Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perkembangan
Pemikiran Islam Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Hukum
Islam
Oleh:
MUHAMMAD ADMIRAL
80100222028
Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. Kasjim Salenda, M.Th.I
Dr. H. Andi Muhammad Akmal, S. Ag., M.H.I.
Penulis,
Muhammad Admiral
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah „azza wa
jallla sebagai petunjuk serta pedoman bagi ummat manusia, diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam dan disampaikan kepada
ummatnya yang kemudian mengimani dan mengamalkannya, serta al-Qur‟an
sendiri telah dijamin langsung oleh Allah sebagaimana firmanya di dalam surah
al-Hijr. Jaminan yang dimaksud sebagaimana yang di sebutkan oleh Imam al-
Tabari ialah dijaganya dari tambahan atau pengurangan terhadap ayat-ayat al-
Qur‟an.1
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang memiliki berbagai macam
pembahasan dari sisi Uṡūlnya, diantaranya pengkajian yang membahasan
mengenai Asbāb al-Nuzūl, Makkī wa al-Madanī, Nāsikh wa al-Mansūkh dan
berbagai bentuk pembahasan lainya. Namun jauh sebelum itu Pembahasan-
pembahasan tersebut juga telah menjadi focus pengkajian oleh para ahli Qur‟an
dan Tafsir pada masa Sahabat dan Tabi‟in,2 yang kelak tersusun secara baku
dalam „Ulumul Qur‟an, dan salah satu pembahasan pokok dalam „Ilmu Qur‟an
ialah al-Muhkām wa al-Mutasyābih.
Diantara bentuk karakteristik ayat dalam al-Qur‟an ialah, terdapat ayat
yang maksud dan tujuannya telah jelas tanpa adanya bantuan untuk
memahaminya, dan juga terdapat ayat yang tidak dapat diketahui maksud dan
tujuannya sehinggga membutuhkan bantuan agar dapat memahaminya, yang
kemudian hal tersebut dimanfaatkan sebagian orang sebagai alat untuk
mengacaukan nalar Ummat Islam sehingga muncullah berbagai fitnah dan
keraguan, yaitu dengan mengambil sebuah ayat al-Qur‟an yang mengandung
penafsiran dan mengabaikan ayat yang jelas pemaknaannya. Maka dengan adanya
1
Muhammad Ibn Jarīr al-Ṭabari, Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4 (Cet-I; Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1994), h. 469.
2
Mannaā‟ al-Qaṭṭān, Mabāḣiṡ fī „Ulūmi al-Qur‟ān (t.Cet; Beirut: Maktabah Wahbah,
t.th), h. 8.
1
2
al-Muhkam wa al-Mutasyabih, yaitu salah satu cabang dari „Ilmu Qur‟an yang
dapat membahas terhadap permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan maka rumusan
masalah yang dapat ditarik sebagai bahan kajian ialah:
1. Bagaimanakah pandangan Ulama terhadap makna ayat Muhkām dan
Mutasyābih?
2. Bagaimanakah pandangan „Ulama terhadap perbedaan dalam
menakwilkan ayat Mutasyābih?
3. Apa saja manfaat dengan terdapatnya ayat Muhkam dan Mutasyābih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Muhkam wa al-Mutasyābih
Kata Muhkam berasal dari kata حكم – يحكمyang berarti memutuskan atau
menetapkan, sedangkan Muhkam / محكمsecara bahasa ialah sesuatu yang Akurat,
Pasti, atau Kokoh. Dalam kamus Lisān al-„Arab Istilah Hakama-Yahkumu
memiliki berbagai macam bentuk konotasi, diantaranya pada kata Mahākim
( )محبكمyaitu mencegah perbuatan Dzalim dari Kedzaliman. Juga terkandung pada
kata Hikmah ( )حكمةyaitu perumpamaan pengetahuan terhadap mana yang lebih
baik dari dua pilihan, hal serupa juga dijelaskan oleh M Turmuzi bahwah Hikmah
merupakan pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang dari sesuatu yang
tidak baik.3 Kata Hukmun ( )حكمialah sebuah „Ilmu dan Pemahaman, sebagaimana
dalam firman Allah dalam surah Maryam4, serta dapat bermakna menetapkan
sesuatu dengan „Adil, juga pada kata al-Hukmun dapat diartikan sebagai
keputusan antara dua perkara maka jika dirubah kedalam bentuk fā‟il akan
menjadi Hākim ( )حبكمyang dapat diartikan sebagai orang yang mencegah
kedzaliman dan memutuskan perkara antara dua orang yang bersengketa. Dalam
bentuk kata yang lain seperti Hakkim ( )ح ِّكمyang jika diibaratkan dengan contoh
“Hakkim anak yatim tersebut sebagaimana engkau menghakkim anak kalian
sendiri” yang jika ungkapan tersebut diartikan “Cegahlah anak yatim itu dari
kerusakan dan bimbinglah sebagaimana engkau membimbing anakmu sendiri”.
Makna mencegah pada kata Hakama ( )حكمjuga diistilahkan sebagai Tali Kekang
sebuah hewan5, yaitu dengan mengikat sebuah hewan akan mencegahnya dari
ketidaktahuan. Dari beberapa penjelasan tersebut jika disandarkan dengan al-
3
Muhammad Turmuzi, Fatia Inast Tsuroyo, “Studi „Ulumul Qur‟an: Memahami Kaidah
Muhkam-Mutasyabih Dalam al-Qur‟an” Jurnal al-Wajid 2 no.2 (Desember 2021), h. 451.
4
َ …“ َٔ َءاجَ ٍْ ََُُّٰ ٱ ْن ُح ْك َىDan kami
Dalam Surah Maryam Allah „azza wa jalla berfirman طثًٍِّّا
berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak” dalam beberapa Tafsir kata Hikmah
berupa Ilmu dan Pemahaman untuk Nabi Yahya Ibn Zakariyyah „alaihimā al-salām
5
Nurdin, „Ulūm al-Qur‟ān (Cet-I; Aceh: CV.Bravo, 2018), h. 28.
3
4
Qur‟an, maka menurut Ibnu Manẓūr kata Muhkam dalam sisi bahasa dapat
diartikan sebagai sesuatu yang tidak ada perbedaan dan kekacauan didalamnya6
Sedangkan kata Mutasyābih berasal dari kata شببه – يشببهyang berarti
Serupa, Menyerupai. Adapun Mutasyābih / متشببهsecara bahasa dapat diartikan
sebagai Yang Serupa atau Kemiripan. Menurut Nurdin, kata Mutasyābih secara
etimologi yang berarti kesamaan antara dua hal yang saling menyerupai 7, diantara
makna lainya ialah keserupaan antara dua hal yang tidak bisa dibedakan karena
ada kemiripan.8 Para ahli bahasa menggunakan bentuk kata Tasyābuh sebagai
dasar kata istilah Mutasyābih yang menunjukkan sebuah persekutuan atau
keikutsertaan dari sisi permisalan dan bentuknya.9 Hal serupa juga termasuk
dalam bentuk kata Sybaha ()شبه, “ أشبه الزجل أمهSeorang lelaki tersebut mirip
dengan Ibunya”. Dan juga pada kata Syubhah ( )شبهةyang berarti kebingungan,
kerancuan, atau sesuatu yang tidak jelas keadaanya dari sisi hukumnya.10
Dari berbagai uraian pengertian diatas dapat dipahami bahwah kata
Muhkam memiliki berbagai bentuk dan pemaknaan kata. Jika dilihat dari sisi
etimologi maka diantara makna umum yang dihasilkan ialah, menetapkan suatu
hal dari yang tidak baik ke yang lebih baik, dan jika dilihat dari sifatnya ketetapan
tersebut bersifat pasti, kokoh serta mengikat, sehingga dari ketetapan tersebut
mencegah seseorang dari hal buruk dikarenakan kurangnya ilmu dan pemahaman.
Sedangkan pada kata Mutasyābih, merupakan kata yang memiliki makna yang
mencakup seluruh bentuk katanya, diantaranya bermakna Serupa atau
Menyerupai, yaitu adanya dua hal yang tidak dapat dibedakan karena adanya
kemiripan.
6
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„ArabJilid-II, Bab-( حt.Cet; Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th), h. 952.
7
Nurdin, „Ulumul Qur‟an, h. 28.
8
Muhammad Turmuzi, Fatia Inast Tsuroyo, Studi „Ulumul Qur‟an, h. 452.
9
Muhammad „Abdul al-„Ażīm al-Zarqānī, Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān Jilid-II
(t.Cet; t.t: t.p, t.th), h. 270.
10
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„Arab Jilid-IV, Bab-ش, h. 2189
5
anatara keduannya, adapun beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para „Ulama
dalam uraian sebagai berikut:
1. Menurut Manna al-Qaṭṭān, Muhkam ialah ayat-ayat Qur‟an yang telah
diketahui maksudnya. Sedangkan Mutasyābih, ayat-ayat Qur‟an yang
hanya Allah swt. yang mengetahui ilmunya.
2. Muhkam ialah ayat yang tidak terkandung didalamnya kecuali hanya
satu maksud atau pandangan. Sedangkan Mutasyābih ayat yang
terdapat berbagai maksud dan pandangan dalam memaknainya.
3. Muhkam ialah ayat Qur‟an yang tidak membutuhkan penjelasan.
Sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang membutuhkan
penjelasan dari ayat lainnya.11
4. Muhammad Abdul „Ażīm al-Zarqāni menjelaskan bahwah Muhkam
ialah ayat yang jelas maksud dan tujuannya serta didalamnya tidak
terkandung Nāsikh. Sedangkan Mutasyābih ialah ayat yang
tersembunyi serta tidak diketahui maknanya baik secara akal dan
ilmiah dan hanya Allah swt. yang mengetahui ilmunya seperti
terjadinya hari Kiamat, kelarnya Dajjal atau pada Huruf-huruf
muqatta‟ah di awal surah.12
5. Ayat-ayat Muhkam berkarakter kuat atau rajih baik dari segi Nash atau
sisi dzahir nya. Sedangkan Mutasyābi sebaliknya serta mengandung
unsur Mujmal (makna yang bersifat umum sehingga perlu untuk
dirinci), Muawwal (lafaz ayat yang perlu ditafsirkan agar diketahui
maknanya), dan Musykil (lafadz yang sulit diketahui maksud dan
maknanya).13
Dari uraian makna Muhkam dan Mutasyābih tersebut dapat dipahami
bahwa Muhkam ialah ayat Qur‟an yang sudah jelas maknanya dan diketahui
maksudnya, sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang masih samar
11
Manna Khālīl ‟al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fī „Ulūm al-Qur‟ān (t.Cet; Kairo: Maktabah Wahbah,
t.th), h. 207.
12
Muhammad „Abdul al-„Aẓīm al-Zarqānī, Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān (t.Cet;
t.t: t.p, t.th), h. 272.
13
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an , Pengantar Ilmu-ilmu Qur‟an (Cet-I; Depok:
Kencana, 2017), h. 78.
6
ث ِك َٰحَثًّا ُّيحَ َٰ َش ِثًّٓا َّيثَاَِ َى جَ ْق َش ِعشُّ ِي ُُّْ ُجهُٕ ُد ٱنَّ ِزٌٍَ ٌَ ْخ َشْٕ ٌَ َستَُّٓ ْى ثُ َّى
ِ ٌٱ َّّللُ ََ َّض َل أَحْ َسٍَ ٱ ْن َح ِذ
ٍٍ ُجهُٕ ُدُْ ْى َٔقُهُٕتُُٓ ْى إِنَ َٰى ِر ْك ِش ٱ َّّلل ُ ِجَه
Terjemahnya:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran
yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah.”16
Jenis Ketiga, dalam pengertian ini dipahami bahwa sebagian ayat al-
Qur‟an bersifat Muhkam dan sebagian lainya bersifat Mutasyābih, sebagaimana
dalam firman Allah swt. dalam surah Ali Imran ayat 7,
ث ۗ فَا َ َّياٌ َٰٓ ِة َٔا ُ َخ ُش ُيحَ َٰشث ِ ث ُْ ٍَّ ا ُ ُّو ْان ِك َٰح ٌ ًَٰث ُّيحْ َك ٌ ٌَٰ ة ِي ُُّْ َٰا
َ ك ْان ِك َٰح ْْٓ ُْ َٕ انَّ ِز
َ ٍْ َي اَ َْ َض َل َعه
انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتََّ ِي ُُّْ ا ْتحِ َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْهِ ّۚ َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى
14
Muhammad Ṣāliḥ al-Uṡaīmin, Uṣūl fī al-Tafsīr (Cet-I; t.t; Maktabah Islamiyyah, 2001),
h. 40.
15
Quran Kemenag Online, al-Qur‟ān al-Karĭm, al-Idārah al-Markaziyah Lisyu‟ūni al-
Qur‟ān al-Karĭm https://quran.kemenag.go.id/surah/11
16
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/39
7
17
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/3
18
Muhammad Ṣāliḥ al-Uṡaīmin, Uṣūl fī al-Tafsīr, h. 40.
8
diketahui oleh Allah „azza wa jalla atau juga dapat ditafsirkan oleh Manusia19,
Allah berfirman,
ث ۗ فَا َ َّيا ٌ َٰٓ ة َٔا ُ َخ ُش ُيحَ َٰش ِث ِ ث ُْ ٍَّ ا ُ ُّو ْان ِك َٰح ٌ ٌَٰ ة ِي ُُّْ َٰا
ٌ ًَٰث ُّيحْ َك َ ك ْان ِك َٰح ْْٓ ُْ َٕ انَّ ِز
َ ٍْ َي اَ َْ َض َل َعه
انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتََّ ِي ُُّْ ا ْتحِ َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْهِ ّۚ ومب يعلم
ْٓ َّ ِسخىن فِى ال ِعل ِم يقىلىن هامناب بِه ُكمٌّ ِّي ٍْ ِع ُْ ِذ َستَُِّا ۚ َٔ َيا ٌَ َّز َّك ُش ا
َّل ِ الزتأ ِويل ٓٗه اِ اَّل هّللا ۘو ه
٧ب ِ أُنُٕا ْاَّلَ ْنثَا
Terjemahnya:
“Dialah yang menurunkan al-Qur‟an kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamāt, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat
yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya,
kecuali Allah dan Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata
“Kami beriman kepadanya (al-Qur’an), semuanya itu dari sisi Tuhan
kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.”20
menunjukkan kalimat baru, ataukah waqaf pada ayat tersebut barulah terletak
19
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“
Nizhamiyah 4 no.2 (Desember 2016), h. 4.
20
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/3
21
Waw Isti'naf Nahwi adalah kalimat yang ada di depan waw tersebut merupakan
kalimat yang baru, tidak ada kaitan dengan kalimat di belakangnya, atau tidak di dahului oleh
kalam apa pun. Lihat: „Azizah Fuwal Bābistī, al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab (Cet-
I; Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyyah, 1992), h. 462.
22
Waw „Aṭaf ialah waw yang menunjukkan kata setelahnya merupakan tambahan dari
kalimat sebelumnya, Lihat: „Azizah Fuwal Bābistī, al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab,
h. 482.
9
Mujahid dari kalangan Tabi‟in berdasarkan riwayat Ibnu Abbas yaitu: ( َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى
ّ َٰ )جَأْ ِٔ ٌْهَ ّْٓ اِ ََّّل, kemudian Ibnu „Abbas berkata: “aku diantara
ّللاُ ۘ َٔان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى ْان ِع ْه ِى
yang mengetahui takwilnya (ayat-ayat mutasyabi)”24, dan pendapat ini yang
kemudian dipilih oleh Imam al-Nawawi sebagaimana perkataanya dalam Syarah
Shahih Muslim bahwah “pendapat inilah yang paling Shahih, yaitu orang-orang
berilmu juga dapat mengetahui takwilnya, karena tidaklah mungkin Allah
menyampaikan sesuatu kepada Makhluknya terhadap sesuatu yang tidak ada jalan
untuk mengetahui maknanya”.25
Sedangkan yang mengatakan bahwah pengetahuan terhadap Takwil dari
ayat-ayat Mutasyabih hanyalah Allah swt. semata, dan diantara yang
berpandangan tersebut beberapa Ulama dari kalangan Tabi‟in berdasarkan riwayat
yang disampaikan oleh „Abdurrazzaq dalam Tafsirnya dan al-Hākim dalam
Mustadrak dari Ibnu „Abbas:
26 ّ َٰ َٔ َيا ٌَ ْعهَ ُى جَأْ ِٔ ٌْهَ ّْٓ اِ ََّّل
ِّّللاُ َٔ ٌَقُْٕ نُ َٕ ان َٰ ّش ِس ُخْٕ ٌَ فِى ْان ِع ْه ِى َٰا َيَُّا ت
Diantara dasar lainya ialah, sebagaimana riwayat hadist yang disebutkan oleh
Syaikhān dan lainya, dari „Aisyah radiyallahu „anhā :
َ َ{ ُْ َٕ انَّ ِزي أَ َْ َض َل َعهَ ٍْكَ ْان ِكح: َّللاُ َعهَ ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى َْ ِز ِِ ْاٌََة
)...اب َّ طهَّى ِ َّ جَ ََل َسسُٕ ُل
َ ّللا
فإِذا:ّللا ُ َعهَ ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى
َّ طهَّى
َ ِّللا َّ قَا َل َسسُٕ ُل:ث ْ َ قَان,) ب ِ أُٔنُٕ ْاْلَ ْنثَا...( :ّإنى قٕن
رأيت ال ا ِذيه يتابِعىن مب تشببه ِمنه فأولئِ ِك الا ِذيه س امى ا
.27ّللا فبحذروهم
Artinya:
23
Manna Khālīl ‟al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 208.
24
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 6.
25
Mūsa Syāhīn Lāṡīn, Fatḣul Mun‟īm Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim Jilid-X (Cet-I; Kairo: Dar al-
Syuruq, 2002), h. 203.
26
Muhmmad Ibn Abdullah al-Hākim al-Naisābūrī, al-Mustadrak „alā Ṣaḥīhaīn Jilid-II
(Cet-II; Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilimyyah, 2002), h. 317.
27
Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Ju‟fī al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī , no.Hadist-
4547 (t.Cet; Karachi: al-Busyrah, 2016), h. 1986.
11
28
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur‟ān (Cet-IV; Damasku: Dar al-Qalām,
2009), h. 443.
29
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imām Ahmad Ibn Hanbal Jilid-V, no.Hadist-2879 (Cet-
I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001), h. 65.
11
seorang Tabi‟in yaitu Ḍahhāk bahwah orang-orang yang mendalam ilmunya dapat
mengetahui Ta‟wil dari ayat-ayat Mutasyabih, jika mereka tidak mengetahui
penakwilan lalu bagaimana cara mereka mengetahui Nāsikh dari yang Mansūkh
dari sebuah ayat, mengetahui Halal dari yang Haram, Muhkam dari yang
Mutasyabih.30
Dari penjelasan diatas terdapat persamaan dalam pembagian jenis ayat-
ayat Qur‟an yaitu Muhkam dan Mutasyabih namun terdapat perbedaan dalam
mengartikan apakah ayat-ayat Mutasyabih dapat ditakwilkan ataukah hanya Allah
saja yang dapat mengetahuinya, maka berdasarkan beberapa pandangan tersebut
dapat dipahami bahwah terdapat ayat-ayat Mutasyabih yang hanya diketahui oleh
Allah „azza wa jalla seperti waktu terjadinya Hari Kiamat, dan terdapat ayat
Mutasyabih yang dapat dijangkau oleh para „Ulama untuk ditakwilkan seperti
kata-kata asing, hukum-hukum yang terkandung dalam ayat, tentunya dengan
menjadikan al-Qur‟an dan Hadist Rasulullah sebagai landasan utama.
Terjemahnya:
“(Dialah Allah) Yang Maha Pengasih (dan) beristiwā‟ di atas ʻArasy”
Pada ayat ini terdapat kesamaran dalam hal sifat Allah swt. pada kata Istiwā‟,
sehingga terdapat perbedaan pandangan dikalangan „Ulama dalam penakwilan
kata Istiwa‟ tersebut.
Dalam Surah Qasas ayat 88:
30
Ibnu Abī Ḣātim, Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm Jilid-I (Cet-I; Riyadh: Nizār Muṣtafā al-
Bāz, 1997), h. 600.
31
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/20
12
32
ٌ َِّل اِ َٰنَّ اِ ََّّل ُْ ۗ َٕ ُكمُّ َش ًْ ٍء َْان
ۗۗ َّٓ ْك اِ ََّّل َٔج ّ َٰ ع َي َع
ْٓ َ ّللاِ اِ َٰنًّٓا َٰا َخ ۘ َش ُ َٔ ََّل جَ ْذ
Terjemahnya:
“Jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain (selain Allah). Tidak ada
tuhan selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Wajhah.”
ّۚ ث ع ََٰهى ََ ْف ِس
ُ ث فَاََِّ ًَا ٌَ ُْ ُك
َ ق اَ ٌْ ِذ ٌْ ِٓ ْى ۚ فَ ًَ ٍْ ََّ َك ّ َٰ ٌَ ُذ
َ َّْٕللاِ ف
Terjemahnya:
“Tangan Allah di atas tangan mereka. Oleh sebab itu, siapa yang
melanggar janji (setia itu), maka sesungguhnya (akibat buruk dari)
pelanggaran itu hanya akan menimpa dirinya sendiri.”33
Contoh terakhir dari ayat Mutasyabih ialah, ayat yang berjenis Muqatta‟ah
dan biasa disebut sebagai fawātih al-Suwar. Menurut Syamsu Nahar, untuk ayat
yang berbentuk satu huruf seperti " "صterdapat pada tiga tempat, ayat yang terdiri
dari dua huruf seperti " "حىterdapat pada sepuluh tempat, ayat yang terdiri dari tiga
huruf seperti " "انىterdapat pada 13 tempat, ayat yang terdiri dari empat huruf
seperti " "انًضterdapat pada dua tempat, dan ayat yang terdiri dari lima huruf
32
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/28/88
33
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/48
34
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/80
35
Quran Kemenag Online, https://quran.kemenag.go.id/surah/2/189
13
terdapat pada surah Maryam yakni ""كٍٓعض36. Adapun dalam menyikapi ayat-ayat
tersebut para Ulama berbeda pandangan, diantaranya mengatakan ayat tersebut
bersifat rahasia dan hanya Allah lah yang mengetahuinya, dan pandangan lainya
beranggapan bahwa ayat tersebut mengandung makna, sehingga diantara „Ulama
menafsirkan ayat tersebut.37
ّۚ ِفَا َ َّيا انَّ ِز ٌٍَْ فِ ًْ قُهُْٕ تِ ِٓ ْى َص ٌْ ٌغ فٍََحَّثِعُْٕ ٌَ َيا جَ َشاتَ َّ ِي ُُّْ ا ْت ِح َغ ۤا َء ْانفِ ْحَُ ِة َٔا ْتحِ َغ ۤا َء جَأْ ِٔ ٌْه
Terjemahnya:
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan
pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat
36
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 11.
37
Jalāluddīn al-Suyūṭi, al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān (Cet-I; Beirut: Muassasah al-Risalah
Nāsyirūn, 2008), h. 437.
38
Muhammad Ṣāliḣ al-Uṡaīmin, Majmu‟ Fatāwa wa Rasāil, Jilid-4 (Cet-I; Riyadh: Dar
al-Watan Linnasyrh, 1984), h. 189.
14
39
Syamsu Nahar, “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih dalam Qur‟an“, h. 15.
KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan sebelumnya, dapat diambil beberapa poin yang
kemudian dijadikan sebuah kesimpulan:
1. Secara bahasa kata Muhkam ialah menetapkan suatu hal dari yang tidak
baik ke yang lebih baik, dan jika dilihat dari sifatnya ketetapan tersebut
bersifat pasti, kokoh serta mengikat, sedangkan Mutasyabih ialah
bermakna Serupa atau Menyerupai. Adapun Muhkam dan Mutasyabih
secara istilah yaitu Muhkam ialah ayat Qur‟an yang sudah jelas maknanya
dan diketahui maksudnya, sedangkan Mutasyābih ialah ayat Qur‟an yang
masih samar maknanya sehingga membutuhkan penafsiran dari dalil-dalil
lainnya.
2. Para „Ulama berbeda pendapat pada pembahasan siapakah yang dapat
menakwilkan atau menafsirkan ayat-ayat Mutasyabih. Pandangan pertama
mengatakan bahwah yang dapat menakwilkan ayat-ayat Mutasyabih
hanyalah Allah, pandangan kedua berpendapat bahwah para „Ulama juga
dapat menakwilkan dari ayat-ayat Mutasyabih, dan yang ketiga
berpendapat bahwah hanya Allah yang dapat mengetahui ayat-ayat
mutasyabih yang bersifat gaib dan para „Ulama hanya dapat menafsirkan
ayat-ayat Mutasyabih yang terdapat Ilmu atau dalil petunjuk dari al-Qur‟an
dan Hadist Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟ān al-Karīm
Al-Aṣfahānī, Al-Rāgib. Mufradāt Alfāẓ al-Qur‟ān, Cet-IV; Damasku: Dar al-
Qalām, 2009.
Al-Bukhārī, Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Ju‟fī. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, t.Cet;
Karachi: al-Busyrah, 2016.
Al-Naisābūrī, Muhmmad Ibn Abdullah al-Hākim. al-Mustadrak „alā Ṣaḥīhaīn
Jilid-II, Cet-II; Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilimyyah, 2002.
Al-Qaṭṭān, Mannaā‟ Khālīl. Mabāḣiṡ fī „Ulūmi al-Qur‟ān, t.Cet; Beirut: Maktabah
Wahbah, t.th.
Al-Suyūṭi, Jalāluddīn. al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān, Cet-I; Beirut: Muassasah al-
Risalah Nāsyirūn, 2008.
Al-Ṭabari, Muhammad Ibn Jarīr. Tafsīr al-Ṭabarī, Jilid 4 Cet-I; Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1994.
Al-Uṡaīmin, Muhammad Ṣāliḥ. Uṣūl fī al-Tafsīr, Cet-I; t.t; Maktabah Islamiyyah,
2001.
Al-Zarqānī, Muhammad „Abdul al-„Ażīm. Manāhil al-„Irfān fī „Ulūm al-Qur‟ān
Jilid-II, t.Cet; t.t: t.p, t.th.
Bābistī, „Azizah Fuwal. al-Mu‟jam al-Mufaṣṣal Fī al-Naḣwi al-„Arab, Cet-I;
Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyyah, 1992.
Drajat, Amroeni. Ulumul Qur‟an , Pengantar Ilmu-ilmu Qur‟an, Cet-I; Depok:
Kencana, 2017.
Ḣātim, Ibnu Abī. Tafsīr al-Qur‟ān al-„Aẓīm Jilid-I, Cet-I; Riyadh: Nizār Muṣtafā
al-Bāz, 1997.
Ibn Hanbal, Ahmad. Musnad al-Imām Ahmad Ibn Hanbal Jilid-V, Cet-I; Beirut:
Muassasah al-Risalah, 2001.
Lāṡīn, Mūsa Syāhīn. Fatḣul Mun‟īm Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim Jilid-X, Cet-I; Kairo:
Dar al-Syuruq, 2002.
Manẓūr, Ibnu. Lisān al-„Arab Jilid-II, Bab-ح, t.Cet; Kairo: Dar al-Ma‟arif, t.th.
Nurdin, „Ulūm al-Qur‟ān, Cet-I; Aceh: CV.Bravo, 2018.
17