Anda di halaman 1dari 13

1

KEBUTUHAN ELEMEN DESAIN JALAN YANG INKLUSIF DI KAMPUNG


PELANGI SEMARANG BERDASARKAN ASPEK KENYAMANAN
The Need For Inclusive Street Design Elements In Kampung Pelangi Semarang
Based On Comfort Aspect

Muchammad Fuad Chakam*), Novia Sari Ristianti


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H Tembalang-Semarang
muhfuadchakam@gmail.com

Abstrak

Kampung Wonosari yang sekarang disebut dengan Kampung Pelangi yang merupakan salah
satu kampung kota di Kota Semarang menjadi salah satu destinasi wisata baru setelah
ditetapkan oleh pemerintah melalui program GERBANG HEBAT pada tahun 2017. Kampung
dengan karakteristik lingkungan yang berkontur semakin menegaskan bahwa jalan lingkungan
menjadi ruang publik paling vital di Kampung Pelangi yang tentu harus inklusif bagi semua
penggunanya. Namun pada pelaksanaan penyediaan jalan yang inklusif sesuai konsep ini di
Kampung Pelangi dinilai masih belum memenuhi prinsip-prinsip Street for Life, terutama dari
aspek kenyamanan. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi dasar penelitian dan
menimbulkan pertanyaan penelitian “Apa saja kebutuhan elemen desain dalam penciptaan
jalan lingkungan yang inklusif di Kampung Pelangi Semarang dari Aspek Kenyamanan”.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kebutuhan elemen desain jalan yang
inklusif di Kampung Pelangi Semarang.
Pada prosesnya, mix method yaitu memadukan data kuantitatif dan kualitatif digunakan dalam
penelitian ini sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai. Berdasarkan analisis
yang dilakukan, Kebutuhan tersebut meliputi penyediaan jalan yang bersih dan jalan tidak licin
ketika dilalui sehingga jalan nyaman untuk dilalui oleh semua pengguna jalan.

Kata kunci: Jalan Inklusif, Kampung, Elemen Desain.

Abstract

Kampung Wonosari called as Kampung Pelangi is one of the urban kampongs in Semarang
city. Since 2017 the Kampung Pelangi has become a new tourist destination when the
Municipal government stated Gerbang Hebat program. Environmental character of Kampung
Pelangi’s is contoured land. It confirms that streets in the kampong are the most vital public
open spaces. The open space must be inclusive for all users. However, the implementation of
inclusive street concept in Kampung Pelangi does not meet the Street for Life principals,
particularly convenience principal. Based on this issue a research is conducted. The research
question is what are needs of design element in order to create inclusive street in Kampung
Pelangi based on the convenience principal. The research objective is to formulate needs of
design element for inclusive street in Kampung Pelangi, Semarang. In the research process a
mix method is implemented combining qualitative and quantitative data to obtain a better and
appropriate results. Based on the analysis, the needs cover a clean and non-slippery street,
so that the street is convenient for all the users.

Keywords: Inclusive Street, Kampong, Design Elements

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
2

Pendahuluan berpartisipasi dalam setiap aspek


masyarakat (Hogan, 2004). Untuk
Kampung kota merupakan sistem mencapai hal tersebut, mulai dari
sosial yang kompleks dan dinamis yang lingkungan binaan, objek sehari-hari,
dihuni oleh beragam warga kota dengan layanan, budaya dan informasi dirancang,
latar belakang agama, pendapatan, harus dapat diakses, memberi
pendidikan, pekerjaan, etnis yang berbeda kenyamanan bagi masyarakat untuk
(Setiawan, 2010). Karakteristik dari suatu digunakan dan responsif untuk revolusi
kampung kota menjadi penyebab keanekaragaman manusia (Heylighen, Van
meningkat kepadatan penduduk karena der Linden, & Van Steenwinkel, 2017).
semakin banyaknya masyarakat yang Penciptaan desain ruang public yang
datang, beraktivitas dan bertempat tinggal inklusif menjadi sangat penting agar
di kawasan tersebut. Kepadatan penduduk tercipta keadilan dan kenyamanan oleh
yang tinggi dengan lahan yang sangat semua kalangan masyarakat pada ruang-
terbatas menimbulkan efek lingkungan ruang perkotaan terutama pada kawasan
yang kurang baik, antara lain kondisi fisik kampung kota yang kebanyakan di
bangunan buruk dan tidak beraturan, Indonesia berwujud permukiman kumuh
kerapatan bangunan dan sarana seperti halnya Kampung Wonosari
pelayanan dasar yang kurang memadai Semarang yang sekarang disebut sebagai
(Budiharjo, 1992). Belum adanya Kampung Pelangi Semarang.
perencanaan penataan ruang yang baik
juga memperparah keadaan suatu Awalnya, Kampung Pelangi berupa
kampung kota yang berkembang secara permukiman kumuh yang berada di tengah
alami secara tidak teratur yang berimbas kota. Kesan kumuh tersebut tercermin dari
pada kurangnya ketersediaan ruang publik wajah kampung pelangi yang kurang
di lingkungan kampung kota bagi nyaman dipandang oleh sebagian orang,
masyarakat dalam melakukan aktivitas diantaranya tembok- tembok yang belum
sehari-hari. diplester maupun dicat, jarak antar rumah
yang berdempet- dempetan, dan lainnya.
Kampung kota juga merupakan Hal tersebut kemudian mendapat respon
salah satu ruang perkotaan dimana harus dari pemerintah untuk mengentaskan
memiliki ruang publik yang cukup dan masalah permukiman tersebut sehingga
harus mampu mewadahi seluruh aktivitas Kampung Wonosari berubah menjadi
yang dibutuhkan agar dapat kampung wisata yang unik dan mampu
mempertahankan interaksi sosial menarik wisatawan yang tentu dengan
masyarakat. Ruang publik harus dapat harapan dapat memperbaiki perekonomian
diakses oleh semua kalangan masyarakat masyarakat dan juga mengatasi masalah
agar tercipta keadilan bersama dalam lingkungan yang ada di Kampung Pelangi.
penggunaannya. Ruang publik yang bebas Kampung Pelangi Semarang sendiri telah
digunakan oleh warga negara ini yaitu ditetapkan sebagai Kampung Wisata
meliputi jalan, pedestrian, taman (ruang Tematik pada tahun 2016 oleh pemerintah
hijau), ruang terbuka, stasiun, pelabuhan, kota Semarang melalui program
bandara, pusat perbelanjaan dan distrik GERBANG HEBAT dimana program
bisnis (Pradinie, Navastara, & Martha, tersebut merupakan upaya dari pemerintah
2016) sehingga sangat penting untuk Kota Semarang untuk mengentaskan
menciptakan ruang publik yang inklusif bagi masalah kemiskinan dan pengangguran di
kehidupan masyarakat di kampung kota. Kota Semarang (Martuti, 2019) yang
kemudian diresmikan oleh
Desain inklusif berarti merancang
produk, layanan, dan lingkungan yang Walikota Semarang di tahun 2017.
banyak orang mungkin dapat Namun pada pelaksanaannya,
menggunakannya, tanpa memandang usia Pembangunan Kampung Pelangi belum
atau kemampuan (Burton & Mitchell, 2006). efektif dalam menyediakan ruang publik
Desain inklusif bertujuan untuk yang memadai, khususnya jalan
memungkinkan semua orang memiliki lingkungan yang berfungsi sangat vital bagi
kesempatan yang sama untuk Kampung Pelangi.

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
3

Seperti yang diketahui bahwa jalan Pelangi. Keenam prinsip dalam Street for
sebagai bagian dari ruang publik yang Life juga mampu menghubungkan segala
terencana dengan baik merupakan hal aspek fungsinya maupun lingkungannya
mendasar bagi permukiman yang baik (Burton & Mitchell, 2006). Namun dalam
(Baxter et al., 1998). Terlebih suatu jalan pelaksanaan penyediaan jalan yang
harus bersifat inklusif bagi semua inklusif sesuai konsep ini masih belum
penggunanya (Carmona, Gabrieli, memenuhi prinsip- prinsipnya, terutama
Hickman, Laopoulou, & Livingstone, 2017). dari aspek kenyamanannya. Hal
Sebuah jalan harus mampu melayani tersebutlah yang menjadi dasar penelitian
kebutuhan ruang pergerakan atau sehingga menimbulkan pertanyaan
mobilitas penggunanya dan mampu penelitian tentang bagaimana kebutuhan
beradaptasi dengan karakteristik elemen desain jalan yang inklusif di
lingkungannya (Kehagia, 2017). Jalanan Kampung Pelangi sehingga nantinya dapat
harus memenuhi berbagai fungsi yang menunjang segala aktivitas didalamnya,
kompleks untuk memenuhi kebutuhan baik sebagai tempat bermukim maupun
orang-orang sebagai tempat tinggal, tempat berwisata sesuai dengan
bekerja dan bergerak guna mengurangi karakteristik lingkungannya.
potensi konflik antar berbagai tujuan (Davis
& Huxford, 2009). Tujuan penelitian yang dilakukan
yaitu merumuskan kebutuhan elemen
Inklusif dalam konteks desain jalan yang inklusif di Kampung
pembangunan kampung Pelangi sebagai Pelangi Semarang. Sasaran untuk
kampung wisata ini berupa terwadahinya mewujudkan tujuan dari penelitian yang
segala kebutuhan jalan lingkungan oleh dilakukan yaitu:
penggunanya untuk menunjang aktivitas
yang ada di Kampung Pelangi sesuai 1. Menganalisis karakteristik pengguna
kondisi lingkungan yang ada. Desain yang dan aktivitas pengguna jalan di
inklusif harus selalu berkembang untuk Kampung Pelangi
mengakomodasi pengguna sehingga perlu 2. Menganalisis kebutuhan elemen
desain jalan lingkungan yang inklusif
memahami kebutuhan, keinginan dan
menurut perspektif pengguna jalan
harapan dari pengguna (Fleck et al., 2004).
3. Menganalisis kebutuhan elemen
Ini berarti bahwa jalan harus dirancang
untuk memudahkan semua pengguna baik desain jalan lingkungan yang inklusif
penduduk maupun wisatawan dalam menurut perspektif ahli
mengakses jalan. Jalan harus memiliki 4. Merumuskan prioritas kebutuhan
ruang untuk dapat mengakomodasi semua elemen desain jalan lingkungan yang
jenis aktivitas dimana cara tiap-tiap orang inklusif di Kampung Pelangi
dalam menggunakan jalan sangatlah
bervariasi. Misalnya kebanyakan wanita
atau lansia menghabiskan sebagian besar Metode
waktunya di dekat rumah dan memilih
fasilitas yang aman dan mudah diakses, Metode yang digunakan dalam
Anak-anak membutuhkan jalan yang aman penelitian yaitu menggunakan mix
dan mudah diakses dimana mereka harus methods. Pendekatan mix method yang
bisa berjalan atau bersepeda ke sekolah di digunakan yaitu dengan
dekat rumah mereka dan bermain tanpa mengkombinasikan metode kualitatif dan
rasa takut dari kendaraan, Orang-orang metode kuantitatif. Mix method merupakan
dengan mobilitas terbatas yang aman, metode yang dilakukan dengan
penerangan baik dan terawat dengan baik menggabungkan antara metode kualitatif
pada suatu jalan dan wisatawan yang dan metode kuantitatif (Sugiyono, 2010).
membutuhkan jalan untuk sekedar Penelitian mix method dilakukan dengan
berkeliling kampung wisata tematik. cara mengumpulkan, menganalisis data,
kemudian mengintegrasikan temuan
Konsep Street for Life diterapkan dalam hingga kesimpulan dirumuskan melalui
penciptaan desain inklusif bagi perpaduan metode penelitian kualitatif dan
keberlanjutan jalan lingkungan di Kampung kuantitatif dalam menjawab pertanyaan

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
4

penelitian pada sebuah penelitian yang mereka, serta landasan identitas mereka
sama (Mertens, 2010). Mix method tentu (UN-Habitat, 2015). UN-Habitat sebagai
berguna disaat metode kuantitatif maupun lembaga internasional juga telah
metode kualitatif sendiri tidak dapat akurat merumuskan agenda pembangunan
dalam memahami masalah penelitian. berkelanjutan yang bernama Sustainable
Development Goals 2016-2030. Agenda
Pada awalnya, dilakukan pendekatan tersebut merupakan kerjasama global
kuantitatif melalui analisis kebutuhan dalam rangka pembangunan internasional
desain dari pengguna jalan yaitu yang bertujuan untuk membangun suatu
masyarakat dan wisatawan dengan kota dan pemukiman yang inklusif, aman,
penyebaran kuesioner. Selanjutnya tangguh dan berkelanjutan dalam
rumusan hasil tersebut akan ditanyakan menghadapi kehidupan dunia saat ini.
kepada para ahli untuk dapat dibuat skala Salah satu yang menjadi target agenda
prioritas atau elemen-elemen yang paling didalam SDGs 2016-2030 ini yaitu
penting. Oleh karena itu, model sequence penyediakan akses universal ke ruang-
dinilai cocok untuk merumuskan kebutuhan ruang hijau dan ruang publik yang aman,
elemen desain yang sesuai dengan inklusif dan mudah diakses, terutama bagi
kebutuhan dalam menciptakan jalan yang perempuan dan anak-anak, orang tua dan
inklusif di Kampung Pelangi. Sehingga data penyandang cacat (Garau, 2015).
yang dihasilkan juga berupa data yang Penjelasan-penjelasan tersebut dapat
lebih komprehensif dan berkualitas. menegaskan terkait pentingnya
ketersediaan ruang publik pada suatu
ruang kota yang bermanfaat bagi
Kajian Teori kehidupan masyarakat perkotaan.

Elemen Pembentuk Ruang Publik


Jalan sebagai Ruang Publik
Definisi Ruang Publik Ruang publik yang baik adalah
ruang publik yang disediakan dengan
Ruang-ruang publik adalah tempat-
memperhatikan kualitasnya dengan baik
tempat yang dimiliki oleh masyarakat
pula. Terdapat 8 elemen untuk menilai
umum untuk dapat diakses dan dinikmati
kualitas suatu ruang publik yang meliputi
oleh semua kalangan secara gratis tanpa
aktivitas masyarakat, bentuk fisik dan
motif mencari keuntungan. Ruang publik
aksesoris lainnya hingga managemen
yang memadai merupakan prasyarat bagi
pengelolaannya (Darmawan, 2009).
suatu kota dan daerah untuk berfungsi
Elemen-elemen tersebut antara lain:
secara efisien dan adil (UN-Habitat, 2015).
Dalam perencanaan kota, ruang publik 1. Aktivitas dan fungsi campuran
digambarkan sebagai ruang terbuka 2. Ruang publik dan khusus
seperti jalan-jalan, taman dan area
rekreasi, plaza dan ruang terbuka yang 3. Pergerakan dan keramahan
dimiliki dan dikelola secara publik lainnya pedestrian
yang tentu menjadi lawan dari domain 4. Skala manusia dan kepadatan
pribadi perumahan dan tempat kerja atau 5. Struktur, kejelasan dan identitas
private area (Tonnelat, 2004). Selain itu, 6. Kerapian, keamanan dan
ruang publik juga menjadi tempat di mana kenyamanan
orang melakukan contact satu sama lain
7. Manajemen kota
(Kohn, 2008). Begitu juga dikatakan oleh
(Carmona, de Magalhães, & Hammond, 8. Beragam visual menarik
2008) bahwa ruang kota harus memiliki
Selain itu, menurut (Project for
ruang publik yang dapat mempertahankan
Public Spaces, 2018b) didalam bukunya
interaksi sosial antar penduduk.
yang berjudul “PLACEMAKING: What if we
Ruang publik menjadi elemen kunci built our cities around places?” disebutkan
dari kesejahteraan individu dan sosial, bahwa sebagian besar suatu tempat
tempat-tempat kehidupan komunitas, meliputi ruang publik yang bagus memiliki
ekspresi keragaman, alami dan budaya 4 atribut kunci atau elemen dan juga

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
5

terdapat variabel dan atribut penilaian yang dengan menghilangkan hambatan tentang
merupakan turunan dari masing- masing perbedaan kemampuan sehingga setiap
elemen yaitu: orang dapat berpartisipasi secara setara
dalam kehidupan sehari-hari (CABE,
1. Access & Linkages 2006). Desain inklusif adalah desain yang
Dapat diakses serta terkoneksi dengan dapat diakses dan mampu melayani
baik ke tempat-tempat penting lainnya sebanyak mungkin orang tanpa perlu
di daerah tersebut, adaptasi atau desain khusus (Keates,
2. Comfort & Image 2005). Kedua teori tersebut bisa mewakili
banyak teori lainnya tentang pengertian
Merasa nyaman serta
dari desain inklusif. Kedua teori tersebut
memproyeksikan citra penampilan dapat disimpulkan bahwa desain inklusif
yang baik, adalah suatu desain yang dapat digunakan
3. User & Activities dan dimanfaatkan bagi semua kalangan
Menarik orang untuk berpartisipasi orang tanpa membedakan kemampuan
dalam kegiatan di lokasi, fisik setiap orang.
4. Sociability Dalam prosesnya, penciptaan
Lingkungan yang ramah di mana orang desain yang inklusif harus sesuai dengan
ingin berkumpul dan berkunjung lagi. kebutuhan para penggunanya (Waller,
Bradley, Hosking, & Clarkson, 2015).
Jalan Bagian dari Ruang Publik Berawal dari kebutuhan penggunalah akan
menentukan seperti apakah
Tipologi ruang terbuka public pengembangan konsep desain yang
menurut (Carr, Stephen, Francis, Rivlin, & inklusif bagi penggunanya. Berdasarkan
Stone, 1992) dan (Darmawan, 2009) penjelasan diatas, dapat disimpulkan
sangatlah beragam dan bervariasi, salah bahwa desain yang inklusif yaitu rancangan
satunya adalah jalan. Suatu jalan desain yang meliputi objek sekitar lainnya
direncanakan kemudian dirancang untuk dan harus dapat dimanfaatkan atau
melayani mobilitas masyarakat sehingga diakses dengan mudah oleh berbagai
dapat meningkatkan produktivitas ekonomi macam pengguna sesuai dengan
serta keterlibatan sosial. Salah satu fungsi kebutuhannya.
dasar ruang publik-jalan adalah
memungkinkan orang untuk dapat Elemen Desain Jalan
bergerak dan mendapat akses ke suatu
tempat dengan berjalan kaki, sepeda atau Unsur-unsur yang membentuk
transportasi lainnya (UN-Habitat, 2015). jalan- jalan kota dari trotoar hingga jalur
Perkembangan teknologi tentu perjalanan ke tempat pemberhentian
mempengaruhi sikap serta perilaku transit semua bersaing untuk mendapatkan
manusia yang kemudian berpengaruh ruang dalam jalan yang terbatas. Kriteria
pada rencana tipologi ruang terbuka kota. desain menyajikan pendekatan yang
konsisten untuk merancang setiap elemen
Ruang publik jalan didesain untuk dari jalan yang tepat untuk melayani publik
meminimalkan perbedaan antara yang bepergian, mendukung pola
pergerakan kendaraan, pengendara penggunaan lahan, dan mendorong
sepeda dan pejalan kaki seperti jalan pertumbuhan ekonomi wilayah setempat.
setapak, tanda-tanda, rambu lalu lintas, Terdapat elemen-elemen desain pada
penyeberangan pejalan kaki dan lainnya jalan yang dibagi menjadi 3 dengan aspek
(Prelovskaya & Levashev, 2017). yang berbeda (Pune Municipal
Corporation, 2016), yaitu:
Desain Inklusif pada Suatu Jalan
Definisi Inclusive Design 1. Street Element yang memiliki kaitan
dengan aspek mobilitas dimana semua
Inclusive design atau desain yang
inklusif memiliki pengartian dimana orang harus bisa bergerak dengan
menciptakan sebuah tempat dimana aman, lancar dan nyaman, antara lain:
semua orang dapat menggunakannya • Footpath atau Jalan Setapak

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
6

• Cycle Track atau Trek Sepeda berdasarkan Placemaking (Project for


• On Street Parking atau Parkir on Public Spaces, 2018) dan Streets for Life
Street (Burton & Mitchell, 2006) yang merupakan
pembaruan alami dari konsep desain
2. Safety and Comfort Element yang
inklusif ke skala lingkungan yang saat ini
memiliki kaitan dengan aspek berfokus pada produk, bangunan, dan
keselamatan dan kenyamanan dimana akses fisik ke bangunan
menjadikan jalanan aman, bersih,
menarik, dan nyaman untuk semua Aspek Kenyamanan (Comfort)
pengguna., antara lain: Kenyamanan berkaitan dengan sejauh
mana jalan memungkinkan orang untuk
• Pedestrian Road Crossings atau
mengunjungi tempat-tempat pilihan
Persimpangan Jalur Pedestrian mereka tanpa gangguan fisik atau mental
• Traffic Calming Measures dan menikmatinya. Jalan-jalan yang
• Railings atau Pagar nyaman tenang dan ramah bagi pejalan
• Bollards atau Tongkang kaki dengan layanan dan fasilitas
• Speed Breaker atau Pemutus dibutuhkan oleh semua orang. Ketika orang
merasa nyaman secara fisik dan mental,
 Kecepatan
mereka lebih terbuka, terhubung dengan
• Street Light atau Lampu Jalan orang lain, rasa keakraban yang dalam
• Street Furniture atau Furnitur Jalan datang dari rasa nyaman (Project for Public
• Traffic Signs atau Rambu Lalu Spaces, 2018). Terdapat 3 faktor untuk
 Lintas menilai kenyamanan terhadap suatu
• Road Markings atau Marka Jalan lansekap (Rahmiati, 2009) yaitu:
3. Multi Utility Zone yang memiliki kaitan 1. Kenyamanan Klimatik
dengan aspek lingkungan dimana Kenyamanan Klimatik berhubungan
jalan dapat mengurangi dampak pada dengan kesesuaian iklim yang berefek
lingkungan alami dan buatan, antara pada temperatur kulit manusia yang
lain: kemudian menimbulkan persepsi panas
• Pedestrian Road Crossings atau ataupun dingin. Menurut Laurie (1990)
untuk merasakan kenyamanan bagi
 Persimpangan Jalur Pedestrian
manusia, standar kelembabannya
• Utilities and Services atau Utilitas sebesar 40-70% dengan suhu 15-27 C
dan Layanan yang kemudian menjadi standar istilah
• Water Management atau Drainase comfort zone. Penyediaan fasilitas
• Garbage Containers atau Wadah seperti peneduh, tembok yang tinggi
 Sampah dan lainnya tentu berpengaruh dalam
kesesuaian suhu suatu jalan
• Public Toilets atau Toilet Umum
 Desain Jalan yang Inklusif 2. Kenyamanan Fisik
Kenyamanan Fisik berhubungan
Desain suatu jalan tidak bisa hanya dengan fasilitas fisik suatu objek desain
dilihat dari struktur jalannya saja, tetapi seperti kelengkapan antara fasilitas
juga harus menyangkut kesatuan dari jalan utama dengan penunjang. Fasilitas
dan sekitarnya yang membentuk wujud harus menyesuaikan dimensi manusia
suatu jalan. Desain inklusif berarti sebagai penggunanya. Misalnya lebar
merancang produk, layanan, dan jalan harus menyesuaikan volume
lingkungan yang dapat digunakan penggunanya agar dapat mewadahi
sebanyak mungkin orang, terlepas dari usia pergerakannya. Selain itu, juga terkait
atau kemampuan sehingga mudah dan dengan sirkulasi dan bentuk jalan yang
menyenangkan untuk digunakan oleh kuat, kokoh dan sebagainya.
semua anggota masyarakat dan
memungkinkan mereka untuk terus tinggal 3. Kenyamanan Visual
di rumah jika mereka mau. Terdapat Menurut Hakim (1987), Kenyamanan
prinsip-prinsip desain jalan yang inklusif Visual berhubungan dengan kesesuaian

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
7

pada kenyamanan pandangan manusia seperti kendaraan bermotor yang berlaku


terhadap objek. Keindahan suatu objek atas penggunaan pejalan kaki dan
dapat berpengaruh pada penciptaan membahayakan mobilitas tidak bermotor
kenyamanan karena mencakup (Garau, 2015).
kepuasan panca indera dan batin .
Selain itu, kebersihan juga menjadi Jalan Inklusif di Kampung Tematik
faktor pembentuk kenyamanan pada
suatu objek. Pembangunan Kampung Tematik
Kampung tematik dibangun dengan ide
Aktivitas Pengguna Jalan konsep yang membuatnya menjadi unik.
Suatu kampung tematik dapat dijadikan
Jalan sebagai ruang publik tentunya sebagai tempat wisata baru dengan
harus bisa melayani kebutuhan para pemandangan kampung yang menarik
pengguna, yang artinya setiap pengguna (Lorens, 2011). Warga lokal dapat
memiliki hak-hak dalam menggunakannya. berpartisipasi dalam melindungi identitas
Didalam buku yang berjudul “Streets as budaya dan lingkungan alam, serta
Places: Using Streets to Rebuild meregenerasi perekonomian dan sosial
Communities” juga dikatakan terkait Public mereka sendiri (Russell & others, 2000).
Space Bill Rights yang menjelaskan bahwa Sehingga pembangunan kampung wisata
setiap orang harus memiliki hak pada suatu tematik dapat berkelanjutan.
ruang publik untuk :

 Berjalan dan berjalanlah dengan


nyaman Hasil dan Analisis
 Duduk di tempat yang bagus dan Karakteristik dan Aktivitas Pengguna
nyaman Jalan di Kampung Pelangi
 Bertemu dan berbicara — secara
Tabel 1: Karakteristik dan Aktivitas
kebetulan dan oleh desain Pengguna Jalan di Kampung Pelangi
 Menikmati tempat yang menyenangkan
Moda Jam penggunaan jalan
untuk pergi ke dan tempat yang Jenis
Pengguna
Umur Penggunaan
Aktivitas Penggunaan
Jalan
Pagi Siang Sore Malam
05.00- 12.00- 15.00- 18.00-

 nyaman untuk berhenti


Jalan 11.59 15.00 18.00 20.00
Anak- kurang kurang
< 15 Jalan kaki Bersekolah, Bermain ramai ramai

 Melihat hal-hal yang menarik di


Anak ramai ramai

Jalan kaki, Bersekolah, Bekerja, kurang kurang


Remaja 15-25 ramai
ramai
ramai
Sepeda Motor Berkumpul dengan tetangga
sepanjang jalan Dewasa 25-60
Jalan kaki, Bekerja, Berkumpul dengan
ramai
kurang
ramai
ramai
kurang
ramai
Sepeda Motor tetangga
 Melihat tempat-tempat yang menarik Lansia >60 Jalan kaki
Belanja, Berkumpul dengan
tetangga
ramai
kurang
ramai
ramai

 Merasa aman di lingkungan publik Wisatawan 15-60 Jalan kaki


Jalan-jalan, Berfoto-foto,
Berinteraksi satu sama lain
kurang
ramai
kurang
ramai
ramai

 Menikmati didalam memperhatikan


orang lain di sekitar mereka (Sumber: Hasil Survei, 2019)

Jalan atau ruang perencanaan yang


baik menjadi hal dasar bagi permukiman
yang baik. Jalan harus dirancang agar
dapat menciptakan interaksi sosial serta
memfasilitasi pergerakan pengguna
(Taylor, Thorne, Cameron, Armishaw, &
Yahiadui, 1998). Wujud jalan yang sukses
harus bersifat inklusif bagi semua
penggunanya, meliputi pejalan kaki,
pesepeda, pengendara sepeda motor,
pemilik kendaraan pribadi, dan lainnya
(Carmona, Gabrieli, Hickman, Laopoulou,
& Livingstone, 2017). Namun sebagai Gambar 1: Peta Persebaran Aktivitas
ruang publik, muncul permasalahan Pengguna Jalan di Kampung Pelangi
dimana memiliki kerentanan terhadap satu (Sumber: Hasil Analisis, 2019)
penggunaan yang mendominasi orang lain

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
8

Tabel 2: Karakteristik Jalan di Kampung Gambar 3: Hasil Penilaian Kebutuhan


Pelangi (1) Elemen Desain Jalan oleh Remaja
Kode Tipe Jenis Kelengkapan Ketersediaan
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
Mobilitas Bentuk Konektivitas Kelengkapan Utilitas
Jalan Jalan Jalan Fasilitas Jalan Parkir
Tempat Sampah,
Sepeda Motor, Jaringan Listrik,
A Jalan Lokal Jalan Lokal
Pejalan Kaki
Jalan Terhubung Lampu, Speed
Breaker Drainase
Tersedia
Berdasarkan hasil tersebut,
Pedestrian Jalan Sepeda Motor, Tempat Sampah, Jaringan Listrik,
B
Sidewalk Inspeksi
Jalan
Pejalan Kaki
Sepeda Motor,
Jalan
Jalan,
Terhubung
Lampu
Tempat Sampah,
Drainase
Jaringan Listrik,
Tersedia
kebutuhan elemen desain jalan menurut
C Gang Kecil Terhubung Tersedia

D
Tangga/
Lingkungan
Jalan
Pejalan Kaki

Pejalan Kaki
Tangga
Jalan, Sebagian
Lampu
Tempat Sampah,
Drainase
Jaringan Listrik,
Tidak Tersedia
remaja pada Aspek Kenyamanan yaitu
lorong Kecil Lingkungan Tangga Jalan Buntu Lampu Drainase
Kenyamanan Visual, dimana remaja
(Sumber: Hasil Survei, 2019)
membutuhkan jalan yang bersih dan juga
Tabel 3: Karakteristik Jalan di Kampung Kenyamanan Fisik yaitu jalan yang tidak
Pelangi (2) licin
Kode Lebar Kapasitas Bahan Kualitas Dewasa
Jalan Jalan Jalan Konstruksi Jalan Jalan
A 3-4 Meter Mobil bisa lewat Aspal Baik
B 1-3 Meter 2-3 orang Aspal, Semen Baik
C 2-4 Meter 2-3 orang Semen, Paving Baik dan Kurang Baik
D 1-2 Meter Hanya 1-2 Orang Semen, Paving Baik dan Kurang Baik

(Sumber: Hasil Survei, 2019)

Kebutuhan Elemen Desain Jalan yang


Inklusif Menurut Persepsi Pengguna
Jalan

Anak-anak
Gambar 4: Hasil Penilaian Kebutuhan
Elemen Desain Jalan oleh Dewasa
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)

Berdasarkan hasil tersebut,


kebutuhan elemen desain jalan menurut
orang dewasa pada Aspek Kenyamanan
yaitu Kenyamanan Klimatik, dimana orang
dewasa membutuhkan peneduh alami
(pohon) agar tidak kepanasan
Gambar 2: Hasil Penilaian Kebutuhan
Elemen Desain Jalan oleh Anak-anak Lansia
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)

Berdasarkan hasil tersebut,


kebutuhan elemen desain jalan menurut
anak-anak pada Aspek Kenyamanan yaitu
Kenyamanan Klimatik, dimana anak-anak
membutuhkan peneduh alami (pohon) agar
tidak kepanasan dan juga Kenyamanan
Fisik yaitu jalan yang tidak licin

Remaja
Gambar 5: Hasil Penilaian Kebutuhan
Elemen Desain Jalan oleh Lansia
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)

Berdasarkan hasil tersebut,


kebutuhan elemen desain jalan menurut
lansia pada Aspek Kenyamanan yaitu
Kenyamanan Visual, dimana lansia
membutuhkan jalan yang bersih

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
9

Wisatawan B5 Jalan tidak licin ketika dilalui Kenyamanan


B6 Tersedia tempat duduk yang nyaman Fisik
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)

Anak-anak

Hasil dari pembobotan antara


kriteria dengan alternatif kriteria yang
kemudian dapat diketahui bahwa:

 Pada Kriteria Kenyamanan Klimatik,


Terdapat peneduh alami (pohon) agar
Gambar 6: Hasil Penilaian Kebutuhan tidak kepanasan (B2) menjadi alternatif
Elemen Desain Jalan oleh Wisatawan kriteria paling penting daripada
(Sumber: Hasil Analisis, 2019) alternatif lainnya dengan nilai 0.020
Berdasarkan hasil tersebut,  Pada Kriteria Kenyamanan Visual,
kebutuhan elemen desain jalan menurut Jalan yang bersih (B4) menjadi
wisatawan pada Aspek Kenyamanan yaitu alternatif kriteria paling penting
Kenyamanan Fisik, dimana wisatawan daripada alternatif lainnya dengan nilai
membutuhkan jalan yang tidak licin 0.137
Kebutuhan Elemen Desain Jalan yang  Pada Kriteria Kenyamanan Fisik, Jalan
Inklusif Menurut Persepsi Ahli tidak licin ketika dilalui (B5) menjadi
alternatif kriteria paling penting
Aspek Kenyamanan suatu jalan daripada alternatif lainnya dengan nilai
dalam penelitian ini dinilai dari 3 hal, yaitu
0.069
Kenyamanan Klimatik, Visual dan Fisik.

Ketiga hal tersebut diolah melalui Remaja


AHP sehingga dapat dihasilkan Hasil dari pembobotan antara
prioritasnya seperti pada gambar berikut kriteria dengan alternatif kriteria yang
kemudian dapat diketahui bahwa:

 Pada Kriteria Kenyamanan Klimatik,


Terdapat peneduh alami (pohon) agar
tidak kepanasan (B2) menjadi alternatif
kriteria paling penting daripada
alternatif lainnya dengan nilai 0.026
 Pada Kriteria Kenyamanan Visual,
Jalan yang bersih (B4) menjadi
alternatif kriteria paling penting
daripada alternatif lainnya dengan nilai
0.092
Gambar 7: Pohon Hirarki  Pada Kriteria Kenyamanan Fisik, Jalan
(Sumber: Hasil Analisis, 2019) tidak licin ketika dilalui (B5) menjadi
alternatif kriteria paling penting
Tabel 3: Keterangan Kode Alternatif
Kriteria AHP Aspek Kenyamanan daripada alternatif lainnya dengan nilai
0.109
Kode Keterangan Sub-Variabel
B1 Terdapat peneduh buatan (kanopi) agar
tidak kepanasan Kenyamanan
Dewasa
B2 Terdapat peneduh alami (pohon) agar Klimatik
tidak kepanasan Hasil dari pembobotan antara
B3 Jalan didesain menarik dan unik Kenyamanan kriteria dengan alternatif kriteria yang
B4 Jalan yang bersih Visual
kemudian dapat diketahui bahwa:

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
10

• Pada Kriteria Kenyamanan Klimatik, alternatif kriteria paling penting


Terdapat peneduh alami (pohon) agar daripada alternatif lainnya dengan nilai
tidak kepanasan (B2) menjadi alternatif 0.110
kriteria paling penting daripada • Pada Kriteria Kenyamanan Fisik, Jalan
alternatif lainnya dengan nilai 0.026 tidak licin ketika dilalui (B5) menjadi
• Pada Kriteria Kenyamanan Visual, alternatif kriteria paling penting
Jalan yang bersih (B4) menjadi daripada alternatif lainnya dengan nilai
alternatif kriteria paling penting 0.099
daripada alternatif lainnya dengan nilai
0.092 Perumusan Prioritas Kebutuhan Elemen
 Pada Kriteria Kenyamanan Fisik, Jalan Desain Jalan yang Inklusif
tidak licin ketika dilalui (B5) menjadi
Tabel 4: Perbandingan Prioritas antara
alternatif kriteria paling penting Pengguna Jalan dengan Ahli
daripada alternatif lainnya dengan nilai
0.109

Lansia

Hasil dari pembobotan antara


kriteria dengan alternatif kriteria yang
kemudian dapat diketahui bahwa:

• Pada Kriteria Kenyamanan Klimatik,


Terdapat peneduh alami (pohon) agar
tidak kepanasan (B2) menjadi alternatif
kriteria paling penting daripada
alternatif lainnya dengan nilai 0.074
• Pada Kriteria Kenyamanan Visual,
Jalan yang bersih (B4) menjadi
alternatif kriteria paling penting
daripada alternatif lainnya dengan nilai
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
0.053
• Pada Kriteria Kenyamanan Fisik, Jalan Berdasarkan Tabel diatas, tidak
tidak licin ketika dilalui (B5) menjadi terdapat perbedaan pendapat antara
alternatif kriteria paling penting pengguna jalan dengan ahli. Kolom abu-
daripada alternatif lainnya dengan nilai abu pada tabel Sub-Aspek merupakan
prioritas menurut para ahli bagi masing-
0.100
masing pengguna jalan.
Wisatawan

Hasil dari pembobotan antara


kriteria dengan alternatif kriteria yang
kemudian dapat diketahui bahwa:

• Pada Kriteria Kenyamanan Klimatik,


Terdapat peneduh alami (pohon) agar
tidak kepanasan (B2) menjadi alternatif
kriteria paling penting daripada
alternatif lainnya dengan nilai 0.018
 Pada Kriteria Kenyamanan Visual,
Jalan yang bersih (B4) menjadi

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
11

Anak-anak Lansia

Gambar 11: Kebutuhan Elemen Desain


Gambar 8: Kebutuhan Elemen Desain Bagi Lansia di Kampung Pelangi
Bagi Anak-anak di Kampung Pelangi (Sumber: Hasil Analisis, 2019)
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
Wisatawan
Remaja

Gambar 12: Kebutuhan Elemen Desain


Gambar 9: Kebutuhan Elemen Desain Bagi Wisatawan di Kampung Pelangi
Bagi Remaja di Kampung Pelangi (Sumber: Hasil Analisis, 2019)
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)

Dewasa
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini


dirangkum berdasarkan data-data yang
telah dianalisis oleh penulis untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang
telah dirumuskan. Berikut poin-poin penting
yang menjadi kesimpulan dalam penelitian
ini terkait kebutuhan elemen desain yang
disampaikan dimana berbeda-beda
tergantung dari kebutuhan masing-masing
Gambar 10: Kebutuhan Elemen Desain pengguna jalan:
Bagi Dewasa di Kampung Pelangi • Penduduk Anak-anak, Wisatawan dan
(Sumber: Hasil Analisis, 2019)
Ahli menilai lebih membutuhkan

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
12

elemen desain berikut untuk penilaian seluruh penduduk lokal yang


menciptakan jalan yang inklusif di tinggal di Kampung Pelangi maupun
Kampung Pelangi yaitu Jalan yang seluruh wisatawan yang datang
bersih pada semua jalan yang ada di dengan periode tahun 2019. Fokus
Kampung Pelangi agar anak-anak penelitian ini yaitu menghasilkan
lebih nyaman dengan penampilan masukan tentang kebutuhan desain
jalan dalam melakukan aktivitasnya. apa saja yang harus disediakan dalam
• Penduduk Remaja, Dewasa, Lansia penciptaan jalan yang ada di Kampung
dan Ahli menilai lebih membutuhkan Pelangi sehingga semua pengguna
elemen desain berikut untuk dapat mengaksesnya secara nyaman
menciptakan jalan yang inklusif di dan aman. Hasil penelitian ini
Kampung Pelangi yaitu Jalan tidak licin kemudian dapat dijadikan masukan
ketika dilalui agar remaja dapat melalui bagi pemerintah kota semarang
jalan yang curam dengan nyaman khususnya untuk membangun atau
yang tidak membuatnya terpeleset. menciptakan jalan yang inklusif bagi
pengguna jalan di Kampung Pelangi.
Berdasarkan hasil diatas dapat
dilihat bahwa setiap pengguna jalan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dan juga kebutuhan yang berbeda pula. Daftar Pustaka
Diantara semua pengguna jalan di
Kampung Pelangi, mayoritas Penduduk Budiharjo, E. (1992). Sejumlah masalah
Orang Dewasa yang menggunakan jalan pemukiman kota. Alumni.
sehingga kebutuhan-kebutuhannya dapat
Burton, E., & Mitchell, L. (2006). Inclusive
dijadikan prioritas dalam penyediaan
Urban Design street for life.
kebutuhan elemen desain jalan lingkungan
yang inklusif CABE. (2006). The principles of inclusive
design (They include you.).

Carmona, M., de Magalhães, C., &


Saran
Hammond, L. (2008). Public space:
Saran atau Rekomendasi The management dimension. In Public
dirangkum berdasarkan poin-poin Space: The Management Dimension.
kesimpulan dalam penelitian ini. Berikut https://doi.org/10.4324/978020392722
rekomendasi yang dihasilkan yaitu: 9

1. Penerapan desain jalan yang inklusif Carmona, M., Gabrieli, T., Hickman, R.,
pada Kampung Pelangi harus sesuai Laopoulou, T., & Livingstone, N.
(2017). Street appeal : The value of
dengan kebutuhan dari para
street improvements. (March).
penggunanya. Pengguna jalan di https://doi.org/10.1016/j.progress.201
Kampung Pelangi meliputi penduduk 7.09.001
lokal dan juga wisatawan, mulai dari
anak-anak, remaja, dewasa hingga Carr, S., Stephen, C., Francis, M., Rivlin, L.
G., & Stone, A. M. (1992). Public
lansia sehingga seluruh aktivitas yang
space. Cambridge University Press.
dilakukan oleh pengguna jalan harus
dapat di akomodasi dengan baik Darmawan, E. (2009). Ruang Publik dalam
sesuai dengan karakteristik lingkungan Arsitektur Kota. Badan Penerbit
yang ada. Universitas Diponegoro.
2. Pada prosesnya, penelitian ini Garau, P. (2015). Global Public Space
dilakukan dengan partisipasi para Toolkit: From Global Principles to Local
pengguna yang bisa mewakili

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
13

Policies and Practice. Retrieved from Project for Public Spaces, I. (2018a). GET
www.unhabitat.org INTO YOUR COMFORT ZONE: FIVE
INDICATORS OF COMFORT IN
Hakim, R. (1987). Unsur perancangan PUBLIC SPACES. Retrieved from
dalam arsitektur lansekap. Bina https://www.pps.org/article/get-into-
Aksara. your-comfort-zone
Heylighen, A., Van der Linden, V., & Van Project for Public Spaces, I. (2018b).
Steenwinkel, I. (2017). Ten questions WHAT MAKES A SUCCESSFUL
concerning inclusive design of the built PLACE? Retrieved from
environment. Building and https://www.pps.org/article/grplacefeat
Environment, 114, 507–517.
https://doi.org/10.1016/j.buildenv.2016 Pune Municipal Corporation. (2016). Urban
.12.008 Street Design Guidelines PUNE.

Hogan, P. (2004). Good design enables, Rahmiati, M. (2009). Studi Aspek


bad design disables. EIDD Design for Kenyamanan Ruang Pedestrian
All Declaration. Internal draft. Penggunaannya Pada Kawasan Jalan.

Keates, S. (2005). BS 7000-6: 2005 Design Russell, P., & others. (2000). Community-
management systems. Managing based tourism. Travel & Tourism
inclusive design. Guide. Analyst, (5), 89–116.

Kohn, M. (2008). Homo spectator: Public Setiawan, B. (2010). Kampung Kota dan
space in the age of the spectacle. Kota Kampung: Potret Tujuh Kampung
https://doi.org/10.1177/019145370808 di Kota Jogja. Pusat Studi Lingkungan
9194 Hidup Universitas Gadjah Mada.

Laurie, M. (1990). Pengantar kepada Taylor, D., Thorne, R., Cameron, A.,
arsitektur pertamanan. Bandung: Armishaw, L., & Yahiadui, T. (1998).
Intermata. Places, Streets and Movement; A
companion guide to Design Bulletin 32
Lorens, P. (2011). Theming urban spaces - Residential Roads and Footpaths. In
in post-socialist cities. 47th ISOCARP Office. https://doi.org/10.1016/S0386-
Congress 2011. 1112(14)60196-5
Martuti, N. K. T. (2019). PREFERENSI Tonnelat, S. (2004). The sociology of urban
MASYARAKAT TERHADAP public spaces. Sino French Urban
PROGRAM KAMPUNG TEMATIK DI Planning Conference (SFURP), 1–10.
KOTA SEMARANG. Jurnal Riptek, UN-Habitat. (2015). Issue Papers and
11(2), 11–22.
Policy Units of the Habitat III Conference.
Mertens, D. M. (2010). Transformative Issue Paper on Urban- Rural Linkages,
mixed methods research. Qualitative (April).
Inquiry, 16(6), 469–474.
Waller, S., Bradley, M., Hosking, I., &
Pradinie, K., Navastara, A. M., & Martha, K. Clarkson, P. J. (2015). Making the
D. E. (2016). Who’s Own the Public case for inclusive design. Applied
Space?: The Adaptation of Limited Ergonomics, 46, 297–303.
Space in Arabic Kampong. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 227,
693–698.

Prelovskaya, E., & Levashev, A. (2017).


Modern approach of street space
design. Transportation Research
Procedia, 20, 523–528.

TERAKREDITASI : 36/E/KPT/2019 Tesa Arsitektur Volume 19 | Nomor 1 | 2021


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367

Anda mungkin juga menyukai