Abstrak
Kampung Wonosari yang sekarang disebut dengan Kampung Pelangi yang merupakan salah
satu kampung kota di Kota Semarang menjadi salah satu destinasi wisata baru setelah
ditetapkan oleh pemerintah melalui program GERBANG HEBAT pada tahun 2017. Kampung
dengan karakteristik lingkungan yang berkontur semakin menegaskan bahwa jalan lingkungan
menjadi ruang publik paling vital di Kampung Pelangi yang tentu harus inklusif bagi semua
penggunanya. Namun pada pelaksanaan penyediaan jalan yang inklusif sesuai konsep ini di
Kampung Pelangi dinilai masih belum memenuhi prinsip-prinsip Street for Life, terutama dari
aspek kenyamanan. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi dasar penelitian dan
menimbulkan pertanyaan penelitian “Apa saja kebutuhan elemen desain dalam penciptaan
jalan lingkungan yang inklusif di Kampung Pelangi Semarang dari Aspek Kenyamanan”.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kebutuhan elemen desain jalan yang
inklusif di Kampung Pelangi Semarang.
Pada prosesnya, mix method yaitu memadukan data kuantitatif dan kualitatif digunakan dalam
penelitian ini sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai. Berdasarkan analisis
yang dilakukan, Kebutuhan tersebut meliputi penyediaan jalan yang bersih dan jalan tidak licin
ketika dilalui sehingga jalan nyaman untuk dilalui oleh semua pengguna jalan.
Abstract
Kampung Wonosari called as Kampung Pelangi is one of the urban kampongs in Semarang
city. Since 2017 the Kampung Pelangi has become a new tourist destination when the
Municipal government stated Gerbang Hebat program. Environmental character of Kampung
Pelangi’s is contoured land. It confirms that streets in the kampong are the most vital public
open spaces. The open space must be inclusive for all users. However, the implementation of
inclusive street concept in Kampung Pelangi does not meet the Street for Life principals,
particularly convenience principal. Based on this issue a research is conducted. The research
question is what are needs of design element in order to create inclusive street in Kampung
Pelangi based on the convenience principal. The research objective is to formulate needs of
design element for inclusive street in Kampung Pelangi, Semarang. In the research process a
mix method is implemented combining qualitative and quantitative data to obtain a better and
appropriate results. Based on the analysis, the needs cover a clean and non-slippery street,
so that the street is convenient for all the users.
Seperti yang diketahui bahwa jalan Pelangi. Keenam prinsip dalam Street for
sebagai bagian dari ruang publik yang Life juga mampu menghubungkan segala
terencana dengan baik merupakan hal aspek fungsinya maupun lingkungannya
mendasar bagi permukiman yang baik (Burton & Mitchell, 2006). Namun dalam
(Baxter et al., 1998). Terlebih suatu jalan pelaksanaan penyediaan jalan yang
harus bersifat inklusif bagi semua inklusif sesuai konsep ini masih belum
penggunanya (Carmona, Gabrieli, memenuhi prinsip- prinsipnya, terutama
Hickman, Laopoulou, & Livingstone, 2017). dari aspek kenyamanannya. Hal
Sebuah jalan harus mampu melayani tersebutlah yang menjadi dasar penelitian
kebutuhan ruang pergerakan atau sehingga menimbulkan pertanyaan
mobilitas penggunanya dan mampu penelitian tentang bagaimana kebutuhan
beradaptasi dengan karakteristik elemen desain jalan yang inklusif di
lingkungannya (Kehagia, 2017). Jalanan Kampung Pelangi sehingga nantinya dapat
harus memenuhi berbagai fungsi yang menunjang segala aktivitas didalamnya,
kompleks untuk memenuhi kebutuhan baik sebagai tempat bermukim maupun
orang-orang sebagai tempat tinggal, tempat berwisata sesuai dengan
bekerja dan bergerak guna mengurangi karakteristik lingkungannya.
potensi konflik antar berbagai tujuan (Davis
& Huxford, 2009). Tujuan penelitian yang dilakukan
yaitu merumuskan kebutuhan elemen
Inklusif dalam konteks desain jalan yang inklusif di Kampung
pembangunan kampung Pelangi sebagai Pelangi Semarang. Sasaran untuk
kampung wisata ini berupa terwadahinya mewujudkan tujuan dari penelitian yang
segala kebutuhan jalan lingkungan oleh dilakukan yaitu:
penggunanya untuk menunjang aktivitas
yang ada di Kampung Pelangi sesuai 1. Menganalisis karakteristik pengguna
kondisi lingkungan yang ada. Desain yang dan aktivitas pengguna jalan di
inklusif harus selalu berkembang untuk Kampung Pelangi
mengakomodasi pengguna sehingga perlu 2. Menganalisis kebutuhan elemen
desain jalan lingkungan yang inklusif
memahami kebutuhan, keinginan dan
menurut perspektif pengguna jalan
harapan dari pengguna (Fleck et al., 2004).
3. Menganalisis kebutuhan elemen
Ini berarti bahwa jalan harus dirancang
untuk memudahkan semua pengguna baik desain jalan lingkungan yang inklusif
penduduk maupun wisatawan dalam menurut perspektif ahli
mengakses jalan. Jalan harus memiliki 4. Merumuskan prioritas kebutuhan
ruang untuk dapat mengakomodasi semua elemen desain jalan lingkungan yang
jenis aktivitas dimana cara tiap-tiap orang inklusif di Kampung Pelangi
dalam menggunakan jalan sangatlah
bervariasi. Misalnya kebanyakan wanita
atau lansia menghabiskan sebagian besar Metode
waktunya di dekat rumah dan memilih
fasilitas yang aman dan mudah diakses, Metode yang digunakan dalam
Anak-anak membutuhkan jalan yang aman penelitian yaitu menggunakan mix
dan mudah diakses dimana mereka harus methods. Pendekatan mix method yang
bisa berjalan atau bersepeda ke sekolah di digunakan yaitu dengan
dekat rumah mereka dan bermain tanpa mengkombinasikan metode kualitatif dan
rasa takut dari kendaraan, Orang-orang metode kuantitatif. Mix method merupakan
dengan mobilitas terbatas yang aman, metode yang dilakukan dengan
penerangan baik dan terawat dengan baik menggabungkan antara metode kualitatif
pada suatu jalan dan wisatawan yang dan metode kuantitatif (Sugiyono, 2010).
membutuhkan jalan untuk sekedar Penelitian mix method dilakukan dengan
berkeliling kampung wisata tematik. cara mengumpulkan, menganalisis data,
kemudian mengintegrasikan temuan
Konsep Street for Life diterapkan dalam hingga kesimpulan dirumuskan melalui
penciptaan desain inklusif bagi perpaduan metode penelitian kualitatif dan
keberlanjutan jalan lingkungan di Kampung kuantitatif dalam menjawab pertanyaan
penelitian pada sebuah penelitian yang mereka, serta landasan identitas mereka
sama (Mertens, 2010). Mix method tentu (UN-Habitat, 2015). UN-Habitat sebagai
berguna disaat metode kuantitatif maupun lembaga internasional juga telah
metode kualitatif sendiri tidak dapat akurat merumuskan agenda pembangunan
dalam memahami masalah penelitian. berkelanjutan yang bernama Sustainable
Development Goals 2016-2030. Agenda
Pada awalnya, dilakukan pendekatan tersebut merupakan kerjasama global
kuantitatif melalui analisis kebutuhan dalam rangka pembangunan internasional
desain dari pengguna jalan yaitu yang bertujuan untuk membangun suatu
masyarakat dan wisatawan dengan kota dan pemukiman yang inklusif, aman,
penyebaran kuesioner. Selanjutnya tangguh dan berkelanjutan dalam
rumusan hasil tersebut akan ditanyakan menghadapi kehidupan dunia saat ini.
kepada para ahli untuk dapat dibuat skala Salah satu yang menjadi target agenda
prioritas atau elemen-elemen yang paling didalam SDGs 2016-2030 ini yaitu
penting. Oleh karena itu, model sequence penyediakan akses universal ke ruang-
dinilai cocok untuk merumuskan kebutuhan ruang hijau dan ruang publik yang aman,
elemen desain yang sesuai dengan inklusif dan mudah diakses, terutama bagi
kebutuhan dalam menciptakan jalan yang perempuan dan anak-anak, orang tua dan
inklusif di Kampung Pelangi. Sehingga data penyandang cacat (Garau, 2015).
yang dihasilkan juga berupa data yang Penjelasan-penjelasan tersebut dapat
lebih komprehensif dan berkualitas. menegaskan terkait pentingnya
ketersediaan ruang publik pada suatu
ruang kota yang bermanfaat bagi
Kajian Teori kehidupan masyarakat perkotaan.
terdapat variabel dan atribut penilaian yang dengan menghilangkan hambatan tentang
merupakan turunan dari masing- masing perbedaan kemampuan sehingga setiap
elemen yaitu: orang dapat berpartisipasi secara setara
dalam kehidupan sehari-hari (CABE,
1. Access & Linkages 2006). Desain inklusif adalah desain yang
Dapat diakses serta terkoneksi dengan dapat diakses dan mampu melayani
baik ke tempat-tempat penting lainnya sebanyak mungkin orang tanpa perlu
di daerah tersebut, adaptasi atau desain khusus (Keates,
2. Comfort & Image 2005). Kedua teori tersebut bisa mewakili
banyak teori lainnya tentang pengertian
Merasa nyaman serta
dari desain inklusif. Kedua teori tersebut
memproyeksikan citra penampilan dapat disimpulkan bahwa desain inklusif
yang baik, adalah suatu desain yang dapat digunakan
3. User & Activities dan dimanfaatkan bagi semua kalangan
Menarik orang untuk berpartisipasi orang tanpa membedakan kemampuan
dalam kegiatan di lokasi, fisik setiap orang.
4. Sociability Dalam prosesnya, penciptaan
Lingkungan yang ramah di mana orang desain yang inklusif harus sesuai dengan
ingin berkumpul dan berkunjung lagi. kebutuhan para penggunanya (Waller,
Bradley, Hosking, & Clarkson, 2015).
Jalan Bagian dari Ruang Publik Berawal dari kebutuhan penggunalah akan
menentukan seperti apakah
Tipologi ruang terbuka public pengembangan konsep desain yang
menurut (Carr, Stephen, Francis, Rivlin, & inklusif bagi penggunanya. Berdasarkan
Stone, 1992) dan (Darmawan, 2009) penjelasan diatas, dapat disimpulkan
sangatlah beragam dan bervariasi, salah bahwa desain yang inklusif yaitu rancangan
satunya adalah jalan. Suatu jalan desain yang meliputi objek sekitar lainnya
direncanakan kemudian dirancang untuk dan harus dapat dimanfaatkan atau
melayani mobilitas masyarakat sehingga diakses dengan mudah oleh berbagai
dapat meningkatkan produktivitas ekonomi macam pengguna sesuai dengan
serta keterlibatan sosial. Salah satu fungsi kebutuhannya.
dasar ruang publik-jalan adalah
memungkinkan orang untuk dapat Elemen Desain Jalan
bergerak dan mendapat akses ke suatu
tempat dengan berjalan kaki, sepeda atau Unsur-unsur yang membentuk
transportasi lainnya (UN-Habitat, 2015). jalan- jalan kota dari trotoar hingga jalur
Perkembangan teknologi tentu perjalanan ke tempat pemberhentian
mempengaruhi sikap serta perilaku transit semua bersaing untuk mendapatkan
manusia yang kemudian berpengaruh ruang dalam jalan yang terbatas. Kriteria
pada rencana tipologi ruang terbuka kota. desain menyajikan pendekatan yang
konsisten untuk merancang setiap elemen
Ruang publik jalan didesain untuk dari jalan yang tepat untuk melayani publik
meminimalkan perbedaan antara yang bepergian, mendukung pola
pergerakan kendaraan, pengendara penggunaan lahan, dan mendorong
sepeda dan pejalan kaki seperti jalan pertumbuhan ekonomi wilayah setempat.
setapak, tanda-tanda, rambu lalu lintas, Terdapat elemen-elemen desain pada
penyeberangan pejalan kaki dan lainnya jalan yang dibagi menjadi 3 dengan aspek
(Prelovskaya & Levashev, 2017). yang berbeda (Pune Municipal
Corporation, 2016), yaitu:
Desain Inklusif pada Suatu Jalan
Definisi Inclusive Design 1. Street Element yang memiliki kaitan
dengan aspek mobilitas dimana semua
Inclusive design atau desain yang
inklusif memiliki pengartian dimana orang harus bisa bergerak dengan
menciptakan sebuah tempat dimana aman, lancar dan nyaman, antara lain:
semua orang dapat menggunakannya • Footpath atau Jalan Setapak
D
Tangga/
Lingkungan
Jalan
Pejalan Kaki
Pejalan Kaki
Tangga
Jalan, Sebagian
Lampu
Tempat Sampah,
Drainase
Jaringan Listrik,
Tidak Tersedia
remaja pada Aspek Kenyamanan yaitu
lorong Kecil Lingkungan Tangga Jalan Buntu Lampu Drainase
Kenyamanan Visual, dimana remaja
(Sumber: Hasil Survei, 2019)
membutuhkan jalan yang bersih dan juga
Tabel 3: Karakteristik Jalan di Kampung Kenyamanan Fisik yaitu jalan yang tidak
Pelangi (2) licin
Kode Lebar Kapasitas Bahan Kualitas Dewasa
Jalan Jalan Jalan Konstruksi Jalan Jalan
A 3-4 Meter Mobil bisa lewat Aspal Baik
B 1-3 Meter 2-3 orang Aspal, Semen Baik
C 2-4 Meter 2-3 orang Semen, Paving Baik dan Kurang Baik
D 1-2 Meter Hanya 1-2 Orang Semen, Paving Baik dan Kurang Baik
Anak-anak
Gambar 4: Hasil Penilaian Kebutuhan
Elemen Desain Jalan oleh Dewasa
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
Remaja
Gambar 5: Hasil Penilaian Kebutuhan
Elemen Desain Jalan oleh Lansia
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
Anak-anak
Lansia
Anak-anak Lansia
Dewasa
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Penerapan desain jalan yang inklusif Carmona, M., Gabrieli, T., Hickman, R.,
pada Kampung Pelangi harus sesuai Laopoulou, T., & Livingstone, N.
(2017). Street appeal : The value of
dengan kebutuhan dari para
street improvements. (March).
penggunanya. Pengguna jalan di https://doi.org/10.1016/j.progress.201
Kampung Pelangi meliputi penduduk 7.09.001
lokal dan juga wisatawan, mulai dari
anak-anak, remaja, dewasa hingga Carr, S., Stephen, C., Francis, M., Rivlin, L.
G., & Stone, A. M. (1992). Public
lansia sehingga seluruh aktivitas yang
space. Cambridge University Press.
dilakukan oleh pengguna jalan harus
dapat di akomodasi dengan baik Darmawan, E. (2009). Ruang Publik dalam
sesuai dengan karakteristik lingkungan Arsitektur Kota. Badan Penerbit
yang ada. Universitas Diponegoro.
2. Pada prosesnya, penelitian ini Garau, P. (2015). Global Public Space
dilakukan dengan partisipasi para Toolkit: From Global Principles to Local
pengguna yang bisa mewakili
Policies and Practice. Retrieved from Project for Public Spaces, I. (2018a). GET
www.unhabitat.org INTO YOUR COMFORT ZONE: FIVE
INDICATORS OF COMFORT IN
Hakim, R. (1987). Unsur perancangan PUBLIC SPACES. Retrieved from
dalam arsitektur lansekap. Bina https://www.pps.org/article/get-into-
Aksara. your-comfort-zone
Heylighen, A., Van der Linden, V., & Van Project for Public Spaces, I. (2018b).
Steenwinkel, I. (2017). Ten questions WHAT MAKES A SUCCESSFUL
concerning inclusive design of the built PLACE? Retrieved from
environment. Building and https://www.pps.org/article/grplacefeat
Environment, 114, 507–517.
https://doi.org/10.1016/j.buildenv.2016 Pune Municipal Corporation. (2016). Urban
.12.008 Street Design Guidelines PUNE.
Keates, S. (2005). BS 7000-6: 2005 Design Russell, P., & others. (2000). Community-
management systems. Managing based tourism. Travel & Tourism
inclusive design. Guide. Analyst, (5), 89–116.
Kohn, M. (2008). Homo spectator: Public Setiawan, B. (2010). Kampung Kota dan
space in the age of the spectacle. Kota Kampung: Potret Tujuh Kampung
https://doi.org/10.1177/019145370808 di Kota Jogja. Pusat Studi Lingkungan
9194 Hidup Universitas Gadjah Mada.
Laurie, M. (1990). Pengantar kepada Taylor, D., Thorne, R., Cameron, A.,
arsitektur pertamanan. Bandung: Armishaw, L., & Yahiadui, T. (1998).
Intermata. Places, Streets and Movement; A
companion guide to Design Bulletin 32
Lorens, P. (2011). Theming urban spaces - Residential Roads and Footpaths. In
in post-socialist cities. 47th ISOCARP Office. https://doi.org/10.1016/S0386-
Congress 2011. 1112(14)60196-5
Martuti, N. K. T. (2019). PREFERENSI Tonnelat, S. (2004). The sociology of urban
MASYARAKAT TERHADAP public spaces. Sino French Urban
PROGRAM KAMPUNG TEMATIK DI Planning Conference (SFURP), 1–10.
KOTA SEMARANG. Jurnal Riptek, UN-Habitat. (2015). Issue Papers and
11(2), 11–22.
Policy Units of the Habitat III Conference.
Mertens, D. M. (2010). Transformative Issue Paper on Urban- Rural Linkages,
mixed methods research. Qualitative (April).
Inquiry, 16(6), 469–474.
Waller, S., Bradley, M., Hosking, I., &
Pradinie, K., Navastara, A. M., & Martha, K. Clarkson, P. J. (2015). Making the
D. E. (2016). Who’s Own the Public case for inclusive design. Applied
Space?: The Adaptation of Limited Ergonomics, 46, 297–303.
Space in Arabic Kampong. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 227,
693–698.