OLEH:
NAMA :RISKY HIRONIMUS ALFIAN LEMBATA LADJAR
NIM :2201150070
KELAS :A/2
Makhluk pedagogik adalah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan
dapat mendidik. Makhluk itu adalah manusia sehingga manusia mampu menjadi khalifah di
bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa bentuk
atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat
berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Meskipun demikian,
jika potensi itu tidak dikembangkan niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Dengan
pendidikan dan pengajaran potensi itu dapat dikembangkan. Kewajiban mengembangkan potensi
itu merupakan beban dan tanggungjawab manusia pada Allah
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, menyebutkan ada empat kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Dalam Standar Nasional Pendidikkan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelelolaan
pembelajaran peserta didik, meliputi:
Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus
dimiliki guru. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya,
yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif.
1. Kelompok Normal
1. Kelompok Sedang
1. Kelompok Tinggi
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku dan pembetukan kompetensi peserta didik. Umumnya
pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal yaitu pre test, proses, dan post test.
Evaluasi hasil belajar digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan
kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas,tes kemampuan dasar,
penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, bencharmarking, serta penilaian program.
Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dimiliki
oleh guru, untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain melalui
kegiatan ekstra kurikuler (ekskull), pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling
(BK)Menurut Slamet PH Kompetensi pedagogik terdiri dari sub-kompetensi:
1. Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan
2. Guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik sehingga dapat didesain strategi
pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik
3. Guru mampu mengembangkan kurikulum atau silabus baik dalam bentuk dokumen maupun
implementasi dalam bentuk pengalaman belajar
4. Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar
5. Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif
6. Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenui prosedur dan standar yang
dipersyaratkan
7. Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilkinya.
Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana,
karena kualitas guru haru di atas rata-rata. Kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual yang
meliputi :
Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berpikir secara antisipasi dan proaktif. Guru
secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu yang dimilikinya.
Caranya dengan sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan
penelitian seperti penelitian tindakan kelas.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
1. Logika
2. Etika
3. Estetika
Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu yang
dimilikinya, yaitu dengan cara sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun
melakukan penelitian seperti penelitian tindakan kelas.
Dalam beberapa tahun terakhir, pokok pengetahuan yang dihasilkan dalam pedagogi olahraga
telah berkembang pesat. Untuk yang paling Dart, fokus awal pedagogi olahraga adalah
pendidikan jasmani sekolah dan dengan demikian pokok pengetahuan mencerminkan pengaturan
itu. Baru-baru ini, pengetahuan tentang pengajaran dan pembinaan dipengaturan non sekolah
telah muncul. Tiga bidang fokus dan penelitian umum dapat dibedakan:
paradigma empiris dengan deskripsi dan penjelasan tentang konten dan penjelasan tentang
pendidikan terhadap siswa perspektif pendidikan jasmani (Schempp, 1996).
Namun, sejumlah masalah telah menjadi pusat dari kedua tradisi penelitian. Masalah-masalah ini
termasuk: kurikulum, gaya mengajar, kognitif guru, sosialisasi guru, pengetahuan siswa,
perspektif siswa terhadap pembelajaran dalam pendidikan antara guru dan siswa.
Pokok Pikiran dalam pedagogi olahraga telah berkembang pada tahun 1990 untuk memasukkan
studi nasional dan internasional mengenai status pendidikan jasmani sekolah sebagai berikut;
kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan anak, perilaku kesehatan fisik dan psikososial
serta pengembangan sosial-budaya.
3. Pendidikan jasmani sekolah, pengembangan profil sekolah yang berkaitan dengan olahraga.
Nilai-nilai Olympisme
Olimpiade yang lebih sosiokultural pendidikan yang memiliki hasil belajar yang terkait
dengan moral dan pendidikan etis, penekanan pada akting dengan kejujuran dan keberanian, dan
fokus yang signifikan pada nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan keadilan bagi semua (hormat,
keunggulan, persahabatan, dan keberanian, tekad, inspirasi). Pendekatan ini mencerminkan
keselarasan yang lebih kuat dengan tiga gagasan yang mendukung sebuah Filosofi Olympisme,
dirangkum dalam analisis tematik Penelitian pendidikan Olimpiade yang diselesaikan oleh
Teetzel (2012) sebagai berikut:
1. Gagasan tentang keadilan, yang mencakup permainan yang adil, keadilan, dan
menghormati aturan, tradisi, lawan, dan orang lain.
Ketiga gagasan ini merupakan idealisme Olympisme, di mana cara hidup adalah dipromosikan
melalui: perkembangan jiwa yang seimbang, akan, dan pikiran; sukacita yang ditemukan dalam
upaya; nilai pendidikan menjadi seorang panutan yang baik dan etika secara menyeluruh,
toleransi, kemurahan hati, persatuan, persahabatan, non-diskriminasi, menghormati orang lain.
Gagasan tentang keadilan, kesetaraan, dan perilaku etis dapat dilihat memberikan kontribusi
pada tujuan Olimpiade untuk mengembangkan perdamaian dan dunia yang lebih baik dengan
mendidik orang-orang muda melalui olahraga bebas dari diskriminasi dan dalam semangat
Olimpiade (Internasional Komite Olimpiade, 2016
Hubungan Pedagogi Olahraga dan Nilai-nilai Olimpisme Terhadap Penjasorkes
Untuk menjelaskan perbedaan antara asumsi teoritis dasar dalam paradigma pedagogi
olahraga, ada berbagai pendekatan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Sementara dalam tradisi
Jerman paradigma 'geisteswissenschaftliches' yang berarti ilmu-ilmu yang objeknya adalah hasil
atau ekspresi roh manusia atau sering disebut sebagai ilmu-ilmu human atau kemanusiaan, yang
dalam kerangka penulisan ini selanjutnya digunakan ilstilah ilmu-ilmu social humanistik. Di
masa lalu, pedagogi olahraga terbatas pada teori preskriptif teori dan praktik, yang dapat
diterapkan dalam pendidikan jasmani sekolah dan konteks pelatihan olahraga. Saat ini, pedagogi
olahraga hanya terdiri dari teori deskriptif yang jelas, tetapi juga berhubungan dengan semua
bentuk aktivitas fisik untuk kemampuan, jenis kelamin dan usia baik dalam pengaturan formal
dan informal.
Oleh karena itu, keterkaitan pedagogi olahraga dalam Penjasorkes sangat berperan
penting dalam pembentukan manusia melalui pendidikan. Selanjutnya memperluas argumen
untuk pendekatan yang lebih bernuansa untuk pendidikan Olimpiade,
Binder (2005), Culpan dan Wigmore (2010), Teetzel (2012), dan Culpan dan McBain
(2012) berpendapat untuk adopsi perspektif kritis yang memungkinkan untuk yang lebih kaya
pemahaman pendidikan tentang Olympisme dan kesempatan untuk belajar siswa untuk fokus
pada keterlibatan emansipasi dan transformasi sosial melalui nilai-nilai Olympisme terhadap
Penjasorkes Dengan demikian, ini memungkinkan untuk fokus pada isu-isu keadilan sosial dan
kritis perspektif untuk secara eksplisit ditujukan atas nama gerakan Olimpiade.
Culpan dan Wigmore (2010) melangkah lebih jauh dan berdebat untuk sebuah aelternatif
untuk Pendidikan Olimpiade dalam apa yang mereka sebut Olympisme pendidikan, di mana
fokus pembelajaran kurang menekankan pada aspek teknis (fungsional fakta dan angka) dari
Olimpiade; sambil menempatkan lebih banyak penekanan pada praktek filsafat Olympisme dan
koherensi pedagogis yang mendorong dan menumbuhkembangkan pengalaman belajar yang
dimanifestasikan melalui pengalaman Penjasorkes yang dirancang untuk mendorong praktik
kritis konsumerisme dan transformasi sosial, dengan yang dimaksudkan hasil menjadi
pengembangan dari seorang warga yang aktif yang dapat berkontribusi untuk membangun yang
lebih damai dan lebih baik.
Kesimpulan
Pedagogi olahraga merupakan slah satu pengetahuan yang luas untuk menginformasikan
dan meningkatkan praktik, hal tersebut ditunjukkan dengan kompleksitas di lapangan dan
kompleksitas dalam studi interaksi antara pendidik dan pembelajar dalam berbagai faktor
kontekstual. Selain itu, fokus ekspansi dalam pedagogi olahraga di luar populasi usia sekolah ke
semua usia dan kemampuan telah melahirkan isu-isu tambahan dan metodologi penelitian yang
memengaruhi satu di seluruh gaya hidup seseorang melalui nilai-nilai Olympisme.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, P. J. (1996). Olympism, Sport and Education. Quest, 48, 93 - 101. Arnold, P. J. (1997).
Sport, Ethics and Education. London: Cassell Education.
Culpan, I., & Bruce, J. (2007). New Zealand physical education and critical pedagogy:
Refocusing the curriculum.
Human Kinetics Petrie, K. 2017. Olympic/ism Education: Does it have a place in Physical
Education.
https://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2017/07/30/makalah-pedagogik/
file:///C:/Users/User/Downloads/pedagogik%20olahraga%20(1).pdf