Anda di halaman 1dari 20

AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYĀBIH

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perkembangan
Pemikiran Islam Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Hukum
Islam

Oleh:

MUHAMMAD ADMIRAL
80100222028

Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. Kasjim Salenda, M.Th.I
Dr. H. Andi Muhammad Akmal, S. Ag., M.H.I.

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, wa al-Ṣalātu wa al-Salāmu „Alā Rasūlillah,
Kami memuji dan beryukur kepada Allah azza wa jalla serta Shalawat dan
salam kepada Rasulullah Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam. Dengan ini
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dalam mata kuliah “Studi Qur‟an”
dengan Judul “al-Muhkām wa al-Mutasyābih”. Semoga apa yang telah kami susun
dapat bermanfaat untuk Ummat dan Bangsa.
Wassalāmu „alaīkum warahmatullahi wabarakātu

Gowa, 13 Desember 2022

Penulis,
Muhammad Admiral

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengertian al-Muhkam wa al-Mutasyābih .......................................... 3
B. Pengertian al-Muhkam Dan al-Mutasyābih Menurut Para Ulama .. 4
C. Perbedaan Pendapat ‘Ulama Mengenai Ayat-ayat Mutasyabih ...... 7
D. Contoh Ayat-ayat Mutasyabihat ......................................................... 11
KESIMPULAN .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah „azza wa
jallla sebagai petunjuk serta pedoman bagi ummat manusia, diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam dan disampaikan kepada
ummatnya yang kemudian mengimani dan mengamalkannya, serta al-Qur‟an
sendiri telah dijamin langsung oleh Allah sebagaimana firmanya di dalam surah
al-Hijr. Jaminan yang dimaksud sebagaimana yang di sebutkan oleh Imam al-
Tabari ialah dijaganya dari tambahan atau pengurangan terhadap ayat-ayat al-
Qur‟an.1
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang memiliki berbagai macam
pembahasan dari sisi Uṡūlnya, diantaranya pengkajian yang membahasan
mengenai Asbāb al-Nuzūl, Makkī wa al-Madanī, Nāsikh wa al-Mansūkh dan
berbagai bentuk pembahasan lainya. Namun jauh sebelum itu Pembahasan-
pembahasan tersebut juga telah menjadi focus pengkajian oleh para ahli Qur‟an
dan Tafsir pada masa Sahabat dan Tabi‟in,2 yang kelak tersusun secara baku
dalam „Ulumul Qur‟an, dan salah satu pembahasan pokok dalam „Ilmu Qur‟an
ialah al-Muhkām wa al-Mutasyābih.
Diantara bentuk karakteristik ayat dalam al-Qur‟an ialah, terdapat ayat
yang maksud dan tujuannya telah jelas tanpa adanya bantuan untuk
memahaminya, dan juga terdapat ayat yang tidak dapat diketahui maksud dan
tujuannya sehinggga membutuhkan bantuan agar dapat memahaminya, yang
kemudian hal tersebut dimanfaatkan sebagian orang sebagai alat untuk
mengacaukan nalar Ummat Islam sehingga muncullah berbagai fitnah dan
keraguan, yaitu dengan mengambil sebuah ayat al-Qur‟an yang mengandung
penafsiran dan mengabaikan ayat yang jelas pemaknaannya. Maka dengan adanya

1
Muhammad Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4 (Cet-I; Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1994), h. 469.
2
Mannaā‟ al-Qaṭṭān, Mabāḣiṡ fī „Ulūmi al-Qur‟ān (t.Cet; Beirut: Maktabah Wahbah,
t.th), h. 8.

1
2

al-Muhkam wa al-Mutasyabih, yaitu salah satu cabang dari „Ilmu Qur‟an yang
dapat membahas terhadap permasalahan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan maka rumusan
masalah yang dapat ditarik sebagai bahan kajian ialah:
1. Bagaimanakah pandangan Ulama terhadap makna ayat Muhkām dan
Mutasyābih?
2. Bagaimanakah pandangan „Ulama terhadap perbedaan dalam
menakwilkan ayat Mutasyābih?
3. Apa saja manfaat dengan terdapatnya ayat Muhkam dan Mutasyābih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Muhkam wa al-Mutasyābih
Kata Muhkam berasal dari kata ‫ حكم – يحكم‬yang berarti memutuskan atau
menetapkan, sedangkan Muhkam / ‫ محكم‬secara bahasa ialah sesuatu yang Akurat,
Pasti, atau Kokoh. Dalam kamus Lisān al-„Arab Istilah Hakama-Yahkumu
memiliki berbagai macam bentuk konotasi, diantaranya pada kata Mahākim
(‫ )محبكم‬yaitu mencegah perbuatan Dzalim dari Kedzaliman. Juga terkandung pada
kata Hikmah (‫ )حكمة‬yaitu perumpamaan pengetahuan terhadap mana yang lebih
baik dari dua pilihan, hal serupa juga dijelaskan oleh M Turmuzi bahwah Hikmah
merupakan pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang dari sesuatu yang
tidak baik.3 Kata Hukmun (‫ )حكم‬ialah sebuah „Ilmu dan Pemahaman, sebagaimana
dalam firman Allah dalam surah Maryam4, serta dapat bermakna menetapkan
sesuatu dengan „Adil, juga pada kata al-Hukmun dapat diartikan sebagai
keputusan antara dua perkara maka jika dirubah kedalam bentuk fā‟il akan
menjadi Hākim (‫ )حبكم‬yang dapat diartikan sebagai orang yang mencegah
kedzaliman dan memutuskan perkara antara dua orang yang bersengketa. Dalam
bentuk kata yang lain seperti Hakkim (‫ )ح ِّكم‬yang jika diibaratkan dengan contoh
“Hakkim anak yatim tersebut sebagaimana engkau menghakkim anak kalian
sendiri” yang jika ungkapan tersebut diartikan “Cegahlah anak yatim itu dari
kerusakan dan bimbinglah sebagaimana engkau membimbing anakmu sendiri”.
Makna mencegah pada kata Hakama (‫ )حكم‬juga diistilahkan sebagai Tali Kekang
sebuah hewan5, yaitu dengan mengikat sebuah hewan akan mencegahnya dari
ketidaktahuan. Dari beberapa penjelasan tersebut jika disandarkan dengan al-

3
Muhammad Turmuzi, Fatia Inast Tsuroyo, “Studi „Ulumul Qur‟an: Memahami Kaidah
Muhkam-Mutasyabih Dalam al-Qur‟an” Jurnal al-Wajid 2 no.2 (Desember 2021), h. 451.
4
َ ‫…“ َٔ َءاجَ ٍْ ََُُّٰ ٱ ْن ُح ْك َى‬Dan kami
Dalam Surah Maryam Allah „azza wa jalla berfirman ‫طثًٍِّّا‬
berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak” dalam beberapa Tafsir kata Hikmah
berupa Ilmu dan Pemahaman untuk Nabi Yahya Ibn Zakariyyah „alaihimā al-salām
5
Nurdin, „Ulūm al-Qur‟ān (Cet-I; Aceh: CV.Bravo, 2018), h. 28.

3
4

Qur‟an, maka menurut Ibnu Manẓūr kata Muhkam dalam sisi bahasa dapat
diartikan sebagai sesuatu yang tidak ada perbedaan dan kekacauan didalamnya6
Sedangkan kata Mutasyābih berasal dari kata ‫ شببه – يشببه‬yang berarti
Serupa, Menyerupai. Adapun Mutasyābih / ‫ متشببه‬secara bahasa dapat diartikan
sebagai Yang Serupa atau Kemiripan. Menurut Nurdin, kata Mutasyābih secara
etimologi yang berarti kesamaan antara dua hal yang saling menyerupai 7, diantara
makna lainya ialah keserupaan antara dua hal yang tidak bisa dibedakan karena
ada kemiripan.8 Para ahli bahasa menggunakan bentuk kata Tasyābuh sebagai
dasar kata istilah Mutasyābih yang menunjukkan sebuah persekutuan atau
keikutsertaan dari sisi permisalan dan bentuknya.9 Hal serupa juga termasuk
dalam bentuk kata Sybaha (‫)شبه‬, ‫“ أشبه الزجل أمه‬Seorang lelaki tersebut mirip
dengan Ibunya”. Dan juga pada kata Syubhah (‫ )شبهة‬yang berarti kebingungan,
kerancuan, atau sesuatu yang tidak jelas keadaanya dari sisi hukumnya.10
Dari berbagai uraian pengertian diatas dapat dipahami bahwah kata
Muhkam memiliki berbagai bentuk dan pemaknaan kata. Jika dilihat dari sisi
etimologi maka diantara makna umum yang dihasilkan ialah, menetapkan suatu
hal dari yang tidak baik ke yang lebih baik, dan jika dilihat dari sifatnya ketetapan
tersebut bersifat pasti, kokoh serta mengikat, sehingga dari ketetapan tersebut
mencegah seseorang dari hal buruk dikarenakan kurangnya ilmu dan pemahaman.
Sedangkan pada kata Mutasyābih, merupakan kata yang memiliki makna yang
mencakup seluruh bentuk katanya, diantaranya bermakna Serupa atau
Menyerupai, yaitu adanya dua hal yang tidak dapat dibedakan karena adanya
kemiripan.

B. Pengertian al-Muhkam Dan al-Mutasyābih Menurut Para Ulama


Dalam memahami pengertian Muhkam dan Mutasyābih secara istilah,
terdapat perbedaan dari para „Ulama dalam mendefenisikan ataupun membedakan

6
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„ArabJilid-II, Bab-‫( ح‬t.Cet; Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th), h. 952.
7
Nurdin, „Ulumul Qur‟an, h. 28.
8
Muhammad Turmuzi, Fatia Inast Tsuroyo, Studi „Ulumul Qur‟an, h. 452.
9
Muhammad „Abdul al-„Ażīm al-Zarqānī, Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān Jilid-II
(t.Cet; t.t: t.p, t.th), h. 270.
10
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„Arab Jilid-IV, Bab-‫ش‬, h. 2189
5

anatara keduannya, adapun beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para „Ulama
dalam uraian sebagai berikut:
1. Menurut Manna al-Qaṭṭān, Muhkam ialah ayat-ayat Qur‟an yang telah
diketahui maksudnya. Sedangkan Mutasyābih, ayat-ayat Qur‟an yang
hanya Allah swt. yang mengetahui ilmunya.
2. Muhkam ialah ayat yang tidak terkandung didalamnya kecuali hanya
satu maksud atau pandangan. Sedangkan Mutasyābih ayat yang
terdapat berbagai maksud dan pandangan dalam memaknainya.
3. Muhkam ialah ayat Qur‟an yang tidak membutuhkan penjelasan.
Sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang membutuhkan
penjelasan dari ayat lainnya.11
4. Muhammad Abdul „Ażīm al-Zarqāni menjelaskan bahwah Muhkam
ialah ayat yang jelas maksud dan tujuannya serta didalamnya tidak
terkandung Nāsikh. Sedangkan Mutasyābih ialah ayat yang
tersembunyi serta tidak diketahui maknanya baik secara akal dan
ilmiah dan hanya Allah swt. yang mengetahui ilmunya seperti
terjadinya hari Kiamat, kelarnya Dajjal atau pada Huruf-huruf
muqatta‟ah di awal surah.12
5. Ayat-ayat Muhkam berkarakter kuat atau rajih baik dari segi Nash atau
sisi dzahir nya. Sedangkan Mutasyābi sebaliknya serta mengandung
unsur Mujmal (makna yang bersifat umum sehingga perlu untuk
dirinci), Muawwal (lafaz ayat yang perlu ditafsirkan agar diketahui
maknanya), dan Musykil (lafadz yang sulit diketahui maksud dan
maknanya).13
Dari uraian makna Muhkam dan Mutasyābih tersebut dapat dipahami
bahwa Muhkam ialah ayat Qur‟an yang sudah jelas maknanya dan diketahui
maksudnya, sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang masih samar

11
Manna Khālīl ‟al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fī „Ulūm al-Qur‟ān (t.Cet; Kairo: Maktabah Wahbah,
t.th), h. 207.
12
Muhammad „Abdul al-„Aẓīm al-Zarqānī, Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān (t.Cet;
t.t: t.p, t.th), h. 272.
13
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an , Pengantar Ilmu-ilmu Qur‟an (Cet-I; Depok:
Kencana, 2017), h. 78.
6

maknanya sehingga membutuhkan penafsiran dari dalil-dalil lainnya, namun juga


merupakan ayat yang hanya Allah „azza wa jalla mengetahui penakwilannya
seperti terjadinya hari Kiamat dan perkara gaib lainya.
Dalam memahami ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābih, Syekh Muhammad
Shālih al-Uṡaīmin menjelaskan setidaknya terdapat tiga jenis dalam memahami
ayat al-Qur‟an:14
Jenis Pertama, dipahami bahwah seluruh Ayat al-Qur‟ān adalah Muhkam,
yaitu ayat Qur‟an yang secara umum seluruhnya bersifat Muhkam, hal tersebut
didasari dari beberapa firman Allah swt., diantaranya dalam surah Hud ayat 1,

ٍ ‫ث ِيٍ نَّ ُذ ٌْ َح ِك ٍٍى َخ ِث‬


‫ٍش‬ ْ ًَ ‫ِك َٰحَةٌ أ ُحْ ِك‬
ِّ ُ‫ث َءا ٌََٰحُّۥُ ثُ َّى ف‬
ْ َ ‫ظه‬
Terjemahnya:
“(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya telah dimuhkam kemudian
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu”15

Jenis Kedua, dipahami bahwah seluruh ayat al-Qur‟an bersifat


Mutasyābih, sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-Zumar ayat 23,

‫ث ِك َٰحَثًّا ُّيحَ َٰ َش ِثًّٓا َّيثَاَِ َى جَ ْق َش ِعشُّ ِي ُُّْ ُجهُٕ ُد ٱنَّ ِزٌٍَ ٌَ ْخ َشْٕ ٌَ َستَُّٓ ْى ثُ َّى‬
ِ ٌ‫ٱ َّّللُ ََ َّض َل أَحْ َسٍَ ٱ ْن َح ِذ‬
‫ٍٍ ُجهُٕ ُدُْ ْى َٔقُهُٕتُُٓ ْى إِنَ َٰى ِر ْك ِش ٱ َّّلل‬ ُ ِ‫جَه‬
Terjemahnya:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran
yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah.”16

Jenis Ketiga, dalam pengertian ini dipahami bahwa sebagian ayat al-
Qur‟an bersifat Muhkam dan sebagian lainya bersifat Mutasyābih, sebagaimana
dalam firman Allah swt. dalam surah Ali Imran ayat 7,

‫ث ۗ فَا َ َّيا‬ٌ َٰٓ ِ‫ة َٔا ُ َخ ُش ُيحَ َٰشث‬ ِ ‫ث ُْ ٍَّ ا ُ ُّو ْان ِك َٰح‬ ٌ ًَٰ‫ث ُّيحْ َك‬ ٌ ٌَٰ ‫ة ِي ُُّْ َٰا‬
َ ‫ك ْان ِك َٰح‬ ْْٓ ‫ُْ َٕ انَّ ِز‬
َ ٍْ َ‫ي اَ َْ َض َل َعه‬
‫انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتََّ ِي ُُّْ ا ْتحِ َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْهِ ّۚ َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى‬
14
Muhammad Ṣāliḥ al-Uṡaīmin, Uṣūl fī al-Tafsīr (Cet-I; t.t; Maktabah Islamiyyah, 2001),
h. 40.
15
Quran Kemenag Online, al-Qur‟ān al-Karĭm, al-Idārah al-Markaziyah Lisyu‟ūni al-
Qur‟ān al-Karĭm https://quran.kemenag.go.id/surah/11
16
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/39
7

ّ َٰ ‫جَأْ ِٔ ٌْهَ ّْٓ اِ ََّّل‬


ْٓ َّ ِ‫ّللاُ ۘ َٔان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى ْان ِع ْه ِى ٌَقُْٕ نُْٕ ٌَ َٰا َيَُّا تِ ّۙ ُك ٌّم ِّي ٍْ ِع ُْ ِذ َستَُِّا ۚ َٔ َيا ٌَ َّز َّك ُش ا‬
‫َّل‬
٧‫ب‬ ِ ‫أُنُٕا ْاَّلَ ْنثَا‬
Terjemahnya:
“Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur‟an) kepadamu (Nabi
Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat, itulah pokok-
pokok isi Kitab (Al-Qur‟an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-
orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka
mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah
(kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal,
tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Orang-orang yang
ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur‟an),
semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran,
kecuali ululalbab.”17

Dalam jenis pertama yang memahami bahwah seluruh ayat al-Qur‟an


adalah Muhkam. Kata Muhkam yang dimaksud pada surah Hud tersebut dimaknai
sebagai sesuatu yang Kokoh dan Indah dari sisi lafadz dan maknanya, yaitu
seluruh ayat-ayat Qur‟an bersifat Muhkam atau seluruh ayatnya benar dan
bermanfaat, tidak terdapat kedustaan, pertentangan, tidak ada ucapan yang sia-sia.
Adapun pada jenis kedua, yang memahami bahwah seluruh ayat al-Qur‟an adalah
bersifat Mutasyābih, yaitu makna al-Tasyābuh dalam surah al-Zumar ialah
seluruh ayat dalam Qur‟an serupa pada sisi kesempurnaan dan tujuannya yang
terpuji. Dan pada jenis ketiga yang dimaksud sebagian ayat Qur‟an bersifat
Muhkam dan sebagian lainya bersifat Mutasyābih ialah dari sisi kejelasan
ayatnya, sebagian ayat Qur‟an Jelas maknanya tanpa tersamarkan, dan sebagian
ayat Qur‟an masih samar-samar dari sisi makannya sehingga membutuhkan ayat
lain untuk memahaminya.18

C. Perbedaan Pendapat ‘Ulama Mengenai Ayat-ayat Mutasyabih


Para „Ulama berbeda pendapat pada pembahasan siapakah yang dapat
menakwilkan atau menafsirkan ayat-ayat Mutasyabih tersebut, ayat yang masih
samar makna dan maksudnya. Perbedaan pandangan tersebut terletak pada surah
Ali Imran ayat 7 mengenai apakah Penakwilan terhadap ayat Mutasyabih hanya

17
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/3
18
Muhammad Ṣāliḥ al-Uṡaīmin, Uṣūl fī al-Tafsīr, h. 40.
8

diketahui oleh Allah „azza wa jalla atau juga dapat ditafsirkan oleh Manusia19,
Allah berfirman,

‫ث ۗ فَا َ َّيا‬ ٌ َٰٓ ‫ة َٔا ُ َخ ُش ُيحَ َٰش ِث‬ ِ ‫ث ُْ ٍَّ ا ُ ُّو ْان ِك َٰح‬ ٌ ٌَٰ ‫ة ِي ُُّْ َٰا‬
ٌ ًَٰ‫ث ُّيحْ َك‬ َ ‫ك ْان ِك َٰح‬ ْْٓ ‫ُْ َٕ انَّ ِز‬
َ ٍْ َ‫ي اَ َْ َض َل َعه‬
‫انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتََّ ِي ُُّْ ا ْتحِ َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْهِ ّۚ ومب يعلم‬
ْٓ َّ ِ‫سخىن فِى ال ِعل ِم يقىلىن هامناب بِه ُكمٌّ ِّي ٍْ ِع ُْ ِذ َستَُِّا ۚ َٔ َيا ٌَ َّز َّك ُش ا‬
‫َّل‬ ِ ‫الز‬‫تأ ِويل ٓٗه اِ اَّل هّللا ۘو ه‬
٧‫ب‬ ِ ‫أُنُٕا ْاَّلَ ْنثَا‬
Terjemahnya:
“Dialah yang menurunkan al-Qur‟an kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamāt, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat
yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya,
kecuali Allah dan Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata
“Kami beriman kepadanya (al-Qur’an), semuanya itu dari sisi Tuhan
kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.”20

Menurut Manna al-Qaṭṭān, perbedaan dalam memahami ayat diatas


ّ
terletak pada sisi waqaf atau pemberhentian pada kata (...ُ‫ّللا‬
َٰ ‫)ٔيا ٌ ْعهَى جَأْٔ ٌْهَ ّْٓ ا ََّّل‬
ِ ِ ُ َ َ َ
“tidak ada yang dapat mengetahui Takwilnya kecuali Allah…”, apakah pada

kalimat selanjutnya (‫ان ِع ْه ِى‬


ْ ‫ ) َٔان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى‬sebagai Mubtada‟ dan Khabarnya ialah
( ٌَ ُْٕ‫ )ٌَقُْٕ ن‬sedangkan huruf waw pada kalimat tersebut bersifat waw Isti‟nāf21yaitu

menunjukkan kalimat baru, ataukah waqaf pada ayat tersebut barulah terletak

pada kata (‫ان ِع ْه ِى‬


ْ ‫ ) َٔان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى‬maka huruf waw pada kalimat tersebut bersifat
Ma‟ṭūf22 yaitu menunjukkan tambahan.23

19
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“
Nizhamiyah 4 no.2 (Desember 2016), h. 4.
20
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/3
21
Waw Isti'naf Nahwi adalah kalimat yang ada di depan waw tersebut merupakan
kalimat yang baru, tidak ada kaitan dengan kalimat di belakangnya, atau tidak di dahului oleh
kalam apa pun. Lihat: „Azizah Fuwal Bābistī, al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab (Cet-
I; Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyyah, 1992), h. 462.
22
Waw „Aṭaf ialah waw yang menunjukkan kata setelahnya merupakan tambahan dari
kalimat sebelumnya, Lihat: „Azizah Fuwal Bābistī, al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab,
h. 482.
9

Berdasarkan perbedaan pandangan pada ayat diatas, maka pandangan


pertama yang mengatakan bahwah yang dapat mengetahui takwil dari ayat-ayat
Mutasyabih ialah juga dari kalangan „Ulama, hal tersebut diungkapkan oleh

Mujahid dari kalangan Tabi‟in berdasarkan riwayat Ibnu Abbas yaitu: ( ‫َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى‬
ّ َٰ ‫)جَأْ ِٔ ٌْهَ ّْٓ اِ ََّّل‬, kemudian Ibnu „Abbas berkata: “aku diantara
‫ّللاُ ۘ َٔان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى ْان ِع ْه ِى‬
yang mengetahui takwilnya (ayat-ayat mutasyabi)”24, dan pendapat ini yang
kemudian dipilih oleh Imam al-Nawawi sebagaimana perkataanya dalam Syarah
Shahih Muslim bahwah “pendapat inilah yang paling Shahih, yaitu orang-orang
berilmu juga dapat mengetahui takwilnya, karena tidaklah mungkin Allah
menyampaikan sesuatu kepada Makhluknya terhadap sesuatu yang tidak ada jalan
untuk mengetahui maknanya”.25
Sedangkan yang mengatakan bahwah pengetahuan terhadap Takwil dari
ayat-ayat Mutasyabih hanyalah Allah swt. semata, dan diantara yang
berpandangan tersebut beberapa Ulama dari kalangan Tabi‟in berdasarkan riwayat
yang disampaikan oleh „Abdurrazzaq dalam Tafsirnya dan al-Hākim dalam
Mustadrak dari Ibnu „Abbas:
26 ّ َٰ ‫َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى جَأْ ِٔ ٌْهَ ّْٓ اِ ََّّل‬
ِّ‫ّللاُ َٔ ٌَقُْٕ نُ َٕ ان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى ْان ِع ْه ِى َٰا َيَُّا ت‬
Diantara dasar lainya ialah, sebagaimana riwayat hadist yang disebutkan oleh
Syaikhān dan lainya, dari „Aisyah radiyallahu „anhā :

َ َ‫{ ُْ َٕ انَّ ِزي أَ َْ َض َل َعهَ ٍْكَ ْان ِكح‬: َ‫ّللاُ َعهَ ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى َْ ِز ِِ ْاٌََة‬
)...‫اب‬ َّ ‫طهَّى‬ ِ َّ ‫جَ ََل َسسُٕ ُل‬
َ ‫ّللا‬
‫ فإِذا‬:‫ّللا ُ َعهَ ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى‬
َّ ‫طهَّى‬
َ ِ‫ّللا‬ َّ ‫ قَا َل َسسُٕ ُل‬:‫ث‬ ْ َ‫ قَان‬,) ‫ب‬ ِ ‫أُٔنُٕ ْاْلَ ْنثَا‬...( :ّ‫إنى قٕن‬
‫رأيت ال ا ِذيه يتابِعىن مب تشببه ِمنه فأولئِ ِك الا ِذيه س امى ا‬
.27‫ّللا فبحذروهم‬
Artinya:

23
Manna Khālīl ‟al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 208.
24
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 6.
25
Mūsa Syāhīn Lāṡīn, Fatḣul Mun‟īm Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim Jilid-X (Cet-I; Kairo: Dar al-
Syuruq, 2002), h. 203.
26
Muhmmad Ibn Abdullah al-Hākim al-Naisābūrī, al-Mustadrak „alā Ṣaḥīhaīn Jilid-II
(Cet-II; Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilimyyah, 2002), h. 317.
27
Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Ju‟fī al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī , no.Hadist-
4547 (t.Cet; Karachi: al-Busyrah, 2016), h. 1986.
11

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca ayat ini: “Dialah(Allah)


yang menurunkan Kitab (Al-Qur‟an)…”, sampai pada kalimat: “…ulul
albab”, „Aisyah radiyallahu „anhā berkata; kemudian Rasulullah
shallaallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila kalian melihat orang-
orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyābihāt, maka
mereka itulah adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah, Maka
Waspadalah kalian terhadap mereka!"
Adapun pandangan ketiga sebagaimana yang disebutkan oleh al-Rāgib al-
Aṣfahānī bahwah Takwil terhadap ayat Mutasyabih dikategorikan menjadi tiga:28
1. Ayat Muhkam secara Mutlaq yang hanya diketahui oleh Allah swt.,
dan tidak dapat diketahui manusia, seperti waktu terjadinya hari
Kiamat, keluarnya Dajjal dan sebagainya.
2. Ayat Mutasyabih secara Mutlaq, yaitu ayat yang memungkinkan untuk
diketahui dan ditafsirkan maknanya oleh para „Ulama.
3. Ayat yang berada diantara Muhkam dan Mutasyabih, yaitu ayat yang
bersifat pertengahan, hanya dapat diketahui oleh para „Ulama yang
mendalam ilmunya.
Diantara bentuk penerapan Takwil oleh orang yang berilmu diantaranya
ialah, sebagaimana sebuah Do‟a dari Rasulullah shallallahu „alahi wa sallam
kepada Sahabat Ibnu Abbas radiyallahu „anhu:

ِ َّ‫ َٔ َعهِّ ًُّْ انح‬، ٍِ ٌ‫اَنهَُّٓ َّى فقَُّّٓ فًِ ان ِّذ‬


29
‫ٌم‬
َ ٔ‫أ‬
Artinya:
“Ya Allah, berikanlah dia pemahaman terhadap Agama, dan ajarkanlah
ilmu Tafsir kepadanya.”

Dari Hadist diatas menunjukkan bagaimana Sahabat Ibnu Abbas diberikan


kelebihan dalam menakwilkan ayat-ayat Qur‟an sehingga menjadikannya salah
satu sahabat Rasulullah yang paling paham terhadap Syariat terkhusus ayat-ayat
Qur‟an. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam surah Ali Imran ayat
tujuh tersebut, bahwah orang-orang yang memiliki kapasitas keilmuan juga dapat
menafsirkan diantara ayat-ayat Qur‟an. Imam Ibnu Abi Hatim menjelaskan dari

28
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur‟ān (Cet-IV; Damasku: Dar al-Qalām,
2009), h. 443.
29
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imām Ahmad Ibn Hanbal Jilid-V, no.Hadist-2879 (Cet-
I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001), h. 65.
11

seorang Tabi‟in yaitu Ḍahhāk bahwah orang-orang yang mendalam ilmunya dapat
mengetahui Ta‟wil dari ayat-ayat Mutasyabih, jika mereka tidak mengetahui
penakwilan lalu bagaimana cara mereka mengetahui Nāsikh dari yang Mansūkh
dari sebuah ayat, mengetahui Halal dari yang Haram, Muhkam dari yang
Mutasyabih.30
Dari penjelasan diatas terdapat persamaan dalam pembagian jenis ayat-
ayat Qur‟an yaitu Muhkam dan Mutasyabih namun terdapat perbedaan dalam
mengartikan apakah ayat-ayat Mutasyabih dapat ditakwilkan ataukah hanya Allah
saja yang dapat mengetahuinya, maka berdasarkan beberapa pandangan tersebut
dapat dipahami bahwah terdapat ayat-ayat Mutasyabih yang hanya diketahui oleh
Allah „azza wa jalla seperti waktu terjadinya Hari Kiamat, dan terdapat ayat
Mutasyabih yang dapat dijangkau oleh para „Ulama untuk ditakwilkan seperti
kata-kata asing, hukum-hukum yang terkandung dalam ayat, tentunya dengan
menjadikan al-Qur‟an dan Hadist Rasulullah sebagai landasan utama.

D. Contoh Ayat-ayat Mutasyabihat


Ayat-ayat Mutasyabih terbagi dalam berbagi jenis, diantaranya Ayat yang
terkandung didalamnya sifat-sifat Allah „azza wa jalla, juga ayat Mutasyabih dari
sisi lafadz yaitu terkandung di dalamnya kata-kata asing serta dari sisi makna, dan
ayat Muqatta‟ah yang terdapat pada awal surah, adapaun contoh-contoh ayat yang
terdapat dalam al-Qur‟an sebagai berikut,
Dalam Qur‟an Surah Taha ayat 5:

ِ ْ‫ٱلرَّ حْ َٰ َمنُ َعلَى ْٱل َعر‬


‫ش ٱسْ َت َو َٰى‬
31

Terjemahnya:
“(Dialah Allah) Yang Maha Pengasih (dan) beristiwā‟ di atas ʻArasy”
Pada ayat ini terdapat kesamaran dalam hal sifat Allah swt. pada kata Istiwā‟,
sehingga terdapat perbedaan pandangan dikalangan „Ulama dalam penakwilan
kata Istiwa‟ tersebut.
Dalam Surah Qasas ayat 88:

30
Ibnu Abī Ḣātim, Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm Jilid-I (Cet-I; Riyadh: Nizār Muṣtafā al-
Bāz, 1997), h. 600.
31
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/20
12

32
ٌ ِ‫َّل اِ َٰنَّ اِ ََّّل ُْ ۗ َٕ ُكمُّ َش ًْ ٍء َْان‬
ۗۗ َّٓ ْ‫ك اِ ََّّل َٔج‬ ّ َٰ ‫ع َي َع‬
ْٓ َ ‫ّللاِ اِ َٰنًّٓا َٰا َخ ۘ َش‬ ُ ‫َٔ ََّل جَ ْذ‬
Terjemahnya:
“Jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain (selain Allah). Tidak ada
tuhan selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Wajhah.”

Dalam Surah al-Fath ayat 10:

ّۚ ‫ث ع ََٰهى ََ ْف ِس‬
ُ ‫ث فَاََِّ ًَا ٌَ ُْ ُك‬
َ ‫ق اَ ٌْ ِذ ٌْ ِٓ ْى ۚ فَ ًَ ٍْ ََّ َك‬ ّ َٰ ‫ٌَ ُذ‬
َ َْٕ‫ّللاِ ف‬
Terjemahnya:
“Tangan Allah di atas tangan mereka. Oleh sebab itu, siapa yang
melanggar janji (setia itu), maka sesungguhnya (akibat buruk dari)
pelanggaran itu hanya akan menimpa dirinya sendiri.”33

Dalam Surah „Abasa ayat 31:

‫( َيحَاعًّا نَّ ُك ْى َٔ َِّلَ َْ َعا ِي ُك ۗ ْى‬٣) ‫َٔفَا ِكَٓةًّ َّٔاَتًّّا‬


Terjemahnya:
“Buah-buahan, dan Abbā. (3) (Semua itu disediakan) untuk kesenanganmu
dan hewan-hewan ternakmu.”34

Dalam surah al-Baqarah ayat 189:


َ ٍُُْٕ‫ت ِي ٍْ ظُُْٕٓ ِسَْا َٔ َٰن ِك ٍَّ ْانثِ َّش َي ٍِ اجَّ َٰق ۚى َٔ ْأجُٕا ْانث‬
ٍْ ‫ت ِي‬ َ ٍُُْٕ‫ْس ْانثِشُّ تِا َ ٌْ جَأْجُٕا ْانث‬َ ٍَ‫َٔن‬
35
‫اَ ْت َٕاتَِٓا‬
Terjemahnya:
“Bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi
kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-
rumah dari pintu-pintunya,…”

Contoh terakhir dari ayat Mutasyabih ialah, ayat yang berjenis Muqatta‟ah
dan biasa disebut sebagai fawātih al-Suwar. Menurut Syamsu Nahar, untuk ayat
yang berbentuk satu huruf seperti "‫ "ص‬terdapat pada tiga tempat, ayat yang terdiri
dari dua huruf seperti "‫ "حى‬terdapat pada sepuluh tempat, ayat yang terdiri dari tiga
huruf seperti "‫ "انى‬terdapat pada 13 tempat, ayat yang terdiri dari empat huruf
seperti "‫ "انًض‬terdapat pada dua tempat, dan ayat yang terdiri dari lima huruf

32
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/28/88
33
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/48
34
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/80
35
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/2/189
13

terdapat pada surah Maryam yakni "‫"كٍٓعض‬36. Adapun dalam menyikapi ayat-ayat
tersebut para Ulama berbeda pandangan, diantaranya mengatakan ayat tersebut
bersifat rahasia dan hanya Allah lah yang mengetahuinya, dan pandangan lainya
beranggapan bahwa ayat tersebut mengandung makna, sehingga diantara „Ulama
menafsirkan ayat tersebut.37

E. Manfaat Dengan Adanya Ayat Muhkam Dan Mutasyabih


Secara umum tentunya isi dari al-Qur‟an seluruhnya terkandung manfaat
dan hikmah disetiap ayat, penyusunan, dan bahasanya. Al-Qur‟an merupakan
firman yang bersumber dari Allah „azza wa jalla dan terbukti kebenaran dan
keotentikannya, adapun salah satu model ayat al-Qur‟an yang terdapat manfaat
yang sangat besar dalam mempelajarinya ialah ayat Muhkam dan Mutasyabih,
diantara manfaat dan hikmah tersebut ialah:
1) Dengan adanya ayat-ayat Mutasyabih sebagai cobaan dan ujian untuk
melihat siapakah yang Imanya jujur dalam mengimani Allah beserta janji-
janjinya, juga meyakini bahwah segala firman Allah swt. tidak ada yang
saling bertentangan, dan perbedaan.38
2) Dengan adanya ayat Mutasyabih menunjukkan lemahnya akal manusia,
yaitu akal manusia diuji untuk mengimani sebuah ayat yang masih samar-
samar maksudnya, juga menunjukkan kelemahan akal manusia dengan
membutuhkan bantuan dalam memahami sesuatu yang belum ia pahami.
3) Peringatan kepada orang-orang yang sering memanfaatkan ayat-ayat
Mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan kekacauan, sebagaimana
firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 7:

ّۚ ِ‫فَا َ َّيا انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتَ َّ ِي ُُّْ ا ْت ِح َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْه‬
Terjemahnya:
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan
pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat

36
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 11.
37
Jalāluddīn al-Suyūṭi, al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān (Cet-I; Beirut: Muassasah al-Risalah
Nāsyirūn, 2008), h. 437.
38
Muhammad Ṣāliḣ al-Uṡaīmin, Majmu‟ Fatāwa wa Rasāil, Jilid-4 (Cet-I; Riyadh: Dar
al-Watan Linnasyrh, 1984), h. 189.
14

untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk


mencari-cari takwilnya.

4) Dengan ayat Mutasyabih menjadikan lahirnya berbagai pandangan dari


para Ahli Tafsir sehingga terdapatnya bermacam Madzhab dan
pandangan.39

39
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 15.
KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan sebelumnya, dapat diambil beberapa poin yang
kemudian dijadikan sebuah kesimpulan:
1. Secara bahasa kata Muhkam ialah menetapkan suatu hal dari yang tidak
baik ke yang lebih baik, dan jika dilihat dari sifatnya ketetapan tersebut
bersifat pasti, kokoh serta mengikat, sedangkan Mutasyabih ialah
bermakna Serupa atau Menyerupai. Adapun Muhkam dan Mutasyabih
secara istilah yaitu Muhkam ialah ayat Qur‟an yang sudah jelas maknanya
dan diketahui maksudnya, sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang
masih samar maknanya sehingga membutuhkan penafsiran dari dalil-dalil
lainnya.
2. Para „Ulama berbeda pendapat pada pembahasan siapakah yang dapat
menakwilkan atau menafsirkan ayat-ayat Mutasyabih. Pandangan pertama
mengatakan bahwah yang dapat menakwilkan ayat-ayat Mutasyabih
hanyalah Allah, pandangan kedua berpendapat bahwah para „Ulama juga
dapat menakwilkan dari ayat-ayat Mutasyabih, dan yang ketiga
berpendapat bahwah hanya Allah yang dapat mengetahui ayat-ayat
mutasyabih yang bersifat gaib dan para „Ulama hanya dapat menafsirkan
ayat-ayat Mutasyabih yang terdapat Ilmu atau dalil petunjuk dari al-Qur‟an
dan Hadist Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.

15
16

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟ān al-Karīm
Al-Aṣfahānī, Al-Rāgib. Mufradāt Alfāẓ al-Qur‟ān, Cet-IV; Damasku: Dar al-
Qalām, 2009.
Al-Bukhārī, Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Ju‟fī. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, t.Cet;
Karachi: al-Busyrah, 2016.
Al-Naisābūrī, Muhmmad Ibn Abdullah al-Hākim. al-Mustadrak „alā Ṣaḥīhaīn
Jilid-II, Cet-II; Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilimyyah, 2002.
Al-Qaṭṭān, Mannaā‟ Khālīl. Mabāḣiṡ fī „Ulūmi al-Qur‟ān, t.Cet; Beirut: Maktabah
Wahbah, t.th.
Al-Suyūṭi, Jalāluddīn. al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān, Cet-I; Beirut: Muassasah al-
Risalah Nāsyirūn, 2008.
Al-Ṭabari, Muhammad Ibn Jarīr. Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4 Cet-I; Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1994.
Al-Uṡaīmin, Muhammad Ṣāliḥ. Uṣūl fī al-Tafsīr, Cet-I; t.t; Maktabah Islamiyyah,
2001.
Al-Zarqānī, Muhammad „Abdul al-„Ażīm. Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān
Jilid-II, t.Cet; t.t: t.p, t.th.
Bābistī, „Azizah Fuwal. al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab, Cet-I;
Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyyah, 1992.
Drajat, Amroeni. Ulumul Qur‟an , Pengantar Ilmu-ilmu Qur‟an, Cet-I; Depok:
Kencana, 2017.
Ḣātim, Ibnu Abī. Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm Jilid-I, Cet-I; Riyadh: Nizār Muṣtafā
al-Bāz, 1997.
Ibn Hanbal, Ahmad. Musnad al-Imām Ahmad Ibn Hanbal Jilid-V, Cet-I; Beirut:
Muassasah al-Risalah, 2001.
Lāṡīn, Mūsa Syāhīn. Fatḣul Mun‟īm Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim Jilid-X, Cet-I; Kairo:
Dar al-Syuruq, 2002.
Manẓūr, Ibnu. Lisān al-„Arab Jilid-II, Bab-‫ح‬, t.Cet; Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th.
Nurdin, „Ulūm al-Qur‟ān, Cet-I; Aceh: CV.Bravo, 2018.
17

Turmuzi, Muhammad, Fatia Inast Tsuroyo. “Studi „Ulumul Qur‟an: Memahami


Kaidah Muhkam-Mutasyabih Dalam al-Qur‟an” Jurnal al-Wajid 2 no.2
(2021).

Anda mungkin juga menyukai