Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL STUDI LAPANGAN

“PENGARUH HILANGNYA CERITA RAKYAT PADA MASYARAKAT DESA LAMBUSA


KEC. KONDA KAB. KONAWE SELATAN”

OLEH:

Yang Turun lapangan Yang tidak Turun Lapangan

1. Diah Sri Ayundari (N1D119057) 1. Nining Rahayu (N1D119031)


2. Julia Abudi (N1D119071) 2. Neti Karlina (N1D119085)
3. Asri Giana (N1D119051) 3. Windang Sri Wulan (N1D119117)
4. Lia Marlina (N1D119077) 4. Ferry Cristanto (N1D119063)
5. Wa Bine (N1D119041) 5. Sukmawati (N1D119107)
6. Shalsyah Dilla Mega Putri (N1D119098) 6. Hasrini (N1D119069)
7. Siti Mulawarni (N1D119101)` 7. Agustina (N1D119045)
8. Asman Weni (N1D119049) 8. Kornelia Margaretha Hartiono (N1D119075)
9. Syukur (N1D119039) 9. Yunita Mauliani (N1D119199)
10. Syahdan (N1D119037) 10. Bobi Saputra (N1D119055)
11. Githa Anggraini Maho (N1D119027) 11. Nur Intan Sidiqa (N1D119087)
12. Resty Agil Safitri (N1D119093)
13. Isran Bayu (N1D119070))
14. Arif Setiawan (N1D119048)
15. Rizky Trinugrah Marbudiawan (N1D119016)
16. Wa Ode Muliati (N1D119019)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA


PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan benungkapan
pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan bentuk atau
wujudnya karya sastra terdiri dari aspek isi dan aspek bentuk. Aspek isi merupakan pengalaman
tentang hidup manusia. Aspek bentuk merupakan hal-hal yang terkait cara pemakaian, cara
pengarang memanfaatkan bahasa untuk mewadahi isi dari karya sastra tersebut. Berdasarkan
pengertian dari aspek bentuk atau wujudnya, sastra dapat disampaikan secara lisan dan tulisan.
Penyampaian sastra secara lisan, langsung diungkapkan dari mulut ke mulut sedangkan
penyampaian sastra secara tulisan diungkapkan melalui bahasa tulis.Sastra lisan merupakan
bagian kebudayaan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sastra lisan
merupakan milik bersama, bersifat anonim pada suatu daerah tertentu. Sastra lisan adalah salah
satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar.
Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang banyak pula.
Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik
sastra tersebut (Finnegan dalam Armina, 2012:1).
Kehidupan sastra lisan di masyarakat mengalami perubahan sesuai dinamika kehidupan
masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang sebab tidak
sempat didokumentasikan. Sastra lisan yang masih ada, baik yang diselamatkan melalui
penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan
tetapi ada pula yang mengalami perubahan. Ada contoh bentuk sastra lisan yang masih
dipertahankan terus tanpa perubahan, tetapi tidak kurang contoh yang membuktikan bahwa sastra
lisan yang telah berubah karena dinamika intrinsik ataupun akibat pengaruh sastra asing (Teeuw,
1984:330).
Telah dikatakan pula bahwa di Indonesia sastra lisan pun dari dahulu terus berubah
walaupun beberapa ragam dasar barangkali bertahan lama. Perubahan itu bisa terjadi karena
pengaruh perkembangan masyarakat dalam berbagai segi seperti pendidikan, ekonomi, politik,
soial, dan kepercayaan. Keberadaan sastra lisan perlu dipertimbangkan dari hal-hal yang
menyangkut geografi, sejarah, kepercayaan dan agama, serta semua aspek kebudayaan lain
(Finnegan dalam Armina, 2013:2).Selain itu, pengaruh teknologi modern juga mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam segala segi kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut tercermin
pada perubahan pandangan masyarakat yang menganggap sastra lisan dahulu sebagai hal yang
kuno/tradisional (Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 1998:4). Hal ini perlu
diantisipasi agar keberadaan sastra lisan tidak punah. Usaha melestarikan sastra lisan sebagai
kekayaan budaya perlu dilaksanakan karena perubahan dan hilangnya ragam sastra lisan tidak
pernah akan berhenti. Haltersebut dapat mengakibatkan punahnya sastra lisan di suatu daerah.
Bersamaan dengan punahnya sastra lisan itu maka kekayaan budaya yang terkandung di
dalamnya akan punah pula. Sastra lisan dapat diungkapkan dari segi bentuk dan isinya untuk
memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia. Pengungkapan sastra-sastra lisan di
Indonesia itu mempunyai keuntungan, yaitu dapat memperlihatkan keanekaragaman kekayaan
budaya dan menimbulkan saling memahami antarsuku bangsa di Indonesia melalui nilai-nilai
yang terdapat dalam sastra lisan tersebut. Sastra lisan di suatu daerah berfungsi sebagai sarana
pengungkapan tata nilai sosial budaya dan kehidupan di daerah tersebut (Pusat Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, 1998:1).
Sastra lisan merupakan salah satu bentuk kreativitas masyarakat yang sayang jika diabaikan
keberadaannya. Berbagai nilai kehidupan seperti nilai kemanusiaan, keindahan, moral, budaya,
pendidikan, sejarah, ekonomi, dan politik dapat diungkapkan melalui sastra lisan sehingga
penting untuk dilakukan penelitian yang terkait dengan sastra lisan tersebut. Dengan
dilakukannya penelitian, hasil penelitian sastra lisan dapat bermanfaat untuk melestarikan sastra
lisan tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga bermanfaat untuk perkembangan dan pelestarian
sastra lisan yang sudah ada.Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra
merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat. Berdasarkan bentuk atau wujudnya karya sastra terdiri dari aspek isi dan aspek
bentuk. Aspek isi merupakan pengalaman tentang hidup manusia. Aspek bentuk merupakan hal-
hal yang terkait cara pemakaian, cara pengarang memanfaatkan bahasa untuk mewadahi isi dari
karya sastra tersebut. Berdasarkan pengertian dari aspek bentuk atau wujudnya, sastra dapat
disampaikan secara lisan dan tulisan. Penyampaian sastra secara lisan, langsung diungkapkan
dari mulut ke mulut sedangkan penyampaian sastra secara tulisan diungkapkan melalui bahasa
tulis.Sastra lisan merupakan bagian kebudayaan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat.Sastra lisan merupakan milik bersama, bersifat anonim pada suatu daerah tertentu.
Sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan
yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai
variasi yang banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau
kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut (Finnegan dalam Armina, 2012:1).Kehidupan
sastra lisan di masyarakat mengalami perubahan sesuai dinamika kehidupan masyarakat
pemiliknya.
Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang sebab tidak sempat
didokumentasikan. Sastra lisan yang masih ada, baik yang diselamatkan melalui penelitian masa
dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang
mengalami perubahan. Ada contoh bentuk sastra lisan yang masih dipertahankan terus tanpa
perubahan, tetapi tidak kurang contoh yang membuktikan bahwa sastra lisan yang telah berubah
karena dinamika intrinsik ataupun akibat pengaruh sastra asing (Teeuw, 1984:330).Telah
dikatakan pula bahwa di Indonesia sastra lisan pun dari dahulu terus berubah walaupun beberapa
ragam dasar barangkali bertahan lama. Perubahan itu bisa terjadi karena pengaruh perkembangan
masyarakat dalam berbagai segi seperti pendidikan, ekonomi, politik, soial, dan kepercayaan.
Keberadaan sastra lisan perlu dipertimbangkan dari hal-hal yang menyangkut geografi, sejarah,
kepercayaan dan agama, serta semua aspek kebudayaan lain (Finnegan dalam Armina,
2013:2).Selain itu, pengaruh teknologi modern juga mengakibatkan perubahan-perubahan dalam
segala segi kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut tercermin pada perubahan pandangan
masyarakat yang menganggap sastra lisan dahulu sebagai hal yang kuno/tradisional (Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 1998:4). Hal ini perlu diantisipasi agar keberadaan sastra
lisan tidak punah. Usaha melestarikan sastra lisan sebagai kekayaan budaya perlu dilaksanakan
karena perubahan dan hilangnya ragam sastra lisan tidak pernah akan berhenti. Haltersebut dapat
mengakibatkan punahnya sastra lisan di suatu daerah. Bersamaan dengan punahnya sastra lisan
itu maka kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya akan punah pula. Sastra lisan dapat
diungkapkan dari segi bentuk dan isinya untuk memperkaya khasanah kebudayaan bangsa
Indonesia. Pengungkapan sastra-sastra lisan di Indonesia itu mempunyai keuntungan, yaitu dapat
memperlihatkan keanekaragaman kekayaan budaya dan menimbulkan saling memahami
antarsuku bangsa di Indonesia melalui nilai-nilai yang terdapat dalam sastra lisan tersebut. Sastra
lisan di suatu daerah berfungsi sebagai sarana pengungkapan tata nilai sosial budaya dan
kehidupan di daerah tersebut (Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 1998:1).Sastra lisan
merupakan salah satu bentuk kreativitas masyarakat yang sayang jika diabaikan keberadaannya.
Berbagai nilai kehidupan seperti nilai kemanusiaan, keindahan, moral, budaya, pendidikan,
sejarah, ekonomi, dan politik dapat diungkapkan melalui sastra lisan sehingga penting untuk
dilakukan penelitian yang terkait dengan sastra lisan tersebut.
Dengan dilakukannya penelitian, hasil penelitian sastra lisan dapat bermanfaat untuk
melestarikan sastra lisan tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga bermanfaat untuk
perkembangan dan pelestariansastra lisan yang sudah ada.
Masyarakat desa Lambusa Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan Provinsi
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari masyarakat yang ada di Indonesia yang memiliki
bahasa dan adat budaya tersendiri yang memiliki sastra lisan. Masyarakat desa Lambusa
Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan mempunyai peran penting dalam peradatan,
pandangan hidup, pergaulan, dan lain-lain. Banyak nilai budaya yang terkandung di
dalamnya.Nilai-nilai ini belum terungkap secara mendalam dalam suatu kegiatan penelitian.
Kurangnya kegiatan penelitian yang dilakukan dapat membuat perubahan bahkan hilangnya
sastra dalam masyarakat desa Lambusa Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan. Gejala
perubahan dan penghilangan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya juga terjadi dalam
pertumbuhan sastra lisan di desa Lambusa Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah (1)Ada ragam yang terancam punah.
Ragam semacam ini kehilangan perannya dalam kehidupan masyarakat karena pergeseran
fungsinya.
Pergeseran fungsi ragam tersebut dipengaruhi oleh pola hidup dan cara berpikir
masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan. Misalnya, karena kemajuan pendidikan maka
masyarakat tidak lagi terikat pada berbagai dogma yang tidak sesuai. Sebagai contoh, orang tidak
lagi menggunakan ragam sastra lisan waktu mengambil kayu dari hutan dan menanam padi
karena mereka telah menggunakan alat-alat pengangkut dan pupuk penyubur tanah. (2) Rata-rata
masyarakat penghuni desa lambusa Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan bukan
merupakan masyarakat penghuni asli (transmigrasi Jawa) dari desa Lambusa Kecamatan Konda
Kabupaten Konawe Selatan sehingga kurangnya data yang didapat dari penelitian. (3)faktor
kemudaran penutur, terdapat pula faktor suasana, faktor tempat, dan keahlian penutur turut
memengaruhi munculnya kreasi dan versi baru.
1.2 Rumusan masalah:
1. Apa saja yang menjadi penyebab menghilangnya cerita rakyat pada masyarakat di desa
lambusa?
2. Upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk mempertahankan cerita rakyat atau sastra daerah
lainnya di masyarakat, khususnya di desa lambusa?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui struktur cerita rakyat masyarakat Konda suku Tolaki.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat masyarakat Konda suku Tolaki.
3. Untuk mengetahui model-model pelestarian cerita rakyat masyarakat Konda suku Tolaki.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Sebagai upaya pelestarian cerita rakyat pada masyarakat di desa lambusa
2. Sebagai bahan bacaan melalui pembelajaran sastra dan muatan lokal bagi generasi
sekarang maupun yang akan datang untuk memahami nilai2 budaya yang terdapat pada
cerita rakyat masyarakat di desa lambusa
3. Memperkuat nilai-nilai sosial dan budaya yang ada dalam cerita rakyat masyarakat di
desa lambusa
4. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam dunia sastra, khususnya upaya
pemahaman cerita rakyat
5. Mendorong pembaca untuk lebih meningkatkan dalam menggali ceritacerita rakyat yang
ada di desa lambusa sehingga tumbuh keinginan untuk melestarikan cerita rakyat sebagai
khasanah budaya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Relevan
Setelah melakukan pemahaman pada beberapa penelitian, ada beberapa keterkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan ini.
Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Siswandari, R.I.P (2015)
dengan judul “Perancangan Komunikasi Visual Transformasi Media Cerita Rakyat Indonesia
Sebagai Pengenalan Warisan Budaya Nusantara”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
menentukan media yang tepat untuk mengenalkan kembali cerita rakyat Indonesia pada generasi
muda. Pada akhir-akhir ini posisi cerita rakyat Indonesia semakiin tergeser jika dibandingkan
dengan cerita rakyat populer. Pada penelitian ini memanfaatkan kemajuan teknologi yang sedang
berkembang yaitu website untuk menjadi sebuah media yang digunakan sebagai
memperkenalkan kembali cerita rakyat Indonesia sebagai warisan budaya nusantara agar tidak
hilang dimakan zaman.
Penelitian kedua adalah penelitian dengan judul “Struktur dan Nilai-Nilai Pendidikan
dalam Cerita Rakyat Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat” yang ditulis Isnanda, R
(2015) Penelitian ini memang membahas tentang nilai-nilai pendidikan yang terkadung pada
cerita rakyat Kabupaten Tanah Datar di Sumatra Barat, namun ada membahas secara umum
nilai-nilai positif yang ada pada setiap cerita rakyat. Oleh karena itu, cerita rakyat sangat
dianggap berpengaruh dalam membentuk sebuah karakter generasi muda terutama anak-anak.
Penelitian yang selanjutnya adalah penelitian yang membahas tentang nilai-nilai yang ada
pada cerita rakyat menjadi sarana pendidikan karakter dalam membangun generasi yang literat,
ditulis oleh Lizawati (2018) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan nilai-nilai yang
terdapat pada cerita rakyat Tan Nunggal dan Bujang Nadi Dare Nandong di Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat. Menurut Lizawati (2018) mengatakan melalui cerita rakyat pemerolehan
informasi berdasarkan budaya lisan mampu menciptakan generasi yang literat. Kepekaan dan
daya kritis di lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jeabtan menuju generasi literat yaitu
generasi yang mempunyai ketrampilan berfikir kritis terhadap segala informasi untuk mencegah
reaksi yang bersifat emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Lizawati ini bisa menjadikan
sebagai acuan bagaimana sebuah cerita rakyat sangat penting dalam pembentukan sebuah
pemikiran dan karakter. Penelitian yang ketiga dengan judul “Film Animasi sebagai Media
Pembelajaran Terpadu untuk Memacu Keaksaraan Multibahasa pada Siswa Sekolah Dasar” yang
dioleh Fathurohman, I. dkk (2014) dari Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas
Muria Kudus. Film animasi adalah media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai jembatan
pembelajaran agar lebih menarik dan memberikan nuansa baru bagi para siswa. Pentingnya
media animasi hadir untuk pembelajaran adalah alternatif untuk meningkatkan rangsangan,
keaktifan serta keterampilan bagi siswa (Fathurohman,I., 2014).
Cerita rakyat dianggap penting karena menurut Agus Bambang Hermanto selaku peneliti
dari Balai Bahasa mengatakan bahwa cerita rakyat penting untuk diketahui karena merupakan
salah satu bentuk kearifan lokal yang penuh nasihat-nasihat dan mendidik yang sangat
bermanfaat untuk generasi muda terutama pada anak-anak. Namun seiring perkembangan zaman,
cerita rakyat perlahan terlupakan oleh masyarakat khususnya generasi muda atau anak-anak.
Menurut Fatabun (2017) “Generasi Muda Lupakan Cerita Rakyat” adalah judul dari
sebuah berita disitus ayobandung.com mengatakan banyak sekali generasi muda sekarang yang
cenderung melupakan cerita rakyat di era globalisasi yang terus menerus menampilkan atau
menghadirkan kebudayaan modern. Semakin terdesaknya popularitas cerita rakyat oleh industri
budaya dari luar negri, maka akan semakin hilang identitas jati diri dan budaya Indonesia.

2.2 Sastra Lisan


Kehadiran karya sastra sangatlah penting dalam mendorong kemajuan peradaban bangsa.
Karya sastra tidak hanya diperhatikan dalam aspek estetis saja, akan tetapi perlu untuk
memperhatikan aspek lainnya. Aspek dalam karya sastra yang perlu diperhatikan di antaranya
yaitu aspek manfaat. Artinya ketika suatu karya sastra diciptakan, baik tataran sastra modern
maupun sastra lama yang dapat disebut dengan sastra lisan juga memiliki aspek manfaat. Aspek
manfaat dalam suatu karya menjadi sangatlah penting, karena pembaca mampu merasakan
manfaat karya sastra bagi pembaca atau penuturnya pada sastra lisan.
Karya sastra merupakan hasil dari olahan imajinasi yang sebenarnya diangkat dari realita
yang ada pada masyarakat. Berakar dari realita yang dilihat, dilalui, didengar bahkan dirasakan
oleh seorang pengaranglah pengolahan imajinasi terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kenyataanya seorang pengarang juga dipengaruhi oleh lingkungan budaya. Dengan budaya yang
telah membentuk maka pengarang akan berpengaruh pada diri seorang pengarang. Walaupun
realitas tidak nyata dan hanya realitas semu tetapi realitas tersebut menjadi pijakan hadirnya
karya sastra. Memosisikan sastra lisan sebagai cerita kanak-kanak belaka telah membuat sastra
lisan tanpa disadari terdegredasi pada tataran yang rendah Junus (1981).
Sastra lisan merupakan salah satu kekayan intelekual masa lalu suatu bangsa. Penelitian
sebelumnya pernal dilakukan oleh Dian Kurniawati terkait sastra lisan, atau sering disebut cerita
rakyat adalah bagian dari wujud kebudayaan yang merupakan manifestasi nilai- nilai kehidupan
masyarakat dengan judul Analisis Motif Cerita Rakyat Kalimantan Timur. Kemudian sastra lisan
menjadi seakan mengada-ada dan tidak menarik. Padahal, dalam sastra lisan banyak
mengandung nilai budaya yang seharusnya tetap dilestarikan. Bencana dalam ranah budaya
ketika hilangnya sebagian sastra lisan. Persoalan yang kemudian akan muncul adalah
sebagaimana yang diungkapkan oleh Amir dkk (2006) bahwa punah dan hilangnya sastra lisan
sebagian suku bangsa akan berdampak negatif pada masyarakat tersebut, antara lain mereka
kehilangan kecendikiaan nenek moyangnya; mereka kehilangan estetika masa lalunya; dan tidak
kalah menakutkan adalah masyarakat tersebut tidak akan mempunyai catatan sejarah, paling
tidak rekaman budaya leluhurnya. Solusi dari itu semua adalah kita semua harus segera
melakukan inventarisasi, pelestarian, dan revitalisasi terhadap sastra lisan.
Mungkin sebagian dari kita masih ingat, kegiatan yang biasanya dilakukan oleh orang tua
yaitu berdogeng hampir rutin selalu diberikan sebagai pengantar tidur. Bahkan Effendy (2013)
menjelaskan bahwa dahulu di kampung-kampung, banyak sekali orang tua yang pandai
mendongeng, baik laki-laki atau perempuan. Hampir setiap malam anak mendapatkan dogeng
sebagai pengantar tidur mereka. Namun, sekarang hanya tinggal kenangan. Seiring waktu orang-
orang tua mulai jarang bahkan tidak lagi berdogeng kepada anak- anaknya. Tentu banyak alasan
pula yang melatarbelakangi hal tersebut. Mungkin pada saat ini sudah langkanya penutur,
pencerita, atau pendendang cerita rakyat menjadi faktor utama. Alasan lain, orang tua yang tidak
mampu berdongeng kepada anak-anak. Bisa jadi pula, cerita anak dari negara lebih menarik
untuk ditonton oleh anak karena kemasan yang menarik sehingga anak tidak berminat dengan
dongeng olah kreatifitas negerinya sendiri. Kenyataan dalam bidang sastra lisan ini tentu harus
disiasati guna tetap sastra lisan eksis di tengah kehiduoan masyarakat. Teknologi saat ini dapat
kita manfaatkan dalam pengenalan budaya dengan untuk penyebaran sastra lisan kepada anak-
anak dan remaja dengan cara menceritakan legenda nusantara yang dikemas dalam animasi yang
menarik, lucu dan unik sehingga anak- anak dalam mengenal budaya tidak merasa bosan dan
berminat dengan sastra lisan yang ada

2.2 Cerita Rakyat


Cerita rakyat, sebagai karya sastra mengemban misi didaktis bagi masyarakat pendengar dan
Pembacanya, sebagaimana yang dikemukakan Oleh A. Teeuw (1992:8) bahwa dalam masyarakat
Lama, sastra (cerita rakyat) merupakan alat yang penting untuk mempertahankan model dunia
yang sesuai dengan adat istiadat dan pandangan dunia Konvensional, serta untuk menanamkan
nilai tingkah laku kepada generasi muda.
Terkait dengan sejarah kemunculannya dan berbagai cerita yang dikisahkan sebagaimana
dikatakan Charlotte S Huck, dkk. (1987:253) Cerita tradisional (cerita rakyat) pada umumnya
lebih ditujukan kepada orang dewasa. Cerita rakyat dikreasikan oleh orang dewasa dan kemudian
diceritakan kepada orang dewasa dilingkungan komunitasnya. Namun dalam perkembangannya,
cerita rakyat tidak hanya dikosumsi oleh orang dewasa, bahkan sekarang menjadi bacaan untuk
anak-anak. Charlotte S Huck mengemukakan bahwa cerita rakyat adalah milik masyarakat yang
menciptakannya dan dikisahkan baik kepada orang dewasa maupun anak. Anak dapat menikmati
cerita itu karena menarik, serta mengandung humor, dan pada umumnya cerita berakhir dengan
kebahagiaan. Tokoh cerita yang baik mendapat hadiah, sedang tokoh jahat mendapat hukuman.
Hal ini yang oleh Aristoteles kemudian disebut sebagai katarsis, prinsip pencucian dari segala
dosa. Bagi anak hal itu dapat dipandang sebagai pembelajaran prinsip-prinsip keadilan dan
penilaian moral. Lewat cerita rakyat tersebut secara langsung atau tidak langsung anak belajar
Menghargai keadilan dan memberikan penilaian Moral.
Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk
binatang, manusia maupun dewa. Fungsi cerita rakyat selain sebagai hiburan, juga bisa dijadikan
suri tauladan terutama cerita rakyat yang mengandung pesan-pesan pendidikan moral. Semi
(1993:79) menjelaskan bahwa cerita rakyat adalah sesuatu yang dianggap sebagai kekayaan
milik rakyat yang kehadirannya di atas dasar keinginan untuk berhubungan sosial dengan orang
lain. Darmono (1984:42) Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang awam dan mereka
merasa bahwa cerita rakyat yang ada merupakan warisan yang harus dijaga dan dilestarikan
keberadaannya.
Rusyana (2006) mengemukakan bahwa sastra lisan merupakan sastra yang hadir dan
hidup dan tersebar dalam bentuk tidak tertulis. Ciri lain sastra lisan adalah ketradisiannya. Sastra
lisan merupakan khazanah budaya masa lalu yang masih dipelihara oleh masyarakat
penciptannya meskipun dengan kadar kepedulian yang sudah jauh menurun. sastra lisan
mencakup dongeng, legenda, hikayat, semacam dialog (pantun) dan mantra.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya,Wiget(1994)mengemukakan sastra lisan dipertunjukan
dihadapan pendengar yang melakukan evaluasi baik cara maupun isi pertunjukan.
Menurut Hutomo (1991:70) fungsi sastra lisan yaitu sebagai alat pemaksa berlakunya norma-
norma sosial, sebagai alat pengendali sosial dan sebagai alat pendidikan anak.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Metode Penelitian
3.1.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
memperoleh data utama dari wawancara dan observasi. Setelah itu peneliti akan menganalisis
data yang didapat sehingga akan melahirkan informasi tentang konsep yang akan di kaji
3.1.2 Metode Penelitian
Peneliti menggunakan metode etnografi dimana peneliti akan melakukan studi pada
budaya pada suatu kelompok dan melalui observasi serta wawancara khususnya pada masyarakat
desa lambusa kec. Konda kab. Konawe selatan.
Peneliti melakukan penelitian dengan cara wawancara dan rekam sehingga penelitian ini
akan mendeskripsikan dengan fakta, faktual, dan akurat mengenai penelitian yang akan di teliti
dengan mengetahui pengaruh menghilangnya cerita rakyat yang ada di desa lambusa kec. Konda
kab. Konawe selatan

3.2 Data dan Sumber Data


3.2. 1. Data
Data yang digunakan untuk melakukan analisis ini adalah data kualitatif. Data Kualitatif
merupakan data yang berbentuk kata-kata atau verbal. Cara memperoleh data kualitatif dapat
dilakukan melalui wawancara pada masyarakat desa lambusa kec. konda kab. Konawe Selatan.

3.2.1 Sumber data


Dalam pengumpulan sumber data, peneliti melakukan pengumpulan sumber data dalam
wujud data primer. Data Primer ialah jenis dan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber pertama (tidak melalui perantara),baik individu maupun kelompok. Jadi
data yang di dapatkan secara langsung.Data primer secara khusus di lakukan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. untuk menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti mengumpulkan data
primer dengan metode survey yaitu metode yang pengumpulan data primer yang menggunakan
pertanyaan lisan dan tertulis.Penulis melakukan wawancara kepada masyarakat desa lambusa
untuk mendapatkan data atau informasi
yang di butuhkan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam penelitian. Karena
tujuan utama dari penelitian ini ialah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data. maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Teknik
wawancara merupakan cara sistematis untuk memperoleh informasi-informasi dalam bentuk
pernyataan-pernyataan lisan mengenai suatu obyek atau peristiwa pada masa lalu, dan masa kini.
Fase terpenting dari penelitian data. Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses
pengadaan data untuk keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data merupakan cara yang
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data pada sastra dapat
diawali dengan perekaman, rekaman sejauh mungkin harus dilaksanakan dalam konteks sastra
asli. Lakukan pada penelitian ini yaitu penelitian lapangan, peneliti sendiri berperan sebagai
instrumen utama mendapatkan berbagai informasi dan data yang diperlukan dari beberapa orang
informan. Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, peneliti melakukan berbagai teknik, baik
teknik langsung maupun tidak langsung.
Adapun teknik yang dilakukan adalah :
1. Teknik rekaman dan pencatatan, digunakan untuk mendapatkan data utama penelitian
berupa cerita yang berkembang dekat dari informan yang dianggap tahu tentang cerita
rakyat daerahnya, teknik pencatatan bisa dipergunakan untuk mentranskripsikan hasil
rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai aspek yang berkaitan dengan
suasana penceritaan dan informasi-informasi Line yang dipandang perlu selama
melakukan wawancara dan pengamatan.
2. Teknik pengamatan (observasi), dilakukan untuk melihat dan mengamati, pola hidup dan
sosial budaya yang ada pada masyarakat tolaki.
3. Teknik wawancara, dilakukan terhadap pencerita maupun kepada pemuka masyarakat
yang dianggap patut memberikan keterangan mengenai tradisi atau kebiasaan masyarakat
setempat. Dalam proses wawancara tersebut menggunakan pedoman wawancara yang
telah disusun sebelumnya.
4. Teknik dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data melalui dokumentasi ini
diperlukan alat instrumen yang memadai untuk mengambil data-data.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Hilangnya Cerita Rakyat Pada Masyarakat Desa Lambusa Kec.Konda Kab.
Konawe Selatan

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang merupakan warisan budaya
yang mestinya harus di lestarikan utamanya di zaman modern seperti saat ini. Perkembangan
teknologi dan modernisasi yang terjadi pada masyarakat saat ini telah membawa dampak bagi
tradisi dan budaya. Saat ini kesadaran masyarakat akan
pentingnya mempertahankan nilai-niai budaya melalui tradisi lisan seperti
bercerita/mendongeng telah banyak berkurang. Bukan saja karena berkembangnya teknologi
yang membuat masyarakat lebih memilih untuk menggunakan berbagai macam gadget untuk
menemani anak-anaknya daripada menceritakan dongeng disela-sela waktu senggangnya, namun
juga karena semakin sedikitnya literasi dongeng yang ada saat ini. Pada era modern ini, buku-
buku cerita anak-anak memang banyak sekali, namun kebiasaan membaca dikalangan orangtua
dan anak semakin menurun yang akhirnya berakibat pada kebiasaan mendongeng dikalangan
orangtua tidak lagi sebanyak dulu. Perkembangan mendongeng saat ini mengalami kemunduran.
Hilangnya cerita rakyat pada masyarakat desa lambusa kec. Konda, kab. Konawe selatan
yaitu di sebabkan karena mayoritas masyarakat yang mendiami desa lambusa merupakan
transmigran dan merupakan suku jawa. Dimana masyarakat daerah tersebut tidak mengetahui
cerita rakyat yang ada di daerah itu sendiri. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya
cerita rakyat di desa lambusa kec. Konda yaitu, pertama masyarakat pribumi tidak lagi
menceritakan cerita/dongeng rakyat. Kedua, yaitu karena perkembangan teknologi yang pesat.
Pudarnya cerita rakyat di desa lambusa dipengaruhi oleh orang tua terdahulu sudah tidak
pernah lagi menceritakan cerita rakyatnya lagi dan hal tersebut sudah mulai pudar. Sehingga
seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi masyarakat yang mengetahui mengenai cerita rakyat
baik cerita rakyat pribumi atau penduduk asli Sulawesi tenggara maupun cerita rakyat dari
daerah asal para transmigran di desa Lambusa. Ditambah lagi kurangnya rasa ingin tahu dari
para pemuda mengenai sastra daerah yang ada di desa lambusa sehingga sadar atau tidak cerita
rakyat itu mulai hilang.salah satu penyebab nya juga di sebabkan
4.2 Upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk mempertahankan cerita rakyat atau
sastra daerah lainya di masyarakat, khususnya di desa lambusa?
Upaya yang pertama adalah sebagai mahasiswa yang berasal dari fakultas ilmu budaya
kita dapat melakukan sosialisasi dengan memperkenalkan kepada masyarakat sekitar cerita
rakyat di daerah tersebut misalnya cerita populer rakyat suku tolaki di Sulawesi tenggara yang
masih eksis di daerah lain dengan memperkenalkan cerita rakyat di daerah tersebut harapannya
agar masyarakat kembali mengenal cerita rakyat di masa lalu selanjutnya mengajak remaja di
daerah tersebut agar mereka terus melestarikan budaya mereka.
4.2 DOKUMENTASI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Cerita rakyat merupakan salah satu budaya yang sangat perlu dilestarikan, karena cerita
rakyat syarat akan nilai-nilai moral dan kearifan lokal yang bisa menjadi salah satu sarana
pembelajaran karakter anak dan mengajarkan nilai-nilai tentang kehidupan. Namun pesatnya
perkembangan Jaman dan beragamnya kesibukan yang dialami oleh para orang tua anak
menjadikan cerita rakyat semakin lama semakin tergantikan peranannya. Sehingga banyak anak-
anak yang tidak mengetahui cerita rakyat yang ada di Indonesia. Ketidaktahuan anak-anak
tentang cerita rakyat ini menjadi salah satu faktor Indonesia mengalami kekurangan budaya
ataupun bisa disebut krisis identitas. Sehingga kalangan amak muda atau generasi muda
khususnya anak-anak semakin kehilangan karakternya dan menjadi tidak terarahkan dengan
benar. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah media yang cocok dengan anak-anak untuk
mengangkat cerita rakyat, sehingga mampu menarik minat anak terhadap cerita rakyat serta
mengembangkan karakter anak untuk diajarkan kembali makna dari pembelajaran karakter.
5.2 saran
Penulis menyatakan bagi para sesame akademika yang ingin mengangkat cerita rakyat dalam
penelitian mereka, terutama mahasiswa Universitas HaluOleo diharapkan agar memilih cerita
rakyat yang berkualitas, dan memiliki lebih pesan positif, dibandingkan sekedar cerita yang
popular dan disukai anak-anak. Sangat disarankan pula untuk mencari hal dalam berkomik.
Penulis juga berharap agar semakin banyak komikus lokal yang mengangkat tema budaya dan
cerita rakyat untuk mengangkat kembali budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Http://Imajeri:jurnal-pendidikan-bahasa-dan-sastra-indonesia-vol.02,No.2,pp.175-181;Maret-
2020-EISSN-2654-4119

Http://Anafiah,sitti(2015).pemanfaatan-cerita-rakyat-sebagai-alternative-bacaan-bagi-anak-
pemanfaatan-cerita-rakyat

Http://Gusnetty,syofiani-dan-romi-isnanda(2015)-struktur-dan-nilai-nilai-pendidikan-dalam-
cerita-rakyat-kabupaten-tanah-datar-provinsi-sumatra-barat-jurnal-pragmatik-V12i(183-272)

Http://digilib.unimed.ac.id

Https://anzdoc.com

Http://digilib.isi.ac.id
Lestariningsih, Ani. 2009. Cerita Rakyat Sendang Senjaya di Desa Tegalwaton Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang, Provinsi Jateng (Sebuah Tinjauan Folklor). Skripsi. Sastra
Daerah. Fakultas Sastra. UNS.
Mawarmi, Iga. 2014. Inventarisasi Cerita Rakyat di Kabupaten Blora. Skripsi. Bahasa dan Sastra
Jawa. FBS. Unnes.
Mesut dan Mehmet Emin. 2013. The Role of Education as a Tool in Transmitting Cultural
Stereotypes Words (Formal’s):The Case of “Kerem and Asli” Story, Vol. 3, No. 15. USA:
Center for Pormoting Ideas.
Mugi Handayani, Pipit. 2008. Cerita Rakyat Kitab Blawong bagi Masyarakat Desa Pringapus
Kabupaten Semarang. Skripsi. Undip

Rustanti,Liliyek puji,indiantmoko,Bambang,(2007). Ajaran dan pemikiran sunan kalijaga dalam


legenda penamaan Desa,Seloka:jurnal pendidikan bahasa dan sastra Indonesia,6(3),262-272

Anda mungkin juga menyukai