Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi (SD). Periode 0- 24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, Asi Eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI, memantau pertumbuhan balita di posyandu, meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Menurut data SSGI 2021, kejadian stunting sendiri meningkat pada kategori balita umur 12-23 bulan yang berarti bahwa ada yang salah dengan cara pemberian MP-ASI di usia 6-11 bulan. Penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga dengan perilaku sadar gizi yang kurang baik berpeluang meningkatkan risiko kejadian stunting pada anak balita 1,22 kali dibandingkan dengan rumah tangga dengan perilaku kesadaran gizi baik. Praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak tepat merupakan salah satu masalah yang sering terjadi di negara berkembang. Hal tersebut dapat menyebabkan asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama dari protein yang berhubungan dengan masalah gangguan pertumbuhan fisik pada anak balita, termasuk stunting. Di daerah tempat saya bekerja, rata-rata untuk cara pemberian MP-ASI dan waktu pemberian juga masih belum tepat. MP-ASI diberikan pada usia kurang dari 6 bulan dan biasanya langsung diberikan nasi. Seperti yang kita ketahui bahwa Pemberian Makanan Tambahan dari 6-9 bulan yaitu mulai dengan 2 sampai 3 sendok bubur atau makanan yang dilumatkan. Diusia 6 bulan, makanan ini merupakan ajang pengenalan rasa baru daripada makanan sesungguhnya. Buat bubur dengan susu– terutama ASI; kacang yang dilumatkan (sedikit minyak juga bisa ditambahkan) kemudian secara perlahan tingkatkan menjadi setengah (cangkir 250 ml). Makanan apapun dapat diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan sejauh makanan itu dilumatkan atau dicincang/dicacah. Anak-anak tidak memerlukan gigi untuk mengunyah makanan seperti telur, daging, dan sayuran hijau. Tambahkan tabur gizi, dua hari sekali, pada makanan siap saji. Tenaga kesehatan, kader, dan tokoh masyarakat harus mengetahui cara pemberian makan yang baik bagi anak. Di daerah terpencil terkadang anak usia kurang dari 6 bulan atau pun bayi baru lahir diberikan makanan seperti pisang. Hal ini tentu saja kurang tepat dimana yang kita ketahui bahwa lambung bayi itu besarnya sama dengan kelereng sehingga belum bisa menampung makanan selain ASI. Pada saat melakukan konsultasi kepada ibu balita tidak jarang ibu balita yang protes dengan alasan sudah biasa diberikan di kampung ini. Memang hal yang paling susah dirubah itu adalah perilaku dan kebiasaan seseorang. Maka dari itu yang saya lakukan adalah tetap memberikan edukasi kepada ibu balita/bayi setiap bulannya sehingga jika ibu balita tersebut mempunyai anak lagi bisa mempraktikkan apa yang sudah diberikan. Disini juga telah dilakukan pelatihan PMBA (Pemberian Makan pada Bayi dan Anak) untuk kader sehingga tidak hanya petugas kesehatan saja yang bisa mengedukasi masyarakat. Apalagi kader sendiri merupakan warga di daerah tersebut dan paling dekat dengan masyarakat. Selain itu, banyak juga ibu balita yang bertanya kepada saya mengenai cara memberikan makan seperti anak salah satu artis yang terkenal, yaitu langsung diberikan makanan yang keras/ bertekstur. Sebenarnya pemberian makanan yang seperti ini bisa dilakukan, tapi dengan berbagai syarat salah satunya yaitu diawasi oleh dokter spesialis anak, anak sudah bisa duduk tegak, dan lainnya yang jika tidak dipenuhi akan membuat anak tersedak, maka dari itu pemberian makan seperti ini masih belum dianjurkan di negara kita. Praktik pemberian makan merupakan hal yang sangat krusial jika dikaitkan dengan stunting, yang mana hal yang sangat berpengaruh pada anak stunting yaitu asupan. Baru baru ini pemerintah mulai memasukkan kegiatan di hampir semua puskesmas yaitu pemberian PMT lokal. PMT lokal ini diberikan kepada balita weight falltering dan ibu hamil KEK yang tujuannya adalah mengatasi ketidakcukupan nutrisi di beberapa daerah. Dengan adanya kecukupan nutrisi diharapkan tidak adanya growth falltering. Pada kegiatan ini peran kader dan desa sangat diperlukan. Pemberian PMT lokal ini dilakukan selama 90 hari dengan memberikan minimal lauk dan dalam 1 minggu harus diberikan makanan lengkap. Diharapkan dengan pemberian PMT lokal ini angka kejadian gizi kurang, ibu hamil KEK, dan stunting ikut menurun. Kelemahan dari kegiatan ini adalah banyak kader yang belum mau berpartisipasi dalam kegiatan ini. Di salah satu desa tempat saya bekerja, sangat mendukung kegiatan PMT lokal ini, dari desa memberikan dana dukungan untuk kader sebagai petugas masak dan pengantaran sehingga kader di desa tersebut bersemangat dalam menjalankan kegiatan ini dan hasil yang didapatkan nantinya pun sesuai. Harapan kami sebagai tenaga kesehatan gizi, terus dilakukan edukasi mengenai PMBA dan akan lebih baik jika PMBA ini bisa dimasukkan ke kurikulum sekolah agar ketika nanti generasi bangsa kita mempunyai anak, dia bisa mempraktikkannya sehingga secara tidak langsung itu dapat mengurangi resiko maslah terkait gizi terutama stunting. BIODATA Devi Novia, lahir di Pontianak pada 3 November 1992 dan sekarang menetap di Kalimantan Tengah. Menyelesaikan pendidikan dasar di Muhammadiyah 2 Pontianak, melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah kemudian SMA Negeri 6 Pontianak, D III di Poltekkes Pontianak, melanjutkan jenjang sarjana di UNRIYO dan menyelesaikan S2 di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saat ini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara di UPT Puskesmas Balai Riam.