, yang mengubah pemujaan dewa menjadi pemujaan kepada Tuhan yang masa
esa ( ajaran tauhid).
D. Unsur nilai Pancasila pada zaman pengaruh budaya barat/kolonialisme
Orang barat mulai memasuki Indonesia pada abad XVI meski pada abad
sebelumnya sudah ada yang datang ke Indonesia, seperti marcopolo. Abad XV dan
XVI memang dikenal sebagai abad penjajahan karena orang barat dengan keberanian
dan kecerdikannya menjelajah berbagai Samudra untuk menemukan negeri baru.
Penjelajahan ini dilatarbelakangi berbagai faktor seperti perdagangan, penyebaran
agama maupun sekedar petualangan. Nafsu menjajah merupakan efek sampingan ari
penjajahan itu.
E. Unsur nilai Pancasila pada zaman pencarian bentuk kebudayaan nasional Indonesia
( pengaruh paham maxisme,islamisme dan nasionalisme )
Masing-masing pergerakan tersebut menemukan sifat kebangsaan mereka yang
berkemanusiaan, sehingga berbagai unsur kesukuan dan ras tidak menjadi faktor
penghalang. Dari tujuan yang hendak dicapai dapat ditemukan perjuangan mereka
untuk membentuk masyarakat yang sejahtera bagi seluruh anggotanya untuk
mewujudkan keadilan sosial. Oleh karena itu mereka menginginkan bentuk yang
demokratis yang menyertakan rakyat di dalam pemerintahan. Ini menunjukkan
pandangan politik yang modern.
2.2 Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
A. suasana menjelang pembentukan BPUPKI
Pada tanggal 18 desember 1941 jepang menyerang pearl harbour ( Hawaii) pangkalan
Angkatan laut amerika serikat dilautan teduh. Peristiwa ini merupakan awal terjadinya perang
pasifik atau perang asia timur raya.
Dalam melaksanakan penjajahannya di Indonesia, pemerintah militer jepang membagi
wilayah Indonesia menjadi 3 :
a. Pulau jawa dan madura, dengan pusatnya di Batavia di bawah kekuasaan Angkatan
darat
b. Pulau sumatera, dengan pusat di bukit tinggi yang kemudian digabungkan dengan
singapura, dibawah kekuasaan Angkatan darat
c. Pulau Kalimantan, Sulawesi, nusa tenggara, maluku dan irian dengan pusat makasar
dibawah kekuasaan Angkatan laut.
Pada tanggal 7 september 1944 perdana Menteri jepang jenderal kuniaki koiso atas nama
pemerintahan jepang mengeluarkan janji “kemerdekaan Indonesia di kemudian hari” di
dalam siding teikuku gikoi.
B. Masa sidang BPUPKI
Sebagaimana telah diuraikan di depan bahwa BPUPKI merupakan badan yang
mempersiapkan hal-hal yang berkenaan dengan kemerdekaan Indonesia kelak kemudian hari.
Penyelidik mengadakan 2 kali siding yaitu :
1. Sidang pertama, pada tanggal 29 mei 1945 sampai dengan tanggal 1 juni 1945
2. Sidang kedua, pada tanggal 10 juli 1945 sampai dengan 17 juli 1945
Tanggal 1 juni 1945 pada hari keempat sidang BPUPKI tampillah Ir. Sukarno
mengemukakan pendapatnya tentang calon rumusan dasar negara Indonesia. Beliau
mengusulkan 5 prinsip yaitu :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. keTuhanan yang maha esa

BAB III. PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT


3.1 Pengertian dan Ciri-ciri Berfikir Kefilsafatan

Secara etimologis istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani. Istilah ini merupakan
bentukan dari kata asal philo yang berarti cinta, dan Sophos yang artinya hikmah. Filsafat
merupakan ilmu pengetahuan artinya seperangkat pengetahuan-pengetahuan tentang suatu
objek tertentu yang dihimpun oleh manusia secara sistematis dan logis dengan
mempertanggungjawabkan objek kajiannya dengan menunjukkan sebab musebabnya.

Filsafat tidak menyelidiki struktur objeknya dan bagaimana ilmu pengetahuan pada
umumnya, melainkan selalu menyelidiki hakekat objeknya, mencari inti hakekatnya, dengan
berfikir yang sedalam-dalamnya secara mendasar sampai pada akar-akar nya yang terakhir.
3.2 Pengertian Sistem dan Unsur-unsurnya

System dapat didefinisikan sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yang
Bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap-tiap bagian merupakan tata rakit
yang teratur, dan tata rakit itu sesuai selaras dengan tata rakit keseluruhan. Suatu system
harus memenuhi lima persyaratan seprti berikut ini :

1. merupakan satu kesatuan utuh dari unsur-unsurnya


2. bersifat konsisten dan koheren, tidak mengandung kontradiktif
3. ada hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya
4. ada keseimbangan dalam kerja sama
5. semuanya mengabdi pada tujuan yang satu yaitu tujuan Bersama.

3.3 Pendekatan Studi Pancasila dan Sudut Pandang Filsafat


1. Ontologi

Ontology adalah cabang filsafat yang membahas tentang ada yang ada dibedakan menjadi
3 yaitu ada dalam realitas/kenyataan, ada dalam kemungkinan, dan ada dalam pikiran/angan-
angan .

2.Epistimologi

Dalam mencari dan menemukan kebenaran ada beberapa teori, diantaranya :

1. teori kebenaran koherensi


2. teori kebenaran koresponden
3. teori kebenaran pragmatis
4. teori kebenaran consensus
5. teori kebenaran empiris
6. teori kebenaran intuisi
7. teori kebenaran rasio/akal sehat
8. teori kebanaran wahyu.

3.Aksiologi

Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang nilai. Sesuatu dikatakan bernilai
karena bermanfaat, benar, baik, indah atau religious. Fungsi nilai adalah merupakan landasan
atau motivasi bagi manusia untuk bersikap dan berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Dalam
konteks aksiologi, Pancasila sebagai system filsafat mengandung nilai manfaat yaitu untuk
mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa ini.

4.Filsafat Manusia

Dalam konteks antropologis, membahas tentang hakekat manusia. Pancasila sebagai


system filsafat bertitik tolak pada pada hakekat kodrat manusia yang monopluralis yaitu
terdiri dari susunan kodrat monodualis makhluk individu dan sosial.

3.4 Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila tetapi kelimanya merupakan satu kesatuan yang
bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri, maksudnya sila yang satu
terlepas dari sila yang lain.sila-sila Pancasila mempunyai hubungan yang era tantara yang
satu dengan yang lainnya. Kelima sila itu Bersama-sama Menyusun pengertian yang
satu,bulat dan utuh.
BAB IV. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

4.1 Pengertian dan Arti Penting Ideologi Bangsa dan Negara

Ideologi merupakan sebuah konsep yang selalu menarik untuk di kaji karena akan
menyentuh persoalan-persoalan yang fundamental dan actual. Fundamental karena hampir
semua bangsa dan seluruh hidup dan kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh
ideologi. Actual karena pembicaraan, diskusi, dan kajian terhadap ideologi tidak pernah using
dan ketinggalan zaman.

Istilah ideologi pertama kali dilontarkan oleh seorang filsuf perancis antoine pada tahun
1796 sewaktu revolusi perancis tengah menggelora. Akan tetapi menjelang awal abad 19,
istilah ideologi mulai mendapat konotasi negative sebagai akibat ulah napoleon. Karl Marx
dan sosiolog kenamaan karl Mannheim merupakan dua tokoh yang memiliki pandangan
negative terhadap ideologi.

Makna suatu ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya, antara lain :

1. ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis


2. ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
3. ideologi mempunyai ruang lingkup yang luas namun beragam
4. ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
- ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
- ideologi berfungsi sebagai panduan
- sebagai lensa dimana seseorang dapat melihat dunianya
- sebagai kekuatan pengendali konflik sekaligus fungsi integrative

4.2 Macam-Macam Ideologi di Dunia


1. Konservatisme,Radikalisme dan Liberalisme
2. Merkantilisme dan Leninisme
3. Komunisme
4. Fasisme

4.3 Posisi dan Peran Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung nilai dan gagasan dasar yang
terjabar lebih lanjut dalam sikap, perilaku dan pribadi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi bersifat khas yang berlaku bagi warga Indonesia yang akan tercermin dalam setiap
segi kehidupannya. Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan zaman dan adanya dinamika internal yang memberi peluang kepada
penganutnya untuk mengembangkan pemikiran baru yang relevan dan sesuai dengan
perkembangan zaman.
Penegasan Pancasila sebagai ideologi terbuka bukan saja merupakan suatu penegasan
Kembali dari pola pikir yang dinamis dari para pendiri negara kita pada tahun 1945, tetapi
juga merupakan suatu kebutuhan konseptual. Nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945 yang meliputi pandangan kita tentang kemerdekaan, cita-cita nasional, ketuhanan yang
maha esa, dasar negara, sumber kedaulatan rakyat dan tujuan nasional.
Jadi keterbukaan ideologi Pancasila pada tatanan nilai instrumental dan nilai praktisnya
tidak berarti terbuka dari wawasan faham komunisme.

BAB V. PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


5.1 Pengertian Etika,Etika Politik, dan Pancasila Sebagai Sistem Etika
Etika adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang berasal dari kata Yunani. Dengan
kata lain etika sebagai cabang ilmu filsafat mengajarkan bagaimana hidup secara arif
atau bijaksana sebagai suatu seni sehingga filsafat etika juga dikenal sebagai filsafat
moral. Sementara Pancasila sebagai system nilai, didalamnya mengandung nilai-nilai
universal yang dikembangkan dan berkembang dalam pribadi manusia sesuai dengan
kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial.
5.2 Pancasila Sebagai Etika Politik dan Nilai-Nilai Etika Yang Terkandung di Dalamnya
Pancasila juga berkembang menjadi suatu consensus filsafati yang mengandung
komitmen-komitmen transcendental yang menjanjikan kesatuan sikap dan pandangan
bangsa Indonesia dalam menyongsong masa depan.
Membahas masalah etika dan juga politik, menghadapkan pada suatu kompleksitas
permasalahan yang klasik, fundamental, namun tetap actual. Klasik karena masalah
etika dan juga politik sudah dijadikan tema, baik teoritis-filsafati maupun secara
praktis semenjak zaman Yunani kuno yang diawali oleh Socrates, plato dan
Aristoteles. Fundamental karena masalahnya menyangkut nilai-nilai dasar yang
menyentuh semua segi sendi kehidupan manusia.
5.3 Implementasi Pancasila Sebagai Etika Politik
Pengakuan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan diterima sabagai dasar
negara, membawa konsekuensi bahwa nilai-nilai Pancasila harus diimplementasikan
dalam sikap dan perilaku manusia Indonesia termasuk di dalamnya sikap dan perilaku
manusia di bidang politik.
1. Menghargai kehidupan hak hidup ( nyawa) dan harta milik setiap individu
manusia tanpa kecuali
2. Mengahargai kebebasan dengan derivatifnya sebagai mahkota martabat manusia
dalam kemanusiaanya.
3. Mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk
mencegah akibat buruk
4. Menghargai persamaan dengan segala derivatifnya
5. Keputusan dan Tindakan politik harus melalui suatu diskursus etika
6. Keputusan dan Tindakan politik secara bertingkat harus mensyaratkan.
Pancasila sebagai suatu system nilai sesungguhnya di dalamnya terkandung nilai-nilai
etika yang sangat fundamental bagi sikap dan perilaku politik bangsa Indonesia.

BAB VI. PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK


INDONESIA
6.1 Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Ketatanegaraan RI
Menurut Notonagoro (1959 : 26) yang dimaksud dengan tertib hukum adalah
keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang memnuhi 4 syarat yaitu adanya
kesatuan subjek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum, adanya asas
kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu.
6.2 Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukannya Dalam Tertib Hukum Indonesia
1. Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Apabila uud itu merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku
di Indonesia, maka pembukaan uud 1945 merupakan sumber dari motivasi dan
aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita
hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional,
maupun dalam perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar
ditentang oleh bangsa Indonesia.
6.3 Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sesudah Amandemen UUD 1945
Kurun waktu 1998-2002 dalam era reformasi ketatanegaraan RI, terjadi
pergeseran dari sitem ketatanegaraan berkarakter otoritarian menuju perwujudan
system ketatanegaraan yang demokratis.
Perubahan pertama, kedua dan ketiga uud 1945 telah mengahilkan perubahan
dan penambahan jumlah pasal dan ayat yang melabihi jumlah ayat dan pasal uud
aslinya. Tetapi perubahan itu belum tuntas dan belum menampakkan struktur atau
system ketatanegaraan yang jelas. Perubahan itu belum menampakkan suatu uud
yang lengkap dan komprehensif serta dapat dijadikan acuan dasar menuju cita-cita
terbentuknya masyarakat yang adil dan Makmur dalam wadah negara kesatuan RI
yang demokratis dan berdasarkan hukum.
Ada beberapa hal yang sangat menggembirakan yaitu disepakatinya dalam
amandemen keempat dan hal itu bersifat sangat fundamental, yaitu :
1. Bahwa selamanya pembukaan UUD 1945 tidak akan dirubah atau diganti,
karena yang dapat dirubah atau diganti hanyalah pasal-pasal UUD tersebut
( pasal 37 ayat 1)
2. Bahwa bentuk negara kesatuan RI adalah merupakan bentuk final susunan
negara ini ( pasal 37 ayat 5)
Secara objektif harus diakui bahwa setelah dihasilkannya amandemen
keempat, UUD 1945 dengan perubahannya itu sudah cukup untuk mengatur
pelaksanaannya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang
menjadi masalah sekarang adalah kemampuan dari bangs aini untuk
menindaklanjutinya, menjabarkannya dalam praktek ketatanegaraan dengan
melalui penyusunan aturan pelaksanaan yang dimulai dari produk hukum yang
disebut UU sampai bentuk terbawah yaitu peraturan Daerah.
2.2 Ringkasan Buku Pembanding
BAB II
PENGERTIAN PANCASILA, TUJUAN DAN LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
A. Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis dan Terminologis

Bila kita kaji secara ilmiah tentang apa fungsi dan kedudukan Pancasila, niscaya akan tampak bahwa
Pancasila itu memiliki pengertian yang luas, baik dalam konteks kedudukannya sebagai Dasar
Negara, sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara, atau dalam konteks
sebagai kepribadian bangsa, serta dalam proses terjadinya. Sehingga terdapat berbagai macam
terminologi yang harus kita deskripsikan secara objektif. Sehingga dalam konteks pembahasan
tentang pengertian Pancasila ini, akan kita jumpai berbagai macam penekanan, sesuai dengan
kedudukan dan fungsi Pancasila tersebut, terutama dalam perumusan dan pembahasan yang
berdasarkan sejarah (kajian diakronis) Pancasila, sejak masih berupa nilai-nilai yang terdapat dalam
pandangan hidup bangsa, hingga menjadi menjadi Dasar Negara, bahkan sampai pada tataran
pelaksanaannya dalam sejarah kenegaraan Indonesia di masa lalu. Misalnya ketika masa Orde Lama
sedang berkuasa, pada saat itu kita jumpai berbagai macam rumusan Pancasila yang berbeda-beda.
Agar kita dapat memahaminya secara baik dan benar, maka kita harus mendeskripsikannya secara
objektif, sesuai dengan kedudukan dan perumusan dari Pancasila itu sendiri.
a. Pengertian Pancasila secara Etimologis.

Bila dilihat secara harfiah (Etimologis) “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India
(bahasa kasta Brahmana), yang dapat dijabarkan dalam dua kata, yaitu Panca yang berarti lima, dan
Sila yang berarti dasar. Sehingga Pancasila berarti lima dasar, yaitu lima Dasar Negara Republik
Indonesia. Istilah “sila” juga bisa berarti sebagai aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang
atau bangsa; kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun); akhlak dan moral. Istilah
Pancasila menurut Prof. Darji Darmodiharjo, SH telah dikenal sejak zaman kerajaan Mojopahit pada
abad XIV, yaitu terdapat dalam buku Negarakertagama Karangan Empu Prapanca, dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah Pancasila di samping
mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahsa Sansekerta) dia juga mempunyai arti
pelaksanaan Kesusilaan yang lima, (Pancasila Krama), yang meliputi:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan (ahimsa)
2. Tidak boleh mencuri (asteya)
3. Tidak boleh berjiwa dengki (Indriva nigraha)
4. Tidak boleh berbohong (amrswada)
5. Tidak boleh mabuk minuman keras (dama). (Dardji Darmodihardjo, et.al: 15).
Nama Pancasila itu sebenarnya tidaklah terdapat baik di dalam Pembukaan UUD 1945, maupun
di dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu sendiri. Namun demikian cukup jelas, bahwa Pancasila yang
kita maksud adalah lima dasar Negara kita sebagaimana yang tercntum di dalam Pembukaan UUD
1945, alenia ke empat, yang berbunyi :
1. Ke-Tuhanan Yang Mahas Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan/ perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila memiliki dua
macam arti, yaitu : “ panca” yang artinya “lima “ dan “syila” dengan vokal (i) pendek yang artinya
“batu sendi”, atau “alas”, atau “dasar, dan “syiila” dengan vokal (i) panjang, yang artinya “peraturan
tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”.(Kaelan, 2004:21).
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral
prenciples yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam, yang larangan
tersebut meliputi: Pertama: Panatipada veramani sikhapadam samadiyani, maksudnya jangan
mencabut nyawa atau membunuh. Kedua: Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, maksudnya:
jangan mengambil barang yang bukan haknya atau mencuri. Ketiga: Kameshu micchacara veramani
shikapadam samadiyani, maksudnya: janganlah berbuat zina. Dan keempat Musawada veramani
sikapadam samadiyani, artinya janganlah berdusta. Dan yang kelima: Sura meraya masija pamada
tikana veramani, yang maksudnya: Janganlah meminum minumas keras yang dapat memabukkan.
(Zainal Abidin, 1958: 361). Berikutnya dengan masuknya kebudayaan India dan menyebarnya agama
Hindu dan Budha ke wilayah Nusantara, maka secara tidak langsung ajaran Pancasila Budhismepun
juga masuk ke dalam kepustakaan jawa, terutama pada Jaman Majapahit. Oleh sebab itu di zaman
kerajaan Majapahit di bawah raja Hayam Wurk dan Maha Patih Gajah Mada, terdapat keropak
Negarakertagama (syair pujian) dalam pujangga istana yang bernama Empu Prapanca (selesai 1365),
yang berbunyi “Yatnaggegwani pancasyiila kertasangskarbhisekaka kerama”, yang maksudnya: Raja
menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila), begitu pula upacara-upacara ibadat dan
penobatanpenobatan (Kaelan, 2004:22).
b. Pengertian Pancasila secara Historis

Masuknya Jepang di Indonesia berjalan dengan mulus dan mendapat sambutan gembira dari
bangsa Indonesia, karena perlakuan Jepang yang ramah. Bahkan ketika itu rakyat Indonesia
diperbolehkan mengibarkan bendera merah putih dan mengumandangkan lagu Kebangsaan Indonesia
Raya. Sehingga wajar rakyat Indonesia mengira bahwa Jepang akan membebaskan mereka dari
belenggu pejajahan Bangsa Belanda. Bahkan dirumuskannya Pancasila sebagai Dasar Negara tidak
terlepas dari adanya janji dari Pemerintah Jepang di Tokyo yang disampaikan oleh Perdana Menteri
Koiso dihadapan Parlemen Jepang pada tanggal 7 Semptember 1944, yang akan memberikan
kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia sebagai hadiah dari pemerintah Jepang. Walaupun dalam
perkembangannya janji tersebut baru dapat dilakukan setelah Jepang mengalami berbagai kekalahan
dalam semua medan pertempuran, serta adanya berbagai desakan dari pergerakan bangsa Indonesia,
yang akhirnya memaksa Jepang untuk membentuk suatu Badan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), atau biasa disebut dengan “Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai” pada tanggal 29 April
1945. Kemudian dilanjutkan proses pelantikannya pada tanggal 28 Mei 1945, (Sumatri, 1992: 77-78).
Badan tersebut diketuai oleh Dr. Radjiman Wediodiningrat, dilengkapi dengan dua orang Wakil
Ketua, yaitu Yoshio Ichibangase (berkebangsaan Jepang), dan RP. Soeroso, yang dalam tugasnya
merangkap sebagai kepala Kantor/Sekretariat, serta dengan jumlah anggota sebanyak 64 orang.
(Subandi Marsudi, 2001: 18). Namun dalam perkembangannya hadiah kemerdekaan yang dijanjikan
oleh Jepang tersebut tidaklah dilandasi oleh kesungguhan untuk memberikan kemerdekaan bagi
Bangsa Indonesia, tapi ternyata hanya tipu muslihat pemerintah Jepang belaka.
c. Pengertian Pancasila Secara Terminologis.
a) Dengan diproklamasikannya Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945,
maka lahirlah negara Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
dilanjutkan dengan sidang PPKI sebagai sarana untuk melengkapi alat-alat kelengkapan negara yang
telah merdeka. Dalam sidang tersebut telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia,
yang selanjutnya dikenal dengan nama UUD 1945. Naskah dalam UUD 1945 secara keseluruhan
terdiri dan tersusun atas tiga bagian, yaitu:
1. Bagian Pembukaan, yang terdiri atas 4 alinea.
2. Bagian batang tubuh, yang terdiri atas 16 Bab, 37 Pasal, dan 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat
Aturan Tambahan.
3. Bagian Penjelasan, yang meliputi Penjelasan umum dan Penjelasan pasal demi pasal.
b) Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 29 Desember 1949 S.d. 17 Agustus 1950.
Naskah Pancasila ketika itu adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial.
c) Dalam UUD Sementara (UUDS) tahun1950, yang berlaku mulai 17 Agustus 1950 S.d. 5 juli 1959
Naskah Pancasila yang tercantum konstitusi RIS tersebut adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan.
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial.
d) Rumusan Pancasila di Kalangan Masyarakat;
Selain naskah Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana telah disebutkan di atas, terdapat
pula rumusan/naskah Pancasila yang beredar di kalangan masyrakat luas, bahkan rumusannya sangat
beraneka ragam, yang antara lain terdapat rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosilal
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
1. Untuk mengetahui Pancasila secara benar, yakni yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara
yuridis-konstitusional maupun secara obyektif ilmiah. Yuridis konstitusional maksudnya karena
Pancasila adalah Dasar negara yang dipergunakan sebagai Dasar negara, maka oleh sebab itu tidak
setiap individu boleh memberikan pengertian, penafsiran menururut pendapatnya sendiri. Sedangkan
secara ilmiah obyektif maksudnya karena Pancasila adalah suatu faham filsafat, atau suatu
philosophical way of thinking, sehingga uraiannya haruslah logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
2. Agar Pancasila yang benar tersebut itu dapat kita amalkan dengan sebaik-baiknya, baik untuk
kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan sosial, bahkan untuk kepentingan hidup
bermasyarakat dan bernegara.
3. Agar Pancasila yang benar tersebut setelah kita amalkan, selanjutnya kita amankan, agar jiwa dan
semangatnya, perumusan dan sistematiknya yang sudah benar tersebut tidak akan diubah-ubah lagi,
apalagi dihapuskan atau diganti dengan isme-isme lainnya.(Dardji Darmodihardjo, 1978: 14).
Khusus untuk pendidikan di Perguruan Tinggi tujuan Pendidikan Pancasila adalah agar mahasiswa:
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupannya
sebagai warga negara Indonesia;
2. Menguasai pengetahauan tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945;
3. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila, sehingga mampu
menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan IPTEKS dan pembangunan;
4. Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil
keputusan dengan menerapkan strategi heuristik terhadap nilai-nilai Pancasila. (Kabul Budioyono,
2009: 6).
C. Landasan Pendidikan Pancasila
Berdasarkan SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 265/ Dikti/Kep/2000, tanggal 10 Agutus
2000 tentang penyempurnaan Kurikulum inti Mata Kuliah pengembangan Kepribadian (MKPK)
Pendidikan Pancasila mengemukakan empat landasan dalam pendidikan Pancasila, yaitu landasan
historis, landasan Kultural, Landasan Yuridis, dan Landasan filosofis. Yang secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Landasan Historis

Bahwa bangsa indonesia ini terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, yaitu
sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV dan ke V. dan kemudian
dasar-dasar kebangsaan Indonesia mulai nampak ketika abad ke VII, yaitu ketika timbulnya Kerajaan
Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di Palembang, kemudian timbul Kerajaan Airlangga dan
Majapahit di Jawa Timur, serta kerajaan-kerajaan lainnya, yaitu merupakan suatu prinsip yang
tersimpul dalam pandangan hidup bangsa, atau jati diri dari bangsa Indonesia yang di dalamnya
tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para
pendiri negara kita di rumuskan dalam sauatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang
meliputi lima (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
2. Landasan Kultural

Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya dalam mendasarkan pandangan


hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dia mendasarkannya kepada suatu asas
kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa Indonesia itu sendiri. Selanjuntya bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila itu bukanlah hasil konseptual seseorang saja, melainkan dia
merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural
ynag dimiliki oleh bangsa indonesia sendiri, melalui proses refleksi filosofis para pendiri bangsa
Indonesia, seperti dari tokoh nasional : Sokekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo. Dan dari tokoh-
tokoh Islam seperti : Ki Bagoes Hadikusoemo, K.H. Wahid Hasyim, dan lain-lain.
3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis perkuliahan pancasila telah dituangkan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 37, ayat 2 yang menetapkan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, Pendidikan
agama dan Pendidikan bahasa Indonesia. Serta SK menteri Pendidikan Nasional RI nomor
232/U/2000, tentang pedoman penyusunan kurukulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil, belajar
Mahasiswa, pasal 10 ayat (1) di jelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri dari atas Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan kewarganegaraan.
4. Landasan Filosofis

Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan Yang Mahas Esa, serta berpersatuan dan berkerakyatan, yang ditandai dengan
manusia Indonesia yang penuh toleransi, dan suasana damai, saling tolong menolong, gotong royong,
selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, mencintai keamanan dan ketentraman serta selalu
dalam suasana kekeluargaan, yang diungkapkan dengan istilah: “Gemah ripah loh jinawi tata tenteram
kerta raharja”, atau yang pada saat ini lebih populer dengan sebutan “masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila”
D. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila termasuk di dalamnya filsafat Pancasila adalah merupakan kajian yang ilmiah.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan
Pengetahuan” yang menjelasakan bahwa syarat-syarat ilmiah itu adalah :
1. Berobjek;
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal.(Kaelan, 2004: 16)
BAB III
PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Pancasila sebagai dasar negara RI sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-
nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia
mendirikan negara RI. Nilai-nilai tersebut berupa adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai relegius.
Nilai-nilai tersebut telah melekat dan teramalkan oleh masyarakat ketika itu dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh sebab itulah maka Kausa Materialis dari Pancasila itu pada dasarnya adalah Bangsa
Indonesia itu sendiri.
Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan serta Keadilan, yang secara nyata dan objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala sebelum negara RI ini terbentuk. Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia
melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, yaitu sejak zaman batu, serta sejak timbulnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke IV dan ke V. Dan dasardasar kebangsaan Indonesia telah mulai
tampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di Palembang di bawah Wangsa
Syailendera, dan kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur, serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dasar-dasar pembentukan nasionali
A. Zaman Kerajaan Kutai.

Kerajaan Kutai pada tahun 400 M, dengan rajanya Mulawarman beserta masyarakatnya ketika itu
telah memberi sedekah kepada para Barahmana, dan para Barhmana telah membangun YUPA (tiang
batu) sebanyak 7 buah, sebagai tanda terima kasih kepada raja yang dermawan. Hal tersebut
menggambarkan bahwa nilai-nilai sosial politik, dan nilai Ketuhanan sudah ada sejak zaman kerajaan
tersebut (kita tahu bahwa kerajaan Kutai adalah zaman sejarah Indonesia pertama).
B. Zaman Sriwijaya.

Mr. Muhammad Yamin mengatakan bahwa berdirinya negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
beberapa kerajaan lama yang merupakan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara Indonesia dibentuk
melalui tiga tahap, yaitu : Pertama , zaman Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra (600- 1400)
dengan bercirikan Kedatuan. Kedua: negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) dengan
bercirikan keprabun. Kedua tahap tersebut merupkan negara Indonesia lama. Dan tahap ketiga adalah
Negara Kebangsaan Modern, yaiu negara Indonesia merdeka (sekarang negara RI yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945) (Sekretariat Negara RI,1995: 11).
C. Zaman Kerajaan-Kerajaan Sebelum Majapahit.

Sebelum lahirnya kerajaan Majapahit di Jawa Tengah dan Jawa Timur telah muncul beberapa
kerajaan secara silih berganti misalnya: a) Pada abad ke VII berdiri kerajaan Kalingga. b) Pada abad
ke VIII berdiri kerajaan Sanjaya, yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara
dan sebuah Wihara untuk Pendeta Budha di Jawa tengah bersama dengan dinasti Syailendra pada
abad ke VII dan IX.
D. Kerajaan Majapahit (Tahun 1293 - 1520)

Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293, dan mencapai masa keemasannya pada saat kerajaan
Majapahit dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Maha Patihnya Gajah Mada, serta dibantu oleh
Laksamana Nala. Wilayah kekuasaan Maja Pahit semasa jayanya membentang dari Semananjung
Melayu (sekarang Malaysia) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.
E. Zaman Penjajahan.

Dengan runtuhnya kerajaan Maja Pahit, maka secara bersamaan berkembanglah kerajaan-kerajaan
Islam, seperti kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di Nusantara, seperti
Portogis, Spanyol yang ingin menguasai pusat tanaman dan rempahrempah, namun lama kelamaan
peranan mereka meningkat menjadi penjajah. Sehingga pada tahun 1511 wilayah Malaka di kuasai
oleh bangsa Portogis.
F. Kebangkitan Nasional.

Pada abad ke XX dengan tumbuhnya kesadaran akan kekuatan dan kemampuan diri, terutama di
wilayah dunia bagian Timur, maka di Indonesia pada tahun 1908, atau tepatnya pada tanggal 20 mei
1908, telah lahir suatu Gerakan Kebangkitan Nasional yang dipelopori oleh dr Wahidin Sudirohusudo
dengan Budi Utomonya. Gerakan ini adalah merupakan awal pergerakan Nasional untuk mewujudkan
suatu bangsa yang merdeka yang berkuasa.
G. Zaman Penjajahan

Jepang Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda dan tipu muslihat dengan mengatakan
bahwa Jepang adalah Peminpin Asia, Jepang saudara Tua Indonesia, dan lain-lain. Yang tujuannya
tidak lain untuk memperoleh simpati dari rakyat Indonesia ketika itu. Namun ketika Jepang berperang
melawan negara Sekutu Barat yang terdiri dari Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Belanda,
nampak Jepang semakin terdesak. Kemudian sebagai usaha untuk mendapatkan dukungan dari bangsa
Indonesia ketika itu, maka pemerintah Jepang seolah bermurah hati kepada rakyat Indonesia, yaitu
dengan memberikan janji untuk memerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari.
H. Masa Sidang BPUPKI

BPUPKI dilantik (28 Mei 1945), dengan tugas pokoknya adalah melakukan penyelidikan terhadap
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Untuk tujuan tersebut maka dibentuklah beberapa
Panitia Kerja berikut:
1. Panitia Perumusan, dengan beranggotakan sebanyak 9 orang, diketuai oleh Ir. Soekarno. Tugasnya
adalah merumuskan naskah rancangan pembukaan UUD 1945.
2. Panitia Perancang UUD, yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Selanjutnya dari kepanitiaan ini dibentuk
Pania Kecil yang diketuai oleh Prof.Dr. Mr. Soepomo.
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan, yang diketuai oleh Drs. Mohannad Hatta.
4. Panitia Pembela Tanah air, yang diketuai oleh AbiKosno Cikrosuyoto.
I. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan sidang PPKI

Bertepatan dengan tanggal 9 Agusstus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh Jepang, kemudian pada tanggal
yang bersamaan dibentuk pula sebuah kepanitiaan, yang diberi nama “Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atat Dokuritzu Junbi Iinkai, yang susunan personalianya
Namun pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Herosima, kemudian
pada tanggal 9 Agustus 1945 di Nagasaki, yang menyebabkan pada tanggla 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah tanpa syarat kepada Tentara Sekutu. Dan akibat dari menyerahnya Jepang kepada Sekutu
tersebut menyebabkan seluruh janji-janji untuk memerdekakan bangsa Indonesia menjadi tidak ada
lagi. Walaupun demikian sebagian besar rencana Jepang terhadap bangsa Indonesia dapat terlaksana
dengan baik, kecuali rencana terakhir berupa janji utk kemerdekaan bangsa Indonesia tidak
terlaksana.
1. Sidang PPKI Pertama (18 Agustus 1945)
2. Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
3. Sidang Ketiga. (20 Agustus 1945)
4. Sidang Keempat (22 Agustus 2045)

J. Kemerdekaan Masa setelah Proklamasi

Walaupun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945,
namun bangsa Indonesia masih menghadapi problema terutama yang berkaiatan dengan kekuatan
tentera Sekutu, khususnya bangsa Belanda yang berupaya ingin kembali berkuasa di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari sikap mereka dalam memaksa Indonesia agar mengakui Pemerintah Nica
(Nehterlands Indies Civil Administration).
K. Masa Orde Baru
Dalam sejarah Indonesia, suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah meletusnya Gerakan
pemberontakan 30 September 1965 oleh PKI, sampai dengan Era dimulainya Reformasi tahun 1998,
disebut dengan “Orde Baru”. Sementara tatanan masyarakat dan pemerintahan sebelumnya, hingga
terjadinya G. 30 S PKI disebut dengan “Orde Lama”. Sebagai akibat dari berbagai penyelewengan
terhadap Pancasila dan UUD 1945, serta berbagai pemberontakan lainnya, yang dilakukan oleh PKI
pada masa Orde Lama, maka pada masa Orde Baru tuntutan utama masyarakat dan pemerintahan
adalah agar Pancasila dan UUD 1945 dapat dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Munculnya
Orde Baru, ditandai dengan terjadinya berbagai aksi yang dilakukan oleh berbagai elemen
masyarakat. Misalnya aksi yang dilakukan oleh Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI),
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) dan lain-lain
L. Masa Reformasi

Masa reformasi adalah suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali,
hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format/bentuk semula, sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda, 1998). Lebih parah lagi praktek-praktek pemerintahan
Orde Baru ternyata hanya membawa kesejahteraan yang bersifat semu. Ekonomi rakyat menjadi
semakin terpuruk, sistem ekonomi menjadi kapitalistik, dimana kekuasaan ekonomi di Indonesia
berada pada sebagian kecil penguasa dan konlomerat. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
tumbuh dengan suburnya. Bahkan hampir seluruh Instansi dan lembaga pemerintahan telah terjadi
penyalah gunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan oleh para pejabat dan pelaksana
pemerintahan. Yang kesemuanya itu tentu saja membawa rakyat semakin jauh dari kesejahteraan,
sebagaimana dicita-citakan semula.
BAB V PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Sistem

Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengar kata sistem, misalnya sistem pemerintahan,
sistem pendidikan, sistem perekonomian, sistem sosial dan lain-lain, termasuk juga apa yang akan
dibahas berikut ini, yaitu sistem filsafat. Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem adalah apabila di
dalamnya terdapat bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan, saling bekerja sama, dan
saling berkaitan satu sama lain, dan beroprasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi sistem bukanlah seperangkat unsur yang berdiri sendiri dan tidak teratur, tapi melainkan
merupakan satu kesatuan yang mengandung keteraturan, keruntutan (kohesif), di mana masing-
masing unsur itu bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mencapai satu tujuan yang telah ditetapkan.
B. Inti Pengertian Filsafat

Secara etimologi atau arti kata, filsafat berasal dari kata Yunani yaitu filosofia yang berasal dari kata
kerja Filosofien yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata philosophis
yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencitai, atau kata philia yang berarti cinta, dan kata
sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggeris yaitu philosophy yang diartikan
dengan cinta kearifan. (Asmoro, Ahmadi,2005: 1). Sementara orang yang pertama menggunakan
istilah philoshopia adalah seorang filosof yang bernama Pytagoras (572-497 SM).
Namun bila ditinjau dari segi terminologi atau arti yang terkandung dalam istilah atau batasan dari
filsafat, niscaya akan terdapat berbagai pengertian yang berbeda-beda, sesuai dengan ahli filsafat yang
menyampaikannya, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai terminologi berikut: Plato: Dia
berpendapat bahwa “Filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang
kebenaran yang asli”. Sementara Aristoteles: Dia mengatakan bahwa “Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika”. Sedang Filosof Arab yang bernama Al-Farabi
menyebutkan bahwa “Filsafat adalah ilmu penetahuan tentang hakikat bagaimana alam maujud yang
sebenarnya”. (Surajiyo, 2008: 1-2). Sedangkan pakar filsafat lainnya, misalnya Hasbullah Bakry:
Beliau mengatakan bahwa “Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu”. (Abbas Hamami,M, 1976). Kemudian Ir.
Poedjawijatna, mengemukakan bahwa: “Filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka”. (Lasiyo dan Yuwono, 1985).
(Surajiyo, 2008: 19). Sementara itu The Liang Gie membagi filsafat sistematis mejadi:
1. Metafisika, (filsafat tentang hal yang ada).
2. Epistemologi, (teori tantang pengetahuan).
3. Metodologi, (teori tentang metode).
4. Logika, (teori tentang penyimpulan).
5. Etika, (filsafat tentang pertimbangan moral).
6. Estetika, (filsafat tentang keindahan).
7. Sejarah Filsafat (Lasiyo dan Yuwono, 1985: 19).
C. Pengertian Pancasila Secara Filsafi

Pancasila terbentuk dan diciptakan oleh pendahulu kita yang merumuskannya sebagai dasar negara
Indonesia, yang diambil dari adat istiadat dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri. Pancasila
merupakan landasan moral bagi bangsa Indonesia. Dan bangsa Indonesia secara sadar mengakui
keberadaan Pancasila sebagai landasan dalam berbagai macam kehidupan, karena Pancasila adalah
milik bangsa Indonesia sendiri.
BAB VII PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA.
A. Pengertian Ideologi

Secara etimologis Istilah ideologi berasal dari kata “idea”, yang dapat diartikan sebagai “gagasan,
konsep, pengertian dasar, dan citacita”, serta “logos” yang berarti “ilmu”. Sedangkan kata “idea” itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ eidos”, yang berarti bentuk. Disamping itu ada
pula kata “Idein” yang berarti melihat. Maka secara harfiah idiologi dapat diartikan dengan ilmu
pengertianpengertian dasar, yang dalam keseharian “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yaitu
cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai. Sehingga cita-cita tersebut sekaligus menjadi dasar,
menjadi pandangan atau faham. (Kaelan, Achmad Zubaidi, 2007: 30).
B. Pancasila sebagai Ideologi terbuka

Pengertian ideologi terbuka adalah ideologi yang berisi orientasi yang besar. Sedangkan
penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma sosial politik, selalu dapat dipertanyakan
dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat (Mustaqiem, 2013:
65). Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nali-nilai yang bersifat mendasar, dan tidak
langsung bersifat operasional. Oleh karena itu, setiap kali harus dieksplisitkan. Dan eksplitasi
dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah, yang senantiasa silih berganti melalui
refleksi yang rasional, sehingga terungkap makna rasionalnya. Maka dengan demikian jelaslah bahwa
penjabaran ideologi, dilaksanakan melalui interpretasi dan reinterpretasi yang kritis.
C. Makna dan Fungsi Pancasila sebagai Ideologi
Pancasila harus menjadi dasar, arah dan tujuan. Pancasila bersifat hierarkhis piramidal. Di mana
pondasinya, adalah sila pertama dan puncaknya adalah sila ke lima. Sila pertama, sebagai dasar
negara, sila kedua, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Sila ketiga, sebagai tujuan hidup
bangsa Indonesia. Sila keempat, sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dan sila kelima,
adalah hasil perjanjian luhur bangsa Indonesia. (Mustaqiem, 2013: 62).
D. Kedudukan dan Fungsi Pancasila
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara RI
3. Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia.

BAB VIII PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, pada hakikatnya merupakan suatu nilai, sehingga merupakan
sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan
atau pilitik dan lain-lain. Walaupun demikian norma-norma yang terdapat di dalam Pancasila adalah
merupakan nilai-nilai yang mendasar, sehingga ia tidak merupakan nilai-nilai yang langsung menjadi
norma-norma, yang dapat dijadikan pedoman, dalam suatu tindakan atau bersifat praktis.
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa nilai-nilai Pancasila bukanlah merupakan pedoman langsung
yang bersifat normatif atau praktis, melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika,yang
merupakan sumber norma, yang meliputi norma moral maupun norma hukum, yang dijabarkan lebih
lanjut dalam norma-norma etika, norma moral, maupun norma hukum, dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Demikian pula perlu kita pahami, bahwa Pancasila sebagai suatu sistem nilai, di
dalamnya mengandung nilai-nilai universal (umum), yang dikembangkan dan berkembang dalam
pribadi seseorang sesuai dengan kodratnya, baik sebagai makhluk pribadi, maupun sebagai makhluk
sosial. Sebagai suatu sistem nilai, sesuai dengan arti nilai itu sendiri, yaitu merupakan cita-cita yang
menjadi motivasi bagi segala sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia yang mendukungnya, maka
Pencasila memuat satu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, serta mengandung suatu keharusan
untuk dilaksanakan (Paulus Wahana, 1991: 75).
Dalam Dictionary of Soscioloy and Related Science, dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan
yang dipercaya, yang ada pada suatu benda untuk memuaskan menusia. Sifat dari suatu benda, yang
menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to statisfy
a human desire). Jadi nilai iu pada hakikatnya adalah, sifat atau kualitas yang melekat pada suatu
objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang
melekat pada sesuatu itu. Pengertian lainnya mengatakan Nilai (value) adalah konsep (consept).
Seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat
diamati, melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu, atau harga
dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang,
yakni nilai estetika dan nilai etika. Estetika terkait dengan keindahan atau apa yang dipandang indah
(beautiful), atau apa yang dapat dinikmati oleh seseorang. Sedang etika terkait dengan
tindakan/perilaku/akhlak (cunduct), atau bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan
masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right), dan mana yang salah
(wrong).(Frankel, 1978).
Berkaitan dengan hal tersebut Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Nilai Material, yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2) Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia, untuk dapat melaksanakan kegiatan
atau aktifitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Jika dipahami, berdasarkan pengertian politik secara sempit sebagaimana diuraikan di atas, maka
seolah-seolah bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara,
lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik, serta para pejabat serta birokrat, dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, manakala lingkup pengertian politik
dipahami seperti itu, maka terdapat suatu kemungkinan akan terjadi ketimpangan dalam aktualisasi
berpolitik, karena tidak melibatkan aspek rakyat, baik sebagai individu, maupun sebagai suatu
lembaga yang terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam hubungan etika politik, maka
pengertian politik tersebut, harus dipahami dalam pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut
seluruh insur yang membentuk suatu persekutuan hidup, yang disebut dengan masyarakat bangsa dan
negara.
BAB XV HUBUNGAN PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN BATANG TUBUH UUD 1945, DAN
HUBUNGAN PEMBUKAAN UUD 45 DENGAN PANCASILA.
A. Makna Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan terperinci yang mengandung Pancasila
sebagai dasar Negara merupakan satu rangkaian kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, oleh
karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk oleh MPR hasil Pemilu. Karena
berdasarkan pasal 3 dan 27 UUD 1945 merubah Pembukaan UUD 1945, berarti membubarkan negara
Proklamasi 17 Agustus 1945
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan pasal-pasal UUD 1945, disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkaan dalam berita Republik Indonesia tahun II No. 7.
Pembukaan UUD 1945 dipandang dari sudut ilmu hukum mempunyai kedudukan di atas pasal-pasal
UUD 1945. Konsekuensinya keduanya memiliki kedudukan hukum yang berlainan, namun keduanya
terjalin dalam suatu hubungan kesatuan yang kausal dan organis (Kaelan, 2004: 148).
B. Makna Alinea-Alinea Pembukaan UUD 1945.

Alinea Pertama, berbunyi: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”. Alinea tersebut mengandung arti keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia
menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajah. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa
Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap beridiri dibarisan paling depan dalam menentang
dan menghapuskan penjajahan di atas dunia ini.
Alinea Kedua, berbunyi: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”.
Alinea Ketiga, berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekannya”. Alinea tersebut mengandung arti: a. Alinea tersebut memuat motivasi
spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas proklamasi kemerdekaan, serta menunjukkan
ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Berkat ridho-Nya bangsa Indonesia
berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya, dan sekaligus negara yang ingin didirikannya
adalah berwawasan kebangsaan.
Alinea Keempat berbunyi: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Mahas Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Keyakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratn/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Alinea tersebut mengandung makna: a. Negara Indonesia mempunyai fungsi yang
sekaligus menjadi tujuannya yaitu melindungi segenap bangsa Indoensia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
b. Negara berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat.
c. Negara Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, Yaitu Ketuahan YME, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /Perwakilan, dan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indoensia.
Berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia, maka Pembukaan UUD 45 adalah sebagai tertib
hukum yang tertinggi, dan tertib hukum Indonesia, adalah bersumberkan pada Pancasila, dengan
perkataan lain bahwa Pancasila adalah sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti pula
bahwa secara material, tertib hokum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Dengan demikain Pancasila sebgai sumber tertib hukum Indonesia yang meliputi sumber
nilai, sumber materi, bentuk, dan sifaf. Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan
Pembukaan UUD 45 sebagai Pokok Kaidah Negra yang fundamental, maka sebenarnya secara
material yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah Negara fundamental tersebut tidak
lain adalah Pancasila.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai pemersatu, lambang
persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Notonegoro Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai pemersatu, lambang
persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia. Menurut
Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti
sendi, asas, dasar, atau pengaturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian
pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang
penting dan baik. Menurut Ir. Soekarno pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun
menurun yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan
demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa
Indonesia
Kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki Ideologi Pancasila, harus memahami apa arti
dari Pancasila itu sendiri, seperti kata Ir. Soekarno pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia.
Maka dari itu Pancasila sebagai pandangan hidup suatu bangsa dan dasar negara Republik
Indoneesia. Pancasila telah melekat dan men darah daging pada masyarakat Indonesia. Maka
masyarakat Indonesia menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun menjadikan
Pancasila sebagai perjuangan utama oleh masyarakat bangsa Indonesia.

3.2 Saran
Untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah cbr kami ini,kami membutuhkan saran
serta komentar dari pembaca terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H.M. Alwi Kaderi, M.Pd.I. (2015). Pendidikan Pancaila untuk perguruan Tinggi. Banjar masin:
ANTASARI PRESS.
M. Syamsudin, dkk. (2019). Pendidikan pancasila. universitas islam indonesia yokjakarta: Total
media .

Anda mungkin juga menyukai