Anda di halaman 1dari 6

Landasan Teori

2.1 Evaluasi Kinerja Anak Perusahaan

Menurut Gibson (2018), evaluasi kinerja keuangan adalah proses pengukuran dan analisis kinerja
keuangan suatu perusahaan atau organisasi. Evaluasi ini melibatkan penilaian atas laporan keuangan
perusahaan, seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas, serta indikator keuangan lainnya,
seperti rasio keuangan dan metrik finansial. Tujuannya adalah untuk menilai kesehatan keuangan
perusahaan dan kemampuannya dalam menghasilkan keuntungan.

Bringham & Houston (2019) Evaluasi kinerja keuangan sangat penting untuk menilai kinerja perusahaan
karena dapat memberikan informasi yang akurat tentang kesehatan keuangan perusahaan dan
kemampuannya dalam mencapai tujuan finansial. Dengan mengevaluasi kinerja keuangan secara
teratur, perusahaan dapat memantau kemajuan mereka dalam mencapai tujuan finansial dan
mengetahui apakah perusahaan mengalami pertumbuhan atau penurunan kinerja keuangan. Evaluasi
kinerja keuangan juga dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan investasi, membuat
keputusan operasional, serta mengelola risiko keuangan.

Adapun cara melakukan evaluasi kinerja keuangan menurut Brealey & Myers (2017) dapat dilakukan
dengan beberapa cara, seperti:

1. Analisis rasio keuangan: Menggunakan rasio keuangan untuk membandingkan kinerja keuangan
perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama atau dengan standar industri
yang telah ditetapkan.
2. Analisis vertikal: Membandingkan setiap pos dalam laporan keuangan dengan total aset atau
pendapatan perusahaan.
3. Analisis horizontal: Membandingkan pos-pos dalam laporan keuangan dari tahun ke tahun
untuk mengetahui tren kinerja keuangan perusahaan.
4. Analisis indeks: Menggunakan indeks untuk membandingkan kinerja keuangan perusahaan
dengan indeks pasar atau indeks saham tertentu.

Sementara itu, menurut Thompson & Strickland (2019) evaluasi kinerja bisnis adalah proses pengukuran
dan analisis kinerja suatu perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya. Evaluasi ini melibatkan
pengumpulan dan analisis data bisnis, seperti penjualan, biaya operasional, margin keuntungan, pangsa
pasar, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menilai keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan bisnisnya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan.
Evaluasi kinerja bisnis sangat penting untuk menilai kinerja perusahaan karena dapat memberikan
informasi yang akurat tentang seberapa efektif perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya. Dengan
mengevaluasi kinerja bisnis secara teratur, perusahaan dapat memantau kemajuan mereka dalam
mencapai tujuan bisnis dan mengetahui apakah perusahaan mengalami pertumbuhan atau penurunan
kinerja bisnis. Evaluasi kinerja bisnis juga dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan
strategis, membuat keputusan operasional, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
2.2 Critical Capabilitiy

Critical capability adalah kemampuan atau keahlian yang sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk
mencapai tujuan strategisnya. Kemampuan kritis ini meliputi semua keahlian yang diperlukan oleh
perusahaan untuk membangun dan mempertahankan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Biasanya, critical capability terkait langsung dengan aktivitas inti perusahaan seperti manufaktur,
pemasaran, dan penelitian dan pengembangan. Dengan memiliki kemampuan yang kritis, perusahaan
dapat merespons dengan cepat terhadap perubahan lingkungan bisnis. Hal ini dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan, memperkuat posisi pasar, dan meningkatkan
keuntungan jangka Panjang (Hitt, Ireland, & Hoskisson, 2016).

Critical capabilities merupakan inti dari strategi perusahaan dan biasanya terkait langsung dengan core
competencies perusahaan. Dalam banyak kasus, core competencies perusahaan juga merupakan critical
capabilities yang kritis untuk kesuksesan perusahaan. Core competencies merupakan kombinasi dari
sumber daya, pengalaman, teknologi, dan kemampuan manajemen yang telah diinternalisasi oleh
perusahaan. Core competencies dapat mencakup aspek-aspek seperti teknologi, inovasi, manajemen
rantai pasokan, pemasaran, dan sumber daya manusia. Dengan memiliki core competencies yang kuat,
perusahaan dapat meningkatkan kinerja bisnisnya dan meningkatkan profitabilitas (Prahalad & Hamel,
1990).

2.3 Diverging Parenting Needs

Dalam praktiknya, tentu saja, tidak semua kriteria dapat mengarah pada strategi pengasuhan yang sama,
sehingga kompromi terbaik harus ditemukan. Namun, apa yang terjadi jika unit bisnis yang berbeda
membutuhkan strategi pengasuhan yang sangat berbeda? Hal ini diilustrasikan dalam Gbr. 9.4 untuk dua
kriteria SBU kebutuhan pengasuhan yang memainkan peran penting dalam praktiknya ketika perusahaan
multi-bisnis menganalisis strategi pengasuhan yang potensial: model kunci keberhasilan dan prospek
kinerja dari SBU.

Unit bisnis yang membutuhkan disiplin pertama dan terutama dalam pelaksanaannya (mis. investasi,
pengurangan biaya, atau penetapan harga) dan memiliki prospek kinerja yang positif (kuadran kuadran
kiri atas dalam matriks pada Gbr. 9.4) paling baik dikelola dengan model sponsor keuangan dengan
kontrol kinerja keuangan yang ketat, tetapi tidak banyak mengganggu operasi sehari-hari. Jika kita
mengambil contoh utilitas energi yang terdiversifikasi sebagai ilustrasi, bisnis jaringan yang sangat diatur
bisnis jaringan akan masuk dalam kuadran ini. Memang, selama beberapa tahun terakhir, sejumlah
investor keuangan telah mengakuisisi bisnis jaringan transmisi dan distribusi tersebut dan mengelolanya
dengan cukup sukses. Di sisi lain, jika jenis bisnis seperti itu memiliki prospek kinerja yang lemah, mereka
mungkin membutuhkan lebih banyak dukungan dari induk perusahaan, dan pendekatan manajer
langsung dapat dibenarkan (kuadran kanan atas). Dalam contoh energi, ini mungkin berlaku untuk bisnis
pembangkit listrik tradisional (batu bara, gas, atau pembangkit listrik tenaga nuklir) yang nuklir) yang
mendapat manfaat dari peran yang kuat dari induk perusahaan dalam mengelola persetujuan peraturan,
konstruksi, pengadaan bahan bakar, dan operasi yang aman.

Unit bisnis lain mungkin membutuhkan lebih banyak kewirausahaan daripada disiplin untuk menjadi
sukses, misalnya, karena mereka berada dalam industri yang dinamis, hidup dari inovasi yang konstan,
atau harus harus bereaksi cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan. Jika unit bisnis seperti itu
memiliki prospek kinerja yang positif, unit bisnis tersebut dapat dikelola dengan kendali yang longgar
dalam model pemilik yang lepas tangan (kuadran kiri bawah). Dalam contoh utilitas energi yang
terdiversifikasi, hal ini dapat diterapkan pada bisnis perdagangan energi yang biasanya dikelola secara
terpisah dari operasi lainnya, dengan dengan fokus pada pengendalian kinerja, manajemen risiko, dan
kepatuhan. Akan tetapi, jika bisnis seperti itu bisnis wirausaha tersebut memiliki prospek kinerja yang
lebih lemah, bisnis tersebut dapat memperoleh manfaat dari dukungan dari induk perusahaan.
Dukungan tersebut tidak boleh membebani unit bisnis dengan dengan proses yang rumit dan
persyaratan tambahan, namun tetap mendorong kewirausahaannya. Hal ini paling baik tercermin dalam
strategi pengasuhan panduan strategis (kuadran kanan bawah). Dalam contoh energi, operasi ritel
mungkin termasuk dalam kategori ini karena mereka membutuhkan kebebasan untuk memutuskan dan
bertindak di pasar lokal mereka yang kompetitif, tetapi juga dapat memperoleh manfaat dari strategis
dari induk perusahaan dalam pengembangan bisnis, segmentasi pelanggan, pemasaran dan penetapan
harga. Jika situasi unit bisnis kurang jelas, strategi pengasuhan lainnya lain juga dapat diterapkan, dengan
pemimpin fungsional yang lebih sesuai untuk model disiplin dan kinerja yang lebih lemah, dan pembina
keluarga untuk model kewirausahaan model kewirausahaan dan ekspektasi kinerja yang lebih kuat (Gbr.
9.4).

Jika analisis menunjukkan bahwa unit bisnis yang berbeda dalam portofolio perusahaan membutuhkan
strategi pengasuhan yang sangat berbeda (seperti dalam contoh utilitas energi yang terdiversifikasi), ada
tiga solusi yang mungkin dilakukan. Pertama, perusahaan dapat mengikuti strategi pengasuhan
campuran yang mewakili kompromi terbaik untuk semua SBU. Jika ragu-ragu, induk perusahaan
sebaiknya membatasi perannya untuk menghindari perusakan nilai (sesuai dengan prinsip "pertama,
jangan merugikan"). Kedua, perusahaan dapat mengorganisir dalam subkelompok bisnis dengan
kebutuhan pengasuhan yang konsisten. Dalam hal ini, induk perusahaan membatasi perannya untuk tata
kelola keseluruhan dan kontrol keuangan, dan subkelompok memainkan peran induk perusahaan untuk
unit bisnis masing-masing.

2.4 Alokasi Distribusi Sumber Daya Pada Corporate Centre

Corporate centre atau pusat perusahaan sering kali bertanggung jawab atas pengelolaan sumberdaya
perusahaan secara keseluruhan, termasuk dalam hal pengalokasian dana dan sumberdaya ke unit-unit
bisnis yang berbeda. Dalam konteks ini, distribusi sumberdaya pada corporate centre menjadi sangat
penting karena dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Eklund, Glaschke, dan
Heimes (2020) melakukan review sistematis terhadap berbagai penelitian dan literatur terkait dengan
distribusi sumberdaya pada corporate centre. Mereka menemukan bahwa terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi keputusan pengalokasian sumberdaya pada corporate centre, di antaranya
adalah:

1. Strategi perusahaan: Pengalokasian sumberdaya pada corporate centre harus didasarkan pada
strategi perusahaan secara keseluruhan. Corporate centre harus memastikan bahwa
sumberdaya dialokasikan sesuai dengan prioritas dan tujuan strategis perusahaan, termasuk
dalam hal pengembangan produk baru, ekspansi bisnis, dan pengembangan teknologi.
2. Kompetensi corporate centre: Corporate centre harus memiliki kompetensi yang memadai
dalam mengelola sumberdaya perusahaan. Hal ini dapat mencakup kemampuan dalam hal
analisis keuangan, manajemen risiko, pengambilan keputusan, dan hubungan dengan investor.
3. Kinerja unit bisnis: Corporate centre harus memantau kinerja unit bisnis secara teratur dan
mengalokasikan sumberdaya pada unit bisnis yang memiliki kinerja yang lebih baik atau memiliki
potensi untuk tumbuh lebih cepat. Corporate centre juga harus mempertimbangkan faktor-
faktor risiko yang terkait dengan masing-masing unit bisnis.
4. Pengaruh eksternal: Corporate centre harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal seperti
lingkungan bisnis, regulasi, dan persaingan. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan
pengalokasian sumberdaya pada corporate centre dan unit bisnis.

Dalam kesimpulannya, Eklund, Glaschke, dan Heimes (2020) menyimpulkan bahwa pengalokasian
sumberdaya pada corporate centre sangat penting untuk mendukung keberhasilan perusahaan secara
keseluruhan. Namun, mereka juga menekankan bahwa pengalokasian sumberdaya harus didasarkan
pada strategi perusahaan yang jelas dan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi kinerja perusahaan.

2.5 Pengambilan keputusan

Menurut Choudury (2019) Pengambilan keputusan adalah suatu proses penting dalam organisasi yang
memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif dan efisien. Dalam konteks ini, ada dua model
pengambilan keputusan yang dapat diadopsi oleh organisasi yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Model sentralisasi adalah ketika keputusan diambil oleh pihak pusat dalam organisasi, seperti
manajemen tingkat atas atau corporate center, dan kemudian diimplementasikan ke unit-unit bisnis
yang lebih kecil. Dalam model ini, otoritas dan kontrol terpusat pada pihak pusat dan keputusan diambil
dengan lebih cepat karena tidak ada perluasan wewenang yang berarti. Namun, model ini dapat
menghambat kreativitas dan inovasi di tingkat unit bisnis yang lebih kecil karena keputusan yang diambil
lebih didasarkan pada perspektif pusat dan mungkin tidak memperhitungkan kebutuhan lokal atau
kondisi yang unik.

Di sisi lain, model desentralisasi adalah ketika keputusan diambil oleh unit-unit bisnis yang lebih kecil,
seperti cabang atau divisi, berdasarkan pemahaman yang lebih baik atas kondisi lokal dan kebutuhan
pelanggan. Model ini memberikan kesempatan pada unit bisnis untuk lebih terlibat dalam pengambilan
keputusan dan meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan produk atau layanan.
Namun, risiko terjadinya keputusan yang kurang konsisten antara unit-unit bisnis atau kesulitan dalam
koordinasi antara unit-unit bisnis harus diwaspadai.

Pilihan model pengambilan keputusan yang tepat harus didasarkan pada kondisi dan tujuan organisasi.
Organisasi yang lebih kompleks dan beroperasi dalam lingkungan yang dinamis mungkin memilih model
desentralisasi untuk memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan responsif. Sementara
itu, organisasi yang lebih sederhana atau yang beroperasi dalam lingkungan yang stabil mungkin lebih
cocok dengan model sentralisasi untuk memastikan koordinasi dan konsistensi.

Dalam artikel Tessema (2005), disebutkan bahwa keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi
sangat penting dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan organisasi. Sentralisasi dapat
memberikan keuntungan dalam hal koordinasi, penghematan biaya, dan pembuatan keputusan yang
cepat, sedangkan desentralisasi dapat memberikan keuntungan dalam hal responsivitas, kreativitas, dan
pemberdayaan unit-unit bisnis yang lebih kecil.

Namun, terlalu banyak sentralisasi dapat menghambat kreativitas dan inovasi di tingkat unit bisnis yang
lebih kecil dan menghasilkan keputusan yang kurang responsif terhadap perubahan pasar atau
kebutuhan pelanggan. Di sisi lain, terlalu banyak desentralisasi dapat menyebabkan masalah koordinasi
antara unit-unit bisnis dan mungkin menghasilkan keputusan yang tidak konsisten antara unit-unit
bisnis.

Oleh karena itu, keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi harus dicapai dalam pengambilan
keputusan dan pengelolaan organisasi. Tessema (2005) merekomendasikan beberapa langkah untuk
mencapai keseimbangan ini, antara lain:

1. Membuat keputusan yang tepat tentang fungsi yang akan dikendalikan secara sentral atau
desentral.
2. Mengembangkan sistem pengendalian dan pelaporan yang sesuai untuk menjamin
keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi.
3. Membuat keputusan tentang wewenang dan tanggung jawab pada tingkat yang tepat untuk
memfasilitasi keseimbangan sentralisasi dan desentralisasi.
4. Menyediakan pelatihan dan dukungan yang tepat untuk manajer di tingkat unit bisnis untuk
memastikan mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dan memaksimalkan potensi
kreativitas dan inovasi.

Dengan mencapai keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi, organisasi dapat
memperoleh manfaat dari keduanya dan memaksimalkan keuntungan dalam pengambilan keputusan
dan pengelolaan organisasi.
Model shared service dalam pengelolaan SDM merupakan konsep yang memisahkan tugas-tugas
administratif dan operasional SDM dari tugas-tugas strategis dan inti dari bisnis. Model ini
memungkinkan perusahaan untuk memusatkan sumber daya dan kompetensi SDM pada fungsi inti
bisnis dan meningkatkan efisiensi dengan mengeliminasi duplikasi dan pengulangan tugas-tugas
administratif dan operasional SDM.

Penerapan model shared service pada pengelolaan SDM dapat memberikan beberapa manfaat, antara
lain:

1. Efisiensi dan efektivitas: Dengan memisahkan tugas-tugas administratif dan operasional SDM
dari tugas-tugas inti bisnis, perusahaan dapat memfokuskan sumber daya dan kompetensi SDM
pada aktivitas inti yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi bisnis.
2. Konsistensi: Dengan menggunakan standar prosedur yang sama pada seluruh operasi bisnis,
perusahaan dapat menciptakan konsistensi dan mengurangi risiko kesalahan manusia.
3. Meningkatkan kualitas layanan SDM: Dengan memusatkan sumber daya dan kompetensi SDM
pada fungsi inti bisnis, perusahaan dapat meningkatkan kualitas layanan SDM dan memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada karyawan.

Dalam pengelolaan SDM, model shared service dapat diimplementasikan pada berbagai fungsi, seperti
manajemen gaji, manajemen kinerja, rekrutmen dan seleksi, pengembangan karyawan, dan manajemen
administrasi SDM. Model ini dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis dengan lebih
efisien dan efektif, serta memperbaiki pengalaman karyawan dalam organisasi.

Anda mungkin juga menyukai