Anda di halaman 1dari 54

Kendala dan Solusi

dalam Upaya
Optimalisasi Peran
Pelayanan Primer untuk
Sustainabilitas JKN
Laksono Trisnantoro
Departemen Kebijakan dan
Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran-
Kesehatan Masyarakat-
Keperawatan
Isi

•Pengantar
•Kendala
•Solusi
Pengantar
Tujuan JKN sesuai UUD Terjadi defisit karena
dan UU JKN berbagai masalah
• Memberikan akses yang • Peningkatan
merata akan pelayanan pengeluaran khususnya
kesehatan bermutu di pelayanan rujukan
• Melindungi masyarakat • Sulit melakukan
• Mengatur seluruh penghematan
masyarakat, mendanai • Pelayanan primer
yang miskin mempunyai berbagai
kendala
Kendala:
1. Fragmentasi sistem
pelayanan kesehatan
(Aspek Makro);
Makro 2. Sistem Insentif dari BPJS
untuk pelayanan primer
yang tidak jelas
Meso
pengelolaannya (Aspek
Meso);
3. Konflik yang menguras
tenaga tentang Dokter
Mikro Layanan Primer (Aspek
Mikro).
Hasil 1 Penelitian pelaksanaan (Riset
Kendala 1 Implementasi tentang Pelayanan Primer di JKN
tahun 2016. Kemenkes, UGM, USAID

Fragmentasi Sistem
Kesehatan di Daerah
Situasi yang terjadi

Terjadi dua jalur dalam sistem pendanaan


kesehatan yang tidak dikelola secara bersama.

Jalur 1. Kelompok UU 1: UU-UU di sektor


jaminan kesehatan yang tersentralisasi

Jalur 2. Kelompok UU pemerintahan dan UU


Kesehatan yang menggunakan prinsip
desentralisasi.
Ada Fragmentasi dalam
Sistem Kesehatan
Sistem Pelayanan Kesehatan Sistem Jaminan Kesehatan
• Menggunakan UU Menggunakan UU
Kesehatan, UU RS, SJSN dan UU BPJS:
UU mengenai •BPJS: Bukan lembaga
kesehatan
pemerintahan
•Merupakan lembaga
daerah keuangan
– Propinsi •UU SJSN dan UU BPJS
– Kabupaten/Kota tidak ada “hubungan”
• Sistem yang dengan Dinas
Kesehatan
terdesentralisasi
•Sistem manajemen
yang sentralisasi
Presiden

BPJS:
Kementerian
Lembaga
Keuangan
Kesehatan

• Sistem di BPJS Kantor


Pemerintah
Pusat
Pusat
adalah Dinas
Sentralistik Regional
(13
Kesehatan
Propinsi (44

• Sistem di Kantor) Kantor)

Kemenkes adalah Cabang


Dinas
Kesehatan
(124
desentralisasi Kantor)
Kabupaten
(lebih dari
500)

Menjadi fragmented
Apa yang terjadi (1)?
Presiden

• Data yang ada di BPJS:


Kementerian
Lembaga
BPJS dikelola secara Keuangan
Kesehatan
Pemerintah
sentralistik Kantor
Pusat
Pusat

Dinas
Regional Kesehatan
• tidak ada analisis di (13
Kantor)
Propinsi (44
Kantor)

level kecamatan, Dinas


Cabang Kesehatan
kabupaten, propinsi, (124 Kabupaten
Kantor) (lebih dari
dan nasional. Flow of data 500)
Akibatnya
• Perencanaan kesehatan di daerah tidak
berdasar data BPJS
• Sistem kesehatan di daerah hanya
menggunakan data pelayanan primer yang
terbatas.
• Data rujukan penyakit dari pelayanan primer
ke sekunder tidak terkelola
Apa yang terjadi (2)?
Presiden

Fungsi Dinas Kesehatan di BPJS:


Kementerian
pelayanan primer tidak Lembaga
Kesehatan
Keuangan
jelas: Pemerintah
Kantor Pusat
- Apakah sebagai Pusat
regulator sistem Regional
Dinas
Kesehatan
kesehatan di daerah? (13 Propinsi (44
Kantor) Kantor)
- Apakah sebagai
kontraktor BPJS untuk Cabang
Dinas
Kesehatan
pelayanan primer? (124
Kantor)
Kabupaten
(lebih dari
Flow of data 500)
Akibatnya:
- Strategic purchasing tidak berjalan baik
- BPJS sulit menjadi “pembeli” yang baik;
- Jumlah anggota BPJS di berbagai faskes
bervariasi
- Mutu yang diperoleh BPJS belum terjamin
Apa yang terjadi (3)?
Presiden

Koordinasi pemerintah BPJS:


Kementerian
Lembaga
daerah dengan kantor Keuangan
Kesehatan
Pemerintah
BPJS setempat menjadi Kantor
Pusat
Pusat

tidak jelas. Dinas


Regional Kesehatan
(13 Propinsi (44
Kantor) Kantor)
Peran Pemda/DInKes Dinas
Cabang
dalam layanan primer (124
Kesehatan
Kabupaten
Kantor) (lebih dari
di era JKN tidak Flow of data 500)

mempunyai pola.
Akibatnya
• Sistem yang terbelah dua menjadi
tidak efektif.
• Fungsi pelayanan primer sebagai
Gate-Keeper tidak ada pemantauan
• Pemerataan Pelayanan Kesehatan
menjadi hal yang terabaikan. BPJS
lebih memperhatikan masalah dana
di pusat, pemerataan tidak
diperhatikan (Kasus di Kab Asmat)
Hasil 2 Penelitian pelaksanaan (Riset

Kendala 2 Implementasi tentang Pelayanan Primer di JKN


tahun 2016-2017. Kemenkes, UGM, USAID

Sistem Insentif dari BPJS


untuk pelayanan primer
tidak jelas pengelolaanya
Sistem Pembayaran untuk FKTP dan
Individu yang bekerja di dalamnya

HasilPenelitian:
Sistem pembayaran berbasis kinerja yang diberlakukan di tingkat
fasilitas belum dikaitkan dengan kinerja tingkat individu.

BPJS tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan besaran


pendapatan tenaga kesehatan
Pembayaran dari BPJS
ke FKTP (Permenkes
2 Tahap: 52/2016)

Kapitasi Non-Kapitasi

Tahap 1: Kapitasi Berbasis Komitmen


Pembayaran Pelayanan: nominal sesuai Sesuai dengan tindakan yang
dari BPJS ke pencapaian indikator angka tercantum pada Permenkes
Fasilitas kontak, rujukan non-
spesialistik, Prolanis

Tahap 2: Sesuai Permenkes 21/2016


Pembayaran (faskes milik pemerintah daerah
dari fasilitas non-BLUD) Sesuai dengan peraturan
ke individu Sesuai kewenangan Kepala Daerah
pengelola (swasta dan faskes
milik pemerintah BLUD)
Proporsi Sumber Pendapatan Tenaga Kesehatan di
Puskesmas
Administrasi
Jayawijaya

Bidan
Perawat
Dokter
Administrasi
Jayapura

Bidan
Perawat
Dokter
Administrasi
Jember

Bidan
Perawat
Dokter
Administrasi
Tapanuli
Selatan

Bidan
Perawat
Dokter
Jakarta Timur

Administrasi
Bidan
Perawat
Dokter

0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000


Gaji Tunjangan daerah Kapitasi Non Kapitasi
Lainnya Praktek Swasta Usaha lainnya
Pendapatan Dokter Puskesmas
- Rentang variasi proporsi dana kapitasi tinggi (11%-67%), yang disebabkan oleh: jumlah
peserta, ketersediaan dokter/ dokter gigi, capaian KBK, jumlah nakes di 1 FKTP.
- Tapsel: 16,000 peserta, 81 petugas, 1 dokter
- Jayapura: 49,000 peserta, 40 petugas, 2 dokter

Tapanuli Selatan Jayapura


[10 juta, (7-13 juta)] Praktek Swasta [11 juta (9.5-13 juta)]
2%

Praktek Gaji
Gaji 29%
Swasta
38%
35%

Tunjangan
Kapitasi Kapitasi daerah
11% 67% 2%
Tunjangan
daerah
16%
Pendapatan Dokter Puskesmas dari Praktik
Swasta
Jakarta Timur Jember
[21 juta (12-28 juta)] [13 juta (6-23 juta)

Praktek
Swasta
2%

Gaji Usaha Lainnya


20% 3%
Gaji
22%
Tunjangan
Praktek daerah
Swasta 1%
41%
Kapitasi
32%
Tunjangan
daerah
78% Non Kapitasi
1%

- Sumber: pasien non-BPJS, pasien BPJS (kontrak ganda), dan asuransi lainnya.
- Dual contract  Sebagian dokter Puskesmas bekerja pada klinik atau praktik
pribadi yang juga dikontrak oleh BPJS Kesehatan
Pendapatan di FKTP Swasta
Pendapatan dari kapitasi dan non-kapitasi di FKTP swasta
memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap total
pendapatan tenaga kesehatan di FKTP Swasta.

Rerata pendapatan, khususnya pada non-dokter, lebih


Dokter rendah di fasilitas swasta daripada pemerintah.

Gaji
Usaha Lain (Non
23%
Kesehatan)
27% Tunjangan
daerah
0%
[Rerata 10.6 juta (8.4-15.5 juta)]
Pendapatan dari Kapitasi
Tempat Praktek 35%
lain
14%

Non- Kapitasi
1%
Non-Kapitasi
Pendapatan dari non-kapitasi: tergantung pada seberapa banyak tindakan yang
bisa diklaim dilakukan, dan bagaimana jasa dari klaim non kapitasi dibagikan
berdasarkan Peraturan Kepala Daerah

Jenis Jumlah Jumlah Rerata Penerimaan dari % Non-Kapitasi


Ketenagaan Petugas Responden Non-Kapitasi* terhadap Total
yang Pendapatan di
Menerima Tempat Praktek
Non- 1
Kapitasi
Dokter 2 22 Rp625,000 6%
Bidan 6 51 Rp1,176,667 15.2%
Perawat 4 55 Rp181,250 6%
Administrasi 1 25 Rp150,000 1.9%

Tantangan:
- Tidak semua petugas mengetahui berapa tepatnya yang diterima dari non-kapitasi
- Tidak semua petugas mengetahui detil mengenai estimasi jumlah yang akan diterima
- Periode antara tindakan sampai reimbursement s.d. 11 bulan
Pengamatan
Tentang Pendapatan Tenaga Kesehatan di pelayanan primer
1. Terjadi ketimpangan pendapatan tenaga kesehatan antar
daerah, yang terutama karena perbedaan tunjangan daerah,
dana kapitasi yang diterima, jumlah SDM FKTP, serta
pendapatan dari praktik swasta.
2. Pendapatan dari Kapitasi BPJS tidak mempunyai pola yang
sama
3. Adanya double contract dokter, perawat maupun bidan di
Puskesmas dan FKTP Swasta. Angka pastinya belum diketahui.
Pertanyaan Kunci
Apakah pembayaran dari BPJS
meningkatkan Kinerja
Pelayanan Primer untuk:
• Gate-Keeping
• Pelayanan Preventif dan
promotif
?
Pembayaran dari BPJS
ke FKTP (Permenkes
2 Tahap: 52/2016)

Kapitasi Non-Kapitasi

Tahap 1: Kapitasi Berbasis Komitmen


Pembayaran Pelayanan: nominal sesuai Sesuai dengan tindakan yang
dari BPJS ke pencapaian indikator angka tercantum pada Permenkes
Fasilitas kontak, rujukan non-
spesialistik, Prolanis

Tahap 2: Sesuai Permenkes 21/2016


Pembayaran (faskes milik pemerintah daerah
dari fasilitas non-BLUD) Sesuai dengan peraturan
ke individu Sesuai kewenangan Kepala Daerah
pengelola (swasta dan faskes
milik pemerintah BLUD)
Jawaban:
Tidak jelas
Analisis
Terjadi variasi pembayaran dari BPJS untuk faskes primer
yang terkait dengan:
-besaran anggota,
-jumlah tenaga kesehatan,
-konteks geografis daerah, serta
-peraturan daerah.

Indikator KBKP yang seragam di semua wilayah dengan


karakteristik yang berbeda-beda berpotensi:
-Mengurangi fungsi KBKP sebagai motivator kinerja fasilitas
-Memberi ‘punishment’ pada daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya
Jawaban:
Belum
Tentang Indikator Kinerja Individu
• BPJS belum mempunyai kebijakan ‘Sistem insentif’ yang
langsung mempengaruhi perilaku tenaga kesehatan sesuai
dengan kepentingannya
• Pendapatan tenaga kesehatan ditentukan oleh variabel-
variabel yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja
individu dalam konteks fungsi pelayanan primer.
• Petugas tidak mengetahui bagaimana cara penghitungan
dan pendistribusiannya
• Jumlah tidak setimpal dengan beban kerja yang diterima
Kendala 3 Hasil pengamatan pribadi
selama tahun 2012 - 2017

Konflik yang menguras


tenaga tentang Dokter
Layanan Primer.
Konflik yang melelahkan
• Sejak UU Pendididikan Kedokteran dirancang (sebelum tahun 2013);
• Pasca pengesahan UU (2013) terjadi penentangan oleh PDUI yang
berada di bawah IDI terkait adanya program pendidikan DLP.
• Program Pendidikan DLP yang ditetapkan pemerintah melalui UU
Pendidikan Kedokteran ditolak oleh PDUI sebagai bagian dari ID.
• PDUI menggunakan mekanisme Yudicial Review ke Mahkamah
Konstitusi (MK) untuk menolak DLP.
• MK memutuskan menolak gugatan PDUI secara keseluruhan dan
memperbolehkan DLP diselenggarakan.
• IDI tetap melakukan berbagai kegiatan yang tidak mendukung
pendidikan DLP.
• PP yang menegaskan mengenai DLP telah keluar pada tahun 2017

32
Konflik yang melelahkan
• Menyedot energi pimpinan IDI, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Dikti dan Riset serta
berbagai pihak lain.
• Terjadi polarisasi pendapat di kalangan grass-
root. Ada dokter yang pro dan ada yang
kontra.
• Penelitian tentang efektifitas Dokter Layanan
Primer belum dapat dilakukan karena belum
ada DLP yang operasional.
Apa akibat konflik yang telah berjalan
lebih dari 5 tahun ini?
Indonesia sebagai bangsa kehilangan kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan klinis dokter di
layanan primer dalam era JKN.
Contoh:
•Dokter di layanan primer diharapkan mengelola rujukan balik
untuk berbagai penyakit katastroptik dan ibu hamil dengan
penyulit.
•Dokter di daerah yang kekurangan spesialis bisa mendapat
“task-shifting” melalui berbagai pendekatan.
•Dokter di daerah industri dan perkebunan perlu memperkuat
kemampuan klinik sebagai dokter perusahaan
•Rujukan termasuk rujukan balik belum tertata.
Solusi-solusi
1. Menghilangkan
fragmentasi dalam sistem
Makro
kesehatan
2. Menghubungkan
Meso pendapatan dokter dan
tenaga kerja kesehatan
dengan kinerja FKTP
3. Melakukan pelaksanaan
Mikro
DLP dengan monitoring
ketat.
Solusi 1. Menghilangkan fragmentasi
dalam sistem kesehatan
• Jangka pendek: Tahun 2018 dengan
menggunakan INPRES 8/2017
• Jangka menengah/panjang: Revisi UU agar
terjadi integrasi yang lebih baik antara UU
jaminan kesehatan (UU SJSN dan UU BPJS)
dengan UU pemerintah daerah serta UU
Kesehatan
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor 8 Tahun 2017
Tentang
OPTIMALISASI
PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL

Jakarta, 30 Januari 2018

37
Di tahun 2017: Presiden Jokowi mengeluarkan
Inpres

•Apa yang
diinstruksikan?
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden RI
menginstruksikan Menkes untuk melakukan evaluasi,
pengkajian, penyempurnaan :

Regulasi
Pelayanan
Kesehatan
Ketersediaan Sistem Tarif
Sarpras dan Pelayanan
SDMK Kesehatan
Menteri
Sistem
Kesehatan
Program
Pembiayaan
Rujuk Balik
Katastrofik

Ketersediaan
Obat dan
Alkes

39
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden RI
menginstruksikan Mendagri memastikan Gubernur, Bupati,
dan Walikota, bersama-sama :

Pembinaan &
Pengawasan

Data Alokasi
Penduduk Anggaran
Berbasis NIK Menteri Daerah
Dalam
Negeri
Ketersediaan
Seluruh
Sarpras dan
Penduduk
SDMK
Terdaftar

40
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya;
Presiden RI menginstruksikan Mensos untuk
melakukan :

Percepatan
Verifikasi dan
Validasi Terhadap
Menteri Sosial Penetapan dan
Perubahan
Data PBI

41
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden
RI menginstruksikan Menteri BUMN untuk
memastikan :

BUMN mendaftarkan
pengurus, pekerja &
anggota keluargaanya
dalam program JKN

Menteri BUMN

Pembayaran iuran
bagi seluruh pengurus
dan pekerjanya pada
BUMN

42
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya;
Presiden RI menginstruksikan Mennaker
untuk melakukan :

Pengawasan dan
Pemeriksaan
Menteri Kepatuhan Pemberi
Ketenagakerjaan Kerja (selain
Penyelenggara
Negara)

43
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden
RI menginstruksikan Menkoinfo untuk melakukan :

Kampanye dan
Sosialisasi untuk
Membangun
Kesadaran
Masyarakat

Menteri Komunikasi
dan Informatika

Memfasilitasi
Jaringan Komunikasi
Data untuk Suksesnya
Teknologi Informasi
Program JKN

44
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya;
Presiden RI menginstruksikan Jaksa Agung
untuk melakukan :

Penegakan
Kepatuhan dan
Jaksa Agung Hukum Terhadap
Badan Usaha,
BUMN, BUMD,
Pemda

45
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden RI
menginstruksikan Direktur BPJSK untuk memastikan,
melakukan, dan meningkatkan :

Menyediakan data
Akses Pelayanan Pemberian
JKN ke Menkes
Berkualitas Identitas Peserta
secara berkala

Kerja Sama Apotek Perluasan Kerja


terkait obat PRB
secara transparan
Direktur Sama Faskes

BPJSK
Kerja Sama dengan
Kerja Sama dengan Pemangku
K/L atau pihak lain Kepentingan dalam
dalam sosialisasi Kajian dan rangka kepatuhan
Kajian
Evaluasi
Pelaksanaan
Regulasi
JKN
JKN

46
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden
RI menginstruksikan Gubernur, Bupati, dan Walikota
untuk melakukan dan meningkatkan :

Pembinaan &
Pengawasan

Memberikan Alokasi
Sanksi Anggaran
Administratif Daerah
Gubernur,
Bupati,
Kepesertaan Walikota Seluruh
dan Iuran Penduduk
BUMD Terdaftar

Ketersediaan
Sarpras dan
SDMK

47
Sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya; Presiden
RI menginstruksikan Menteri Kord. Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk :
Koordinasi,
Sinkronisasi, dan
Pengendalian
Pelaksanaan
Inpres

Menteri
Kord. Bidang
Pembangunan
Melaporkan Manusia dan Koordinasi
Pelaksanaan Pengkajian
Inpres ke
Kebudayaan Sumber
Presiden secara Pendanaan Lain
berkala (6 bln) untuk JKN

48
Apa yang harus dilakukan di tahun
ini dengan bekal INPRES
President
• Perbaikan sistem
BPJS: Ministry
dimana penggunaan Financial of Health
data BPJS (termasuk agency
Central Central
data keuangan) Office Government

perlu dianalisis di Regional Provincial


Health Office
berbagai level (13
Offices)
under LG
(34 Offices)
pemerintahan.
District/City
• Apa manfaat
Branches
(124 Health Office
Offices) (> 500
penggunaan data Flow of data
Offices)

BPJS?
Manfaat Penggunaan Data BPJS di
daerah
• Pemerintah daerah dapat melakukan respon
secara lebih terarah.
• Promkes dapat lebih tepat
• Pemerintah daerah dapat bertanggung-jawab
terhadap laju perkembangan pengeluaran BPJS
• BPJS dapat mengalokasikan dana untuk kebijakan
kompensasi.
• ….
• …
Solusi 2: Perbaikan sistem insentif
tenaga di pelayanan primer
a) Penyesuaian tarif kapitasi dengan mempertimbangkan
‘adjuster’ tertentu: kewilayahan, kelangkaan tenaga
kesehatan, dan luas wilayah.
b) BPJS perlu mengetahui secara detail nominal rupiah
yang diterima tenaga kesehatan di FKTP dari
pembayaran kapitasi dan non-kapitasi sehingga fungsi
sebagai ‘purchaser’ lebih optimal dalam memastikan
kualitas dan efisiensi pelayanan.
c) Pentingnya menganalisis dan membuat kebijakan terkait
isu “double-contract” tenaga kesehatan di tingkat
primer serta sekunder.
d) Pemerintah Pusat dapat membuat kebijakan ‘matching
grant’ untuk mendorong pemerintah daerah merancang
tunjangan dan insentif daerah yang menarik
berdasarkan pendapatan yang layak.
Pemerintah daerah mengembangkan sistem remunerasi di pelayanan
primer melalui:
a. Identifikasi berbagai sumber insentif finansial (Tunjangan daerah,
DAK Non-Fisik, Kapitasi, Non-kapitasi, donor) dan pengalokasiannya
diatur dalam regulasi yang sama.
b. Menyusun formula perhitungan insentif yang baru dengan
menambahkan variabel sesuai dengan tanggung jawab bidang
kesehatan.
c. Menerjemahkan Indikator-indikator yang berlaku di FKTP (SPM,
KBKP) menjadi target kinerja individu tenaga kesehatan.
d. Memastikan sistem remunerasi yang dirancang untuk mencapai
tujuan sektor kesehatan dalam kualitas dan prinsip keadilan
(equality).
Solusi 3. Melaksanakan program DLP
dan penelitian monitoring kinerja
Pasca PP tentang UU Pendidikan Kedokteran yang terbit
di tahun 2017:
• Menjalankan program DLP dengan monitoring ketat;
• Perbaikan sistemdan mutu rujukan termasuk rujukan
balik;
• Menguji berbagai variasi DLP dalam konteks
ketersediaan tenaga di sistem rujukan: Di daerah yang
langka spesialis, dan di daerah yang banyak spesialis.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai