Anda di halaman 1dari 67

PENGARUH PEMASANGAN BALUT BIDAI TERHADAP SKALA

NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT


GRANDMED LUBUK PAKAM TAHUN 2023

PROPOSAL

DI SUSUN OLEH :

Nia Natasya Br Kaban


NPM : 19.11.099

PROGAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM 2023
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal dengan Judul:

PENGARUH PEMASANGAN BALUT BIDAI TERHADAP SKALA


NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT
GRANDMED LUBUK PAKAM TAHUN 2023

Oleh :

Nia Natasya Br Kaban


19.11.099

Telah disetujui untuk diujikan dan dipertahankan dihadapan Komisi penguji


Proposal pada ujian sidang Proposal Program Studi Keperawatan Program
Sarjana Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi Institut Kesehatan
MEDISTRA Lubuk Pakam

Lubuk Pakam, 2023

Disetujui Oleh :

Pembimbing

Dr. Karnirius Harefa, S. Kp, S.Pd, M.Biomed

NPP: 01.21.03.07.1974

i
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal dengan Judul :

PENGARUH PEMBIDAIAN TERHADAP PENURUNAN SKALA


NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT
GRANDMED LUBUK PAKAMTAHUN 2023

Oleh :

Nia Natasya Br Kaban


19.11.099

Telah disetujui untuk diujikan dan dipertahankan dihadapan Komisi penguji

Proposal pada ujian sidang Proposal Program Studi Keperawatan Program

Sarjana Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi Institut Kesehatan

MEDISTRA Lubuk Pakam

Lubuk Pakam, 2023

Komisi Penguji :

1. Bd. Ika Nur saputri, SST.M.Keb


NPP: 02.08.18.08.1987

2. Saadah Siregar, S.Si.M.Kes


NPP: 06.18.20.05.1989

3. Dr. Karnirius Harefa, S.Kp, S.Pd, M.Biomed


NPP: 01.21.03.07.1974

Disahkan Oleh :

Dekan Ketua Program Studi

LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR
Ns. Tati Murni Karo karo S.Kep, PERNYATAAN
M.Kep Ns. Pratiwi Christa Simarmata, S.kep, M.kep -.
NPP: 01.02.28.02.1980 NPP: 01.20.06.06.1992

ii
LEMBAR PERNYATAAN

PENGARUH PEMASANGAN BALUT BIDAI TERHADAP SKALA


NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT
GRANDMED LUBUK PAKAM TAHUN 2023

PROPOSAL

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam proposal ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar

pustaka.

Lubuk Pakam, 2023

Peneliti,

Nia Natasya Br Kaban


19.11.099

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun

dan menyelesaikan Proposal ini dengan judul “PENGARUH

PEMASANGAN BALUT BIDAI TERHADAP SKALA NYERI PADA

PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT GRANDMED LUBUK

PAKAM TAHUN 2023”. Proposal ini di buat sebagai salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan jenjang strata – 1 pada

program Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi Institut

Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. Semoga dengan terselesaikannya

proposal ini dapat menjadi pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi

saya dan juga setiap pembaca.

Proposal ini dibuat dengan sebagaimana mestinya, dan saya berharap

Proposal ini dapat memberikan wawasan baru bagi saya maupun bagi yang

membacanya. Saya menyadari bahwa Proposal ini masih banyak

kekurangan maka dari itu saya membutuhkan kritikan dan saran serta

masukan, sehingga kedepanya saya bisa membuat Proposal dengan lebih

baik lagi.

Dalam penyusunan proposal ini, peneliti mendapatkan banyak

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan

ini peneliti tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya

kepada yang terhormat:

1. Drs.Johannes Sembiring, M.Pd,M.Kes selaku Ketua Yayasan Medistra

iv
Lubuk Pakam.

2. Ns.Rahmad Gurusinga, S.Kep.M.Kep selaku Rektor Institut Kesehatan

Medistra Lubuk Pakam.

3. Ns.TatiMurni Karo-Karo,S.Kep.M.Kep Selaku dekan Program Studi

Keperawatan Jenjang Sarjana Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi

Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.

4. Ns.Pratiwi Christa Simarmata,S.Kep.M.Kep Selaku Ketua Program

Studi Keperawatan Jenjang Sarjana Fakultas Keperawatan dan

Fisioterapi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.

5. Ns.Syatria Wati Suhaimi,S.Kep.M.Kep selaku wali tingkat saya yang

telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan bimbingan juga

pengarahan selama peneliti menempuh pendidikan di Institut Kesehatan

Medistra Lubuk Pakam.

6. Dr.Karnirius Harefa,S.kp.S.Pd.M.BiomedSelaku pembimbing saya yang

telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada peneliti sehingga

proposal ini dapat selesai dengan baik.

7. Seluruh staf dosen pengampu dan dosen mata ajaran beserta staf

pegawai pada Fakultas Keperawatan Dan Fisioterapi, yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat dan bimbingan selama peneliti

menempuh pendidikan

8. Kepada Orang Tua saudara/i tersayang yang senantiasa memberikan

doa, motivasi untuk melanjutkan pendidikan dan dukungan moril kepada

peneliti, agar tetap optimis dalam mengikuti proses pendidikan.

v
Peneliti berusaha untuk dapat menyelesaikan Proposal ini dengan

sebaik – baiknya. Demikianlah peneliti menyadari masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, peneliti mengharapkan

adanya kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya.

LubukPakam, 2023

Peneliti

Nia Natasya Br Kaban


19.11.099

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1


1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................7
1.4.1 Bagi Pasien Fraktur ...................................................................7
1.4.2 Bagi Rumah Sakit .....................................................................7
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya...........................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................8


2.1 Fraktur ...............................................................................................8
2.1.1Defenisi Fraktur .........................................................................8
2.1.2 Epidemiologi Fraktur ...............................................................9
2.1.3 Deskripsi Fraktur ......................................................................10
2.1.4 Jenis-jenis Fraktur ....................................................................10
2.1.5 Komplikasi ...............................................................................11
2.1.6 Tanda dan gejala fraktur ...........................................................12
2.1.7 Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur .........13
2.2 Pembidaian ........................................................................................14
2.2.1 Pengertian Pembidaian .............................................................14
2.2.2 Jenis-jenis bidai ........................................................................15
2.2.3 Tujuan pembidaian ...................................................................16
2.2.4 Manfaat pembidaian .................................................................16
2.2.5 Alat-alat pemasangan bidai .......................................................18
2.2.6 Perinsip pemasangan bidai .......................................................18
2.2.7 Mekanisme pembidaian ............................................................19
2.2.8 Pembidaian pada fraktur ...........................................................22
2.2.9 Tekni pembidaian .....................................................................22
2.3 Nyeri...................................................................................................23
2.3.1 Defenisi Nyeri ..........................................................................23
2.3.2 Fisiologis Nyeri ........................................................................24
2.3.3 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Nyeri ........................................25
2.3.4 Jenis-jenis Nyeri .......................................................................26

vii
2.3.5 Efek Membahayakan dari Nyeri ...............................................28
2.3.6 Pengkajian Nyeri ......................................................................28
2.3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri ....................35
2.4 Kerangka Konsep Penelitian ...............................................................38
2.5 Kerangka Teori Penelitian ...................................................................39
2.6 Hipotesis Penelitian.............................................................................39

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................38

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................................40


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................41
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................41
3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................41
3.3 Populasi dan Sample Penelitian ..........................................................42
3.3.1 Populasi ...................................................................................42
3.3.2 Sample .....................................................................................43
3.4 Metode Penggumpulan Data ..............................................................43
3.4.1 Data Primer ..............................................................................44
3.4.2 Data Sekunder ..........................................................................44
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ....................................................44
3.6 Metode Pengolahan Data....................................................................46
3.7 Instrumen Penelitian .........................................................................47
3.8 Metode Analisa Data ..........................................................................48
3.8.1 Analisa Univariat ......................................................................48
3.8.2 Analisa Bivariat.........................................................................48

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................49

viii
DAFTAR SKEMA

Nomor Nama Skema Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................ 38


2.2 Kerangka Teori Penelitian ............................................................................ 39

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Nama Tabel Halaman

3.1 Manfaat Pembidaian..................................................................................... 16


3.2 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian .................................................................. 42
3.2 Defenisi Oprasional ...................................................................................... 44

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus

lalu lintas yang mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas

di jalan raya, yang dapat menyebabkan cedera pada anggota gerak, yang

salah satunya adalah fraktur. Fraktur atau patah tulang ini merupakan salah

satu kedaruratan medik yang harus segera ditangani secara cepat, tepat dan

sesuai dengan prosedur penatalaksanaan patah tulang, karena seringkali

penanganan patah tulang dilaksanakan secara keliru oleh masyarakat atau

orang awam di tempat kejadian kecelakaan (Asrizal,2014).

Fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara

sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan

fraktur -fraktur yang patologis. Fraktur dibagi berdasarkan dengan

kontak dunia luar, yaitu meliput fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur

tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang

tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak

jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka

fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi (Asrizal,2014).

Peningkatan aktivitas dan mobilitas manusia sering mengakibatkan

peningkatan kecelakaan dimana kecelakaan kerja dan lalu lintas

merupakan penyebab utama terjadinya luka dan patah tulang (Yudhantoro


2

&Ismiarto, 2018). The Global Report on Road Safety 2018 yang diterbitkan

oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun

2016 insiden fraktur terbuka dilaporkan sebesar 30,7 per 100.000 orang

akibat cedera dengan energi tinggi seperti crush injury (39,5%) diikuti

oleh kecelakaan lalu lintas (34,1%) dan sekitar 1,35 juta orang atau 18,2

per 100.000 populasi di dunia meninggal dunia akibat kecelakaan lalu

lintas dan negara Afrikadan Asia Tenggara paling tinggi yakni 26,6 dan

20,7 per 100.000 (World Health Organization, 2018).

Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018, jenis trauma yang

dapatmenyebabkan fraktur antara lainkecelakaan lalu lintas dengan

kategorimengendarai sepeda motor yang palingtinggi yakni sebesar

72,7% yang didominasi kelompok umur 15-24 tahun sebesar 4,9% dan

lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki dan daerah perkotaan

dan Sulawesi Utara adalah provinsi paling tinggi terjadi kecelakaan lalu

lintas dan paling terendah adalah Jambi (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018).

Provinsi Sulawesi Tenggara urutan ke 4 secara nasional terjadinya

kecelakaan lalu lintas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2018). Angka kecelakaan lalu lintas di Sulawesi Tenggara pada tahun

2018 terdapat 1735 kasus kecelakaan dan jumlah meninggal sebanyak

324 kasus (Direktorat Lalu Lintas Polda Sultra, 2018).


3

Trauma akibat kecelakaan hingga mengakibatkan patah tulang

masih sangat tinggi diberbagai Negara, baik Negara maju maupun

berkembang. Pada tahun 2018 terdapat 103.672 kejadian kecelakaan

dari jumlah kecelakaan tersebut 5,8 % mengalami cidera fraktur

dengan jenis fraktur paling banyak pada ektrimitas bawah disusul

dengan ektrimitas atas. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018

juga menyebutkan bahwa kejadian kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa

Tengah sebanyak 6,2% mengalami fraktur Di Indonesia kasus fraktur

femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur

humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab

terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya

disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%)

dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak

distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun)

dan orang tua (diatas 70 tahun). (Balitbangkes, 2018)

Fraktur adalah diskontinuitas atau terganggunya kesinambungan

jaringan tulang dan atau tulang rawan karena adanya trauma (Hardisman,

2014). Fraktur yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan

berbagai komplikasi meliputi kerusakan arteri, kompartemen syndrome,

fat embolism syndrome, infeksi pada luka, avascular nekrosis bahkan

bisa sampai pada syock perdarahan dan nyeri hebat. Sedangkan

komplikasi jangka panjang jika saat terjadi fraktur tidak diberikan

posisi yang benar yaitu dapat menimbulkan kelainan penyatuan tulang


4

karena penyerasian yang buruk sehingga timbul deformitas, angulasi atau

pergeseran tulang. Untuk mempertahankan posisi dan kesejajaran yang

benar imobilisasi dini dapat dilakukan dengan metode fiksasi internal dan

fiksasi eksternal. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips,

traksi dan pembidaian. (Noor & Galia, 2022)

Salah satu cara untuk menurunkan atau mengurangi nyeri atas

trauma yang terjadi pada pasien tersebut adalah pembidaian. Pembidaian

atau Splinting adalah tehnik yang digunakan untuk mengimobilisasi atau

mengstabilkan ekstremitas yang cedera. Imobilisasi menurunkan nyeri,

bengkak, spasme otot, perdarahan jaringan, dan risiko emboli lemak.

(Rahmawati, 2018) Ada berbagai macam jenis pembidaian yaitu Soft splint

(bidai lunak), Hard plint (bidai kaku), air or vacuum splint (bidai udara,)

traction splint (bidai dengan traksi) dan anatomi splint (bidai dengan

anggota tubuh). Pada penderita fraktur nyeri merupakan masalah yang

sering dijumpai. Hal ini sejalan dengan penelitian Suryani (2020) yang

menjelaskan bahwa sebagian besar responden menyatakan nyeri yang

dirasakan adalah tingkat sedang, kemudian disusul dengan nyeri berat.

(Suryani & Soesanto, 2020)

Fakhrurrizal (2015) mengatakan bahwa dengan pembidaian yang

benar pada fraktur dapat menurunkan rasa nyeri pasien khususnya untuk

fraktur tertutup. Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak

menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang


5

berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah

yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Pemasangan bidai di tetapkan sebagai prosedur untuk semua pasien

yang mengalami fraktur yg terjadi pada tulang panjang, misalnya fraktur

femur, fibula, serta radius dan ulnabaik pada fraktur tertutup dan fraktur

terbuka. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan fragmen

tulang atau jaringan yang lebih parah (Fakhrurrizal, 2015).

Survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang pasien pada

bulan February 2023, di Rumah Sakit Granmed Lubuk Pakam,diketahui

bahwa 7 orang diantaranya mengalami fraktur. Pasien mengatakan sakit

pada bagian tubuh tertentu,sakit saat menggerakan anggota tubuh

tersebut, wajah tampak meringis saat bergerak dan tampak hati-hati

dan melindungi bagian tubuh yang sakit saat bergerak. Pasien juga

tidak dapat bergerak leluasa dan memenuhi kebutuhannya, aktivitasnya

dibantu, badannya terasa lemah. Setelah dilakukan observasi skala

nyeri, diketahui rata-rata skala nyeri pasien adalah skala 7 – 8. Hal ini

juga dapat dilihat dari tanda-tanda vital pasien yang menunjukkan gejala

nyeri, yaitu denyut nadi dan pernafasan lebih pendek serta cepat, dan

tekanan darah lebih tinggi dari keadaan normal. Dari perilaku pasien,

juga terlihat bahwa klien tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak

mampu melakukan perawatan diri setelah dilakukan pembidaian terhadap 7

pasien tersebut, sebanyak 5 orang menyatakan nyeri yang dirasakan

mulai berkurang, dengan skala nyeri 2 - 3. Dimana rasa nyeri sudah bisa
6

ditoleransi dan klien sudah bisa fokus dan berkomunikasi dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk menganalisis

lebih lanjut tentang pengaruh pembidaian terhadap penurunan skala

nyeri pada pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam Tahun

2023.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian yaitu apakah ada pengaruh balut bidai terhadap skala

nyeri pada pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam Tahun

2023.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh balut bidai terhadap skala nyeri pada

pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam Tahun 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rerata skala nyeri sebelum dilakukan pembidaian

pada pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam

Tahun 2023.

2. Mengetahui rerata skala nyeri sesudah dilakukan pembidaian

pada pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam

Tahun 2023

.
7

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Pasien Fraktur

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

dan pengetahuan tentang pengaruh pembidaian terhadap penurunan skala

nyeri pada pasien fraktur di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam Tahun

2023.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian/RS Grandmed Lubuk Pakam

Bermanfaat sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam membuat

prosedur perawatan terhadap pasien frakturkhususnya dalam melakukan

pembidaian.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi ilmiah bagi peneliti

yang meneliti pengaruh pembidaian terhadap penuruan skala nyeri pada

pasien fraktur.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur

2.1.1 Defenisi Fraktur

Fraktur adalah patahan yang terjadi didalam kontinuitas struktural

tulang. Hal ini mungkin tidak lebih dari sebuah retakan, suatu pengisutan,

atau pecahnya korteks, lebih sering disebut sebagai patahan yang sempurna.

Fragmen tulang yang dihasilkan mungkin akan berada di tempatnya atau

keluar dari tempatnya. Jika kulit atasnya tetap utuh, maka disebut juga

fraktur tertutup. Namun jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh

menerobos keluar atau tertembus, maka disebut juga fraktur terbuka (atau

compound) yang dapat menyebabkan kontaminasi dan infeksi (Apley &

Solomon,2018). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang

disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap oleh tulang. Fraktur adalah kerusakan sebagian atau menyeluruh

pada kontinuitas dari struktur tulang dan dibagi menurut tipe dan luasnya

(Parahita,P.S., & Kurniyanta, P. (2013).

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan

tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, disebabkan oleh pukulan

langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan kontraksi otot

ekstrim. Fraktur dapat menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan ke

otot dan sendi terganggu, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan

kerusakan pembuluh darah (Hardisman, 2014).


9

2.1.2 Epidemiologi Fraktur

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2018), didapatkan

sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur

yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI

didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45%

mengalamicatat fisik, 15% mengalami stress psikilogis seperti cemas atau

bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI,

2018).Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di

Indonesia, menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera dari

tahun 2013-2018 sebesar 7,5% meningkat menjadi 8,2%. Kasus fraktur

menempati posisi keempat pada proporsi jenis cedera yaitu sebesar 5,8%

yang disebabkan karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda

tajam atau tumpul. Peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak

40,9%, kecelakaan lalu lintas 47,7%, dan trauma benda tajam atau tumpul

7,3% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, 2018). World

Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013 menyebutkan bahwa kecelakaan

lalu lintas mencapai 120.2226 kali atau 72% dalam setahun (WHO,2018).

Berdasarkan Profil RS Grandmed Lubuk Pakam tahun 2022, mencatat 197

kasus fraktur tertutup di Instalasi Gawat Darurat.


10

2.1.3 Deskripsi Fraktur

Menurut Smeltzer & Bare (2017), Hal-hal yang perlu dideskripsikan

tentang fraktur adalah :

a. Komplit/ tidak komplit Fraktur komplit bila garis patah melalui

seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti

terlihat pada foto. Fraktur tidak komplit bila garis patah tidak

melalui seluruh penampang tulang, sepertipatah retak rambutan,

terjadi lipatan pada satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa

di bawahnya, mengenai satu korteks dengan angula korteks lainnya.

b. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma,

terdiri dari garis patah melintang, garis patah oblik, garis patah

spiral, fraktur kompresi dan fraktur avulse.

c. Jumlah garis patah, yaitu garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan, dan

garis patah lebih dari satu tapi pada tulang berlainnan tempat.

d. Bergeser / tidak bergeser.

e. Terbuka / tertutup.

f. Komplikasi / tanpa komplikasi.

2.1.4 Jenis-Jenis Fraktur

Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :
11

a. Fraktur tertutup (simple fracture), yaitu fraktur yang fragmen

tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak

tercemar lingkungan/ tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (Icompound fracture), yaitu fraktur yang

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan

jaringan lunak, dapat berbentuk.

c. Fraktur segmental, yaitu dua fraktur yang berdekatan pada satu

tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai

darahnya.

d. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi, terjadi ketika dua tulang

menumbuk tulang ketiga, diantaranya satu vertebrata dengan dua

vertebrata lainnya (Hardisman, 2014).

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur meliputi :

a. Komplikasi awal

1) Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema

2) Emboli lemak, terjadi dalam 24 – 72 jam

3) Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari

kebutuhan

4) Infeksi dan tromboemboli

5) Koagulopati intravaskular diseminata (Hardisman, 2014).


12

b. Komplikasi lanjutan

1) Mal-union/ non union

2) Nekrosis avaskular tulang

3) Reaksi terhadap alat fiksasi intravena

2.1.6 Tanda Dan Gejala Fraktur

Menurut Smeltzer & Bare (2017), manifestasi klinis fraktur adalah

nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,

pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci

sebagai berikut:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran

fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas

(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak

dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung

pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
13

Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai

5 cm (1 sampai 2 inci).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak yang lebih berat.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini

biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur

impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis

fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.

Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut

(Hardisman, 2014).

2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur

Faktor-faktor yang mendukung penyembuhan fraktur adalah :

a. Usia penderita, waktu penyembuhan anak-anak jauh lebih cepat

dari pada orang dewasa

b. Lokasisasi dan konfigurasi fraktur, penyembuhan fraktur

metafisis lebih cepat dari pada fraktur diafisis


14

c. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak

bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan

dengan fraktur yang bergeser

d. Vaskularisasi pada kedua fragmen, jika kedua fragmen

mempunyai vaskularisasi baik, maka penyembuhan tanpa

komplikasi

e. Reduksi atau imobilisasi yang sempurna akan mencegah

pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu

penyembuhan fraktur

f. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu

penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non

union sangat besar

g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan

lunak

h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal

i. Cairan sinovial

j. Gerakan aktif dan pasitf pada anggota gerak

2.2 Pembidaian

2.2.1 Pengertian

Bidai merupakan alat yang digunakan untuk menyangga dan

menahan bagian tulang yang retak atau patah agar tidak digerakkan, dengan

tujuan untuk mencegah pergerakan atau pergeseran dari ujung tulang yang

retak atau patah dan memberi istirahat pada anggota badan yang patah.
15

Bidai dapat berupa kayu, anyaman kawat, atau bahan lain yang kuat tetapi

ringan (Saputra, 2013).

Bidai digunakan untuk imobilisasi dan memposisikan satu atau

beberapa sendi. Pada fraktur, bidai digunakan untuk melindungi fraktur

yang telah sembuh parsial ketika penanggungan beban atau gerakan

diperbolehkan. Bidai sering digunakan setelah gips dilepas selama aktivitas

atau pada malam hari untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan. Bidai

juga digunakan untuk imobilisasi fraktur dan mencegah nyeri yang timbul

saat gerakan. Bidai digunakan untuk mencapai tujuan yang sama seperti

ortotik lain yang biasa dikenakan setelah fraktur. Bidai memberikan

stabilisasi pada tempat fraktur, tapi dapat dilepas untuk penanganan

rehabilitasi (Saputra, 2013).

2.2.2 Jenis-Jenis Bidai

Ada berbagai jenis material bidai yang menghasilkan derajat

rigiditas dan kontrol gerakan yang berbeda, yaitu :

a. Kerangka posterior gips katup-ganda (bivalved cast), dapat

digunakan sebagai bidai atau bidai khusus

b. Bidai yang telah dibentuk pabrik untuk memperoleh stabilitas

sendi seperti cock-up splint untuk memposisikan pergelangan

tangan setelah tercapai stabilitas pada fraktur colles

c. Bidai fungsional, dapat digunakan pada keadaan tertentu untuk

membantu pasien melakukan aktifitas sehari-hari, tapi bukan


16

metode rehabilitasi yang dianjurkan untuk fraktur tanpa

komplikasi.

2.2.3 Tujuan Pembidaian

Tujuan pembidaian adalah untuk :

a. Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak

bergerak

b. Memberikan tekanan

c. Melindungi bagian tubuh yang cedera

d. Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera.

e. Mencegah terjadinya pembengkakan

f. Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi

g. Memudahkan dalam transportasi penderita (Akper Harum, 2012).

2.2.4 Manfaat Pembidaian

Manfaat pembidaian tergantung pada jenis pembidaian yang

dilakukan, yaitu :

Jenis Deskripsi Manfaat

Spiral Melilitkan perban kearah Menutupi pada bagian


atas tubuh sehingga
tubuh yang mempunyai
melintasi setengah atau
bentuk silinder yaitu
sampai 2/3 lebar pada lilitan
sebelumnya pergelangan tangan dan

lengan atas
17

Spiral terbalik Membalikkan lilitan pada Guna menutupi pada


perban pertengahan disetiap
bagian tubuh yang
lilitan pada perban yang
mempunyai bentuk
dibuat
seperti kerucut yaitu

paha, lengan bawah atau

betis. Berguna Apabila

memakai perban tidak

elastis yaitu kassa atau

flannet

Melingkar Membalut atau perban Menguatkan atau


dengan cara melingkar pada
menahan perban dengan
lilitan pertama hingga
teknik melingkar pada
terakhir
lilitan pertama dan

terakhir, sehingga dapat

pula menutupi bagian

tubuh yang kecil seperti

jari tangan atau kaki

Bentuk delapan Melilitkan perban dengan Menutupi sendi, sehingga


miring, di lilitan sebelumnya
memberikan efek yang
menuju kearah atas dan
pas yaitu imobilisasi yang
bawah padabagian tubuh
yang akan di balut/perban baik

Rekuren Ikatkan perban Menutupi pada bagian


menggunakan lilitan sirkular
tubuh tidak rata seperti
18

diujung proksimal dibagian kepala atau amputasi


tubuh sebanyak 2 kali.
Membuat setengah lilitan
yang tegak lurus dengan
menggunakan tepi perban.
Lilitkan perban ke ujung
distal pada bagian tubuh
yang mau ditutupi lilitan
setiap lilitan dilipatkan
kearah belakang

2.2.5 Alat-alat Pemasangan Bidai

Alat-alat yang diperlukan untuk pembidaian adalah :

a. Mitela yaitu alat balut seperti segitiga

b. Mitela yang telipat-lipat sehingga terlihat seperti dasi

c. Spalk atau papan bidai

d. Plester

e. Gunting plester

f. Sarung tangan steril bila perlu

2.2.6 Prinsip Pemasangan Bidai

Prinsip-prinsip dalam pemasangan bidai adalah :

a. Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah atau tidak

terlalu lentur

b. Panjang bidai mencakup dua sendi


19

c. Ikatan pada bidai paling sedikit dua sendi terikat, bila bisa lebih dari

dua ikatan lebih baik.

d. Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar.

e. Prinsip pertolongan pertama pada patah tulang

f. Pertahankan posisi

g. Cegah infeksi

h. Atasi syok dan perdarahan

i. Imobilisasi (fiksasi dengan pembidaian)

j. Pengobatan :

a) Antibiotika

b) ATS (Anti Tetanus Serum)

c) Anti inflamasi (anti radang)

d) Analgetik/ pengurang rasa sakit (Akper Harum, 2012).

2.2.7 Mekanisme Pembidaian

Berikut adalah langkah-langkah pemasangan bidai:

a. Pastikan lokasi luka, patah tulang atau cedera sendi dengan

memeriksa keseluruhan tubuh korban (expose) dan membuka segala

jenis aksesoris yang menghalangi (apabila tidak melukai korban

lebih jauh)

b. Perhatikan kondisi tubuh korban, tangani perdarahan jika perlu. Bila

terdapat tulang yang mencuat, buatlah donat dengan menggunakan

kain dan letakkan pada tulang untuk mencegah pergerakan tulang.


20

c. Memeriksa PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban yang

cedera masih teraba nadi (P, Pulsasi), masih dapat digerakkan (M,

Motorik), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, Sensorik) atau

tidak

d. Tempatkan bidai di minimal dua sisi anggota badan yang cedera

(misal sisi samping kanan, kiri, atau bagian bawah). Letakkan bidai

sesuai dengan lokasi cedera.

e. Hindari mengangkat tubuh pasien untuk memindahkan pengikat

bidai melalui bawah bagian tubuh tersebut. Pindahkan pengikat bidai

melalui celah antara lekukan tubuh dan lantai. Hindari membuat

simpul di permukaan patah tulang.

f. Buatlah simpul di daerah pangkal dan ujung area yang patah berada

pada satu sisi yang sama. Lalu, pastikan bidai dapat mencegah

pergerakan sisi anggota badan yang patah. Beri bantalan/padding

pada daerah tonjolan tulang yang bersentuhan dengan papan bidai

dengan menggunakan kain

g. Memeriksa kembali PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban

yang cedera masih teraba nadi (P, Pulsasi), masih dapat digerakkan

(M, Motorik), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, Sensorik)

atau tidak. Bandingkan dengan keadaan saat sebelum pemasangan

bidai. Apabila terjadi perubahan kondisi yang memburuk (seperti:

nadi tidak teraba dan / atau tidak dapat merasakan sentuhan dan /
21

atau tidak dapat digerakkan) maka pemasangan bidai perlu

dilonggarkan.

h. Tanyakan kepada korban apakah bidai dipasang terlalu ketat atau

tidak.

Longgarkan balutan bidai jika kulit disekitarnya menjadi:

1) Pucat atau kebiruan

2) Sakit bertambah

3) Kulit di ujung tubuh yang cedera menjadi dingin

4) Ada kesemutan atau mati rasa (TBM FKM-UI)

Berikut contoh mengenai pemasangan bidai sederhana sebagai pertolongan

pertama:

Gambar 2.1
Pemasangan Bidai Untuk Patah Tulang Lengan Atas Atau
Pergeseran Sendi Bahu
22

Gambar 2.2
Pemasangan Bidai Untuk Patah Tulang Lengan Bawah Atau
Pergeseran Sendi Siku

Gambar 2.3
Pemasangan Bidai Untuk Patah Tulang Tungkai Atas

Gambar 2.4
Pemasangan Bidai Untuk Patah Tulang Tungkai Bawah
23

2.2.8 Pembidaian Pada Fraktur

Imobilisasi sendi di atas dan di bawah fraktur sering menimbulkan

kekakuan sehingga memerlukan periode rehabilitasi yang lebih panjang.

Saat fraktur mencapai stabilitas tertentu, seperti pembentukan kalus, gips

diganti dengan bidai, sehingga memungkinkan kisaran gerakan pada sendi

proksimal dan distalfraktur tanpa membahayakan sokongan pada tempat

fraktur (Fakhrurrizal, 2015).

Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara

nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade

otot sekitar patahan. Pembidaian dapat menyangga atau menahan bagian

tubuh agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki,

sehingga menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya dan

dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri. Pembidaian bertujuan

merelaksasikan otot-otot skelet dipercayai mampu merangsang tubuh untuk

melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin yang dapat

mengurangi nyeri (Fakhrurrizal, 2015).

2.2.9 Teknik Pembidaian

a. Alat dan Bahan

a) Bidai, misalnya papan, bambu dan dahan

b) Kain kasa
24

b. Prosedur Kerja

1. Cuci tangan

2. Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur yang akan

dilakukan

3. Periksa bagian tubuh pasien yang mengalami cedera atau yang

akan dibidai

4. Gunakan bidai yang telah dibalut dengan pembalut atau kain

kasa

5. Lakukan pembidaian melewati dua sendi

6. Pembalut atau kain kasa harus cukup jumlahnya, dimulai dari

sebelah kanan atas lebih besar

7. Usahakan balutan tidak terlalu kendor atau tidak terlalu kencang

8. Rapikan alat dan cuci tangan (Saputra, 2013).

2.3 Nyeri

2.3.1 Defenisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan

beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan, yang sangat

mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang disbanding suatu

penyakit manapun (Saputra, 2013).


25

Secara umum, nyeri merupakan perasaan tidak nyaman baik ringan

maupun berat. International Associatoin for Study of Pain (IASP)

menyatakan nyeri adalah sensori subjektif dan emosioanl yang idak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial, atau menggambarkan terjadinya kerusakan (Saputra,

2013).

Menurut Andarmoyo (2013), dapat dirumuskan suatu konsep nilai

yang berkaitan dengan nyeri yaitu :

a. Nyeri hanya dapat dirasakan dan dapat digambarkan secara akurat

oleh individu yang mengalami nyeri itu sendiri

b. Apabila seseorang mengatakan nyeri, dia benar-benar secara

nyata merasakan nyeri walaupun mungkin perawat tidak

menemukan adanya kerusakan pada tubuhnya

c. Nyeri menyangkut multi dimensional, baik fisik, psikis,

emosional, kognitif, sosiokultural maupun spiritual

d. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat

aktual maupun potensial.

2.3.2 Fisiologis Nyeri

Rasa nyeri dihantarkan oleh saraf perifer yang bebas dan tidak

bermielina atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini tersebar di kulit

dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan

kandung empedu. Proses fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepsi,


26

yang terdiri dari empat tahap yaitu tranduksi, transmisi, persepsi dan

modulasi atau sistem desendens. Rangsangan (stimulus) yang

membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang kemudian

mensensitisasi nosiseptor. Stimulasi yang diterima ditransmisikan berupa

inpuls nyeri dari serabut saraf perifer ke medula spinalis, kemudian ke

batang otak dan talamus melalui jalur spinotalamikus yang membawa

informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke talamus. Sinyal diteruskan ke

korteks sensorik somatik, dan individu mulai menyadari adanya nyeri dan

memungkinkan timbulnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk

mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri. Neurn di batang otak

mengirimkan sinyak-sinyal kembali ke tanduk dorsal medula spinalis yang

terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif (Saputra, 2013).

2.3.3 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

Berdasarkan durasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut

dan nyeri kronik.

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas

yang bervariasi. Nyeri ini berlangsung dari beberapa detik hingga enam

bulan. Nyeri akan berhenti dengan sendirinya dan akhirnya menghilang

dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang

terjadi kerusakan.
27

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,

intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.

Nyeri ini dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat

dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidka

memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya (Andarmoyo, 2013).

2.3.4 Jenis-Jenis Nyeri

Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer,

nyeri sentral dan nyeri psikogenik. Selain itu, juga terdapat jenis-jenis nyeri

yang lain, yaitu :

a. Nyeri somiatik, nyeri berasal dari tendon, tulang, saraf dan

pembuluh darah

b. Ntyeri menjalar, terasa di bagian tubuh yang lain, umumnya

disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada organ viseral

c. Nyeri neurologis, disebabkan oleh spasme di sepanjang atau di

beberapa jalur saraf

d. Nyeri phantom, dirasakan pada baigan tubuh yang hilang, misalnya


pada bagian kaki yang sudah diamputasi (Saputra, 2013).
28

2.3.5 Efek Membahayakan Dari Nyeri

a. Nyeri Akut

Nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang

membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Nyeri akut

dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskular, gastrointestinal,

endokrin, dan immunologik. Pasien dengan nyeri hebat dan stres yang

berkaitan dengan nyeri dapat tidak mampu untuk napas dalam dan

mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas menurun.

b.Nyeri Kronis

Supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat

meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis juga sering mengakibatkan

depresi dan ketidamampuan untuk melanjutkan aktifitas dan melakukan

hubungan inptersersonal sebelum nyeri mulai terjadi. Ketidakmampuan ini

dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktifitas fisik sampai

tidak mampu memenuhi kebutuhan pribadi seperti berpakaian atau makan

(Andarmoyo, 2013).

2.3.6 Pengkajian Nyeri

Beberapa hal yang harus dikaji untuk menggambarkan nyeri

seseorang antara lain:


29

a. Intensitas Nyeri

Minta individu untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal,

misal: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, hebat

atau sangat nyeri, atau dengan membuat skala nyeri yang

sebelumnya bersifat kualitatif menjadi bersifat kuantitatif dengan

menggunakan skala 0 –10 yang bermakna 0 = tidak nyeri, dan 10 =

nyeri sangat hebat.

b. Karakteristik nyeri

Karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur berdasarkan lokasi

nyeri, durasi nyeri (menit, jam, hari atau bulan), irama/periodenya

(terus menerus, hilang timbul, periode bertambah atau

berkurangnya 33 intensitas) kualitas (nyeri seperti ditusuk,

terbakar, sakit nyeri dalam atau superficial, atau bahkan seperti

digencet).

c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri dan apa yang dipercaya pasien

dapat membantu mengatasi nyeri berdasarkan pengalaman atau

trial and error

d. Efek nyeri terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari. Nyeri akut

sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.

e. Kekhawatiran individu tentang nyeri, seperti beban ekonomi,

prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri

(Andarmoyo, 2013).
30

Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda

oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif

yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

nyeri itu sendiri. Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan

menggunakan skala sebagai berikut:

a. Skala Deskripsi

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri berat


nyeri
terkontrol Tidak

terkontrol

Gambar 2.5

Skala Nyeri Deskriptif


Pada penilaian ini, peneliti menunjukkan klien skala tersebut dan

meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Skala

ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat

nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah,

karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi

visual dan motorik. Skala verbal menggunakan katakata dan bukan garis

atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan


31

dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat

dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup

berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi

pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri

(Yudiyanta, dkk, 2015).

b. Skala Nyeri Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Nyeri sedang Nyeri hebat

2.6 Gambar Skala Nyeri Numerik

Pada skala ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Skala yang paling efektif untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi terapeutik. Dianggap sederhana dan mudah dimengerti,

sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik

daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya

adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak

memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan

dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek

analgesik (Yudiyanta, dkk, 2015). Penilaian nyeri yang dirasakan klien

yaitu:
32

0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal

1 = nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan

nyamuk. Sebagian besar waktu klien tidak pernah berpikir tentang rasa sakit

2 = (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit

3 = (bisa ditoleransi) = nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung

menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter

4 = (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa

sakit dari sengatan lebah

5 = (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti

pergelangan kaki terkilir

6 = (intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga

tampaknya sebagian mempengaruhi sebagian indra klien, menyebabkan

tidak fokus, komunikasi terganggu

7 = (sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar

mendominasi indra klien menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan

baik dan tak mampu melakukan perawatan diri

8 = (benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga klien tidak lagi

dapat berpikir jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang

parah jika sakit datang dan berlangsung lama


33

9 = (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga klien tidak bisa

mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan

rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau risikonya

10 = (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat

tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala rasa

sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan parah,

tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang

luar biasa parah (Yudiyanta, dkk, 2015).

c. Skala Analog Visual

Tidak nyeri Nyeri sangat


hebat

Gambar 2.7
Skala Analog Visual
Adalah suatu garis lutur / horizontal sepanjang 10 cm yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Skala ini memberi kebebasan penuh pada klien untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat

berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak

ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang

mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat
34

diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien

anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya

sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pascabedah, VAS tidak

banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik

serta kemampuan konsentrasi (Yudiyanta, dkk, 2015).

d. SkalaWajah(Wong-BakerFacesPainRatingScale)

Penilaian nyeri menggunakan skala Wong-Baker sangatlah mudah

namun perlu kejelian sipenilai pada saat memperhatikan ekprei wajah

penderita karena penilaian menggunakan skala ini dilakukan dengan hanya

melihat ekspresi wajah penderita pada saat bertatap muka tanpa

menanyakan keluhannya. Skala Wong-Baker (berdasarkan eksperesi wajah)

dapat dilihat dibawah :

Gambar 2.8

Skala Wajah

1) Ekspresi wajah 1 : tidak merasa nyeri sama sekali

2) Ekspresi wajah 2 : nyeri hanya sedikit

3) Ekspresi wajah 3: sedikit lebih nyeri

4) Ekspresi wajah 4 : jauh lebih nyeri

5) Ekspresi wajah 5 : jauh lebih nyeri sangat


35

6) Ekspersi wajah 6 : sangat nyeri luar biasa hingga

penderita menangis (Andarmoyo,2013).

e. Respon Perilaku

Menurut Andarmoyo (2013), respons perilaku yang umumnya

diperlihatkan klien adalah

1) Vokalisasi : mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur

2) Ekspresi wajah : meringis, menggeletukkan gigi, mengeryitkan

dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat atau membuka mata

atau mulut dengan lebar, menggigit bibir

3) Gerakan tubuh : Gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari dan tangan, aktivitas melangkah yang tanggal ketika

berlari atau berjalan, gerakan ritmik atau gerakan menggosok,

gerakan melindungi bagian tubuh

4) Interaksi sosial : menghindari percakapan, fokus hanya pada

aktifitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial,

penurunan rentang perhatian

2.3.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhu Respon Nyeri

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu

terhadap nyeri :
36

a. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Individu yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan

dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap

nyeri dibanding orang yang yang hanya mengalami sedikit nyeri.

Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat.

Sebaliknya, individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak

mempunyai rasa takut terhadap nyeri itu.

b. Ansietas dan nyeri

Ansietas akan meningkatkan nyeri, ansietas yang relevan atau

berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien

terhadap nyeri. Secara umum, cara yang lebih efektif untuk

menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada

nyeri ketimbang ansietas.

c. Budaya dan nyeri

Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana

seseorang berespon terhadap nyeri, namun budaya dan etnik tidak

mempengaruhi persepsi nyeri. Perawat yang mengetahui perbedaan

budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri

pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-

respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan

nyeri pasien.
37

d. Usia dan nyeri

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui

secara luas. Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda

dengan cara perespon orang yang berusia lebih muda.

e. Efek plasebo

Efek plasebo erjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan

atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau

tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau

pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Individu yang diberitahu

bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri, akan

mengalami penurunan nyeri dibandingkan dengan pasien yang

diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek

apapun (Yudiyanta, dkk, 2015).


38

2.4 Kerangka Konsep

Fraktur

Nyeri Deformitas
terusmen ekstremitas Krepitus Pembengkakan
erus dan perubahan

Farmakologis Non
farmakologis

Pembidaian Bidai digunakan untuk


imobilisasi fraktur dan
mencegah nyeri yang timbul
saat gerakan

Nyeri
berkurang

Skema 2.1
Kerangka Konsep
39

2.5 Kerangka Teori

Variabel Independen Variabel Dependen

Pembidaian Penurunan
Skalanyeri

: Variabel yang diteliti

: Adanya hubungan

Skema 2.2
Kerangka Teori

2.6 Hipotesis Penelitian

Ha : Adanya Pengaruh Pemasangan Balut Bidai Terhadap Skala Nyeri Pada

Pasien Fraktur Di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam.

Ho : Tidak adanya Pengaruh Pemasangan Balut Bidai Terhadap Skala Nyeri

Pada Pasien Fraktur Di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam.


40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu pengaruh balut bidai terhadap skala

nyeri pada pasien fraktur. Penelitian ini disebabkan karena belum adanya

observasi dan penelitian oleh petugas tentang pengaruh balut bidai terhadap

skala nyeri pasien fraktur. Jenis penelitian quasi eksperimen dengan

rancangan one group pretest posttest, yang telah dilakukan di Ruangan IGD

RS Grandmed Lubuk Pakam. Populasi adalah seluruh pasien fraktur tertutup

di ruangan IGD RS Grandmed Lubuk Pakam dengan jumlah rata-rata 16

orang/bulan. Sampel diambil secara total sampling, yaitu sebanyak 16

orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran langsung skala

nyeri sebelum dan sesudah dilakukan pemasangan balut bidai.

Sebelum dilakukan balut bidai terlerbih dahulu peneliti melakukan

pengambilan data pre test kepada responden dengan menggunakan

instrument lembar observasi skala nyeri, setelah 120 mnt terapi, kemudian

dilakukan post test kembali. Dalam pola penggunaan terapi Farmakologi,

diberikan sesuai dengan anjuran dokter dimana dosis pemberian sama baik

sebelum dilakukan balut bidai maupun setelah dilakukan balut bidai.


41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Grandmed

Lubuk Pakam. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena di

Grandmed Lubuk Pakam terdapat sampel pasien dengan Fraktur dan

merupakan tempat berdinas peneliti sehingga memudahkan untuk

pengambilan sampel dan melakukan penelitian di tempat tersebut.

Waktu penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Januari

2023 – juni 2023, kegiatan tersebut dapat dilihat dari tabel untuk lebih

jelas.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu atau saat yang digunakan untuk

pelaksanaan penelitian atau observasi (Hidayat, 2012). Waktu penelitian ini

direncanakan akan dilakukan pada bulan Januari 2023 – juni 2023,

kegiatan tersebut dapat dilihat dari tabel untuk lebih jelas.


42

Tabel 3.1 Uraian Rencana Kegiatan Penelitian


Penelitian dilaksanakan sekitar bulan Januari sampai dengan Juni 2022

Bulan
UraianKegi Jan Feb Maret April Mei Juni
No 2023 2023 2023 2023 2023 2023
atan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Judul
2 Bimbingan
Skripsi
BAB (1,2
dan 3)
3 Seminar
Skripsi
4 Perbaikan
Skripsi
5 Pengumpul
an Data
6 Analisis
Data
7 Bimbingan
BAB (4,5
dan 6)
8 Penulisan
Laporan
9 Sidang
Meja Hijau
10 Pengumpul
an Skripsi

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur tertutup di ruangan IGD RS

Grandmed Lubuk Pakam, dengan jumlah rata-rata 16 orang per bulan pada

periode Januari – Juni 2023.


43

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Notoatmodjo

(2018) teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik dalam menentukan

sampel sehingga sampel tersebut dapat mewakili populasinya. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total

Sampling adalah pengambilan sampel yang meliputi keseluruhan populasi.

Total sampling yang digunakan adalah berjumlah 16 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan data. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

data primer dan data sekunder. Dijelaskan di bawah ini :

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran langsung skala

nyeri sebelum dilakukan intervensi (pembidaian) dan setelah dilakukan

pembidaian. Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti

mengajukan surat permohonan menjadi responden, jika responden

menyetujui maka diminta untuk menandatangani surat pernyataan (inform

consent). Selanjutnya dilakukan pengumpulan data sesuai dengan tujuan

penelitian (Notoatmodjo, 2018).


44

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah data pasien fraktur di

ruangan IGD, berdasarkan data dari RS Grandmed Lubuk Pakam.

3.5 Variabel Dan Defenidi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

sesuatu konsep pengertian tertentu. Variabel penelitian ini :

1. Variabel independen/ bebas adalah variabel yang nilainya dapat

menentukan variable lain.Variabel independen dalam penelitian ini

yaitu pengaruh balut bidai pada pasien fraktur.

2. Variabel dependent/terikat adalah variable yang nilainya ditentukan

oleh variable lain.Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu

penurunan skla nyeri pasien fraktur (Notoatmodjo, 2012).

3.5.2 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah serangkaian uraian tentang suatu batasan

variable yang dapat diukur oleh variable yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2012). Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut :


45

No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur
1 Independen Bidai/Pembidaian Lembar - Sebelum
merupakan alat observasi dilakukan balut
Bidai/ yang digunakan dan SOP bidai terlerbih
Pembidaian untuk menyangga dahulu peneliti
dan menahan melakukan
bagian tulang pengambilan data
yang retak atau pre test kepada
patah agar tidak responden
digerakkan, dengan
dengan tujuan menggunakan
untuk mencegah instrument
pergerakan atau lembar observasi
pergeseran dari skala nyeri,
ujung tulang setelah 120 mnt
yang retak atau terapi, kemudian
patah dan dilakukan post
memberi istirahat test kembali pada
pada anggota pasien.
badan yang patah
2 Independen Nyeri adalah Skala nyeri Ordinal 0:Tidak nyeri
pengalaman numerik 1–3: nyeri ringan
Nyeri sensori dan (pengukuran
4–6: nyeri sedang
emosional yang dilakukan
tidak dengan 7–9: nyeri berat
terkontrol
menyenangkan pasien
10: nyeri berat
akibat dari memilih
tidak terkontrol
kerusakan angka 0-10)
jaringan yang
46

aktual atau
potensial.

3.6 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), data yang telah terkumpul setelah

dianalisis kemudian dilakukan pengolahan data yang terdiri dari langkah-

langkah berikut :

a. Editing, tahap ini dilakukan untuk memeriksa data yang telah

diperoleh untuk memperbaiki dan melengkapi data.Ketika ditemukan

ada data yang belum lengkap peneliti melengkapinya lagi saat

melakukan intervensi kepada responden.

b. Cooding, tahap ini dilakukan sebagai penanda responden dan

penanda pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.Peneliti melakukan

pengkodean untuk memudahkan proses analisis data.

c. Memasukkan data atau processing, yaitu memasukkan jawaban

masing-masing pertanyaan ke dalam kotak lembar kode atau kartu

kode. Kemudian selanjutnya data di proses dengan mengelompokkan

data ke dalam variabel yang sesuai dengan menggunakan program

komputerisasi/SPPS.

d. Tabulating, tahap ini digunakan untuk mentabulasi data yang

diperoleh dengan membuat tabel data atau sesuai yang diinginkan

peneliti.
47

3.7 Instrumen Penelitian

Instrument dalam penelitian ini menggunakan beberapa alat yaitu :

1) Skala Nyeri

Skala nyeri untuk mengukur intensitas nyeri yang pasien rasakan

menggunakan Skala Nyeri Numerik, adalah pengukuran yang

dilakukan dengan pasien memilih angka (0-10).

2) Bidai

Bidai merupakan salah satu alat P3K yang dibutuhkan terutama

untuk pertolongan pada korban patah tulang atau fraktur. Alat ini

berfungsi untuk menjaga agar bagian tubuh yang fraktur tidak

berubah posisi dan mencegah terjadinya luka baru.

3) Lembar Observasi

3.8 Metode Analisa Data

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. pada umumnya dalam

analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap

variabel (Notoadmojo, S. (2018).

Analisa ini dilakukan dengan komputerisasi, dengan menggunakan

analisa data distribusi frekuensi untuk melihat adanya Pengaruh Balut Bidai

Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Yang Mengalami Fraktur Di Rs

Grandmed Lubuk Pakam.


48

Analisa ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk statistik

deskriptif meliputi mean, minimal-maksimal dan standar deviasi.

3.8.2 Analisa Bivariat

Analisa data dilakukan untuk melihat pengaruh pembidaian terhadap

penurunan skala nyeri pada pasien fraktur. Analisis dilakukan dengan

menggunakan t-test dependent. Untuk mengetahui diterima dan ditolaknya

hipotesa sesuai dengan signifikasi yang ditetapkan yaitu menggunakan

interval kepercayaan 0.05. Hipotesa alternatif diterimajika probabilitas

<0,05 dan Hipotesa alternative ditolak jika nilai probabilitas >0,05.


DAFTAR PUSTAKA

Noor Faidah,&Galia Wardha Alvita. (2022). Pengaruh Pemasangan Bidai


Dengan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur IGD RSUD Dr.
Loekmono Hadi Kudus. Jurnal Profesi Keperawatan Vol 9 No 1
Januari 2022. http://jurnal.akperkridahusada.ac.id

Umboh, J. C., Wagiu, A. M. J., & Lengkong, A. C. (2021).Gambaran


Health Belief Modelpada Penanganan Fraktur.E-
CliniC.https://doi.org/10.35790/ecl.v9i1.32364

Suryani, M., & Soesanto, E. (2020). Penurunan Intensitas Nyeri Pada


Pasien tup Dengan Pemberian Terapi Kompres Dingin. Ners
Muda. https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.6304

Subandono, J., Maftuhah, A., Ermawan, R., Nurwati, I., Kirti, A. A.


A., Qodrijati, I., … Tandiyo, D. K. (2019). Pembebatan dan
pembidaian. Buku Pedoman Keterampilan Klinis.

World Health Organization. (2018). Global status report on road.


Diperoleh dari
https://www.who.int/publications/i/item/9789241565684.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil utama riset


kesehatandasar.Diperoleh dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/fil
es/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf

Direktorat Lalu Lintas Polda Sultra. (2018). Data kecelakaan lalu lintas
tahun 2018. Kendari: Tidak dipublikasikan.

Rahmawati.(2018). Pengaruh Pembidaian terhadap Penurunan Skala Nyeri


pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruangan IGD RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2018. Stikes Perintis Padang

Parahita,P.S., & Kurniyanta, P. (2013).Penatalaksanaan kegawatdaruratan


pada cedera fraktur ekstrimitas. EJurnal Medika Udayana, 2(9),
1597–1615.

Balitbangkes. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Badan


Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika.

49
https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Yudiyanta, dkk.2015.AssessmentNyeri.CDK-226/vol. 42no.3,th. 2015

Wirawan, G. P. A., Azis, A., & Witarsa, I. M. S. (2015).Efektifitas


Pembidaian Back Slab Castdan Spalk Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas
Bawah.Community of Publishing in Nursing (COPING).

Fakhrurrizal, A. (2015). Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan


Rasa Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Igd
Rumah Sakitumum Daerah A.M Parikesit Tenggarong. Journal
of Chemical Information and Modeling.

Fakhrurrizal, A. 2015.Pengaruh Pembidaian Terhadap PenurunanRasa


Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang IGD Rumah Sakit
umum Daerah

A.M Parikesit Tenggarong.Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.3.No 2 Desember


2015

Nurchairiah.2014.Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri


Pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruang Dahlia RSUD Arifin
Achmad, Skripsi, diunduh di jom.unri.ac.id RSUD dr.Achmad
Mochtar Bukittinggi. 2017. Data Kejadian Fraktur Bulan Januari–
Oktober 2017

Asrizal, RA. 2014.Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra.Medula,


Volume 2, Nomor 3, Maret 2014

Saputra,L.2013.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Binarupa


Aksara Publisher

50
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Responden yang terhormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nia Natasya Br Kaban

NPM : 19.11.099

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Alamat : Lubuk Pakam

Dalam kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh pembidaian terhadap penurunan skala nyeri pada

pasien fraktur di IGD Rs Grandmed Lubuk Pakam. Penelitian ini ditujukan

untuk menyelesaikan program keperawatan jenjang sarjana pada Program

StudiIlmu Keperawatan dan Fisiotrapi Institut Medistra Lubuk Pakam.

Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I berpartisipasi dalam

penelitian ini dengan cara bekerja sama dengan peneliti saat dilakukan

pembidaian. Hasil dari observasi tersebut akan peneliti gunakan untuk

laporan penelitian. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan

terimakasih.

Lubuk Pakam, / / 2023

Peneliti

(Nia Natasya Br Kaban)

51
Lampiran 2

PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk turut

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa/I Program Studi Keperawatan Jenjang Sarjana Institut

Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Tahun 2023 yang bernama Nia Natasya

Br Kabandengan judul “Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Skala

Nyeri Pada Pasien Frakturdi IGD Rs Grandmed Lubuk Pakam”.

Nama : …………………………………………..

Alamat : …………………………………………..

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui “Pengaruh

Pembidaian Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur di IGD

Rs Grandmed Lubuk Pakam “.

Lubuk Pakam, / / 2023

Responden Peneliti

( ) (Nia Natasya Br Kaban)

52
Lampiran 3

SOP PEMBIDAIAN
Pengertian Tindakan dan upaya untuk menghindari pergerakan,
untuk melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang
cedera
Tujuan 1. Menyokong bagian tubuh yang cidera dan
mencegah agar bagian itu tidak bergerak,
2. Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi,
3. Sebagai penekan untuk menghentikan pendarahan
A.Persiapan:
Prosedur
Siapkan alat dan bahan:
a. Bidai atau Spalk 3 buah
b. Pengikat bidai/spalk
B.Pelaksanaan:
1. Cek catatan keperawatan dan catatan medis pasien
(metode yang digunakan dan flowrate oksigen)
2. Cuci tangan
3. Beri salam dan panggil nama pasien dengan
namanya serta memperkenalkan diri
4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien atau keluarga
5. Berikan kesempatan bertanya kepada pasien sebelum
kegiatan dilakukan
6. Menanyakan keluhanutamapasien
7. Jaga privacy pasien
8. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai
9. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut
dengan pembalut bidai
10. Melakukan pembidaian melalui dua sendi
11. Hasil pembidaian:

53
 Harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah
atas, bagian bawah dan sisi kanan
kiritempatyangpatah
 Tidakkendordantidakkeras
12. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
13. Beri reinforcement positif pada pasien
14. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan
tempat)
15. Rapikan alat-alat
16. Cuci tangan
17. Catat hasil kegiatan didalam catatan keperawatan

IGD, RuanganPerawatan, Unit Pelayanan Kesehatan


Unitterkait

54
Lampiran 4

SKALA NYERI NUMERIK

Data Responden :

Inisial :......................................

Jenis Kelamin:......................................

Umur :......................................

Pekerjaan :......................................

Masalah :......................................

Skala Nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri :nyeri ringan Nyeri sedang nyeri berat nyeri berat
terkontrol tidak
terkontrol

Keterangan:

- 0 :Tidak nyeri

- 1–3 :nyeri ringan

- 4–6 :nyeri sedang

- 7–9 :nyeri berat terkontrol

- 10 : nyeri berat tidak terkontrol

55
Lampiran 5

LEMBAROBSERVASINYERI

Skala Skala
No. Kode JenisKelamin Umur
NyeriPre-test NyeriPost-
test
1

10

11

12

13

14

15

16

56

Anda mungkin juga menyukai