Anda di halaman 1dari 50

Keberagaman

Dalam Populasi
Kota – Relevansi
untuk Aksesibilitas
Universal
MATERI CAPACITY BUILDING
DESAIN UNIVERSAL KOTAKU
<BULAN>, 2020

1
Tujuan
Peserta memahami keragaman masyarakat yang perlu
diakomodir dalam perancangan infrastruktur, dan
kebutuhan spesifik berbagai golongan masyarakat

Agenda dan Kegiatan Pelatihan


• Paparan
• Kerja kelompok
Konten • Presentasi peserta
• Diskusi
Modul 2A Durasi
• 2 JPL (90 menit)

Referensi Utama
• Maftuhin, A. (2017). Mendefinisikan Kota Inklusif: Asal-Usul, Teori, dan
Indikator. Tata Loka, 19(2), 93-103. doi:10.14710/tataloka.19.2.93-103
• Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training
Handbook - Who do We Design for?. Cardiff: Welsh Government. Retrieved
12 18, 2019, from https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-
cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
• Jackson, Mary Ann. (2018). Models of Disability and Human Rights: Informing
the Improvement of Built Environment Accessibility for People with Disability at
Neighborhood Scale. Laws, 7, 10, 1 – 21 doi: 10.3390/laws7010010
Daftar Isi
A. Mengapa Perlu Mengenal Keberagaman
Dalam Merancang Infrastruktur dan
Fasilitas Publik?
B. Penekanan Pada Kebutuhan Penyandang
Disabilitas Dalam Desain Infrastruktur
Akses Universal
C. Mengenali Karakteristik dan Kebutuhan
Beragam Kelompok Pengguna
Infrastruktur dan Sarana Publik
Mengapa Perlu
Mengenal
Keberagaman
Dalam
Merancang
Infrastruktur
dan Fasilitas
Publik?

4
Kenapa penting untuk memperhatikan
keberagaman?

………………..

5
Aksesibilitas Universal Membutuhkan Pendekatan
Terintegrasi: Infrastruktur Aksesibel, Rehabilitasi, dan
Perubahan Sikap

Sumber gambar: (‘Manual Making PRSP Inclusive: 6.1.1 The four


models’, n.d.) dalam Maftuhin, A. (2017). Mendefinisikan Kota Inklusif:
Desain infrastruktur aksesibel Penekanan pada modul ini Asal-Usul, Teori, dan Indikator. Tata Loka, 19(2), 93-103.
doi:10.14710/tataloka.19.2.93-103
oleh professional saja
Tujuan Akhir Desain/ Aksesibilitas
Universal: Kota Inklusif
 Terdapat berbagai macam definisi untuk ‘Kota
Infrastruktur
Inklusif’ di tingkat internasional: berperan penting
Inklusi Spasial:
 Kota ramah perempuan dalam memastikan
Akses terhadap tanah,
 Kota ramah anak dan lansia rumah, dan layanan publik akses dan inklusi
 Kota ramah penyandang disabilitas spasial, sosial dan
ekonomi dalam
 Penyediaan layanan pokok bagi kalangan ekonomi
lingkungan kota
lemah

 Namun pada prinsipnya, dapat dikatakan Inklusi Sosial: Inklusi Ekonomi:


bahwa “sebuah kota inklusif adalah kota yang Akses bagi Akses
menghargai seluruh warga (semua orang), individu untuk kesempatan
beserta kebutuhan mereka dengan setara”1., berpartisipasi kerja,
dan dengan demikian, semestinya mencakup dalam pendidikan,
seluruh golongan warga perkotaan yang diacu kehidupan sumber
di atas bermasyarakat pembiayaan

1. Commentary: What We Mean By ‘Inclusive Cities’ – The Informal City Dialogues. (2013, January 28). Retrieved 20 June 2020, from https://nextcity.org/informalcity/entry/commentary-what-
wemean-by-inclusive-cities
2. Sumber gambar: dimodifikasi dari The World Bank. (2015). World Inclusive Cities Approach Paper. Retrieved 20 June 2020, from:
http://documents.worldbank.org/curated/en/402451468169453117/pdf/AUS8539-REVISED-WP-P148654-PUBLIC-Box393236B-Inclusive-Cities-Approach-Paper-w-Annexes-final.pdf 7
Siapa yang dimaksud dengan semua orang?

Pemberi layanan public: bapak petugas


sampah, tukang air, dll?

Turis/ model selebgram/ orang Ibu – ibu yang sedang membawa


Pedagang keliling/ PKL, dll?
lewat yang membawa tas/ koper? barang, menuju tempat upacara? 8
Aspek – Aspek Keberagaman Dalam Masyarakat
 Bermacam variable/ factor individual dapat menimbulkan Disabilitas
kebutuhan yang beragam antar setiap kelompok termasuk
masyarakat. dalam aspek
keberagaman
 Faktor – factor ini pada umumnya tidak berdiri sendiri, “Kemampuan
melainkan bergabung membentuk suatu kebutuhan Fisik”
kelompok. Beberapa di antaranya membutuhkan
perhatian khusus.
 Misalnya:
 (Fisik) Penyandang disabilitas pergerakan, yang membutuhkan
alokasi ruang lebih, untuk pergerakan dengan kursi roda
 Kelompok remaja putra/ putri (usia dan gender), yang
seringkali membutuhkan ruang aktivitas aktif (e.g. lapangan
olahraga) (kebiasaan dan kegiatan rekreasi) Didiskusikan pada
bagian selanjutnya…
1. Sumber diagram: dimodifikasi dari “Diversity Wheel”, dalam
Gardenswartz, Lee and Anita Rowe. Managing Diversity: A Complete Faktor pribadi (internal)
Desk Reference and Planning Guide. Ed. Jeffrey Krames. United
States: McGraw Hill, 1998*
2. “Diversity Wheel” di sini tidak memasukkan lapisan “organisasional”, Faktor eksternal
yang merupakan komponen terluar dari kerangka berpikir keragaman 9
Contoh Implikasi Salah Satu Variabel
Keberagaman pada Desain Infrastruktur (Usia)
 Contoh implikasi variable usia
pada penggunaan fasilitas umum
(e.g. bangku dan meja)
Warna Kisaran Usia Ukuran
Tinggi Tubuh
3 93-115

4-5 108-121

6-7 119-142

8-10 133-159

11-13 146-176.5

14-18 159-188

1. Sumber: Lampiran 1,Gambar 1.6 Dimesi Ketinggian Perabot untuk Anak, dan Tabel 1.1. Dimensi Ketinggian Perabot Untuk Anak, dari Permen PUPR no.14 tahun 2017 tentang
Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung 10
Contoh Implikasi Salah Satu Variabel Keberagaman
pada Desain Infrastruktur (Pekerjaan)

 Contoh implikasi variable pengalaman kerja


(pekerjaan) pada penggunaan ruang jalan
1. Sumber: https://www.goereshotels.com/foodtruck-rental/
2. Sumber: https://www.idntimes.com/life/inspiration/aisah/tak-disangka-pedagang-keliling-bisa-mengajarkanmu-4-hal-penting-dalam-hidup
11
Contoh Implikasi Salah Satu Variabel Keberagaman
pada Desain Infrastruktur (Pekerjaan)
Jumlah Usaha Non Pertanian Hasil Sensus Ekonomi
2016 (dalam juta). BPS, 19 Agustus 2016

Pulau Jawa 16.2

Pulau Sumatera 5

Pulau Sulawesi 2.2

Pulau Bali dan Nusa Tenggara 1.5

Pulau Kalimantan 1.4

Pulau Maluku dan Papua 0.5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

 Total jumlah usaha non pertanian di Indonesia mencapai


26,7 juta usaha
 70.8% dari jumlah ini masuk dalam kategori usaha tidak
menempati bangunan (misalnya: pedagang keliling, usaha
kaki lima, usaha dalam rumah tinggal, dst)1
1. Sumber data: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/26/70-usaha-di-indonesia-kategori-kaki-lima-dan-pedagang-keliling#
2. Sumber gambar: Potwar, K., Ackerman, J., & Seipei, J. (2015, January). Design of Compliant Bamboo Poles for Carrying Loads. Journal of Mechanical Design, 137, 1-14.
12
doi:10.1115/1.4028757
Implikasi beberapa variabel keberagaman
sekaligus pada penggunaan infrastruktur
Komposisi Penganut Agama Komposisi Penganut Agama
Prov. DKI Jakarta Prov. Bali
Aliran Kepercayaan
9%0%5% 0% 0% 0%
4% 0% 0% Budha
2%
Islam
Hindu 13% 1%
Katolik
Islam
Protestan
Katholik
82% Khonghuchu 84% Hindu
Kristen Budha

 Contoh implikasi kombinasi variable kelompok gender, etnis, agama dan kepercayaan & lokasi
geografis terhadap perilaku penggunaan infrastruktur
 % Populasi beragama Hindu di provinsi DKI Jakarta (0.19% - 14.713 jiwa)1, dan di provinsi Bali
(83.46% - 3.247.823 jiwa)2
1. Sumber data: https://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama (Disdukcapil DKI Jakarta 2018)
2. Sumber data: https://bali.bps.go.id/statictable/2018/02/15/33/penduduk-provinsi-bali-menurut-agama-yang-dianut-hasil-sensus-penduduk-2010.html (Sensus 2010) 13
Pentingnya Mengetahui Komposisi Demografi
Dasar Pada Lokasi Infrastruktur Dibangun
Piramida Populasi Kota Palu 2014 Populasi masyarakat
diatas 65 tahun keatas Jumlah Penyandang Disabilitas Tiap
adalah 10,658 (2.94% Kecamatan di Kota Palu, 2016
dari total populasi)

Populasi wanita berusia Palu Utara


15- 49 adalah 112, 271
(30.99% dari total Palu Timur
populasi)
Ulujadi

Populasi anak-anak Palu Barat


berusia 15 tahun
kebawah adalah 91,495 0 20 40 60 80 100
(25,26% dari total Source: BPS 2016 “Banyaknya Penderita Disabilitas Menurut
populasi) Kecamatan di Kota Palu, 2013-2016”
https://palukota.bps.go.id/statictable/2017/06/09/564/banyaknya
-penderita-cacat-menurut-kecamatan-di-kota-palu-2013-
2016.html

Source: BPS 2014 “Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin”
https://palukota.bps.go.id/statictable/2017/07/05/633/penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-2014.html
* Total population of elderly (people aged 65+ years old), women aged 15-49, and children below 15 years old 14
Pentingnya Mengetahui Komposisi Demografi
Dasar Pada Lokasi Infrastruktur Dibangun
• Penurunan angka Province Village Population % Village Poverty rate
Size population
kelahiran, dan migrasi aged 60+
desa-kota di Indonesia
October 2015
menciptakan kantung –
Yogyakarta Giriasih 2143 22 15.68
kantung komunitas
menua di daerah Central Java Winong 1448 19.2 19

pedesaan Indonesia West Sumatra Salo 1274 19.7 2.12


September 2016
• Angka terendah dari % North Sumatra Muaraa 1923 14.6 11.6
populasi lansia pada
Banten Sikulan 1566 11.7 22.6
studi yang direferensi ini
West Java Cacaban 1442 23.4 2.75
terletak di desa Sikulan,
di provinsi Banten East Java Bugoharjo 1657 24 14.12

(masih terletak cukup East Java Rejo Agung 2066 16.4 6.25
dekat dengan area Bali Gunung Sari 2158 19.1 12.05
metropolitan Jakarta)1 East Nusa Sei 1807 16.4 40.4
Sumber: Everyday Life in Indonesian Villages,
Tenggara Herman Damar (2014)

1. Utomo, McDonald, Utomo, Cahyadi, Sparrow. (2018, May). Social engagement and the elderly in rural Indonesia. Social Science and Medicine, 229, 22-31. doi:
10.1016/j.socscimed.2018.05.009 15
Group Activity/
Quiz/ Game

16
Group Activity…?

17
Penekanan Pada
Kebutuhan
Penyandang
Disabilitas
Dalam Desain
Infrastruktur
Akses Universal

18
Aksesibilitas Universal: Mengapa Fokus Pada
Penyandang Disabilitas? Eksklusi dari pelatihan dan
pendidikan formal Keahlian yang lebih
sedikit/ rendah
 Fokus aksesibilitas universal Kontak social
sebenarnya bukan hanya pada yang terbatas Rasa percaya diri
yang rendah
penyandang disabilitas saja, tetapi Ekspektasi
rendah dari
kepada semua kelompok rentan masyarakat dan
diri sendiri
 Namun seringkali terdapat
keterkaitan yang erat antara Eksklusi dari Kesulitan
Kesempatan
meningkatkan
disabilitas dan faktor – faktor Impairment Diskriminasi & proses politik
dan hukum
mendapatkan
hak
penghasilan
(Pelemahan) Disabilitas berkurang
lainnya yang menjadikan
kelompok penyandang disabilitas Eksklusi dari layanan kesehatan
cenderung lebih mudah masuk ke Resiko lebih tinggi dasar
untuk mengalami
dalam kategori rentan1 sakit, cedera, dan
Prioritas rendah untuk sumber daya Kesehatan yang
1. Yeo, Moore. (2003). Including Disabled People in Poverty pelemahan lebih yang bersifat terbatas (makanan, air buruk/
Reduction Work: “Nothing About Us, Without Us”. World jauh bersih, tanah, dll) pelemahan fisik
Development, 31, 3, 571-590. doi: 10.1016/S0305-
750X(02)00218-8, dari: Kurangnya dukungan dikarenakan
https://www.academia.edu/25485434/Including_Disabled_Pe biaya yang diasosiasikan dengan
Eksklusi Kemiskinan mitigasi impairment
ople_in_Poverty_Reduction_Work_Nothing_About_Us_Witho
ut_Us Lebih Lanjut Kronis 19
Distribusi Penyandang Disabilitas di Indonesia
 Berdasarkan data
Sensus Antar Penduduk
(SUPAS) 2015,
Indonesia memiliki
sebanyak 21.79 juta
penyandang disabilitas
 Sulawesi Utara Sumber: SUPAS 2015
merupakan provinsi
dengan % penduduk
penyandang disabilitas
tertinggi (11.90%)
 Sedangkan Jawa Barat
merupakan provinsi
dengan jumlah
penyandang disabilitas
tertinggi (3.8 juta jiwa)
Sumber: Profil Penduduk
Indonesia Hasil SUPAS Sumber:
2015 (BPS, 2015) (1) Tabel 7.1 SUPAS 2015. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Provinsi dan Tingkat Kesulitan
(2) Tabel L.3.1. SUPAS 2015. Jumlah Penduduk Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2015 20
Definisi Nasional & Internasional (Penyandang)
Disabilitas
 Menurut definisi UN-CRPD2  Menurut UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang
Article 1: Disabilitas
Orang dengan disabilitas mencakup mereka yang Pasal 1:
memiliki pelemahan (impairment) fisik, mental, Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
intelektual, dan sensori jangka panjang*, yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/
melalui interaksi dengan berbagai penghalang atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang dalam
lainnya dapat menghambat partisipasi penuh berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
dan efektif mereka secara setara dengan hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara
anggota masyarakat lainnya di dalam kehidupan penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
bermasyarakat. berdasarkan kesamaan hak.
*Materi pelengkap UN-CRPD menjelaskan bahwa Pasal 1  UU No. 18 tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD2
UN-CRPD, yang menyatakan bahwa ‘penyandang disabilitas
meliputi mereka yang memiliki ...’ harus diperlakukan
sebagai standar minimum, dengan memungkinkan definisi 1. Source:
yang lebih luas1” http://www.un.org/disabilities/documents/ppt/crpdbasics.ppt
Poin 1 dan Poin 2 yang akan didiskusikan dari 2. CRPD ( Convention on the Rights of Persons with Disabilities) /
Konvensi Mengenai Hak – Hak Penyandang Disabilitas
definisi penyandang disabilitas
Implikasi Poin 1: Disabilitas – Konsep yang Terus
Berkembang
• Pasal 1 dari UU No. 8 tahun 2016, dan UN-
CRPD menyebutkan bahwa “Penyandang
disabilitas meliputi mereka yang memiliki:
• Pelemahan (Impairment) fisik
• Pelemahan mental
• Pelemahan intelektual, dan
• Pelemahan sensori
Dalam jangka waktu lama…”
• Namun materi pendahuluan UN-CRPD poin (e)
menyatakan juga bahwa “disabilitas adalah
konsep yang terus berkembang”
Perencanaan infrastruktur perlu mempertimbangkan
kemungkinan perkembangan definisi penyandang
disabilitas, melalui desain yang mencakup
kebutuhan sebanyak mungkin anggota masyarakat
1. Sumber: https://www.un.org/disabilities/documents/convention/convoptprot-e.pdf 22
Implikasi Poin 1: Disabilitas – Konsep yang Terus
Berkembang (Lansia)
Persentase populasi manusia Indonesia, menurut kelompok umur (anak – anak,
produktif, lansia), 2020 - 2050
• Populasi lansia (usia 65+ tahun) 100%
Indonesia diproyeksikan akan 90%
terus meningkat 80%

% of Population
• Pada tahun 2020, % populasi 70%
lansia berada pada 6.26% dari 60%
total populasi Indonesia 50%
• Pada tahun 2050, % populasi 40%
lansia diproyeksikan berada pada 30%
15.86% 20%
10%
Population ages 65 and above (% of total population)
0%
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039
2040
2041
2042
2043
2044
2045
2046
2047
2048
2049
2050
Population ages 15-64 (% of total population)

Population ages 0-14 (% of total population) Year


Sumber: Population Estimates and Projections, World Bank Group, from https://datacatalog.worldbank.org/dataset/population-estimates-and-projections
23
Implikasi Poin 1: Disabilitas – Konsep yang Terus
Berkembang (Lansia)
Angka ketergantungan Indonesia pada tahun 2050 Angka Ketergantungan (Dependency Ratio)
adalah sebagai berikut (terdukung : pendukung): Indonesia, 2020 - 2050
• Lansia (24.51%) – 15.86% : 64.71%
60
• Anak – anak – (30.02%) – 19.42% : 64.71% 54.53%
• Total (54.53%) – 35.28% : 64.71% 50 47.48%

ATAU 40
30.02%
4 Orang 1 Orang 30
38.25%
dewasa lansia
20
24.51%
3 Orang 1 Orang 10
dewasa anak - anak 9.02%
0

2044
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039
2040
2041
2042
2043

2045
2046
2047
2048
2049
2050
1 Orang
2 Orang lansia, atau Age dependency ratio (% of working-age population) Age dependency ratio, old
dewasa anak - anak Age dependency ratio, young

Source: Population Estimates and Projections, World Bank Group, from https://datacatalog.worldbank.org/dataset/population-estimates-
24
and-projections
Implikasi Poin 1: Disabilitas – Konsep yang Terus
Berkembang (Obesitas)
• Statistik obesitas Indonesia: Prevalensi BB Lebih (IMT 23,0 – 24,9)
• 13.5% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
mengalami kelebihan berat badan
• 28.7% mengalami obesitas (IMT  25)
• 15.4% mengalami obesitas (IMT  27, RPJMN)

Prevalensi Obesitas IMT  25 dan IMT  27


pada Penduduk Dewasa Usia > 18 tahun
40 Prevalensi Obesitas (IMT  25,0)
35
30
25
IMT

20 Riskerdas 2013
15 33.5
28.7 Siskernas 2016
10 20.7
15.4
5
0
Obesitas IMT > 25 Obesitas IMT > 27

Sumber: Kementerian Kesehatan RI. (2018). Epidemi Obesitas. dari:


http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/N2VaaXIxZGZwWFpEL1VlRFdQQ3ZRZz09/2018/02/FactSheet_Obesitas_Kit_Informasi_Obesitas.pdf 25
Implikasi Poin 1: Disabilitas – Konsep yang Terus
Berkembang (Obesitas) Masuk ke annex?
Klasifikasi World Health Organization (WHO) Klasifikasi Nasional
KLASIFIKASI IMT KLASIFIKASI IMT
Berat badan kurang (underweight) < 18.5 Kurus Berat < 17
Berat badan normal 18.5 – 22.9
Ringan 17.0 – 18.4
Kelebihan berat badan
Normal 18.5 – 25.0
Dengan resiko 23 – 24.9
Gemuk Ringan 25.1 – 27.0
Obesitas I 25 – 29.9
Obesitas II  30 Berat > 27

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑢𝑏𝑢ℎ 𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2
IMT bukan merupakan satu – satunya indicator obesitas. Selain IMT, metoda lain pengukuran antropometri
tubuh adalah melalui pengukuran lingkar perut/ pinggang
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. (2018). Epidemi Obesitas. dari:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/N2VaaXIxZGZwWFpEL1VlRFdQQ3ZRZz09/2018/02/FactSheet_Obesitas_Kit_Informasi_Obesitas.pdf 26
Implikasi Poin 1: Disabilitas Bukan Sebagai
Kondisi Biner
• Disabilitas tidak dapat
dilihat sebagai kondisi
biner (ya/tidak - memiliki
disabilitas/ tidak memiliki
disabilitas)
• Terdapat cakupan
disabilitas dan kondisi
khusus yang luas, baik
parsial, temporer,
maupun permanen.
• Perilaku dan sikap
masyarakat sekitar,
kondisi sosial, maupun
lingkungan sekitar dapat
juga meningkatkan
kesulitan akses Materi – materi terkait ICF dapat diunduh dari: https://www.who.int/classifications/icf/en/
27
Implikasi Poin 2: Perkembangan Paradigma Perancangan
Fasilitas/ Infrastruktur untuk Penyandang Disabilitas
Charity Model Medical Model Social Model Human rights
• Akhir 1800 – awal 1900 • 1950 - 1960 • 1960 - 1980s Model
• 1980s -2000s -
sekarang

• Memandang • Memandang • Mengenali lingkungan • Paradigma internasional


penyandang disabilitas disabilitas sebagai terbangun/ binaan terbaru (inklusi
sebagai kelompok penyimpangan/ sebagai hambatan penyandang disabilitas)
yang perlu dilindungi penyakit/ defisiensi tersendiri • Mengenali hak kelompok
dan dirawat/ dikontrol • Dapat disembuhkan • Eksklusi sosial marjinal/ minoritas
• Ditandai dengan melalui rehabilitasi, penyandang disabilitas untuk turut
pembangunan institusi obat-obatan, dll karena lingkungan berpartisipasi aktif dalam
khusus: rumah sakit • Penanganan hanya terbangun yang tidak bermasyarakat
jiwa, panti jompo, oleh “professional” aksesibel merupakan hasil • Mengenali produk DAN
sekolah untuk siswa • Dampak: Penguatan dari sikap masyarakat mekanisme perencanaan
buta/ tuli “institusi khusus” (klien/perancang) lingkungan binaan
Sumber: Jackson, Mary Ann. (2018). Models of Disability and Human Rights: Informing the Improvement of Built sebagai hambatan
Environment Accessibility for People with Disability at Neighborhood Scale. Laws, 7, 10, 1 – 21 doi:
10.3390/laws7010010, dari: https://www.mdpi.com/2075-471X/7/1/10/pdf
Implikasi Poin 2: Contoh Interaksi Disabilitas dengan
Faktor – Faktor Lainnya (Eksternal/ Internal)
Contoh interaksi berbagai
 Seseorang dapat saja mengalami faktor terhadap akses layanan
disabilitas ganda (atau beberapa) Faktor Individual
kesehatan2
• Gender
 Faktor – factor internal maupun • Disabilitas
eksternal lainnya dapat juga • Tingkat kemiskinan Pengalaman Akses terhadap
memperburuk kerentanan • Diskriminasi layanan kesehatan
(termasuk akses dan tingkat • Eksklusi • Aksesibilitas
Faktor Lingkungan/
• Prasangka • Keterjangkauan
kemiskinan) penyandang Konteks
• Hak • Ketersediaan
disabilitas, seperti1: • Sarana transportasi
istimewa • Penerimaan
umum
 Lingkungan (privilege) • Kualitas layanan
• Infrastruktur dan
 Gender layanan kesehatan
• Perilaku pemberi
 Kategori dan tingkat disabilitas layanan kesehatan
 Penyakit, dll
1. Groce, N., Kembhavi, G., Wirz, S., Lang, R., & Trani, J.-F. (2011, September). Poverty and Disability - a Critical Review of the Literature in Low and Middle-Income Countries. UCL
Working Paper Series, 16, pp. 1-30. Retrieved 06 23, 2020, from
https://www.researchgate.net/publication/320757151_Poverty_and_Disability_a_critical_review_of_the_literature_in_low_and_middle-income_countries
2. Diagram: Kabia, E., Mbau, R., Muraya, K. W., Morgan, R., Molyneux, S., & Barasa, E. (2018). How Do Gender and Disability Influence the Ability of the Poor to Benefit from Pro-poor
Health Financing Policies in Kenya? An Intersectional Analysis. International Journal for Equity in Health, 17(149), 1-12. doi:10.1186/s12939-018-0853-6 29
Implikasi Poin 2: Contoh Pemetaan Karakteristik
Penyandang Disabilitas menurut ICF - WHO
 Kerangka International Classification of
Functioning, Disability, and Health (ICF) Kondisi
merupakan kerangka yang dibuat oleh a) Kesehatan
WHO pada tahun 2001 untuk
menstandarisasi pemetaan dan
organisasi informasi fungsi (manusia/
Fungsi Tubuh/
tubuh), dan disabilitas Aktivitas Partisipasi
Struktur Badan
c)
 Model identifikasi ini melihat disabilitas
sebagai hasil interaksi dari:
a) (Biologis) Kondisi kesehatan individu
b) (Individu) Faktor – factor terkait individu
(Faktor lingkungan, dan individu lainnya), Faktor
serta b) Lingkungan
Faktor Pribadi

c) (Sosial) Disabilitas dan fungsi tubuh


(biologis, aktivitas individu, dan Materi – materi terkait ICF dapat diunduh dari: https://www.who.int/classifications/icf/en/
Lihat lampiran 1 untuk definisi lebih detail
partisipasi social) 30
Implikasi Poin 1 dan Poin 2: Pelibatan Penyandang
Disabilitas dan Kelompok Rentan Pada Seluruh Fase Proyek
Pembangunan Infrastruktur
Sosialisasi Proyek • Pelibatan penyandang disabilitas dan
• Mendapatkan data terpilah kelompok – kelompok rentan Peningkatan
kelompok – kelompok rentan diperlukan
• Sosialiasi, dan undangan perwakilan kelompok ke dalam awareness pada setiap fase proyek
proses pengambilan keputusan terkait proyek infrastruktur
• Partisipasi harus bersifat aktif dan berarti.
Jika diperlukan, disediakan upaya lebih
Perencanaan untuk memfasilitasi kebutuhan
•Kelompok rentan secara aktif berpartisipasi dalam proses perancangan, Peningkatan penyandang disabilitas, misalnya:
dengan memberikan masukan – masukan sesuai kebutuhan mereka awareness
• Perencana dan pelaksana lain berinteraksi dengan kelompok rentan
sebagai klien/ pemilik infrastruktur
• Penyediaan juru bahasa isyarat
dalam pertemuan publik
• Pelibatan sebagai partisipan dalam
Konstruksi / Implementasi proses pelakasanaan konstruksi
• Pelaksana implementasi mengundang perwakilan kelompok rentan secara Peningkatan
berkala untuk mendapatkan masukan mereka selama proses konstruksi awareness (misal, sebagai pengawas)
• Bila memungkinkan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan dapat
terlibat dalam proses konstruksi, berdasarkan keterampilan mereka • Peningkatan kapasitas untuk
memudahkan komunikasi dan
menyamakan persepsi diperlukan untuk
Monitoring & Evaluasi semua pemangku kepentingan
• Evaluasi akhir oleh kelompok rentan, untuk memastikan konstruksi Peningkatan
dilakukan sesuai rencana awareness • Etika berkomunikasi perlu terus dijaga
• Pelibatan kelompok rentan dalam evaluasi kualitas, perawatan rutin, dan
penyediaan mekanisme umpan balik 31
Aksesibilitas Universal Membutuhkan Pendekatan
Terintegrasi: Infrastruktur Aksesibel, Rehabilitasi, dan
Perubahan Sikap

Sumber gambar: (‘Manual Making PRSP Inclusive: 6.1.1 The four


models’, n.d.) dalam Maftuhin, A. (2017). Mendefinisikan Kota Inklusif:
Desain infrastruktur aksesibel Penekanan pada modul ini Asal-Usul, Teori, dan Indikator. Tata Loka, 19(2), 93-103.
doi:10.14710/tataloka.19.2.93-103
oleh professional saja
Mengenali
Karakteristik dan
Kebutuhan
Beragam
Kelompok
Pengguna
Infrastruktur
dan Sarana
Publik

33
Beragam Karakter dari Penyandang
Disabilitas dan Warga Kota
Lansia Disabilitas Pergerakan
Penurunan mobilitas, kekuatan, stamina, Membutuhkan penggunaan alat bantu mobilitas
kemampuan sensorik, dan cengkeraman, seperti kursi roda, kruk, atau anggota badan
masalah inkontinensia buatan

Wanita dan Anak-anak Disabilitas pendengaran dan


Pandangan
Kerentanan terhadap kejahatan dan kekerasan. Kehamilan
dapat menyebabkan kelelahan, penyakit, penurunan mobilitas Gangguan Penglihatan dan Pendengaran bisa berkisar dari
dan kemampuan membungkuk. Anak-anak mungkin memiliki total, hingga hilangnya sebagian kemampuan indera
kekuatan dan jangkauan yang terbatas dibandingkan dengan Menempatkan ketergantungan yang lebih besar pada indera
orang dewasa lain untuk mengenali lingkungan

Penyandang demensia Masalah kesehatan mental


Gangguan memori, gangguan kemampuan berpikir, dan
Mencakup berbagai kondisi, dari kecemasan dan depresi (yang
kemampuan fungsional yang menurun. Kecenderungan
paling umum) hingga gangguan mental yang parah
berkeliling sendirian, stress dari lingkungan dapat
(skizofrenia, psikosis, dll)
menyebabkan kebingungan

* Daftar di atas hanya merepresentasikan sebagian kecil dari semua kemungkinan kondisi warga perkotaan, dan dengan demikian, bukan merupakan daftar lengkap dari seluruh disabilitas,
maupun kondisi spesifik yang dapat saja dimiliki seseorang. Selain itu, terdapat berbagai tingkat disabilitas, dan kombinasi factor (internal dan eksternal) yang dapat mempersulit
penyandang disabilitas lebih jauh
34
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal
untuk Kelompok Lansia
 Pada skala kota, dan lingkungan, jarak antara area perumahan dan fasilitas umum (toko, rumah
sakit, dll) harus mempertimbangkan mobilitas terbatas yang dimiliki kelompok ini.
 Jika jarak berjalan kaki diperpanjang, perlu tempat pemberhentian dan peralatan yang
memungkinkan untuk beristirahat, seperti tempat duduk umum, pegangan tangan, dan area
terlindung yang memadai dalam lingkungan yang dibangun
 Kontak yang memadai, baik dengan lingkungan alami dan sosial dapat meningkatkan kesehatan,
dan kesejahteraan populasi lansia (mis., Dengan mengurangi kesepian dan depresi yang mungkin
berasal dari isolasi sosial)
 Papan nama yang jelas pada bangunan dan jalan, untuk membantu lansia dalam menavigasi
perjalanan mereka
 Desain furnitur, seperti tempat tidur, lemari, dan lemari harus memperhitungkan berkurangnya
jangkauan dan ketinggian lansia
 Toilet dan area tidur pada rumah dirancang berdekatan, untuk mengatasi masalah inkontinensia

Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
35
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal
untuk Wanita dan Anak - Anak
 Standar ruang internal untuk rumah harus mengakomodasi penyimpanan kereta bayi, dan
perlengkapan penitipan anak lainnya
 (Dalam hal bangunan bertingkat) toilet, dan area ganti bayi di toilet uniseks di lantai dasar, untuk
memungkinkan penjaga laki-laki berpartisipasi dalam kegiatan pengasuhan anak
 Pada skala kota, dan lingkungan, keamanan dan jarak antara daerah perumahan dan sekolah
merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan
 Penerapan prinsip-prinsip CPTED (Crime Prevention Through Environmental Design - Pencegahan
Kejahatan Melalui Desain Lingkungan) dalam desain lingkungan dan bangunan yang dibangun untuk
meningkatkan keselamatan dan keamanan
 Penyediaan lebih banyak toilet untuk wanita, untuk mengakomodasi peningkatan frekuensi kebutuhan
untuk buang air kecil selama kehamilan
 Desain furnitur dan perlengkapan yang aman di ketinggian yang nyaman untuk kemudahan, dan
penggunaan yang aman oleh anak-anak
Catatan: dalam keadaan normal, perempuan dan anak-anak biasanya tidak memiliki disabilitas, dan pada
umumnya relative tidak membutuhkan akomodasi lebih, dibandingkan anggota masyarakat lainnya

Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
36
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal
untuk Penderita Demensia
 Pada skala kota dan lingkungan, desain area yang mempromosikan citra
rumahan, daripada kelembagaan atau komersial dapat mengurangi stress
 Pada skala kota, dan lingkungan, memastikan keterbacaan rambu dan papan
petunjuk untuk penderita demensia menyesuaikan diri
 Desain area perkotaan yang memungkinkan kontak langsung dengan alam, dan
pertemuan sosial untuk mengurangi stres dan kebingungan
 Promosi ruang aman, baik secara persepsi maupun secara nyata
 Penyediaan ruang yang memungkinkan privasi dan kehormatan - mis. ruang untuk
menyendiri
 Berikan penunjuk arah dan tanda jalan yang jelas untuk orientasi perjalanan
Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
37
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal untuk
Penyandang Disabilitas Pergerakan
 Desain pintu masuk dan jalur sirkulasi yang jelas dan rata, dengan lebar bukaan yang cukup
untuk mengakomodasi orang yang menggunakan perangkat mobilitas pendamping
 Pegangan pembuka (pintu dan jendela) harus dalam jangkauan, mudah digenggam, dan mudah
digunakan
 Untuk pengguna kursi roda, sediakan ramp di pintu masuk untuk memudahkan akses
 Untuk orang-orang dengan kaki yang diamputasi, menggunakan kruk dan anggota badan buatan,
melangkah pada umumnya lebih mudah dilakukan di jalan biasa daripada menggunakan ramp,
asalkan dimensi dan bahan komponen tangga (langkah, riser, nosing) mematuhi standar
aksesibilitas yang berlaku
 Pastikan bahwa desain pegangan dapat digenggam dengan nyaman, dan kontinu di dalam gedung
dan sirkulasi vertikal (mis .: landai, tangga)
 Meja resepsionis, dan perabot publik lainnya harus dirancang untuk memiliki ketinggian yang
dapat melayani berbagai pengguna
 Menyediakan tempat istirahat, baik di dalam gedung maupun di tempat umum

Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
38
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal
untuk Penyandang Disabilitas Sensori
Untuk ganguan pendengaran:
 Penggunaan peringatan visual, selain peringatan pendengaran untuk sistem darurat di gedung dan lingkungan (mis.: Alarm
kebakaran dan asap)
 Pastikan pencahayaan yang memadai, dan pola tekstur yang tidak mengganggu, untuk memfasilitasi membaca bibir di ruang
publik, khususnya, di titik-titik komunikasi
 Privasi dalam komunikasi, untuk membantu menjaga pengguna bahasa isyarat dari pengungkapan konten percakapan pribadi
Untuk gangguan visual:
 Bantu navigasi, dan berikan interpretasi (mis. Taman, objek wisata, melalui suara dan bau)
 Pejalan kaki dan perlintasan pejalan kaki harus dilengkapi dengan blok timbul / pemandu yang berkelanjutan. Tetapkan
kosakata bertekstur untuk membatasi / menandai area
 Lengkapi sinyal / lampu lalu lintas dengan notifikasi audio, sediakan demarkasi yang jelas antara jalur pejalan kaki, dan
kendaraan
 Hindari membuat penghalang pada pejalan kaki, atau membangun fasilitas yang membahayakan (mis. Trotoar, perabotan
jalan, atau bahaya lainnya)
 Dalam hal penerangan bangunan, hindari daerah kontras pada area terang, gelap, dan silau

Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
39
Contoh Aksi - Aksesibilitas Universal
untuk Penyandang Disabilitas Mental
 Desain ruang interior dengan pencahayaan alami yang baik, untuk meningkatkan
suasana hati secara keseluruhan, dan mencegah gejala depresi
 Gunakan tekstur untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan secara estetika
 Atur ruang yang terbuka, mudah untuk bergerak, dan membina interaksi sosial untuk
meminimalkan tingkat stress
 Desain area perkotaan yang memungkinkan untuk kontak dengan alam, dan
pertemuan social
 Desain area perkotaan dan bangunan dengan cara yang mempromosikan keselamatan
dan keamanan
 Integrasikan aktivitas fisik ke dalam rutinitas sehari-hari melalui desain lingkungan,
misalnya, dengan memperkenalkan opsi transportasi aktif (bersepeda, berjalan) ke
jalur komuter sehari-hari untuk mengobati depresi ringan.
Adopted from: Manley, S. (2016). Inclusive Design in the Built Environment Training Handbook - Who do We Design for? Cardiff: Welsh Government. Retrieved 12 18, 2019, from
https://s3-eu-west-1.amazonaws.com/dcfw-cdn/InclusiveDesign_traininghandbook.pdf
40
Implikasi Poin 1 dan Poin 2: Pelibatan Penyandang
Disabilitas dan Kelompok Rentan Pada Seluruh Fase Proyek
Sosialisasi Proyek
•Mendapatkan data terpilah kelompok – kelompok rentan
• Fase perencanaan fasilitas dan
•Sosialiasi, dan undangan perwakilan kelompok ke dalam proses pengambilan
keputusan terkait proyek infrastruktur
infrastruktur seringkali
membutuhkan jasa/ pengalaman
Perencanaan professional dalam bidang
•Kelompok rentan secara aktif berpartisipasi dalam proses perancangan,
dengan memberikan masukan – masukan sesuai kebutuhan mereka konstruksi
• Perencana dan pelaksana lain berinteraksi dengan kelompok rentan
sebagai klien/ pemilik infrastruktur
• Profesional dapat membantu
Konstruksi / Implementasi dalam integrasi standar – standar
• Pelaksana implementasi mengundang perwakilan kelompok rentan secara
berkala untuk mendapatkan masukan mereka selama proses konstruksi aksesibilitas dalam fasilitas dan
• Bila memungkinkan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan dapat
terlibat dalam proses konstruksi, berdasarkan keterampilan mereka infrastruktur
Monitoring & Evaluasi
Tapi perencanaan sesuai standar
• Evaluasi akhir oleh kelompok rentan, untuk memastikan konstruksi
dilakukan sesuai rencana aksesibilitas oleh professional saja
• Pelibatan kelompok rentan dalam evaluasi kualitas, perawatan rutin, dan
penyediaan mekanisme umpan balik BELUM menjadikan infrastruktur dan
fasilitas aksesibel
Peningkatan Awareness
Peningkatan kapasitas bagi penyandang disabilitas, dan pemangku
kepentingan lainnya (pemerintah, sector swasta pelaksana,
akademisi, LSM, etc) 41
Thank you
QUESTIONS?

42
Take-Home
Exercise

43
Pengumpulan Informasi Penyandang Disabilitas, dan
Demografi Kota/ Kecamatan
 Tugas ini dirancang untuk mendorong peserta untuk menjadi familiar dengan data – data
perkotaan/ wilayah operasi mereka, yang terkait dengan situasi penyandang disabilitas, dan
demografi yang relevan untuk perancangan perkotaan yang aksesibel secara universal
Piramida Populasi Kota Palu 2014 Populasi
Jumlah Penyandang Disabilitas
masyarakat diatas
65 tahun keatas Tiap Kecamatan di Kota Palu, 2016
adalah 10,658
(2.94% dari total
Tawaeli
populasi)
Palu Utara
Populasi wanita
Mantikulore
berusia 15- 49
adalah 112, 271 Palu Timur
(30.99% dari total
populasi) Palu Selatan

Populasi anak- Ulujadi


anak berusia 15 Tatanga
tahun kebawah
adalah 91,495 Palu Barat
(25,26% dari total
populasi) 0 20 40 60 80 100
44
Lampiran 1 – Tujuan Awal, Struktur dan Kode ICF - WHO
Kondisi • ICF dikembangkan oleh
Kesehatan WHO untuk menetapkan
Bahasa yang seragam
antar pemangku
Fungsi Tubuh/ kepentingan yang
Struktur Badan
Aktivitas Partisipasi berbeda – beda dalam
mengidentifikasi
keberfungsian dan
disabilitas
• Hal ini membantu
menghindari tumpang
Faktor Faktor
Lingkungan Pribadi
tindih, maupun celah
dalam pemberian
layanan, serta
Sumber: ICF e-learning module, Chapter 1: Need for ICF, dari: https://www.icf-elearning.com/wp- meningkatkan kolaborasi
content/uploads/articulate_uploads/ICF%20e-Learning%20Tool_2018%20-
%20Storyline%20output/story_html5.html
antar pihak
45
Lampiran 1 – Tujuan Awal, Struktur dan Kode ICF - WHO
• Untuk tujuan ini, ICF-
WHO mengklasifikasikan
masing – masing factor
keberfungsian dan
disabilitas menjadi
berbagai kategori dengan
kode tertentu, yang tidak
dibahas di dalam sesi ini
• Sesi ini bertujuan
memperkenalkan factor –
factor penentu
keberfungsian dan
disabilitas, dan tidak
Sumber: ICF e-learning module, Chapter 5: Structure and Codes, dari: memperkenalkan kode-
https://www.icf-elearning.com/wp-
content/uploads/articulate_uploads/ICF%20e-Learning%20Tool_2018%20-
kode ICF-WHO secara
%20Storyline%20output/story_html5.html akurat
46
Lampiran 1 - Definisi Komponen –
Komponen ICF
 Kondisi Kesehatan: merupakan istilah umum
yang meliputi penyakit, kelainan, cidera/ trauma, Kondisi
dan dapat juga mencakup keadaan – spesifik Kesehatan
seperti penuaan, stress, kehamilan, dll
 Fungsi Tubuh: Meliputi fungsi – fungsi fisiologis
pada tubuh individu, termasuk juga fungsi Fungsi Tubuh/
Aktivitas Partisipasi
psikologis Struktur Badan

 Struktur Badan: Meliputi bagian tubuh individu,


seperti organ dalam, kaki tangan, dan komponen
- komponennya
 Pelemahan (Impairment): permasalahan/
penyimpangan pada fungsi, maupun struktur Faktor
Faktor Pribadi
tubuh Lingkungan

Sumber: ICF e-learning module, Chapter 4: the ICF model, dari: https://www.icf-elearning.com/wp-
47
content/uploads/articulate_uploads/ICF%20e-Learning%20Tool_2018%20-%20Storyline%20output/story_html5.html
Lampiran 1 - Definisi Komponen –
Komponen ICF
 Aktivitas: merupakan eksekusi suatu tindakan/
Kondisi
atau kegiatan oleh individu Kesehatan
 Partisipasi: merupakan keterlibatan dalam situasi
kehidupan (social, bermasyarakat, etc)
 Batasan aktivitas: meliputi kesulitan – kesulitan Fungsi Tubuh/
Aktivitas Partisipasi
Struktur Badan
yang mungkin dihadapi individu dalam
melakukan suatu aktivitas
 Batasan partisipasi: merupakan kesulitan –
kesulitan yang mungkin dihadapi individu dalam
upayanya untuk berpatisipasi dalam situasi
Faktor
kehidupan (social, bermasyarakat, etc) Lingkungan
Faktor Pribadi

Sumber: ICF e-learning module, Chapter 4: the ICF model, dari: https://www.icf-elearning.com/wp-
48
content/uploads/articulate_uploads/ICF%20e-Learning%20Tool_2018%20-%20Storyline%20output/story_html5.html
Lampiran 1 - Definisi Komponen –
Komponen ICF
 Faktor Lingkungan: terdiri atas lingkugan sekitar
Kondisi
dimana individu hidup, dan menjalani hidup mereka Kesehatan
(termasuk lingkungan fisik, social, dan perilaku/
tanggapan masyarakat sekitar)
 Faktor lingkungan dapat memberikan kontribusi positif Fungsi Tubuh/
maupun negative terhadap kemampuan individu untuk Aktivitas Partisipasi
Struktur Badan
berfungsi sebagai anggota masyarakat
 Faktor Pribadi: Latar belakang, dan fitur – fitur
individual, di luar kondisi kesehatan
 Faktor – factor pribadi dapat meliputi gender, ras, usia,
Faktor
gaya hidup, kebiasaan, cara menghadapi permasalahan, Lingkungan
Faktor Pribadi
latar belakan sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dll

Sumber: ICF e-learning module, Chapter 4: the ICF model, dari: https://www.icf-elearning.com/wp-
49
content/uploads/articulate_uploads/ICF%20e-Learning%20Tool_2018%20-%20Storyline%20output/story_html5.html
Lampiran 1 - Contoh Pemetaan Kondisi
Penyandang Disabilitas dengan ICF
Profil Bapak A Cidera tulang Profil Bapak B Cidera tulang
belakang belakang

Masalah pada Perlemahan otot, Bertemu dengan teman


Kesulitan dalam Keterbatasan kesempatan Makan
pergerakan otot, serta pergerakan terbatas – teman
bergerak dan kerja dan menggunakan Pergi ke toilet
struktur tulang pada kaki, fungsi Bekerja/ bersosialisasi
berjalan transportasi umum Duduk
belakang pernapasan terganggu melalui komputer

Kursi roda, bangunan sekitar,


Dukungan keluarga dekat, desain Laki – laki, 30 tahun, pendidikan S1, Laki – laki, 24 tahun, lajang,
jalan yang tidak bebas
bangunan dan transportasi umum, menikah, dan memiliki 1 orang pendidikan S1, termotivasi untuk
hambatan, dukungan orangtua,
ketersediaan layanan pendidikan anak, bermotivasi tinggi untuk pulih pulih
asuransi kesehatan
Catatan (Lihat Lampiran 1): ICF-WHO mengklasifikasikan masing – masing factor keberfungsian dan disabilitas menjadi berbagai kategori
dengan kode tertentu, yang tidak dibahas di dalam sesi ini 50

Anda mungkin juga menyukai