Anda di halaman 1dari 124

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasus penembakan di Nduga Papua mengorbankan puluhan

warga sipil. Pada tanggal 1 dan 2 Desember 2018, warga sipil yang

bekerja dalam proyek pembangunan jembatan Trans Papua menjadi

korban bersenjata oleh Kelompok Kriminal Bersenjata-Organisasi

Papua Merdeka (KKB-OPM).

Penembakan yang dilakukan oleh KKB-OPM tersebut diduga

karena seorang pekerja pembangunan jembatan Trans Papua

mengambil foto upacara perayaan HUT Tentara Pembebasan

Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) yang membuat

mereka marah dan berimbas kepada pekerja lainnya (Kompas.com, 3

Desember 2018).

Namun di informasi lain mengatakan, penembakan yang

dilakukan oleh KKB-OPM terhadap pekerja Trans Papua merupakan

pemberontakan terhadap upaya pemerintah dalam melakukan

pembangunan infrastruktur yang tidak tentu dapat menyelesaikan

permasalahan status Papua yang ingin merdeka (BBC.com, 5

Desember 2018).
2

Terkait penembakan terhadap pekerja pembangunan jembatan

Trans Papua banyak media berpacu memberitakan peristiwa tersebut.

Papua sendiri memiliki banyak media lokal yang mampu lebih cepat

mendapatkan informasi insiden penembakan, empat diantaranya yang

sudah sesuai faktual Dewan pers adalah Cenderawasih Pos, Harian

Pagi Papua, Bisnis Papua, dan Jubi.

Tabloidjubi.com merupakan media lokal yang banyak

melaporkan kasus penembakan pekerja pembangunan jembatan Trans

Papua. Terkait dengan konflik penembakan yang terjadi di Nduga

Papua, Tabloidjubi.com memberitakan kasus tersebut dengan judul:

“Benny Wenda: Berita pembunuhan di Nduga adalah propaganda


Indonesia” (Tabloidjubi.com, 5 Desember 2018).
Sumber Tabloidjubi.com dari judul berita tersebut mengatakan

bahwa masalah konflik di Nduga merupakan wujud propaganda

bangsa Indonesia, agar masyarakat luas percaya bahwa orang Papua

adalah brutal. Sehingga dengan alasan tersebut masyarakat Indonesia

melegitimasikan pengiriman pasukan lebih besar ke Papua.

“Kami yang bertanggungjawab. Ada kontak senjata. Itu serangan


bersenjata, bukan eksekusi seperti yang disampaikan aparat
keamanan Indonesia,” ungkap juru bicara TPNPB, “Mereka itu
anggota militer, Denzipur. Bukan pekerja sipil,” ungkap juru bicara
TPNPB, Sebby Sambom kepada Jubi melalui sambungan telepon
(Tabloidjubi.com, 5 Desember 2018).
Melalui pernyataan di atas, Tabloidjubi.com mengklarifikasi

bahwa pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)


3

membantah bahwa diri mereka bukan melakukan eksekusi terhadap

puluhan warga sipil yang menjadi korban melainkan melakukan

infiltrasi bersenjata kepada anggota militer yang bekerja membangun

jembatan Trans Papua.

“Kami juga minta TNI Polri tidak menakut-nakuti rakyat kecil di


sana, jangan berpikir masyarakat itu OPM sehingga main tembak
saja, jangan berfikir semua orang dianggap OPM,” tegas Gwijangge
Ketua DPRD (Tabloidjubi.com, 18 Desember 2018).
Pernyataan di atas pula Tabloidjubi.com menyampaikan agar

personil TNI dan Polri tidak memanaskan situasi yang berlangsung

yang berdampak buruk pada masyarakat Papua khususnya di Nduga.

Melalui isi pemberitaan di atas, Tabloidjubi.com seharusnya

dapat berperilaku adil dengan menggunakan lebih banyak sumber dari

pihak yang mengalami dampak konflik, dibandingkan para Tentara

Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan sumber dari pihak

pemerintah Indonesia atau pejabat Militer dan Polri yang turun tangan

dalam kasus tersebut.

Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu

untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi

masyarakat dan kelompok secara kolektif (McQuail 1991, 3). Sebagai

ruang publik (public sphere), media massa tidak akan mampu

melaporkan peristiwa sama seperti fakta yang ada.


4

Menurut Habermas 1962 (Dahglren 2002, 195-196), ruang

publik sebagai suatu realitas kehidupan sosial di mana terdapat suatu

proses pertukaran informasi dan berbagai pandangan pokok persoalan

yang tengah menjadi perhatian umum, sehingga dalam proses tersebut

terciptanya pendapat umum. Ruang publik dibentuk oleh media massa,

yang dimana media massa merupakan bagian dari lembaga-lembaga

mampu membentuk suatu realitas dalam opini publik lewat pertukaran

informasi, karena media massa mempunyai akses dialog dalam

masyarakat untuk menciptakan suatu pemberitaan.

Namun, pada kenyataannya di Indonesia sendiri belum cukup

memiliki syarat untuk bisa menyediakan ruang publik yang memadai.

Salah satunya terlihat dari institusi media massa, yang saat ini masih

belum memperlihatkan adanya nuansa ruang publik yang bisa

memberikan kelegaan bagi semua kalangan. Karena media massa

sudah dikuasai oleh kekuatan pasar, sehingga pemerintah tidak lagi

bisa mempunyai kewenangan untuk mempengaruhi isi media. Pasar

yang terwakili dengan kekuatan tertentu, merasa kuat dan benar

seenaknya mencoba mengendalikan isi media. Shoemaker dan Reese,

mengemukakan bahwa isi pesan media dipengaruhi dari dalam dan

luar organisasi media tersebut (Shoemaker dan Reese 1996, 60).


5

Hal ini disebabkan oleh realitas tertentu tidak dapat dipisahkan

oleh pengaruh kebijakan internal media yang berhubungan dengan

kepentingan dari pemilik media, individu wartawan sebagai pencari

berita, dan rutinitas organisasi media. Dan kebijakan eksternal

berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan,

pemerintah masyarakat.

Peristiwa konflik salah satu isu permasalahan sosial yang

umumnya dipicu karena tidak adanya rasa toleransi terhadap

kebutuhan dari masing-masing individu. Banyak media memiliki

prinsip bahwa konflik memiliki nilai berita yang tinggi, terutama

konflik fisik, perang, pembunuhan yang biasanya ditempatkan di

halaman muka (Ishwara 2005, 53) .Konflik dapat terjadi di mana dan

kapan saja, baik itu terjadi antar individu, antar kelompok, antar etnis,

maupun antar agama.

Mark Anstey (dalam Toit 2000, 10) mengatakan bahwa konflik

terjadi karena adanya perbedaan dalam tata nilai, kebutuhan atau

kepentingan mereka dan sengaja menggunakan kekuasaan dalam

usaha saling menyingkirkan, menetralkan atau mengubahnya untuk

saling melindungi atau meningkatkan kepentingan mereka dalam

interaksi tersebut (Juditha 2016, 96).


6

Secara keseluruhan media massa banyak memberitakan

peristiwa konflik, hal ini terlihat dari bagaimana media massa meliput

lokasi di mana peristiwa konflik terjadi, jumlah korban yang

meninggal, bangunan atau harta benda yang hancur. Melalui sudut

pandangnya, media massa cenderung meliput konflik hanya pada

perilaku atau aspek-aspek konflik yang kelihatan kasat mata seperti

perilaku membunuh, membantai kelompok tertentu, menembak, dan

kecenderungan media massa lebih mengeksploitasi dampak kekerasan

yang terlihat dari pada yang tidak terlihat. Anto dkk 2002, mengatakan

media massa sering menonjolkan aspek sensasional dan dramatisasi.

Kebanyakan konflik kekerasan hanya diliput sebagai peristiwa yang

sepotong-potong (Juditha 2016, 97).

Salah satu literatur rivew journal, (Christiany Juditha. 2016)

“Peace Journalism In News Tolikara Religion Conflict in

Tempo.Com” menunjukkan hasil penelitian dalam media Tempo.co

bahwa 37 bahan berita yang disiarkan, sebagian besar 86,49% telah

mengarah pada orientasi perdamaian. Maka berita-berita yang

diposting oleh Tempo.co berupaya lebih menekankan upaya-upaya

perdamaian. Dari penelusuran berita yang diteliti oleh peneliti

memberikan keterangan bahwa Tempo.co tentang kasus Tolikara,


7

secara garis besar memuat fakta, tidak ada sama sekali bercampur

dengan opini wartawan media tersebut (Juditha 2016, 100).

Tabloidjubi.com salah satu media lokal yang telah ikut

berperan dalam memberitakan insiden penembakan di Nduga Papua.

Tabloidjubi.com merupakan salah satu surat kabar lokal Papua yang

selalu menyediakan informasi dan peristiwa yang terjadi di Papua dan

sekitranya. Tabloidjubi.com memiliki pembaca yang menyasar hampir

ke seluruh wilayah Papua dengan ruang lingkup pemberitaan yang

menjangkau Nduga.

Idealnya, pemberitaan Tabloidjubi.com terhadap kasus konflik

bersenjata antar TPNPB dan aparat keamanan gabungan TNI-Polri di

Nduga Papua mestinya adil mengikuti prinsip jurnalisme damai,

dimana prinsip yang diterapkan ketika memberitakan konflik. Peace

Journalism (Jurnalisme Damai) merupakan upaya yang mampu

mendefinisikan dan merekonstruksi kembali peran jurnalis dalam

meliput isu konflik. Jurnalisme damai pertama kali dicetuskan oleh

Johan Galtung. Galtung (dalam Hackett dan Zhao 2005), mengatakan

jurnalisme damai sebagai motivator dari perdamaian dan promotor

dari depolarisasi dan eskalasi yang mampu mecapai sebuah

kepentingan peran dengan menginspirasi wartawan untuk


8

menggambarkan perselisihan dengan cara yang berbeda dari yang

mereka anggap biasanya (Peleg 2006, 2).

Lynch dan McGoldrick menyatakan bahwa jurnalisme damai

merupakan cara untuk menurunkan ketegangan, dengan membuat

pemberitaan yang jujur (Lynch dan McGoldrick, Peace Journalism

2005, 17). Dalam pelaksanaan jurnalisme damai harus didasari oleh

tekad dan komitmen para media dan jurnalis untuk memiliki

pemberitaan yang mampu menyelesaikan masalah secara damai.

Prinsipnya jurnalisme damai melaporkan suatu kejadian dengan

bingkai lebih luas, lebih berimbang, dan lebih akurat yang di dasarkan

pada informasi tentang konflik dan perubahan yang terjadi. Sesuai

dengan istilahnya, jurnalisme damai adalah jenis jurnalisme yang

harus mengarah pada penyampaian informasi berdampak pada

perdamaian.

Tabloidjubi.com sebagai media lokal mestinya mampu

menggunakan jurnalisme damai sebagai aspek teknik, perspektif, dan

pijakan pernyataan politik dan pengembangan konflik yang mampu

mendamaikan kedua bela pihak yang terlibat. Pada isu pemberitaan

konflik, media diharuskan mampu mewujudkan jalan damai antara

pihak-pihak yang bertikai. Agar media mampu mengarahkan konflik


9

dengan baik, Jurnalisme damai diperkenalkan untuk membangun

tatanan pola pikir baru tentang peran sebuah media (Nusyur 2017, 27).

Tabloidjubi.com yang merupakan media lokal mesti

menggunakan perspektif jurnalisme damai, karena kasus konflik

bersenjata antar TPNPB dan aparat keamanan gabungan TNI-Polri di

Nduga Papua masih banyak menyimpan permasalahan yang panjang,

seperti munculnya dendam antar masyarakat yang dapat melibatkan

korban dan kerugian material. Melalui Jurnalisme damai

memberitakan konflik secara apa adanya dan memberikan porsi yang

seimbang kepada semua pihak merupakan hal yang tepat dalam

mewujudkan kedamaian. Media sebagai sumber informasi ideal harus

mampu menerapkan jurnalisme damai dengan pendekatan win-win

solution (Lynch, A Course in Peace Journalism 2007, 8) dan wartawan

sebagai pembawa berita harus mampu menerapkan kode etik

jurnalistik yang tercantum pada Bab 1 Pasal 2 mengenai rasa tanggung

jawab dan kebijaksanaan mempertimbangkan patut tidaknya

menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara serta suara dan

gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan

negara, persatuan dan kesatuan bangsa.


10

B. Rumusan Masalah

Keseimbangan isu dalam berita konflik merupakan salah satu

usaha media dalam mewujudkan jalan damai antara kedua belah pihak

yang bertikai. Media massa sebagai saluran penghubung proses

komunikasi massa yang diarahkan kepada orang banyak, untuk

mengetahui dan mencari berbagai informasi, menyebarkan, dan

menambah pengetahuan.

Pada kasus konflik bersenjata di Nduga Papua, banyak media

massa yang berperan memberitakan permasalahan konflik yang

terjadi. Namun tidak semua media massa dapat menyaksikan atau

berada di lapangan tempat peristiwa secara langsung. Media lokal

dibandingkan dengan Media nasional lebih unggul mendapatkan

informasi yang terjadi di Nduga.

Hal ini dikarenakan bahwa media lokal memiliki jarak yang

lebih dekat untuk menjangkau kejadian di lapangan atau bertemu

langsung dengan pelaku atau korban yang terlibat di dalam konflik.

Sedangkan media nasional besar kemungkinan hanya mengandalkan

kontributor dilapangan, mengandalkan siaran pers, atau meminta

pejabat-pejabat yang berwenang yang ada di pusat untuk mengetahui

kejadian peristiwa sementara.


11

Sehingga media lokal memiliki peluang besar untuk membaca

dan menceritakan peristiwa yang terjadi, maka media lokal pula paling

potensial memiliki ruang dalam mempraktekkan jurnalisme damai.

Oleh sebab itu, berdasarkan pernyataan penelitian ini penting untuk

dilihat oleh peneliti dengan menguji praktik yang dilakukan oleh

tabloidjubi.com dalam menerapkan jurnalisme damai. Dengan ini

muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Tabloidjubi.com membingkai konflik bersenjata di

Nduga Papua?

2. Apakah pemberitaan tersebut telah berperspektif jurnalisme

damai!

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan

yang ada dalam penelitian yaitu mengenai konflik bersenjata di Nduga

Papua. Konflik merupakan peristiwa yang sangat penting. Apabila

informasi yang disampaikan tidak seimbang dengan realitanya akan

menghasilkan perspektif masyarakat yang salah.

Sehingga media merupakan salah satu pihak yang mampu

memberikan ketenangan bagi pihak-pihak yang bertikai dalam konflik.

Di mana media harus mampu menyampaikan informasi yang adil,

akurat dan berimbang. Tabloidjubi.com merupakan media lokal Papua


12

dan salah satu media yang sangat strategis memberitakan konflik

bersenjata di Nduga Papua, karena memiliki peluang dalam

menjangkau lokasi kejadian dan menggali informasi dari narasumber

yang terlibat atau mengetahui insiden konflik tersebut.

Dengan ini, peneliti ingin melihat bagaimana Tabloidjubi.com

membingkai berita konflik lewat kacamata jurnalisnya. Pembingkaian

merupakan suatu proses seleksi ketika realitas di konstruksikan lewat

pengalaman seseorang, sehingga menghasilkan bagian-bagian mana

yang penting untuk ditonjolkan dan dijadikan informasi, sehingga

dapat dipahami dan diingat oleh khalayak pembaca. Dalam

pembingkaian ini peneliti ingin melihat bagaimana konstruksi yang

dilakukan oleh jurnalis Tabloidjubi.com ketika menyeleksi isu konflik

bersenjata di Nduga Papua lewat pemilihan ide dan fakta dalam

menulis berita. Dengan pembingkaian ini pula, peneliti akan melihat

apakah ada perspektif jurnalisme damai yang dilakukan oleh

Tabloidjubi.com ketika menyeleksi, menulis, dan menginformasikan

konflik bersenjata di Nduga Papua tersebut. Bila Tabloidjubi.com

menggabungkan perspektif tersebut, berarti ada kemungkinan bahwa

Tabloidjubi.com mampu mewujudkan jalan damai bagi pihak yang

bertikai melalui pembingkaian mereka dengan penerapan jurnalisme

damai .
13

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan manfaat

yang sangat berguna secara akademis, praktis dan sosial, sebagai

berikut :

1. Manfaat Akademis

Secara akademis kegunaan, penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam ilmu komunikasi, khususnya dalam

keilmuan dunia jurnalistik untuk mengetahui bahwa adanya

penerapan jurnalisme damai yang wajib dilakukan dalam

mengatasi konflik, dan penelitian ini pula dapat menjadi

sumbangan untuk para peneliti selanjutnya ketika menganalisis

isu/peristiwa konflik yang lain.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, dari penelitian ini dapat memberikan

pemahaman bagi Tabloidjubi.com dan bagi jurnalis dan media

lainnya, untuk mengambil peran startegis dalam menginformasikan

konflik. Sehingga, mampu mengambil peran mendamaikan dan

mencegah terjadinya pertikaian atau rasa kebencian dari pihak

yang bertikai dalam konflik. Oleh karena itu, perlu adanya

kesadaran jurnalis dan media untuk memanfaatkan jurnalisme

damai dalam setiap pemberitaan konflik, sebagai ranah mediasi


14

membentuk kerukunan antar masyarakat yang mengenai dampak

konflik yang terjadi.

Di sisi lain juga bagi jurnalis dan media yang berskala nasional

dapat melihat lebih profesional dan hati-hati ketika memberitakan

kasus konflik yang terjadi di daerah, karena media nasional bisa

jadi tidak ada ditempat dan hanya mengandalkan kontributor,

siaran pers, dan rapat sementara pemberitaan yang tidak

berimbang, yang bisa menimbulkan pemaknaan yang memicu

keberpihakan atau pertikaian.

3. Manfaat Sosial

Manfaat sosial hasil penelitian ini ialah untuk membuka pola

pemikiran masyarakat, agar tidak menerima langsung informasi

yang tidak memberikan keberimbangan. Karena, kekerasan bukan

satu-satunya hal yang mampu meyelesaikan konflik, namun

mampu membawanya dengan arah yang damai.

E. Sistematika Penulisan

Dalam menjelaskan penulisan penelitian ini, maka peneliti

memaparkan sistematika penulisan skripsi yang disusun dalam lima

bab, dan pada masing-masing bab terdapat sub-sub judul yang

menjelaskan lebih dalam isi dari setiap bab. Adapun sistematika

penulisan skripsi ini tersusun sebagai berikut :


15

1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan, penelitian memberikan gambaran

tentang latar belakang masalah yang akan diteliti. Setelah itu

menentukan rumusan masalah dalam penelitian tersebut, serta

menyertakan tujuan dan manfaat penelitian.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menjelaskan tentang teori atau konsep apa

yang akan digunakan untuk menganalisis penelitian, sehingga

dapat menjadi jawaban alternatif untuk menjelaskan masalah

melalui kerangka teoritis dan kerangka berpikir.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini terdapat paradigma penelitian,

pendekatan penelitian, metode penelitian, metode pengambilan

sampel, sumber data, metode pengumpulan data, teknik

analisis data, teknik interpretasi data, keabsahan data, yang

akan membantu peneliti untuk melaksanakan dan

menyelesaikan penelitian.

4. BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi bagian penyajian gambaran umum

tentang subjek penelitian, pemaparan hasil penelitian berupa

data-data terseleksi dari analisis data, dan interpretasi dan

diskusi mengenai pokok-pokok temuan penelitian, sehingga


16

didapatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap

permasalahan yang diteliti.

5. BAB V PENUTUP

Pada bagian ini berisi mengenai kesimpulan sebagai

pokok-pokok analisis dan interpretasi data yang menjawab

permasalahan penelitian dan saran untuk akademis, praktis dan

sosial.
17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Framing

Frame adalah sebuah prinsip di mana pengalaman dan realitas

yang kompleks diorganisasi secara subjektif. Framing adalah

pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan

dikonstruksi oleh media. melalui proses pembentukan dan konstruksi

realitas itu, akhirnya ada bagian tertentu dari realitas yang lebih

menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah

mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh

media (Eriyanto 2011, 76).

Framing didefinisikan oleh para ahlinya, antara lain: Pertama,

Todd Gitlin, mendefinisikan framing adalah sebuah strategi bagaimana

realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa

untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa

ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik

perhatian khalayak pembaca. Frame ini dilakukan dengan seleksi,

pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

Kedua, Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki, mengatakan

framing adalah strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat


18

kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan

peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi

pembentukan berita.

Ketiga, Robert N. Entman, menjelaskan framing adalah proses

seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari

peristiwa itu lebih menonjol ketimbang aspek lain. Ia juga

menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang

khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada

sisi yang lain (Eriyanto 2011, 77-78).

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana

perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika

menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu

pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang

ditonjolkan dan dihilangkan, dan dibawa ke mana berita tersebut

(Eriyanto 2011, 79).

Framing memiliki dua aspek. Pertama, memiliki fakta realitas.

Berdasarkan asumsinya, wartawan akan memilih bagian mana dari

realitas yang akan dipilih untuk diberitakan dan apa yang dibuang.

Setelah itu wartawan akan memilih angle, fakta, dan aspek tertentu

untuk menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda dengan media yang

menekankan aspek atau peristiwa yang lain.


19

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan

penyajian fakta yang akan dipilih kepada khalayak. Cara penyajian ini

meliputi pemilihan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan

gambar dan foto pendukung yang akan ditampilkan. Dalam tahap

penulisan fakta itu berhubungan dengan penonjolan realitas. akibatnya,

aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol dan lebih

mendapatkan alokasi dan perhatian yang lebih besar untuk

diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu

realitas (Eriyanto 2011, 81-82).

Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks

komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau

dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat

didefinisikan seperti, membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih

bermakna dan mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol

kemungkinan lebih diterima oleh khalayak, lebih terasa dan tersimpan

dalam memori dibandingkan dengan yang disajikan secara biasa

(Eriyanto 2011, 220).

Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu

hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial

pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas

peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu


20

atas suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang

sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila

wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa

tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita. Apa yang

dilaporkan oleh media seringkali merupakan hasil dari pandangan

mereka (wartawan) ketika melihat dan meliput peristiwa (Eriyanto

2011, 97).

Dengan menggunakan konsep framing, dapat membantu peneliti

untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa dikemas secara berbeda

oleh wartawan Tabloidjubi.com ketika menseleksi dan menulis suatu

peristiwa dengan memberikan penonjolan aspek tertentu, sehingga

menghasilkan berita yang berbeda dan mampu meyakinkan para

khalayak pembaca bahwa peristiwa yang mereka informasikan adalah

benar apa adanya dari sebuah realitas.

2. Konsep Jurnalisme Damai

Jurnalisme damai (peace journalism) muncul, sejak pertengahan

1990-an, sebagai bidang baru dalam studi perdamaian dan konflik yang

menawarkan bentuk analisis tentang pemberitaan perang dan

seperangkat rencana praktis dan pilihan bagi wartawan (Webel dan

Galtung 2018, 412). Jurnalisme damai, diusulkan oleh Johan Galtung

melalui studi perdamaian di Nowergia. Galtung adalah seorang Profesor


21

Perdamaian dan Direktur TRANSCEND Perdamaian dan Pembangunan

(Lynch dan McGoldrick 2000, 26). Ia memaparkan jurnalisme damai

sebagai konsep kerja nyata untuk para jurnalis yang meliput konflik dan

perang pada tahun 1998 (Fong 2009, 19)

Lynch and McGoldrick, menyarankan jurnalisme damai (peace

journalism) sebagai alat analisis dan transformasi konflik untuk

memperbarui konsep keseimbangan, keadilan dan akurasi dalam

pelaporan peristiwa. Melalui pendekatan jurnalisme damai dapat

memberikan sebuah jalan baru, ketika menelusuri hubungan wartawan

dengan sumber-sumber berita dan peristiwa yang mereka sajikan, untuk

melihat konflik tidak hanya memiliki konsekuensi dalam etika

jurnaslitik, namun pula memiliki konsekuensi yang lebih luas secara

hukum dan hak asasi manusia. Maka dalam jurnalisme damai, intervensi

jurnalistik sangat dibutuhkan untuk membangun non-kekerasan dan

kreativitas yang memberikan ide baru untuk memecahkan masalah yang

ada dalam konflik, sehingga membuka kesadaran dan pengetahuan bagi

audience (Lynch dan McGoldrick 2000, 5).

Jurnalisme damai didefinisikan oleh beberapa para ahlinya,

antara lain: Johan Galtung, mendefinisikan jurnalisme damai berfokus

pada non-kekerasan, dengan memiliki rasa berempati pada semua pihak,

dan kreativitas untuk menciptakan ide baru dan memecahkan masalah


22

yang membentuk suatu perdamaian dalam konflik (Webel dan Galtung

2018, 426).

Lynch and McGoldrick mendefinisikan, jurnalisme damai adalah

ketika editor dan wartawan memilih cerita tertentu untuk di

informasikan, dengan tujuan menciptakan peluang bagi masyarakat luas

untuk menilai respon non-kekerasan pada konflik (Webel dan Galtung

2018, 425). Dengan adanya konsep jurnalisme damai seharusnya editor

dan wartawan ketika memilih cerita, mereka mengedepankan upaya-

upaya untuk menciptakan perdamaian dan respon-respon yang tidak

membangkitkan kekerasan. Dengan pemilihan pemberitaan tertentu

tersebut, maka mampu membawa konsekuensi konflik kearah yang

lebih damai.

Sedangkan, Samuel Peleg mendefinisikan, jurnalisme damai

sebagai upaya berani untuk mendefinisikan dan merekonstruksi peran

jurnalis yang meliputi konflik. Peleg juga mengatakan bahwa jurnalisme

damai berkonsentrasi pada cerita yang menyoroti perdamaian dalam

meredam perbedaan agar konflik tidak terjadi lebih lanjut, dan

jurnalisme damai berfokus pada pembangunan masyarakat melalui

resolusi, rekonstruksi dan rekonsiliasi konflik dengan memberikan suara

kepada semua pihak yang bertikai (Peleg 2006, 1-14). Dengan

demikian, bahwa jurnalisme damai mempunyai peran yang harus


23

membantu dengan adanya penyelesaian konflik melalui; Resolusi,

berupa kemampuan untuk menangani dan memecahkan permasalahan

dalam konflik yang kemudian membangun suatu hubungan baru yang

dapat bertahan lama di antara kedua bela pihak yang bertikai.

Rekonstruksi, dengan membangun jalan baru seperti semula, melalui

penyampaian informasi yang berimbang, adil dan akurat. Rekonsiliasi,

melakukan upaya perbuatan dengan memulihkan hubungan antara

kedua bela pihak, seperti semula dengan perbuatan menyelesaikan

perbedaan bagi kedua bela pihak yang ada dalam masalah konflik.

Samuel Peleg memperkenalkan suatu pemikiran, bahwa

jurnalisme damai sebagai pihak ketiga. jurnalis sebagai pihak ketiga

memiliki peran menjadi mediator komunikasi yang merangsang

motivasi yang positif dalam mengurangi ketegangan konflik di antara

kedua bela pihak (Peleg 2006, 1-2). Peleg menyampaikan bahwa hal ini

dapat dilihat dalam tiga dimensi melalui model Galtung dalam konflik,

kekerasan dan perdamaian (Peleg 2006, 3) :

Situasi

Sikap Perilaku
24

Pertama, situasi ialah jurnalisme damai menceritakan

kepentingan awal dalam pertikaian dengan cara kontekstual, di mana

semua keadaan, kondisi lingkungan, dan latar belakang peristiwa

diungkapkan (Peleg 2006, 3). Dalam hal ini, jurnalisme damai tidak

menyajikan informasi konflik sebagai lahan persaingan untuk

kekuasaan, namun mengungkapkan konflik tersebut dengan

kenyataannya di lapangan.

Kedua, sikap ialah menyusun keseluruhan perasaan psikologis

dan pandangan yang terlibat. Berkonsentrasi tidak hanya pada

menekankan aspek-aspek dialog antara kedua belah pihak, tetapi juga

menekankan ketakutan, kekhawatiran, rasa tidak aman,

ketidakpercayaan, miskomunikasi, dan ketidakpedulian yang membuat

itu sebagai repertoar dari dehumanisasi yang lebih manusia. Sebagai

jurnalisme damai melakukan tindakan yang tidak memihak pada kedua

bela pihak yang bertikai. Dalam hal ini, jurnalis memberikan

keseimbangan suara atau pendapat yang bukan kepada pihak elit

dalam konflik, melainkan kepada orang-orang yang lebih lemah,

seperti masyarakat yang terkena dampak konflik tersebut. Agar

peristiwa yang disajikan terlihat nyata.

Ketiga, perilaku ialah meminta perhatian pada fakta, bahwa

kekerasan bukan satu-satunya bentuk aktivitas dalam konflik.


25

Sebagian besar konflik adalah berkelahi dan berorientasi agresi. Pihak

yang berkonflik di formulasikan ke dalam bahasa kompetisi dan

digarisbawahi oleh gambar menaklukkan atau penaklukan. Kendati

demikian kekerasan bukan satu-satu pelaksanaan dalam konflik.

Namun upaya untuk bernegosiasi atau membuat kontak yang dapat di

ceritakan bersama dengan deskripsi perang yang lebih jelas. Dalam hal

ini, jurnalisme damai memberikan fakta bahwa dengan kekerasan

bukan satu-satunya hal yang dapat menyelesaikan permasalahan, di

mana jurnalis memberikan ruang kontak antara kedua bela pihak untuk

saling bernegosiasi dalam menceritakan perang yang lebih jelas dan

damai.

Johan Galtung (Webel dan Galtung 2018, 415-417),

menerapkan beberapa prinsip jurnalisme damai. Istilah dan konsep ini

diciptakan Galtung sebagai salah satu ciri-ciri jurnalis dalam

melaporkan konflik sebagaimana terjadi di ruang terbuka, waktu

terbuka, dengan sebab dan hasilnya termasuk dalam sejarah dan

budaya. Galtung menetapkan karakteristik masing-masing bentuk

jurnalisme damai, sebagai berikut :

Pertama, berorientasi pada perdamaian atau konflik, jurnalisme

damai mengeksplorasi terbentuknya konflik, ada banyak pihak, ada

banyak tujuan, dan ada banyak isu. Dalam hal ini, tujuan utama
26

jurnalisme damai adalah memetakan konflik, mengidentifikasi pihak-

pihak terlibat, dan menganalisis tujuan-tujuan kedua bela pihak.

Selain itu jurnalisme damai harus menggunakan pendekatan ke

arah “win-win solution” untuk menyelesaikan konflik. Dalam hal ini

jurnalisme damai melihat pertikaian bersenjata sebagai sebuah

permasalahan, yang sebagai ironi kemanusiaan tidak seharusnya

terjadi. Jurnalisme damai memberikan porsi yang sama kepada kedua

bela pihak yang memunculkan pendapat masing-masing, namun dalam

hal ini para jurnalis berusaha menghindari pesan yang menyalahkan

salah satu pihak sebagai penyebab konflik. Sehingga jurnalis tidak

memvonis siapa yang kalah dan menang, namun menyelesaikan

konflik secara damai, dengan menempatkan kepentingan masyarakat

luas, di atas kepentingan kelompok atau golongan tertentu dalam

konflik, sehingga dalam hal ini terciptalah win-win solution tersebut.

Membuat konflik itu transparan, yang jurnalis lakukan adalah

memaparkan semua masalah yang sebenarnya terjadi dan dampak apa

yang telah ditimbulkan dari konflik. Selain itu, menyuarakan semua

pihak, jurnalis fokus dengan rasa berempati yang mengedepankan

orang-orang yang lemah dari pada kelompok yang bertikai dalam

konflik. Kemudian, jurnalisme damai melihat bahwa konflik atau

perang sebagai masalah, dalam hal ini jurnalis berfokus pada


27

kreativitas konflik, dengan maksud jurnalis memunculkan ide-ide

baru untuk memecahkan masalah, sehingga mampu mencegah

sebelum kekerasan atau perang terjadi.

Kedua, berorientasi pada kebenaran, jurnalisme damai harus

selalu berusaha untuk akurat dalam mengekspos kebohongan semua

pihak dan mengungkapkan semua rahasia. Dalam hal ini, jurnalis

menggali semua kebohongan dengan mengungkapkan akar masalah

yang terkait, baik dengan sejarah, psikologis, sosial, dan budaya, yang

menciptakan konflik terjadi. Dengan demikian, jurnalis akan mampu

mengungkapkan fakta lebih luas dan lengkap.

Ketiga, berorientasi pada orang banyak, dalam hal ini

jurnalisme damai memfokuskan diri untuk melihat penderitaan semua

orang yang terkait dalam konflik dengan menyuarakan suara orang-

orang yang lemah, orang tua, perempuan, dan anak-anak untuk

mendapatkan tempat lebih banyak dalam pemberitaan, dibandingkan

dengan porsi pemberitaan para elit yang bertikai. Selain itu, jurnalisme

damai juga memfokuskan beritanya yang lebih pada non-kekerasan,

yaitu dengan pemberian efek kekerasan yang tidak tampak, seperti

kerusakan sosial dan budaya moral, kerusakan material sehingga

menyebabkan kerugiaan, kerusakan yang menyebabkan bahwa adanya

yang menjadi korban yang terluka, meninggal, dan rasa trauma korban
28

yang terkena dampak dalam konflik, serta bila perlu menyampaikan

semua pelaku kejahatan. Dalam hal ini, tidak termasuk dengan produk

kekerasan semata, seperti potongan mayat, pemerkosaan, dan rumah

ibadah yang hangus. Hal ini bertujuan untuk menarik empati audience,

bahwa konflik yang disertai kekerasan hanya mendatangkan kerugian.

Keempat, berorientasi pada solusi, jurnalisme damai

menekankan inisiatif perdamaian dan mencegah lebih banyak perang.

Di mana seorang jurnalis harus menjadi pihak yang non-kekerasan dan

kreativitas. Hal ini diartikan, bahwa jurnalis dapat memiliki rasa

empati pada semua pihak dengan menggambarkan peristiwa konflik

tidak dengan bentuk kekerasan, serta menciptakan ide baru yang dapat

memecahkan masalah yang membentuk perdamaian melalui hasil

resolusi berupa kemampuan memecahkan permasalahan yang

membangun suatu hubungan baru sehingga dapat bertahan lama pada

kedua bela pihak, rekonstruksi membangun jalan baru seperti keadaan

semula sebelum konflik terjadi, dan rekonsiliasi melakukan upaya

perbuatan dengan memulihkan hubungan kedua belah pihak dengan

menyelesaikan perbedaan.

Dengan demikian, jurnalisme damai harus mampu menyatakan

suatu peristiwa konflik melalui kacamata yang mereka lihat langsung

di lapangan dengan menceritakan peristiwa konflik sebagaimana itu


29

terjadi, tanpa harus menuntup-nutupi sesuatu yang menguntungkan

pada satu pihak dan merugikan pada satu pihak yang lainnnya. Selain

itu pula, jurnalisme damai harus mampu melaporkan pesan-pesan yang

bersifat propaganda, tidak menciptakan informasi yang menyebarkan

ketidakbenaran atau kebencian di antara kedua pihak yang saling

menyebarkan tuduhan satu sama lain. Dalam hal ini jurnalisme damai

juga menunjukkan apa masalah yang memunculkan konflik, serta

menyebutkan jumlah korban yang terluka dan meninggal, dan

seberapa besar kerugian material yang tercipta atas dampak buruk

konflik, dalam hal ini tidak termasuk dengan produk kekerasan

semata, seperti potongan mayat, pemerkosaan, dan rumah ibadah yang

hangus. Dengan konsep jurnalisme damai dapat melihat fakta yang

wajib di pilih jurnalis ketika meliput konflik dan bagaimana cara

pembingkaian yang baik, sehingga menciptakan peristiwa yang lebih

luas, adil, dan akurat ketika menggambarkan peristiwa dengan analisis

dan transformasi konflik (Peleg 2006, 11-14).

B. Kerangka Teoritis

Pada kerangka teoritis ini peneliti akan melihat bagaimana

masalah yang diteliti dikaitkan dengan landasan teori yang telah

peneliti paparkan sebelumnya, dalam konteks permasalahan yang


30

diajukan dapat memberikan jawaban alternatif terhadap masalah yang

diteliti.

Peristiwa konflik merupakan suatu permasalahan yang dapat

terjadi di mana dan kapan saja atau terkait dengan siapa saja pada

berbagai tingkat permasalahan. Konflik yang terjadi selalu mengaitkan

pihak-pihak antar individu, antar kelompok, antar institusi, antar etnis,

ras dan agama. Hal ini terjadi disebabkan, adanya perbedaan dalam

tatanan nilai, kebutuhan atau kepentingan pihak yang sengaja

menggunakan kekuasaan mereka untuk saling berusaha

menyingkirkan satu sama lain, dengan mengubah tindakan mereka

untuk melindungi atau meningkatkan kepentingan diri mereka sendiri

dalam sebuah interaksi tersebut (Juditha 2016, 96).

Konflik merupakan peristiwa yang mempunyai nilai berita

yang tinggi, di mana secara kesuluruhan masyarakat sangat

membutuhkan kehadiran media untuk memantau kondisi terkini dalam

konflik, terutama bagi mereka masyarakat yang berada di wilayah

konflik tersebut. Selain itu pihak-pihak yang termasuk dalam peristiwa

konflik juga membutuhkan media, untuk menyatakan pendapat mereka

menurut maksud dan tujuan masing-masing. Dengan demikian peran

media sangat dibutuhkan sebagai mediator yang dapat bersifat objektif


31

dan berimbang dalam melakukan tugasnya meliput dan melaporkan

suatu peristiwa.

Dalam kasus konflik bersenjata di Nduga Papua, media lokal

seperti Tabloidjubi.com memiliki peran penting sebagai mediator bagi

masyarakat setempat yang mengalami dampak konflik. Karena besar

kemungkinan segala bentuk peristiwa yang terjadi di lapangan dapat di

saksikan langsung oleh para jurnalis Tabloidjubi.com, yang mana

peristiwa tersebut tidak dapat disaksikan oleh para jurnalis berskala

nasional.

Kasus konflik bersenjata di Nduga Papua, merupakan

peristiwa yang hingga saat ini belum dapat terselesaikan. Salah satu

pemicunya ialah disebabkan oleh penyampaian informasi yang tidak

seimbang, sehingga memunculkan perspektif masyarakat yang salah.

Tabloidjubi.com dalam pemberitaannya memang membingkai konflik

dalam kacamata mereka. Namun, bila pembingkaian peristiwanya

salah dapat memberikan dampak pemahaman yang salah pula bagi

audience. Oleh sebab itu, saat menyeleksi isu dan menulis berita

dalam pembingkaiannya Tabloidjubi.com harus dapat menerapkan

perspektif jurnalisme damai sebagai alat analisis mereka ketika

menangani konflik yang menciptakan sebuah perdamaian.


32

Jurnalisme damai merupakan suatu kegiatan jurnalis yang

mampu menciptakan jalan baru dalam menangani konflik, yang

membangun non-kekerasan dan kreativitas untuk mendamaikan pihak

yang bertikai. Dalam kasus konflik bersenjata di Nduga Papua,

Tabloidjubi.com harus dapat menjadi pihak ketiga, yang memiliki

peran sebagai mediator komunikasi dalam mengurangi ketegangan

atau mendamaikan permasalahan dalam konflik.

Dalam hal ini, posisi Tabloidjubi.com sebagai mediator dalam

kasus konflik bersenjata di Nduga Papua harus menerapkan tiga

dimensi perdamaian, sebagai berikut : Pertama dalam situasi, ketika

menyajikan peristiwa terkait kasus konflik bersenjata di Nduga Papua,

Tabloidjubi.com harus dapat menceritakan kepentingan awal dalam

konflik sesuai dengan keadaan yang benar terjadi di lapangan.

Kedua dalam sikap, dalam penyajian peristiwa terkait kasus

konflik bersenjata di Nduga Papua, Tabloidjubi.com harus dapat

memberikan ruang yang lebih banyak pada orang-orang yang lemah di

dalam konflik, seperti masyarakat yang terkena dampak konflik

tersebut dan bukan memihak di antara pihak elit yang menciptakan

pertikaian.

Ketiga dalam perilaku, terkait kasus konflik bersenjata di

Nduga Papua, Tabloidjubi.com harus dapat menciptakan tindakan


33

pendamai. Di mana setiap peristiwa yang disajikan harus memaparkan

bahwa perilaku yang menonjolkan kekerasan bukan satu-satunya hal

yang dapat menyelesaikan konflik. Sehingga dalam hal ini,

Tabloidjubi.com harus dapat menjadi media yang membawa

kedamaian, dengan memberikan ruang kontak kepada kedua bela

pihak untuk saling bernegosiasi dalam menceritakan perang yang lebih

jelas dan damai.

Selain itu pula, Tabloidjubi.com harus dapat melaporkan

konflik melalui ciri-ciri jurnalisme damai, sebagai berikut: Pertama,

yang berorientasi pada perdamaian atau konflik, Tabloidjubi.com

harus dapat mengeksplorasi terbentuknya konflik dengan tujuan

memetakan konflik, mengidentifikasi pihak-pihak terlibat, dan

menganalisis tujuan-tujuan kedua bela pihak. Tabloidjubi.com juga

harus dapat melakukan pendekatan “win-win solution” untuk

menyelesaikan konflik, dalam tindakan ini Tabloidjubi.com melihat

bahwa pertikaian bersenjata merupakan sebuah permasalahan, yang

sebagai ironi kemanusiaan tidak seharusnya terjadi. Sehingga,

Tabloidjubi.com harus dapat menghindari pesan-pesan yang

menyalahkan salah satu pihak dan Tabloidjubi.com juga tidak dapat

memvonis siapakah pihak yang benar dan siapakah pihak yang salah.

Dengan sikap ini, Tabloidjubi.com harus dapat menempatkan


34

kepentingan masyarakat luas dari pada kepentingan kelompok tertentu

dalam konflik, sehingga menghasilkan “win-win solution” tersebut.

Dalam hal lain dalam berorientasi pada perdamaian atau

konflik, Tabloidjubi.com harus dapat bersikap transparan, di mana

Tabloidjubi.com harus dapat memaparkan semua masalah yang

sebenarnya terjadi dan dampak apa yang telah ditimbulkan.

Tabloidjubi.com juga harus dapat fokus dengan rasa berempati yang

menekankan orang-orang lemah dari pada kelompok yang bertikai

dalam konflik, dan harus dapat fokus pada kreativitas dengan

memunculkan ide-ide baru untuk memecahkan masalah, sehingga

mencegah kekerasan dan perang terjadi lagi.

Kedua, berorientasi pada kebenaran, dalam hal ini

Tabloidjubi.com harus dapat bersikap akurat dalam mengekspos

kebohongan semua pihak dan mengungkapkan semua hal yang

bersikap rahasia yang menjadi akar permasalahan terkait konflik, baik

hal tersebut terkait dengan sejarah, psikologi, sosial, dan budaya.

Dengan tindakan seperti, Tabloidjubi.com dapat mengungkapkan fakta

peristiwa lebih luas dan lengkap.

Ketiga, berorientasi pada orang banyak, dalam hal ini

Tabloidjubi.com harus dapat memfokuskan diri untuk melihat

penderitaan masyarakat luas yang terkait dalam konflik, dengan


35

menyuarakan suara orang-orang yang lemah (orangtua, perempuan,

dan anak-anak), dibandingkan dengan porsi pemberitaan para elit yang

bertikai. Selain itu, Tabloidjubi.com harus dapat memfokuskan diri

dengan menciptakan berita yang non-kekerasan, dengan pemberian

efek kekerasan yang tidak tampak, seperti kerusakan sosial dan budaya

moral, kerusakan material yang menyebabkan kerugian, kerusakan

yang menyebabkan adanya korban yang terluka dan meninggal,

mengungkapkan rasa trauma korban yang terkena dampak konflik,

serta bila perlu menyampaikan semua pelaku kejahatan. Dalam hal ini,

non-kekerasan dimaksud, tidak termasuk dengan produk kekerasan

semata, seperti potongan mayat, pemerkosaan, dan rumah ibadah yang

hangus. Dengan hal ini, Tabloidjubi.com dapat menarik empati

audience, bahwa konflik yang disertai kekerasan hanya mendatangkan

kerugian.

Keempat, berorientasi pada solusi, dalam hal ini

Tabloidjubi.com harus dapat menciptakan solusi yang menekankan

inisiatif perdamaian dan pencegahan banyak perang, dengan menjadi

pihak yang non-kekerasan dan kreativitas. Di artikan, bahwa

Tabloidjubi.com harus dapat memiliki rasa berempati pada semua

pihak dengan menggambarkan peristiwa konflik tidak dengan bentuk

kekerasan, serta menciptakan ide baru yang dapat memecahkan


36

masalah yang membentuk perdamaian melalui hasil resolusi berupa

kemampuan memecahkan permasalahan yang membangun suatu

hubungan baru sehingga dapat bertahan lama pada kedua bela pihak,

hasil rekonstruksi dengan membangun jalan baru seperti keadaan

semula sebelum konflik terjadi, dan hasil rekonsiliasi dengan

melakukan upaya perbuatan memulihkan hubungan kedua belah pihak

dengan menyelesaikan perbedaan.

Dengan semua hal tersebut, penerapan jurnalisme damai sangat

penting sekali dilakukan oleh media yang ada di daerah yang

berpotensi konflik. Karena media lokal seperti Tabloidjubi.com salah

satu alternatif yang dapat dipercaya oleh masyarakat luas maupun

masyarakat yang berada di sekitar konflik, untuk memantau kondisi

dalam konflik.

Dengan demikian, Tabloidjubi.com harus dapat menerapkan

jurnalisme damai sebagai alat analisis mereka untuk menggambarkan

konflik yang menciptakan sebuah kedamaian. Untuk melihat

terciptanya perdamaian dalam konflik tersebut, melalui konsep

Framing, Tabloidjubi.com harus dapat membingkai realitas konflik

bersenjata di Nduga Papua dengan pemilihan isu dan penonjolan fakta

yang menggunakan pisau analisis jurnalisme damai, ketika menulis

suatu infromasi.
37

Melalui konsep framing inilah nantinya akan memperlihatkan

bagaimana kasus konflik bersenjata di Nduga Papua dikemas oleh

Tabloidjubi.com, yang menunjukkan bagian manakah yang

ditonjolkan atau dianggap penting dan bagian manakah yang dibuang,

ketika menggambarkan peristiwa konflik bersenjta di Nduga Papua.

C. Kerangka Berpikir

Pada kerangka berpikir, peneliti kembali menjelaskan masalah

penelitian mengenai pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga

Papua sangat membutuhkan media sebagai pihak ketiga, yang dapat

menjadi mediator komunikasi pada kedua bela pihak yang bertikai,

dengan menciptakan perdamaian yang membawa konflik ke ranah

yang lebih baik dari pada kekerasan.

Melalui konsep jurnalisme damai, Tabloidjubi.com dapat

menciptakan perdamaian tersebut dengan menerapkan tiga dimensi

jurnalisme damai, yang dapat dilihat, sebagai berikut: Pertama, melalui

situasi, Tabloidjubi.com harus dapat menceritakan awal pertikaian

dengan cara kontekstual, dengan mengungkapkan semua masalah yang

ada atau yang menyebabkan konflik terjadi. Kedua, melalui sikap,

Tabloidjubi.com harus dapat menggambarkan rasa yang berempati

kepada semua orang lemah (orangtua, perempuan, anak-anak) yang

menjadi terkena dampak konflik, bila perlu menggambarkan


38

ketakutan, kekhawatiran, ketidakpercayaan, dan rasa ketidaknyamanan

mereka sebagai korban dari pihak para elit yang bertikai. Ketiga,

melalui perilaku, Tabloidjubi.com harus dapat menggambarkan

bahwa kekerasan bukan satu-satunya jalan dalam menyelesaikan

konflik, Tabloidjubi.com juga harus dapat membentuk ruang kontak

antar kedua belah pihak untuk saling bernegosiasi menceritakan dan

menyelesaikan konflik dengan jelas. Selain itu, Tabloidjubi.com juga

harus dapat mengarahkan perdamaian dalam konflik, melalui beberapa

karekteristik jurnalisme damai, yaitu: berorientasi pada perdamaian

atau konflik, berorientasi pada kebenaran, berorientasi pada semua

orang, dan berorientasi pada solusi.

Maka, dalam berperspektif jurnalisme damai inilah sangat

penting untuk melihat bagaimana pembingkaian kasus konflik

bersenjata di Nduga Papua di bingkai Tabloidjubi.com, ketika

menyeleksi isu, menulis fakta, dan penonjolan fakta mana yang

mereka pilih ketika menulis peristiwa konflik tersebut.

Dengan tujuan mencapai masalah penelitian. Peneliti

membutuhkan kerangka pemikiran untuk menjelaskan atau mencapai

tujuan yang peneliti ungkapkan dalam kerangka teoritis. Kerangka

pemikiran ini dibangun peneliti dari konsep yang peneliti gunakan,

yaitu konsep framing dan konsep jurnalisme damai. Melalui konsep


39

yang peneliti gunakan inilah mampu mencapai tujuan atau menjawab

masalah peneliti.

Dalam menghubungkan masalah dengan konsep penelitian,

peneliti membentuk kerangka berpikir. Dengan kerangka berpikir ini

menjelaskan bagaimana cara peneliti untuk menjawab masalah yang

sudah peneliti paparkan. Melalui pembingkaian, penelitian ini dapat

melihat bagaimana realitas yang di hadirkan Tabloidjubi.com di

hadapan pembaca, bagaimana konstruksi yang telah dibangun oleh

Tabloidjubi.com ketika menyeleksi isu dan menulis fakta dalam

pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga Papua. Melalui

konstruksi tersebut peneliti akan melihat adakah perspektif jurnalisme

damai yang digambarkan oleh Tabloidjubi.com.

Pada kerangka berpikir ini, peneliti menjabarkan terlebih

dahulu dengan melihat apakah Tabloidjubi.com sudah mengandung

konsep jurnalisme damai dalam memberitakan kasus konflik

bersenjata di Nduga Papua, untuk menguji itu peneliti akan melihat

bagaimana kasus konflik bersenjata di Nduga Papua dibingkai oleh

Tabloidjubi.com dalam analisis framing. Sesudah hal ini dilakukan

oleh peneliti maka hasilnya akan terlihat, apakah tabloidjubi.com

sudah menerapkan perspektif jurnalisme damai atau tidak sama sekali.


40

Hal ini dapat dilihat, melalui kerangka berpikir yang peneliti sudah

jabarkan sebagai berikut :

ersenjata di Nduga Papua pada Desember 2018


1. Kasus Konflik Bersenjata di Nduga Papua pada Desember 2018
1 2
Konflik Bersenjata di
Nduga Papua
Tabloidjubi.com
Dalam

3
Di Bingkai

Berperspektif

4
Jurnalisme Damai

Di lihat

5
Analisis Framing
41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma

konstruktivisme. Guba dan Lincoln, memiliki pandangan bahwa

peneliti tidak bisa lepas dari yang diteliti dalam aktivitas meneliti

berbagai konstruksi. Oleh karena itu, temuan atau hasil sebuah

penelitian merupakan kreasi atau konstruksi literal dari proses

penelitian itu sendiri. Yang mana berbagai konstruksi, pada akhirnya

ada dalam pikiran para individu, bukan berada di luar para individu

yang menciptakannya. Konstruksi bukan sebuah dunia objektif yang

keberadaanya terpisah dari para konstruktornya (Lincoln dan Guba

2002, 143).

Guba dan Lincoln, berpandangan bahwa paradigma

Konstruktivisme adalah sesuatu yang nyata sesungguhnya merupakan

sebuah konstruksi dalam pemikiran setiap individu, yang upayanya

untuk mejelaskan atau menafsirkan pengalaman dan bersifat bisa

mempertahankan dan memperbarui diri (Lincoln dan Denzin 2009,

162).
42

Asumsi dasar dari paradigma konstruktivis menyatakan bahwa

manusia tidak menemukan atau mendapatkan pengetahuan, namun

menyusun atau membentuknya. Melalui paradigma ini kita sebagai

peneliti menciptakan konsep, model, dan skema untuk menjelaskan

pengalaman, dan selanjutnya kita terus-menerus menguji dan

memodifikasi konstruksi-konstruksi tersebut berdasarkan pengalaman

baru. Para konstruktivis berpendirian bahwa pengertian-pengertian

teoritis sesungguhnya adalah abstarksi atau bentukan manusia yang

semata-mata merupakan alat untuk mengatur dan mengungkapkan

hubungan-hubungan di antara hal-hal yang dapat diobservasikan

(Lincoln dan Denzin 2009, 157).

Melalui paradigma ini dapat membantu peneliti untuk melihat

bagaimana fakta atau peristiwa tersebut tercipta melalui konstruksi

yang dibangun oleh wartawan. Dalam paradigma ini memperlihatkan

sebagaimana Tabloidjubi.com mampu menerapkan perspektif

jurnalisme damai, ketika menginformasikan suatu peristiwa kasus

konflik bersenjata di Nduga Papua. Pada paradigma konstruktivis ini

pula dapat menjelaskan, bagaimana wartawan Tabloidjubi.com

mampu menciptakan suatu informasi yang ada dalam pikiran mereka

berdasarkan pengalaman yang mereka saksikan di lapangan.

Paradigma konstruktivisme memiliki sistem kepercayaan

dasar, yang berdasarkan beberapa aspek-aspek tertentu. (Lincoln dan


43

Denzin 2009, 137) menjelaskan hal tersebut, sebagai berikut :

Pertama, secara ontologis, paradigma konstruktivisme bersifat

relativist. Realitas bisa dipahami sebagai bentuk konstruksi mental

yang diperoleh secara alami melalui kehidupan sosial atau

pengalaman, dan seringkali dipertukarkan di antara sejumlah individu.

Realitas hadir melalui konsep subjektif wartawan dan tercipta lewat

konstruksi sudut pandang mereka. Maka dalam penelitian ini ingin

melihat bagaimana sudut pandang yang digunakan oleh wartawan

Tabloidjubi.com ketika mengkonstruksikan peristiwa itu hadir dalam

realitas yang terjadi pada konflik bersenjata di Nduga Papua.

Kedua, Secara epistemologis paradigma konstruktivisme

bersifat transaksional dan subjektivis. Peneliti dan objek penelitian

diasumsikan terhubung secara timbal balik sehingga temuan dari

penelitian tersebut tercipta secara harfiah seiring berlangsungnya

penelitian. Dalam penelitian ini ingin menunjukkan wartawan

Tabloidjubi.com mampu menyajikan berita yang sesuai realitas secara

benar, bukan suatu keberpihakan dengan adanya moral yang dibangun

dalam melihat objek. Peristiwa kasus konflik bersenjata di Nduga

Papua harus diungkapkan secara murni sesuai faktanya, bukan sekedar

hanya penilaian pikiran individu dari wartawan Tabloidjubi.com.

Ketiga, secara metodologis berkaitan dengan asumsi yang

bersifat hermeneutis dan dialektis. Sifat variabel dan personal dari


44

konstruksi sosial menyebabkan konstruksi individual hanya dapat

diperoleh melalui interaksi antara peneliti dan responden. Dalam

penelitian ini peneliti menciptakan pemaknaan dan penalarannya

ketika melihat peristiwa yang di informasikan oleh wartawan

Tabloidjubi.com sesuai dengan realitas yang terjadi. Sehingga secara

metodologi ini mampu menujukkan apakah adanya penerapan

jurnalisme damai yang digunakan ketika Tabloidjubi.com

menginformasikan peristiwa konflik yang berlangsung.

Keempat, Guba and Lincoln (Lincoln dan Guba 2005, 169)

menjelaskan secara aksiologi yang bersifat ethics dan values. Etika

dan nilai merupakan bagian tak terpisahkan dari penelitian. Dalam hal

ini peneliti sebagai fasilitator yang menjembatani keragaman

subjektivitas pelaku sosial dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial

secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

Secara aksiologi menjelaskan bahwa peneliti harus mampu bersikap

adil dalam melakukan penelitiannya. Di mana pada pandangan

konstruktivis, menjelaskan bahwa nilai dan etika tidak dapat di

pisahkan dari suatu penelitian. Disini peneliti harus mampu

menghadirkan atau mengenalkan suatu realitas yang rill dalam

pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga Papua pada

Tabloidjubi.com. Karena peneliti bukan hanya sebuah robot yang

dapat bersikap seolah-olah netral dan hanya menilai suatu realitas itu
45

apa adanya. Tetapi dalam paradigma ini meminta peneliti harus

memiliki suatu pemikiran yang berbeda dari pemikiran peneliti yang

lainnya, ketika melihat peristiwa kasus konflik bersenjata di Nduga

Papua dalam pemberitaan Tabloidjubi.com.

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis, karena dapat

membantu peneliti untuk melihat apakah Tabloidjubi.com

memaparkan prinsip jurnalisme damai dalam pemberitaan kasus

konflik bersenjata di Nduga Papua. Dan sesuai paradigma

konstruktivis ini peneliti menggunakan framing sebagai landasan teori,

untuk melihat bagaimana pembingkaian yang dilakukan oleh

Tabloidjubi.com dalam menerapkan jurnalisme damai ketika

menyelesaikan pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga Papua.

Framing merupakan turunan dari konstruktivisme, yang mempunyai

pandangan sendiri ketika bagaimana media atau wartawan hendak

menuliskan realitas dalam suatu berita. Sesuai dengan paradigma ini,

peneliti yakin bahwa wartawan Tabloidjubi.com menciptakan realitas

kasus konflik bersenjata di Nduga Papua hanya melalui konstruksi

dalam sudut pandang mereka.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif-deskriptif. Kata kualitatif menyiratkan


46

penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau

belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya.

Para peneliti kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara

sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dan

tekanan situasi yang membentuk penyelidikan yang sarat nilai. Dalam

penelitian kualitatif menekankan peneliti mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti bagaimana cara munculnya

pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya (Lincoln dan

Denzin 2009, 6).

Penggunaan metode kualitatif ialah pendekatan yang

memandang peneliti memiliki indentitas diri yang makna

sesungguhnya dibentuk ulang melalui hubungannya dengan yang

diteliti (Lincoln dan Denzin 2009, 28) dengan tujuan penelitian untuk

menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui

pengumpulan data sedalam-dalamnya. Jika data yang terkumpul sudah

mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak

perlu mencari sampling lainnya. Dalam penelitian kualitatif

ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan

banyaknya (kuantitas) data. Peneliti adalah bagian integral dari data,

artinya peneliti akan ikut aktif dalam menentukan jenis data yang di

inginkan. Dengan demikian, peneliti akan menjadi instrument


47

penelitian yang harus terjun langsung ke lapangan, dan mengharuskan

peneliti bersifat subjektif agar hasilnya lebih kasuistik bukan

digeneralisasikan (Kriyantono 2014, 57).

Penelitian kualitatif-deskriptif, merupakan jenis riset yang

bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat

tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.

Penelitian kualitatif-deskriptif ini untuk menggambarkan realitas yang

sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel (Kriyantono

2014, 69).

Dalam pendekatan penelitian ini, peneliti menyimpulkan

bahwa dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif-deskriptif

mampu membantu peneliti untuk menyelesaikan permasalahan pada

penelitian. Dengan teknik pendekatan ini pula, membantu peneliti

untuk mejelaskan fenomena yang ada dengan bertujuan

memperlihatkan bagaimana penekanan proses dan makna yang

dilakukan oleh wartawan Tabloidjubi.com dalam menseleksi peristiwa

kasus konflik bersenjata di Nduga Papua. Dengan demikian, melalui

pendekatan kualitatif-deskriptif mampu membantu peneliti dalam

mencari jawaban atas segala pertanyaan-pertanyaan melalui gambaran

seperti apa yang dilakukan wartawan Tabloidjubi.com ketika


48

menginformasikan realitas dalam kasus konflik bersenjata di Nduga

Papua.

Pada pendekatan kualitatif-deskriptif, peneliti menganalisis

teks pemberitaan yang ada pada Tabloidjubi.com sebagai objek

penelitian yang dimana melihat permasalahan di dalamnya, apakah

menggunakan perspektif jurnalisme damai ketika menyelesaikan suatu

informasi. Dengan menyelesaikan permasalahan tersebut secara

deskriptif, peneliti membutuhkan data-data sebagai alat untuk

membantu peneliti dalam menganalisi peristiwa berupa kata-kata

dengan mendapatkan keterangan secara jelas mengenai permasalahan

yang ada dalam teks pemberitaan konflik bersenjata tersebut, yang

berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian

laporan penelitian.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis teks, yang bisa juga di sebut dengan analisis wacana. Eriyanto,

mengatakan analisis wacana/teks adalah alat untuk melihat pada

“bagaimana” isi teks berita atau pesan itu disampaikan. Salah satu

kekuatan dari analsis wacana/teks adalah kemampuannya untuk

melihat dan membongkar praktik ideologi dalam media. Bagaimana

media dan bahasa yang dipakai dijadikan kelompok dominan sebagai


49

alat untuk mempresentasikan realitas, sehingga realitas yang

sebenarnya menjadi terdistorsi (Eriyanto 2009, 1).

Wacana adalah unit bahasa. Paradigma konstruktivisme

memiliki pandangan bahwa subjek dan objek bahasa tidak dapat

dipisahkan. Menurut pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi

hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka

yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan.

Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral

dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.

Paradigma konstruktivisme memahami bahasa untuk mengatur

pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan. Paradigma ini

menyatakan bahwa setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan

penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta

pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis

wacana/teks dimaksudkan sebagai analisis untuk membongkar

maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana/teks adalah suatu

upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang

mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan di

antaranya dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara

dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara

(Eriyanto 2009, 5-6).


50

Dalam studi analisis teks berpandangan bahwa berita bukanlah

sesuatu yang netral dan menjadi ruang publik dari berbagai pandangan

yang berseberangan dalam masyarakat. Media, sebaliknya adalah

ruang di mana kelompok dominan menyebarkan pengaruhnya dengan

meminggirkan kelompok lain yang tidak dominan (Eriyanto 2009, 49).

Konstruktivisme melihat bagaimana setiap orang pada

dasarnya mempunyai pemikiran dan bisa mengkonstruksi hubungan

tersebut yang tentu saja melibatkan emosi atau pengalaman hidup

personal. Maksud dari pandangan ini adalah bahwa individu meskipun

mempunyai kebebasan untuk melakukan konstruksi, tetapi ia juga

dibatasi oleh struktur sosial di mana dia diposisikan dan menafsirkan

realitas tersebut berdasarkan posisi dia berada (Eriyanto 2009, 54).

Pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga Papua

merupakan peristiwa yang hanya kecil kemungkinan dipandang oleh

masyarakat luas dan menganggap peristiwa tersebut tidak terlalu

serius. Hal ini terjadi karena adanya kelompok dominan yang

mempengaruhi pelaku subjek untuk menciptakan pernyataan melalui

pemikiran mereka sendiri. Untuk membongkar tindakan perilaku

tersebut, dalam analisis teks hal yang pertama kali dilakukan peneliti

adalah melihat bagaimana realitas itu dibangun, yang kemudian

peneliti menggambarkan dan menjelaskan realitas sebenarnya. Karena

dalam paradigma konstruktivisme menyatakan bahwa setiap orang


51

pada dasarnya mempunyai pemikiran dan mengkonstruksi pemikiran

tersebut melalui realitas, sehingga dalam analisis teks ini membantu

peneliti untuk membongkar maksud dan makna yang tersembuyi yang

di konstruksikan oleh wartawan Tabloidjubi.com ketika

menginformasikan realitas pemberitaan kasus konflik bersenjata di

Nduga Papua.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, peneliti membutuhkan pengambilan sampel

dengan menggunakan nonprobability dengan jenis

purposive/judgmental sampling. Purposive sampling adalah teknik

penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah

ditetapkan peneliti, terhadap elemen populasi target yang sudah

disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Dalam penelitian,

penentuan kriteria sampel sangat penting, karena peneliti sudah

mempunyai pertimbangan-petimbangan tertentu, tentang mana yang

paling berguna atau representatif dalam pengambilan sampelnya untuk

menjawab masalah penelitian (Babbie 2012, 200).

Dengan penggunaan purposive sampling, sangat berguna

membantu peneliti dalam menyelesaikan masalah penelitian, agar

menghemat waktu peneliti dan pemilihan sampel yang tidak luas.

Adapun kriteria yang digunakan peneliti untuk pengambilan sampel


52

dalam penelitian ini adalah keseluruhan berita mengenai kasus konflik

bersenjata di Nduga Papua yang dimuat di Tabloidjubi.com pada edisi

Desember 2018. Selain itu, pemilihan edisi Desember 2018 didasarkan

atas pertimbangan dari awal terjadinya konflik pada akhir tahun 2018,

tepat di mulai pada tanggal 1-2 Desember 2018. OPM melakukan

serangan bersenjata terhadap para pekerja proyek jalan trans Papua,

yang mengakibat adanya warga sipil menjadi korban terbunuh.

Serangan tersebut merupakan awal dari rangkaian serangan lainnya

yang menimbulkan banyak lagi korban, baik dari pihak militer

maupun warga sipil, dari anak-anak hingga orang dewasa. Selain itu

akibat serangan ini pula membuat kerugian secara material dan hampir

secara keseluruhan para warga sipil di Nduga meninggalkan kampung

halamannya dan memilih hutan sebagai tempat pengungsian

(Tabloidjubi.com 28 Desember 2018). Maka, edisi yang dipilih dalam

penelitian ini menggunakan tiga kriteria sampel, yakni : sebelum

peristiwa berlangsung (pemicu konflik), ketika peristiwa berlangsung

(situasi konflik), dan setelah peristiwa berlangsung (upaya

perdamaian).

E. Sumber Data

Data merupakan catatan atas kumpulan fakta. Melalui

penelitian ini peneliti membutuhkan data dalam mendapatkan suatu


53

pernyataan untuk melengkapi hasil penelitian. Adapun sumber data

yang digunakan adalah primer dan sekunder.

Data primer adalah data yang dihimpun secara langsung dari

sumbernya dan diolah sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk

dimanfaatkan (Ruslan 2008, 138). Dalam penelitian ini sumber data

primer diperoleh dari hasil observasi peneliti pada teks pemberitaan

kasus konflik bersenjata di Nduga Papua yang diterbitkan oleh

Tabloidjubi.com pada Desember 2018.

Sedangkan, data sekunder adalah data penelitian yang

diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan

pihak lain) atau digunakan oleh lembaga lainnya yang bukan

merupakan pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu

penelitian tertentu. Data sekunder umumya berbentuk catatan atau

laporan data dokumentasi oleh lembaga tertentu yang dipublikasikan

(Ruslan 2008, 138). Dalam penelitian ini sumber data sekunder

diperoleh peneliti melalui data dokumentasi. Adapun data

dokumentasi yang dibutuhkan peneliti adalah kumpulan teks

pemberitaan kasus konflik bersenjata di Nduga Papua yang diterbitkan

oleh Tabloidjubi.com pada Desember 2018 dan buku-buku yang

berkaitan permasalahan konflik dan jurnalisme damai.


54

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode

observasi dan metode dokumentasi. Metode observasi adalah kegiatan

mengamati secara langsung tanpa mediator, sesuatu objek untuk

melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut

(Kriyantono 2014, 110).

Melalui metode observasi, peneliti menggunakannya untuk

mencari data primer. Dalam kegiatan ini peneliti tidak mengambil ahli

untuk terjun langsung ke lapangan mengikuti kegiatan jurnalis dalam

mengumpulkan laporan, namun peneliti melakukan pengamatan dari

pengumpulan data-data teks berita melalui website Tabloidjubi.com.

Dalam metode observasi, peneliti memulai tahapan dengan mengakses

website Tabloidjubi.com, kemudian mengamati penerbitan berita

hanya pada desember 2018, lalu mencari data-data teks pemberitaan

kasus konflik bersenjata di Nduga Papua sebagai bahan penelitian.

Pada Desember 2018, Tabloidjubi.com memiliki 45 berita yang

mengangkat kasus konflik bersenjata di Nduga Papua. Namun, dengan

menggunakan tiga kriteria pemilihan sampel melalui Purposive

sampling, ada 15 berita yang menjadi bahan penelitian peneliti.

Adapun lampiran teks yang dipilih peneliti untuk menyelesaikan

penelitian ini dengan lampiran, sebagai berikut :


55

Kriteria I : Sebelum peristiwa berlangsung (pemicu konflik)


No Judul Link

1 24 pekerja jalan trans https://tabloidjubi.com/artikel-21602-


Papua di Nduga tewas 24-pekerja-jalan-trans-papua-tewas-
dibunuh dibunuh.html
2 Gereja: Insiden Nduga https://tabloidjubi.com/artikel-21679-
berawal dari aksi protes gereja--insiden-nduga-berawal-dari-
warga aksi-protes-warga.html
3 Ini kesaksian korban dan https://tabloidjubi.com/artikel-21690-
mantan pekerja proyek ini-kesaksian-korban-dan-mantan-
di Yall Nduga pekerja-proyek-di-yall-nduga.html

Kriteria II : Ketika peristiwa berlangsung (situasi konflik)


No Judul Link
1 Pemprov Papua minta https://www.tabloidjubi.com/artikel-
aparat keamanan 21605-pemprov-papua-minta-aparat-
tangkap pelaku keamanan-tangkap-pelaku-
pembunuhan di Nduga pembunuhan-di-nduga.html
2 TPNPB: Itu serangan https://tabloidjubi.com/artikel-21672-
bersenjata, bukan tpnpb--itu-serangan-bersenjata-bukan-
eksekusi eksekusi.html
3 Komnas HAM sebut https://tabloidjubi.com/artikel-21706-
pelanggaran HAM, komnas-ham-sebut-pelanggaran-ham-
TPNPB: Ini kontak tpnpb-ini-kontak-senjata-bukan-
senjata, bukan eksekusi eksekusi.html
4 Sejak evakuasi https://tabloidjubi.com/artikel-21744-
dilakukan empat warga sejak-evakuasi-dilakukan-empat-
Nduga dilaporkan warga-nduga-dilaporkan-tewas-
tewas, lainnya lainnya-mengungsi-ke-hutan-.html
mengungsi ke hutan
5 Gereja: Ratusan https://tabloidjubi.com/artikel-21770-
keluarga di Nduga gereja--ratusan--keluarga-di-nduga-
mengungsi ke hutan mengungsi-ke-hutan.html
6 Tim evakuasi https://tabloidjubi.com/artikel-22208-
56

kabupaten Nduga: tim-evakuasi-kabupaten-nduga--


Masyarakat masih masyarakat-masih-dalam-
dalam pengungsian pengungsian.html
7 Pangdam https://tabloidjubi.com/artikel-21968-
Cenderawasih bantah pangdam-cenderawasih-bantah-ada-
ada majelis Gereja jadi majelis-gereja-jadi-korban-tnipolri-di-
korban TNI/Polri di nduga.html
Nduga
8 Tiga warga sipil tewas https://tabloidjubi.com/artikel-22148-
di Nduga bukan tiga-warga-sipil-yang-tewas-di-nduga-
anggota TPNPB bukan-anggota-tpnpb.html

Kriteria III : Setelah peristiwa berlangsung (upaya perdamaian)


No Judul Link
1 Lembaga dan aktivis https://tabloidjubi.com/artikel-
HAM minta aparat tidak 21714-lembaga-dan-aktivis-ham-
membabi buta minta-aparat-tidak-membabi-
buta.html
2 Konflik Nduga, https://tabloidjubi.com/artikel-
Pemerintah diminta 21828-konflik-nduga-pemerintah-
membuka akses dan diminta-membuka-akses-dan-
perlindungan terhadap perlindungan-terhadap-warga-
warga sipil sipil.html
3 Gubernur dan DPR https://tabloidjubi.com/artikel-
Papua sepakat tarik 22111-gubernur-dan-dpr-papua-
aparat keamanan dari sepakat-tarik-aparat-keamanan-dari-
Nduga nduga.html
4 Lukas Enembe : https://tabloidjubi.com/artikel-
Amankan rakyat dan 22223-lukas-enembe-amankan-
tangkap kelompok rakyat-dan-tangkap-kelompok-
bersenjata di Nduga bersenjata-di-nduga.html

Sedangkan, teknik dokumentasi merupakan alat pengumpulan

data yang didapat dari informasi dalam bentuk tulisan-tulisan. Metode


57

dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering

digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data, seperti pada

metode observasi, kuesioner atau wawancara sering dilengkapi dalam

kegiatan penelusuran dokumentasi dengan tujuannya untuk

mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data

(Kriyantono 2014, 120). Dalam metode dokumentasi, peneliti

menggunakannya untuk melengkapi data sekunder. Teknik

dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan data-data teks berita yang

sudah diamati terlebih dahulu melalui teknik observasi, selain itu

metode dokumentasi digunakan peneliti untuk mengumpulkan

beberapa buku sebagai sumber dalam mengerjakan penelitian.

Sehingga metode ini pula dapat dimanfaatkan peneliti untuk menelaah

konteks yang diciptakan oleh Tabloidjubi.com.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis framing

model Robert N. Entman. Analisis framing suatu metode analisis isi

media, yang berkembang berkat pandangan kaum konstruksionisme

yang diperkenalkan oleh Berger dan Luckman. Paradigma

konstruksionis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap

media dan teks berita yang dihasilkannya. Sebagai sebuah metode

analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda


58

dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif, yang ditekankan dalam isi

(content) dari suatu pesan atau teks komunikasi. Sedangkan dalam

analisis framing, yang menjadi pusat perhatiannya adalah

pembentukan pesan dari teks. Dalam framing, terutama melihat

bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media dan

bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya

kepada khalayak pembaca (Eriyanto 2011, 11-15).

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai

analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,

kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media, karena pembingkaian

tersebut tentu saja melalui proses konstruksi (Eriyanto 2011, 3). Di

dalam Framing, realitas sosial atau peristiwa dimaknai dan

dikonstruksikan dengan makna tertentu. Maksudnya bagaimana

peristiwa di maknai dan di tampilkan oleh wartawan melalui

konstruksi yang mereka ciptakan dalam sisi tertentu yang ada dalam

diri mereka.

Dalam metode analisis framing, penelitian ini dilakukan adalah

untuk melihat bagaimana media mengkonstruksui realitas dan

bagaimana peristiwa dipahami bukan sesuatu yang diambil begitu saja

(Eriyanto 2011, 7). Sehingga dalam penelitian ini ingin melihat

bagaimana wartawan Tabloidjubi.com mengkonstruksikan realitas

peristiwa kasus konflik bersenjata di Nduga Papua tersebut dalam


59

pemaknaan kata yang sudah ditentukan mereka, sehingga

meyakinkannya kepada khalayak.

Jadi, dalam penelitian framing yang menjadi titik persoalan

adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media.

Maksudnya, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi

tertentu, sehingga yang menjadi titik perhatian bukan mengenai

apakah media tersebut memberitakan negatif atau positif, melainkan

bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media tersebut. Dalam

melihat pembingkaian Tabloidjubi.com, teknik analisis framing yang

digunakan model Robert N. Entman.

Melalui model Robert N. Entman, konsep Framing digunakan

untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu

dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan

informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu

mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto

2011, 220).

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar (Eriyanto

2011, 221-222), yaitu: Pertama, seleksi isu, hal ini berhubungan

dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks dan beragam,

tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan. Dalam hal ini,

wartawan pasti memilih aspek tertentu, dimana suatu proses selalu


60

terkandung di dalam bagian berita yang dimasukkan (included) dan

ada juga berita yang dikeluarkan (excluded).

Kedua, penonjolan aspek, Ketika fakta tertentu dari isu dalam

suatu peristiwa/isu telah dipilih, penonjolan aspek tersebut sangat

berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu

untuk ditampilkan agar lebih bermakna, menarik, berarti atau lebih

diingat oleh khalayak.

Dalam dua dimensi tersebut, maka Robert N. Entman

menggambarkan proses seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek dari

realitas ke dalam empat bentuk elemen konsep framing, sebagai

berikut (Eriyanto 2011, 223-227) :

Define Problems Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat?


(Pendefinisian masalah) Sebagai apa atau sebagai masalah apa?
Diagnose Causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh
(Memperkirakan masalah apa? Apa yang dianggap sebagai
atau sumber masalah) penyebab dari suatu masalah? Siapa
(aktor) yang dianggap sebagai
penyebab masalah?
Make Moral Judgement Nilai moral apa yang di sajikan untuk
(Membuat keputusan menjelaskan masalah? Nilai moral apa
moral) yang dipakai untuk melegitimasi atau
mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment Penyelesaian apa yang ditawarkan
Recommendation untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa
(Menekankan yang ditawarkan dan harus ditempuh
penyelesaian) untuk mengatasi masalah?
61

Pendekatan perangkat framing Robert N. Entman dapat di

jelaskan, sebagai berikut : Pertama, define problems (pendefenisian

masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai

framing. Elemen ini merupakan master frame (bingkai yang paling

utama), yang menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh

wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa

atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara

berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas

bentukan yang berbeda.

Kedua, diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah)

merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap

sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa

(what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa

dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagi

sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda,

penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara

berbeda pula.

Ketiga, make moral judgement (membuat keputusan moral)

adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi

argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika

masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan,

dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan


62

tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang

familiar dan dikenal oleh khalayak.

Keempat, treatment recommendation (menekankan

penyelesaian) elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki

oleh wartawan, jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan

masalah/isu. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada

bagaimana peristiwa dilihat dan siapa yang dipandang sebagai

penyebab masalah.

Dari keempat struktur diatas merupakan salah satu rangkaian

yang menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan

wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati peneliti dari

keempat struktur tersebut. Dengan arti, dalam alat analisis framing

Robert N. Entman dapat membantu peneliti untuk mengetahui framing

yang digunakan oleh wartawan Tabloidjubi.com dalam

menginterpretasikan jurnalisme damai dalam pemberitaan kasus

konflik bersenjata di Nduga Papua, yang dilihat dari bagaimana cara

wartawan Tabloidjubi.com mengkonstruksi realitas peristiwa tersebut

melalui cara mereka menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum

berita, seperti: cara mereka mendefenisikan peristiwa, peristiwa

disebabkan oleh apa dan siapa penyebab masalah, nilai moral apa yang

di sajikan untuk melegitimasi suatu tindakan, dan jalan apa yang


63

ditawarkan untuk menyelesaikan isu, sehingga meyakinkan khalayak

bahwa berita yang mereka tulis adalah realitas.

H. Teknik Interpretasi Data

Interpretasi data ialah menafsirkan hasil analisis data sehingga

mendapatkan jawaban yang akan memberikan kesimpulan penelitian.

Melalui konsep framing dan konsep jurnalisme damai, akan

menafsirkan hasil data sebagai jawaban dari permasalah penelitian

yang nantinya akan menjadi kesimpulan penemuan penelitian.

Cara menafsirkan data dengan menggunakan kedua konsep

sebagai pisau analisis ialah peneliti dalam menginterpretasikan data

melakukan cara dengan membuat yang jelas menjadi semakin jelas. Di

mana Tabloidjubi.com dalam menginformasikan konflik terlihat jelas

melalui efek atau dampak yang dihasilkannya mampu mempengaruhi

khalayak, apabila informasi tersebut membawa kreatifitas konflik.

Maka, melalui perbandingan antar permasalahan dengan konsep

framing dan konsep jurnalisme damai akan memperlihatkan lebih jelas

hasil interpretasi data dalam memberikan kesimpulan penelitian.

I. Keabsahan Data

Metode pengumpulan data dan koleksi data yang ada harus

dinilai kualitasnya, hal ini dilihat melalui paradigma yang dipakai

dalam penelitian. Dalam Guba and lincoln (Lincoln dan Denzin 2009,
64

141), keabsahan data menurut paradigma konstruktivisme memiliki

dua kriteria, yaitu : kriteria layak dipercaya (trusworthiness)

konfirmabilitas dan kriteria kebenaran/otentisitas (authenticity)

edukatif.

Pertama, kriteria layak dipercaya (trusworthiness)

konfirmabilitas yaitu kesediaan peneliti mengungkapkan secara

terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya, sehingga

meyakinkan orang lain (Poerwandari 2001, 103). Guba and Lincoln

(Lincoln dan Denzin 2009, 141), mengatakan konfirmabilitas mirip

dengan objektifitas. Maka dalam menguji hasil penelitian ini

dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian, dalam arti

bahwa bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian

yang dilakukan, maka penelitian telah memenuhi standar

konfirmabilitas dan dapat dipercaya.

Kedua, kriteria kebenaran/otentisitas (authenticity) edukatif

yaitu mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang berbagai

konstruksi orang lain (Lincoln dan Denzin 2009, 141). Kebenaran

edukatif dalam hal ini kebenaran yang sebagaian besar tergantung

pada perspektif orang yang terlibat di dalamnya (Poerwandari 2001,

104).
65

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Penyajian Umum

1. Sejarah Tabloidjubi.com

Jubi pertama kali terbit pada 31 Agustus 2001. Jubi diartikan

sebagai jujur bicara yang memiliki tujuan untuk mengatakan

kebenaran informasi di tanah Papua. Jubi pertama kali cetak dalam

bentuk tabloid mingguan. Namun di usia ke 13 tahun, penerbitan

tabloid jubi berhenti akibat permasalahan internal antara pengelola

media dan pemilik media terdahulu (FOKER LSM Papua). Selang

beberapa bulan kemudian Jubi hadir dengan berdiri sendiri, tanpa di

bawah kendali FOKER LSM Papua. Pada 22 September 2014 Jubi

hadir dengan tampilan baru sebagai surat kabar harian koran (Harian

Jubi ) dan online (Tabloidjubi.com).

2. Profil Tabloidjubi.com
66

Nama Redaksi : Harian Jubi

Pemilik : Jubi Papua (Jujur Bicara Papua)

Pendiri Edisi Online : Victor C. Mambor dan Dominggus

Mampioper

Penerbit : PT. Jujur Bicara Papua

Pemimpin Redaksi : Angela Flassy

Situs : www.tabloidjubi.com

Alamat : Jl. Sakura Gg. Jati I No. A5, Perumnas II,

Waena Jayapura-Papua (99351)

Kontak : Telp: 0967-574209 / Fax: 0967-574216

Email : redaksionline@tabloidjubi.com

Logo :

3. Struktur Organisasi Job Desk Tabloidjubi.com

Dewan Komisaris Decky Alexander Rumaropen, J.


Septer Manufandu, Victor Mambor,
dan Dominggus Mampioper
Pendiri Edisi Online Victor C. Mambor dan Dominggus
Mampioper

Pemimpin Umum/ Penanggung Jawab Victor C. Mambor


Pemimpin Redaksi Angela Flassy
Sekretaris Redaksi Juana Mantovani
Redaktur Pelaksana Jean Bisay
67

Redaktur Dominggus Mampioper, Yuliana


Lantipo, Zely Ariane, Timoteus
Marthen, Jean Bisay, Kyoshi Rasiey,
Dewi Wulandari, Syam TJ, Syofiardi,
Kristianto Galuwo, dan Edi Faisol
Web Admin Kyoshi Rasiey
Staf Redaksi Dominggus Mampioper, Yuliana
Lantipo, Angela Flassy, Zely Ariane,
Timoteus Marthen, Jean Bisay, Arjuna
Pademme, Alexander Leon, Sindung
Sukoco, Benny Mawel, Roy
Ratumakin, Hengky Yeimo, Kyoshi
Rasiey, Abeth You, Yance Wenda, dan
David Sobolim
Koresponden Islami Adisubrata (Wamena), Frans
Kobun (Merauke), Agus Pabika
(Jayapura), Engelbert Wally (Sentani),
Hans Arnold Kapisa (Monokwari), dan
Ronny WH (Wamena)
Grafis Dickry dan Michael
Kepala Divisi Artistik/Riset Saut Marpaung
Foto/Ilustrator
Ombudsman Gustaf kawer, SH

Manajer Pemasaran dan Iklan Zulfiyan Hakubun

Manager keuangan Frans Maruanaya


Staf Pemasaran dan Distribusi Elimas

Percetakan Herri Mambor dan Anggita


68

B. Pemaparan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data yang sudah peneliti lakukan, peneliti akan

jelaskan ada dua temuan yang terkait dengan masalah penelitian, yakni :

1. Temuan berdasarkan konsep Framing memiliki tiga temuan dengan

pertanyaan, bagaimana Tabloidjubi.com membingkai konflik bersenjata di

Nduga Papua.

1.1.Penonjolan Fakta

Berdasarkan 15 berita yang peneliti sudah analisis, peneliti

menemukan adanya fakta yang memiliki penonjolan lebih besar dari

pada fakta yang lainnya. Penonjolan ini ditemukan melalui kata-kata

tertentu yang sering ditonjolkan atau dibicarakan wartawan untuk

menjelaskan peristiwa konflik di Nduga. Melalui penonjolan fakta

tersebut, peneliti menemukan ada dua kata-kata yang sering

dibicarakan oleh wartawan dalam pemberitaan konflik di Nduga.

Kedua kata-kata yang ditonjolkan itu, sebagai berikut :

 Pembunuhan-Dibunuh

Penggunaan kata pembunuhan-dibunuh ditemukan pada berita:

Frame Problem Causal Moral Treatment


Identificat Interpretat Evaluati Recommenda
ion ion on tion
24 Pembunuh kelompok 24 Personil
pekerja an. bersenjata Pekerja gabungan
jalan pimpinan jalan TNI/Polri
trans Egianus trans diterjunkan
69

Papua di Kogoya. Papua dan selalu


Nduga yang siap
tewas sedang melakukan
dibunuh berkerja evakuasi para
diduga korban dan
tewas menangkap
dibunuh. para pelaku.
Pemprov Pelanggara Kelompok Kelompo Diminta
Papua n HAM. bersenjata k aparat
minta pimpinan bersenjat keamanan
aparat Egianus a TNI/Polri
keamanan Kogoya. menggan menangkap
tangkap gu para pelaku.
pelaku keamana
pembunu n
han di nasional.
Nduga
Lembaga operasi Apaarat Warga minta aparat
dan militer keamanan sipil keamanan
aktivis melakukan TNI/Polri. Papua melakukan
HAM pelanggara menjadi investigasi
minta n HAM. korban. cepat,
aparat menyeluruh,
tidak independen,
membabi dan tidak
buta memihak
terhadap
serangan
Nduga.
Dari temuan pada analisis berita yang dikategorikan diatas,

peneliti menemukan adanya penonjolan fakta lewat kata

“pembunuhan-dibunuh” terhadap konflik bersenjata di Nduga Papua.

Dalam berita dapat dilihat bahwa Tabloidjubi.com memberitakan

konflik bersenjata di Nduga Papua dengan melihat adanya pelaku

kejahatan dan mengakibatkan adanya korban. Tabloidjubi.com


70

mencoba memberikan penonjolan bahwa konflik bersenjata di Nduga

Papua ditunjukkan dalam bentuk kekerasan. Seharusnya pemberitaan

yang ideal dalam menyampaikan kasus konflik, wartawan tidak

berfokus pada pihak-pihak yang menyebabkan permasalahan konflik,

melainkan pada masyarakat yang terkena dampak konflik tersebut.

Sesuai dengan UU No.40 tahun 1999 tentang Pers dalam pasal 3 kode

etik dikatakan wartawan selalu menguji informasi dan memberitakan

secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang

menghakimi. Oleh karena itu dalam temuan ini, Tabloidjubi.com telah

memberikan penonjolan fakta yang tidak sesuai dengan UU tentang

Pers.

 Penembakan-Tembakan

Penggunaan kata penembakan-tembakan ditemukan pada

berita:

Frame Problem Causal Moral Treatment


Identificat Interpretati Evaluation Recomme
ion on ndation
Komnas Kejanggal Kelompok Tidak ada Tidak ada
HAM an bersenjata penekanan penekanan
sebut pernyataan pimpinan moral. penyelesai
pelangga . Egianus an.
ran kogoya.
HAM,
TPNPB :
Ini
kontak
senjata,
71

bukan
eksekusi
Sejak Proses Aparat Masyarakat Tidak ada
evakuasi evakuasi, keamanan lokal penekanan
dilakuka warga sipil TNI/Polri. ketakutan penyelesai
n empat jadi dan an.
warga korban. mengungsi
Nduga ke hutan-
dilaporka hutan dan 4
n tewas, warga sipil
lainnya tewas.
mengung
si ke
hutan
Tiga Serangan Aparat Warga sipil Tidak ada
warga udara keamanan menjadi penekanan
sipil TNI/Polri korban penyelesai
tewas di an.
Nduga
bukan
anggota
TPNPB
Dalam temuan ini, peneliti juga menemukan bahwa adanya

penonjolan fakta lewat kata-kata “penembakan-tembakan”. Pada berita

diatas, Tabloidjubi.com menonjolkan bahwa konflik yang terjadi

Nduga Papua karena adanya operasi militer yang dilakukan oleh pihak

yang saling bertikai. Dalam kata-kata penembakan-tembakan,

Tabloidjubi.com seharusya tidak menampak kekerasan yang terjadi

dalam konflik, karena pemberitaan yang tidak memiliki rasa berempati

dapat menyebabkan respon audience yang salah, sehingga

menciptakan argumen-argumen yang salah akibat informasi yang tidak

memiliki keberimbangan berita sesuai dengan UU No.40 tahun 1999


72

tentang Pers dalam Pasal 1, yang di mana dikatakan bahwa wartawan

harus bersikap independen dan tidak beritikad buruk. Sehingga,

informasi yang memperlihatkan bahwa adanya kekerasan yang terjadi

menyebabkan bahwa adanya konsekuensi yang melanggar hukum dan

hak asasi manusia. Dalam berita ini

1.2.Sudut Pandang

Dalam membingkai berita, wartawan memiliki sudut pandang

tertentu ketika menentukan fakta apa yang diambil untuk disampaikan

dalam berita. Tabloidjubi.com memiliki sudut pandang yang melihat

permasalahan peristiwa di Nduga Papua disebabkan oleh adanya

konflik antar TPNPB dan Aparat keamanan TNI/Polri. Melalui sudut

pandang ini, wartawan memiliki fakta-fakta tertentu yang ditonjolkan

untuk menyampaikan realitas yang telah dikonstruksikan mereka

melalui penyeleksian isu. Sudut pandang dapat ditemukan pada berita :

Frame Problem Causal Moral Treatment


Identificati Interpretati Evaluation Recommendat
on on ion
24 pekerja Pembunuh kelompok 24 Pekerja Personil
jalan trans an. bersenjata jalan trans gabungan
Papua di pimpinan Papua yang TNI/Polri
Nduga Egianus sedang diterjunkan
tewas Kogoya. berkerja dan selalu siap
dibunuh diduga melakukan
tewas evakuasi para
dibunuh. korban dan
menangkap
73

para pelaku.
Gereja : Pelimpaha Sayap Polemik Menyerahkan
Insiden n militer mengakibat sepenuhnya
Nduga kewenanga organisasi kan korban kepada pihak
berawal n. Papua yang tewas aparat
dari aksi merdeka adalah keamanan.
protes menolak warga sipil.
warga pembangun
an.
Ini Pelanggara Kelompok Kontak Tidak ada
kesaksian n bersenjata senjata penekanan
korban perjanjian. OPM mengakibat penyelesaian.
dan kan
mantan sejumlah
pekerja pekerja
proyek di terkena
Yall tembakan,
Nduga lemparan
batu, dan
penganiyaa
n.
Sejak Proses Aparat Masyarakat Tidak ada
evakuasi evakuasi, keamanan lokal penekanan
dilakukan warga sipil TNI/Polri. ketakutan penyelesaian.
empat jadi dan
warga korban. mengungsi
Nduga ke hutan-
dilaporkan hutan dan 4
tewas, warga sipil
lainnya tewas.
mengungs
i ke hutan
Konflik Wilayah Aparat Pemerintah Pemerintah
Nduga, Nduga keamanan Indonesia pusat diminta
Pemerinta dikuasi TNI/Polri . melakukan cabut semua
h diminta oleh pihak kejahatan operasi
membuka aparat kemanusiaa militer.
akses dan keamanan n terhadap
perlindun TNI/Polri. warga sipil.
gan
74

terhadap
warga
sipil
Dari temuan ini, peneliti melihat bahwa ada cara bercerita yang

digambar oleh wartawan. Cara bercerita tersebut terlihat dari sudut

pandang yang digunakan wartawan, yakni mengkonstruksi realitas

melalui penyeleksian isu-isu tertentu lewat sudut pandang yang

mereka gunakan. Dalam temuan ini sudut pandang Tabloidjubi.com

melihat permasalahan yang terjadi di Nduga adalah konflik. Hal ini

dapat dilihat dari temuan diatas, di mana Tabloidjubi.com memetakan

penyebab atau akar masalah hingga bagaimana proses konflik itu

terjadi. Tabloidjubi.com dengan sudut pandang yang mereka miliki

berfokus dengan permasalahan yang terjadi antar kedua bela pihak,

yang dimana seharusnya media mampu membawakan pemberitaannya

yang berimbang dengan meliputi dampak-dampak apa yang menjadi

korban dan kerugian ketika konflik itu terjadi.

1.3.Pemilihan Fakta Realitas

Dalam pembingkaian, wartawan akan memilih fakta tertentu

untuk menginformasikan peristiwa konflik di Nduga. Pemilihan fakta

ini dapat dilihat dari kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu dari

pemberitaan Tabloidjubi.com. Dalam hasil analisis peneliti

menemukan adanya pemilihan fakta, bahwa aparat keamanan


75

TNI/Polri adalah pelaku yang menyebabkan peristiwa konflik di

Nduga semakin memanas dan berkepanjangan, akibat keberadaan

aparat keamanan TNI/Polri membuat masyarakat lokal takut dan

menjadi korban atas konflik yang terjadi di Nduga. Pemilihan fakta ini

dapat ditemukan dari berita berikut :

Sejak Proses Aparat Masyarak Tidak ada


evakuasi evakuasi, keamanan at lokal penekanan
dilakukan warga sipil TNI/Polri. ketakutan penyelesaia
empat warga jadi dan n.
Nduga korban. mengungs
dilaporkan i ke
tewas, hutan-
lainnya hutan dan
mengungsi 4 warga
ke hutan sipil
tewas.
Gereja : Operasi Aparat 780 Menghentika
Ratusan militer keamanan kepala n kekerasan
keluarga di TNI/Polri TNI/Polri. keluarga dan
Nduga meresahka mengun menyelesaika
mengungsi n warga gsi ke n
ke hutan sipil. hutan. permasalahan
.
Tim Situasi di Aparat Masyara Aparat
evakuasi Nduga keamanan kat lokal keamanan
Kabupaten belum TNI/Polri. trauma TNI/Polri
Nduga : aman. dan segera
Masyarakat mengun ditarik.
masih dalam gsi.
pengungsian
Tiga warga Serangan Aparat Warga Tidak ada
sipil tewas udara keamanan sipil penekanan
di Nduga TNI/Polri menjadi penyelesaian.
bukan korban
anggota
76

TPNPB
Lembaga operasi Apaarat Warga minta aparat
dan aktivis militer keamanan sipil keamanan
HAM minta melakukan TNI/Polri. Papua melakukan
aparat tidak pelanggara menjadi investigasi
membabi n HAM. korban. cepat,
buta menyeluruh,
independen,
dan tidak
memihak
terhadap
serangan
Nduga.
Konflik Wilayah Aparat Pemerint Pemerintah
Nduga, Nduga keamanan ah pusat diminta
Pemerintah dikuasi TNI/Polri . Indonesi cabut semua
diminta oleh pihak a operasi
membuka aparat melakuk militer.
akses dan keamanan an
perlindunga TNI/Polri. kejahata
n terhadap n
warga sipil kemanus
iaan
terhadap
warga
sipil.
Gubernur Operasi Aparat Penyisir Meminta
dan DPR militer keamanan an Presiden
Papua meresahka TNI/Polri. aparat Jokowi
sepakat tarik n aktivitas keamana menarik
aparat warga sipil n pasukan dari
keamanan dalam TNI/Polr Kabupaten
dari Nduga menyambut i Nduga.
natal. mengaki
batkan
orang
asli
Papua di
Nduga
menjadi
77

korban.
Dari temuan diatas menunjukkan bahwa, ada pemilihan fakta

tertentu yang diberitakan oleh Tabloidjubi.com dalam permasalahan

konflik di Nduga. Tabloidjubi.com melihat bahwa masalah di Nduga

semakin memanas dan berkepanjangan akibat operasi militer yang

dilakukan oleh aparat keamanan TNI/Polri. Operasi militer tersebut

diperlihatkan Tabloidjubi.com sebagai masalah, di mana TNI/Polri

ketika melakukan proses evakuasi korban penembakan karyawan PT.

Istaka Karya dan pengejaran pelaku penembakan, telah melakukan

pelanggaran yang tidak sesuai dengan penegakan hukumnya terhadap

warga sipil. Karena saat pengejaran pelaku penembakan PT. Istaka

karya tersebut, Tabloidjubi.com melihat TNI/Polri telah melakukan

serangan senjata di wilayah masyarakat lokal, yang menyebabkan hal

tersebut memicu ketakutan dan rasa trauma masyarakat yang

mengakibatkan mereka untuk mengungsi ke hutan. Melalui pemilihan

fakta ini Tabloidjubi.com memperlihatkan dalam beritanya, bahwa

konflik di Nduga tidak hanya disebabkan oleh penembakan yang

dilakukan oleh TPNPB terhadap pekerja PT. Istaka Karya, namun

dalam operasi militer yang dilakukan aparat keamanan TNI/Polri juga

telah mengakibatkan konflik yang semakin berkepanjangan dan

menjadi permasalahan yang besar, di mana TNI/Polri dalam

melakukan pengejaran pelaku TPNPB, tidak sesuai dengan prosedur


78

pekerjaan mereka sendiri yang mengakibatkan pelanggaran hak

masyarakat. Akibat permasalahan tersebut mengakibatkan warga lokal

yang terkena dampak dalam konflik turut menjadi korban. Melalui

proses pemilihan fakta inilah menjadi dasar dari asumsi wartawan,

yang melihat perspektif mereka saat meliput konflik. Dan Bagian-

bagian inilah yang dipilih Tabloidjubi.com untuk diberitakan sebagai

sisi realitas tertentu dari permasalah konflik.

2. Temuan berdasarkan konsep Jurnalisme Damai memiliki empat temuan

dengan pertanyaan, apakah pemberitaan tersebut telah berperspektif

jurnalisme damai.

2.1.Berorientasi Perdamaian/Konflik

Berdasarkan 15 berita konflik di Nduga yang peneliti sudah

analisis pada Tabloidjubi.com tidak ada berita yang mengarah pada

perdamaian, yang seharusnya dalam pemberitaan yang berlandaskan

praktik jurnalisme damai, wartawan harus mengarah pada perdamaian.

Namun dalam temuan ini Tabloidjubi.com lebih mengarah pada

konflik, dalam hal ini terdapat sebanyak 6 berita yang sudah peneliti

analisis. 6 berita tersebut dapat dilihat melalui analisis data yang

peneliti gunakan dari konsepsi framing Robert N. Entman dalam

define problems (pendefinisian masalah). Maka, berorientasi konflik

dapat ditemukan pada judul berita, sebagai berikut :


79

1. “24 Pekerja jalan trans Papua di Nduga tewas dibunuh”, memiliki

define problems pembunuhan. hal ini dapat dilihat dalam paragraf

berita berikut :

“Wakil Ketua DPRD Nduga, Alimin Gwijange yang


dihubungi Jubi, Selasa (4/12/2018) pagi mengatakan 24
pekerja tersebut tewas dibunuh oleh kelompok bersenjata
pimpinan Egianus Kogoya.

“Ya benar. Ada 24 orang yang dibunuh. Dua lainnya


melarikan diri,” kata Alimin Gwijangge.”

Pada paragraf berita ini, Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa

penembakan yang terjadi terhadap karyawan PT. Istaka Karya

disebabkan oleh penembakan yang dilakukan kelompok bersenjata

pimpinan Egianus Kogoya. Dalam berita ini Tabloidjubi.com

mengeksplorasi konflik dari adanya isu-isu bahwa pembunuhan

dilakukan oleh kelompok bersenjata.

2. Judul berita, “Gereja : Insiden Nduga berawal dari aksi protes

warga”, memiliki define problems sebagai pelimpahan

kewenangan. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Pendeta Giay menambahkan polemik tentang korban yang


tewas adalah warga sipil atau militer bisa merujuk pada
kebijakan Presiden Jokowi pada tahun 2016 saat berkunjung
ke Wamena. “Intinya Presiden Joko Widodo kasih
kepercayaan kepada TNI bangun jalan itu pada 2016 saat
berkunjung ke Wamena," ungkapnya. Tidak lama, usai
pelimpahan kewenangan itu, Januari 2017, sayap militer
organisasi Papua merdeka yang beroperasi wilayah itu
menolak Pembangunan jalan disertai ancaman perang.”
80

Melalui pelimpahan kewenangan tersebut, Tabloidjubi.com

mengeksplorasi terbentuknya konflik dan mentransparankan

masalah konflik. Tabloidjubi.com melihat bahwa adanya pihak-

pihak yang terlibat dalam konflik dan hal ini bagi Tabloidjubi.com

sebagai masalah yang menjadi dampak yang telah ditimbulkan dari

konflik.

3. Judul berita, “Ini kesaksian korban dan mantan pekerja proyek di

Yall Nduga”, memiliki define problems sebagai pelanggaran

perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Namun ia menjelaskan jika selama pekerjaan dilakukan,


kelompok bersenjata di wilayah Nduga bersama perusahaan
pernah membuat perjanjian bahwa setiap tanggal 24
November mess atau camp harus dikosongkan, karena pada
1 Desember merupakan hari peringatan kelompok bersenjata
tersebut.

***

Karenanya, ia sangat menyesalkan kejadian di Distrik Yall


tanggal 2 Desember 2018. Mengapa di awal Desember para
karyawan masih berada di camp proyek, padahal sudah jelas
masuk akhir November itu sudah harus dikosongkan. “Saya
kecewa dengan kejadian ini, kenapa sudah Desember masih
berada di camp padahal sudah harus dikosongkan karena
sudah peraturan dari kelompok bersenjata.”

Melalui paragraf berita ini, terlihat bahwa yang menjadi

pemicu konflik adalah pelanggaran perjanjian. Tabloidjubi.com

mencoba memaparkan bahwa sebelum peristiwa terjadi, sudah

adanya perjanjian yang dilakukan pihak para elit. Namun dari


81

perjanjian tersebut adanya pelanggaran, maka hal ini dianggap

Tabloidjubi.com sebagai pemicu yang timbul dalam konflik.

4. Judul berita, “TPNPB : itu serangan bersenjata, bukan eksekusi”,

memiliki define problems sebagai salah sasaran. Hal ini dapat

dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Panglima Daerah Tentara Pembebasan Nasional Papaua


Barat (TPNPB) Makodap III Ndugama Egianus Kogeya,
lanjut Sebby telah memerintahkan Pemne Kogoya untuk
menyerang sejumlah orang di kali Aworak, Kali Yigi dan
Pos TNI Distrik Mbua. Lanjutnya, TPNPB sudah cukup
lama memantau para pekerja di kali Awarok dan Kali Yigi.

“Mereka itu anggota militer, Denzipur. Bukan pekerja sipil,”


lanjut Sebby yang ketika dihubungi sedang berada di Papua
Nugini.

***

Secara terpisah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut


20 orang menjadi korban dalam pembunuhan di Nduga,
Papua. 19 orang adalah pekerja PT Istaka Karya dan seorang
lagi personel TNI. "Informasi sementara adalah 20
[korban]," kata Tito saat memberikan keterangan pers di
Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/12/2018).”

Melalui paragraf berita ini, Tabloidjubi.com menganalisis

tujuan-tujuan dari para elit. Tabloidjubi.com memberikan porsi

untuk para elit agar memunculkan pendapat mereka, dalam hal ini

Tabloidjubi.com memberikan pernyataan dari TPNPB bahwa

mereka meyakinkan korban yang menjadi sasaran kontak

bersenjata mereka adalah aparat TNI/Polri. Namun di akhir berita

Tabloidjubi.com melampirkan bahwa yang menjadi korban kontak


82

senjata itu benar ada anggota TNI/Polri, namun itu hanya satu.

Sedangkan, 19 dari 20 korban adalah pekerja warga sipil yang

menjadi korban dan satu sisanya adalah personel TNI.

Tabloidjubi.com dalam berita ini memperlihatkan bahwa dampak

yang muncul dari konflik telah mengakibatkan adanya warga sipil

yang menjadi korban.

5. Judul berita, “Sejak evakuasi dilakukan empat warga Nduga

dilaporkan tewas lainnya mengungsi ke hutan”, memiliki define

problems sebagai proses evakuasi warga sipil jadi korban. Hal ini

dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Hingga hari ini, Minggu (9/12/2018) dilaporkan sebanyak


empat warga sipil di Nduga tewas pasca insiden penembakan
karyawan PT. Istaka Karya yang menewaskan 16 orang, 2-3
Desember lalu. Empat warga sipil ini tewas antara tanggal 4-
5 Desember saat aparat keamanan melakukan proses
evakuasi korban insiden Nduga.
“Dua di Mbua, dua di Yigi, Semuanya keluarga dekat saya.
Mereka ditembak aparat keamanan saat aparat lakukan
proses evakuasi. Satu di Mbua itu paman saya. Dia majelis
gereja, namanya Yulianus Tabuni,” kata Samuel Tabuni,
tokoh pemuda Papua kepada Jubi melalui sambungan
telepon, Minggu pagi.”
Melalui pendefinisian masalah dalam berita ini

Tabloidjubi.com memetakan konflik, di mana dalam situasi konflik

adanya empat warga sipil ditembak oleh aparat keamanan saat

melakukan proses evakuasi korban penembakan pada 2-3

Desember 2018. Tabloidjubi.com mencoba menjelaskan ketika


83

aparat keamanan melakukan proses evakuasi dan pengejaran

TPNPB, aparat keamanan melakukan penembakan bagi warga

sipil. Dalam hal ini Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa aparat

keamanan TNI/Polri saat menjalankan tugasnya, menjadikan warga

sipil sebagai korban yang terkena dampak dalam konflik.

6. Judul berita, “lembaga dan aktivis HAM minta aparat tidak

membabi buta”, memiliki define problems sebagai masyarakat

lokal mengungsi karena adanya operasi militer. Hal ini dapat

dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Yang sangat penting dipastikan saat ini adalah respons


aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh
mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut,"
ujar Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, lewat
rilisnya yang diterima Jubi, Kamis (6/12/2019).

Hal itu ditekankan Amnesty khususnya karena aparat


keamanan memiliki banyak rekam jejak, terlebih di Papua,
yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan hak asasi
manusia dalam melakukan operasi keamanan.

***

"Serangan berdarah di Nduga ini juga tidak boleh digunakan


sebagai alasan untuk membungkam kebebasan dan
melanggar hak asasi manusia. Pihak berwenang juga harus
memastikan bahwa polisi dan militer memberikan keamanan
bagi semua orang, tanpa diskriminasi, setelah serangan di
Papua." ujar Usman.”

Melalui paragraf berita ini, Tabloidjubi.com melihat konflik

yang terjadi pasca insiden penembakan semakin membuat kondisi

yang memanas, di mana saat aparat keamanan TNI/Polri diterjunkan


84

untuk mengevakuasi korban dan pengejaran pelaku, malah membuat

keberadaan warga lokal semakin takut karena keberadaan mereka.

Dari pernyataan Tabloidjubi.com pada paragaraf berita diatas,

menyampaikan bahwa pihak aparat keamanan TNI/Polri dalam

menangani permasalahan ternyata melakukan tindakkan

mendiskriminasi warga lokal, dalam pernyataan Tabloidjubi.com

mencoba mengidentifikasi TNI/Polri sebagai pihak yang terlibat yang

memperlihatkan bahwa adanya dampak yang ditimbulkan oleh

mereka.

2.2.Berorientasi Kebenaran

Dalam melakukan praktik jurnalisme damai yang mengarah

pada kebenaran, wartawan dalam peristiwa konflik harus akurat dalam

mengungkapkan akar masalah yang terkait dalam konflik. Dalam

orientasi kebenaran ini, ada 4 berita yang ditemukan. Hal ini dapat

dilihat melalui tabel analisis data dalam define problems (pendefinisian

masalah). Adapun temuan ini dilihat dalam berita, sebagai berikut :

1. Pada berita, “Gereja : Insiden Nduga berawal dari aksi protes

warga”, memiliki define problems sebagai pelimpahan

kewenangan. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :


85

“Intinya Presiden Joko Widodo kasih kepercayaan kepada


TNI bangun jalan itu pada 2016 saat berkunjung ke
Wamena," ungkapnya.

Tidak lama, usai pelimpahan kewenangan itu, Januari 2017,


sayap militer organisasi Papua merdeka yang beroperasi
wilayah itu menolak Pembangunan jalan disertai ancaman
perang.”

Melalui paragraf berita ini Tabloidjubi.com mengekspos

rahasia yang menjadi akar masalah yang terkait. Di mana

Tabloidjubi.com menyatakan bahwa adanya pelimpahan

kewenangan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi kepada TNI.

Hal ini membuat militer OPM yang berada di Nduga menolak

pembangunan tersebut yang telah dilimpahkan kepada TNI, OPM

pun mengancam kewenangan tersebut dengan adanya perang.

Tabloidjubi.com mencoba menjelaskan bahwa adanya polemik

antar kebijakan Presiden Jokowi Widodo yang di tolak oleh OPM,

sehingga hal ini yang menciptakan konflik terjadi.

2. Pada berita, “Ini kesaksian korban dan mantan pekerja proyek di

Yall Nduga”, memiliki define problems sebagai pelanggaran

perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Namun ia menjelaskan jika selama pekerjaan dilakukan,


kelompok bersenjata di wilayah Nduga bersama perusahaan
pernah membuat perjanjian bahwa setiap tanggal 24
November mess atau camp harus dikosongkan, karena pada
1 Desember merupakan hari peringatan kelompok bersenjata
tersebut.
86

Dalam paragraf ini, Tabloidjubi.com mengungkapkan

adanya akar masalah yang terkait yaitu, pelanggaran perjanjian

yang dilakukan oleh perusaahaan. Di mana pada tahun 2017, OPM

bersama pihak perusahaan sudah melakukan perjanjian untuk

memberhentikan sementara pekerjaan proyek pembangunan trans

Papua setiap 24 November sampai Desember, yang mana OPM

meminta perusahaan untuk menghargai keputusan mereka dalam

memperingati kemerdekaan TPNPB. Dalam berita ini,

Tabloidjubi.com mengungkapkan bahwa adanya permasalahan

sejarah yang menciptakan konflik terjadi.

3. Pada berita, “Lembaga dan aktivis HAM minta aparat tidak

membabi buta”, memiliki define problems sebagai masyarakat

lokal mengungsi karena adanya operasi militer. Hal ini dapat

dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Yang sangat penting dipastikan saat ini adalah respons


aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh
mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut,"
ujar Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, lewat
rilisnya yang diterima Jubi, Kamis (6/12/2019).

Hal itu ditekankan Amnesty khususnya karena aparat


keamanan memiliki banyak rekam jejak, terlebih di Papua,
yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan hak asasi
manusia dalam melakukan operasi keamanan.”

Dalam paragraf ini Tabloidjubi.com mengekspos terjadinya

konflik di Nduga, akibat aparat keamanan melakukan penyerangan


87

terhadap warga sipil, hal ini dilihat dari fakta pada berita yang

mengatakan bahwa aparat keamanan memiliki rekaman jejek yang

tak sesuai dengan prinsip penegakan HAM dalam kasus di Papua.

4. Pada berita, “Konflik Nduga, Pemerintah diminta membuka akses

dan perlindungan terhadap warga sipil”, memiliki define problems

sebagai penguasaan wilayah Nduga oleh aparat keamanan

TNI/Polri. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Gwijangge berharap Pemda Nduga dan pemerintah pusat


duduk kembali dan mempertimbangkan kembali cara-cara
yang dilakukan yang dinilai tidak sesuai dengan
kemanusiaan, seperti tindakan brutal TNI/Polri yang
melakukan operasi militer.
***
"Mereka ini ditembak melalui serangan udara di enam
distrik.  Pemerintah Indonesia sudah melakukan kejahatan
kemanusiaan terhadap warga sipil yang tidak tau apa-apa,
karena serangan yang dilakukan tersebut tidak mengarah
kepada kelompok TPNPB Egianus Kogoya, namun
mengarah ke warga sipil yang tidak berdosa," katanya.
Akibat ulah ini kata dia, masyarakat Nduga harus mengungsi
ke hutan-hutan hampir 150 ribu orang. Sehingga  pihaknya
dengan tegas mengecam tindakan anarkis yang dilakukan
Pemerintah Republik Indonesia melalui TNI/Polri saat ini.”
Dalam paragraf ini, Tabloidjubi.com menggali adanya rahasia

di mana pemerintah pusat memberikan keputusan tetap kepada aparat

keamanan TNI/Polri untuk melakukan penanganan kasus yang ada di

Papua. Tabloidjubi.com menggambarkan bahwa terjadinya konflik

yang di akibat oleh pemerintah yang melakukan penegakan hukum

yang berdampak dalam merugikan warga sipil melalui serangan udara


88

yang dilakukan oleh aparat kemanan TNI/Polri dalam 6 distrik

wilayah di Nduga.

2.3.Berorientasi Orang Banyak

Dalam melakukan praktik jurnalisme damai yang mengarah

pada orang banyak, wartawan dalam peristiwa konflik harus

memfokuskan diri mereka untuk melihat penderitaan orang-orang

yang terkait dalam konflik. Dalam praktik jurnalisme damai

memfokuskan beritanya pada non-kekerasan dan menyebutkan semua

pelaku kejahatan dalam konflik. Dalam orientasi orang banyak ini, ada

7 berita yang ditemukan sesuai kriteria. Hal ini dapat dilihat melalui

tabel analisis data dalam moral evaluation (penilaian atas penyebab

masalah). Adapun temuan ini dilihat dalam berita, sebagai berikut :

1. Judul berita, “Sejak evakuasi dilakukan empat warga Nduga

dilaporkan tewas, lainnya mengungsi ke hutan”, memiliki moral

evaluation dengan masyarakat lokal ketakutan dan mengungsi ke

hutan-hutan. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Hingga hari ini, Minggu (9/12/2018) dilaporkan sebanyak


empat warga sipil di Nduga tewas pasca insiden penembakan
karyawan PT. Istaka Karya yang menewaskan 16 orang, 2-3
Desember lalu. Empat warga sipil ini tewas antara tanggal 4-
5 Desember saat aparat keamanan melakukan proses
evakuasi korban insiden Nduga.

***
89

Samuel juga menyebutkan bahwa masyarakat di Mbua, Yall


dan Yigi saat ini sudah mengungsi ke hutan-hutan.
Pengungsian warga ini bisa membuat korban bertambah lagi
karena kekurangan makanan atau masalah kesehatan selama
mengungsi.”
Tabloidjubi.com melihat saat aparat keamanan di tugaskan

untuk melakukan proses evakuasi dan pengejaran pelaku

penembakan, ada empat warga sipil yang menjadi korban aparat

TNI/Polri, Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa aparat keamanan

sebagai pelaku yang telah melakukan penembakan kepada warga

sipil. Atas penembakan yang terjadi tersebut, Tabloidjubi.com

memberikan pernyataan bahwa masyarakat ketakutan dengan

operasi militer TNI/Polri dan membuat masyarakat sudah

mengungsi di hutan.

2. Judul berita, “Gereja : Ratusan keluarga di Nduga mengungsi ke

hutan”, memiliki moral evaluation dengan 780 kepala keluarga

mengungsi ke hutan. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita

berikut :

“Ratusan warga Mbua, Yall dan Yigi telah mengungsi ke


hutan sejak pengejaran kelompok bersenjata yang menyebut
diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat
(TPNPB) - yang mengkalim diri sebagai pelaku insiden
penembakan para pekerja PT, Istaka Karya, 2 Desember lalu
- dilakukan oleh aparat gabungan TNI dan Polri. Sebagian
besar warga yang mengungsi ini adalah umat Gereja Kemah
Injili (Kingmi) Papua.

“Kami mendapatkan laporan dari Yigi dan Yall, sekitar 5


klasis telah mengungsi ke hutan sejak evakuasi korban
90

penembakan dilakukan,” ungkap Pendeta Dr. Benny Giay


kepada Jubi, Minggu (9/12/2018).

Pendeta Benny Giay merinci 5 klasis tersebut adalah Klasis


Yigi Barat  sebanyak 6 jemaat, Klasis Yigi sebanyak 6
jemaat, Klasis Mbua sebanyak 6 jemaat dan Klasis
Mbulmuyalma sebanyak 8 jemaat. Satu klasis lainnya, yakni
Klasis Mugi belum diketahui pasti berapa jemaat yang
mengungsi.

“Masing-masing jemaat itu rata-rata diisi oleh 30-50 kepala


keluarga. Jadi jumlah yang diketahui mengungsi dari empat
klasis itu ada sekitar 780 kepala keluarga. Jika 1 keluarga
dua orang saja, sudah lebih dari 1500 orang yang
mengungsi,” jelas Pendeta Benny Giay.”

Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa pengejaran kelompok

bersenjata yang dilakukan aparat keamanan TNI/Polri telah

meresahkan warga sipil, karena operasi militer yang dilakukan

TNI/Polri telah membuat 5 klasis di Nduga mengungsi, jumlah

masyarakat yang mengungsi tersebut sebanyak 780 kepala

keluarga. Akibat penanganan masalah di Nduga, Tabloidjubi.com

menjelaskan bahwa adanya masyarakat yang terkena dampak

dalam konflik.

3. Judul berita, “Tim evakuasi Kabupaten Nduga : Masyarakat masih

dalam pengungsian”, memiliki moral evaluation dengan

masyarakat lokal trauma dan masih mengungsi. Hal ini dapat

dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Ketua tim evakuasi pemerintah Kabupaten Nduga, Elieser


Tabuni mengatakan, hingga saat ini masyarakat lokal di
91

sekitar distrik Mbua, Dal, Mbulmu Yalma, Yal dan Yigi


masih mengungsi.

“Masyarakat masih dalam pengungsian. Itu karena masih


adanya operasi yang dilakukan aparat keamanan di sejumlah
distrik tersebut. Sehingga jika ada yang bilang situasi di
Nduga baik-baik atau aman-aman saja itu harus diralat,”
katanya kepada Jubi di Wamena, Kamis (27/12/2018).”

Melalui paragraf berita diatas, tabloidjubi.com menjelaskan

bahwa proses evakuasi yang dilakukan oleh aparat keamanan

TNI/Polri membuat 5 distrik di wilayah Nduga mengungsi. Hal ini

disebabkan oleh adanya ketakutan yang dialami masyarakat saat

aparat TNI/Polri melakukan pengejaran pelaku penembakan.

4. Judul berita, “Tiga warga sipil tewas di Nduga bukan anggota

TPNPB”, memiliki moral evaluation dengan warga sipil menjadi

korban. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Tim evakuasi Pemerintah Kabupaten Nduga yang terdiri


dari Wakil Bupati Nduga, Ketua dan anggota DPRD
Kabupaten Nduga, Wakil Sinode Gereja Kemah Injil
(KINGMI) di Tanah Papua, Anggota MRP, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di Bidang
Kemanusiaan – HAM, Mahasiswa dan Tokoh Intelektual
Suku Nduga menyatakan tiga korban tewas yang ditemukan
di distrik Mbua bukan anggota Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat (TPNPB).

“Nikson Umanggen (18), Mentus Nimiangge (18) dan


Mianus Lokbere (35) adalah warga sipil di Mbua. Mereka
tidak ada hubungannya dengan kelompok Egianus Kogoya.
Ini berdasarkan kesaksian keluarga tiga korban itu,” kata
Theo Hesegem, pembela HAM di Pegunungan Tengah
Papua kepada Jubi, Sabtu (22/12/2018).
***
92

Selain tiga korban tewas ini, ada korban tewas lainnya yang
bernama Jarion Kogoya (55). Jarion, lanjut Theo, menurut
warga Mbua meninggal karena stroke setelah terkejut
mendengar bunyi tembakan di kampungnya.”

Dalam paragraf ini, Tabloidjubi.com menceritakan bahwa

adanya empat warga sipil menjadi korban yang tewas akibat

operasi militer melalui serangan udara. Tabloidjubi.com

memperlihatkan bahwa serangan udara yang dilakukan oleh aparat

keamanan, telah menjatuhkan warga sipil menjadi korban dalam

konflik.

5. Judul berita, “Lembaga dan aktivis HAM minta aparat tidak

membabi buta”, memiliki moral evaluation dengan Warga sipil

Papua menjadi korban. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita

berikut :

“Yang sangat penting dipastikan saat ini adalah respons


aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh
mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut,"
ujar Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, lewat
rilisnya yang diterima Jubi, Kamis (6/12/2019).

Hal itu ditekankan Amnesty khususnya karena aparat


keamanan memiliki banyak rekam jejak, terlebih di Papua,
yang tidak sesuai dengan prinsip penegakan hak asasi
manusia dalam melakukan operasi keamanan.

"Serangan berdarah di Nduga ini juga tidak boleh digunakan


sebagai alasan untuk membungkam kebebasan dan
melanggar hak asasi manusia. Pihak berwenang juga harus
memastikan bahwa polisi dan militer memberikan keamanan
bagi semua orang, tanpa diskriminasi, setelah serangan di
Papua." ujar Usman.”
93

Dalam paragraf ini, Tabloidjubi.com memberikan pernyataan

bahwa operasi militer telah melanggar HAM, karena operasi militer

yang dilakukan aparat TNI/Polri telah melukai keberadaan masyarakat

lokal, di mana Tabloidjubi.com menyatakan bahwa penegakan yang

dilakukan TNI/Polri terhadap masyarakat Papua sudah memiliki

rekaman jejak yang banyak melanggar HAM masyarakat Papua

sebagai warga negara Indonesia.

6. Judul berita, “konflik nduga, Pemerintah diminta membuka akses

dan perlindungan terhadap warga sipil”, memiliki moral evaluation

dengan pemerintah Indonesia melakukan kejahatan kemanusiaan

terhadap warga sipil. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita

berikut :

“Pemerintah Pusat dan Pemda Nduga harus melihat situasi


dengan melakukan dialog sehingga ada solusi lain terkait
masalah di Nduga karena korban sipil hingga saat ini terus
bertambah 12 orang meninggal dunia akibat operasi militer
yang dilakukan pihak TNI/Polri.
"Mereka ini ditembak melalui serangan udara di enam
distrik.  Pemerintah Indonesia sudah melakukan kejahatan
kemanusiaan terhadap warga sipil yang tidak tau apa-apa,
karena serangan yang dilakukan tersebut tidak mengarah
kepada kelompok TPNPB Egianus Kogoya, namun
mengarah ke warga sipil yang tidak berdosa," katanya.
Akibat ulah ini kata dia, masyarakat Nduga harus mengungsi
ke hutan-hutan hampir 150 ribu orang. Sehingga  pihaknya
dengan tegas mengecam tindakan anarkis yang dilakukan
Pemerintah Republik Indonesia melalui TNI/Polri saat ini.”
94

Dalam paragraf ini, Tabloidjubi.com menyatakan bahwa ada

12 warga sipil yang meninggal akibat operasi militer yang dilakukan

TNI/Polri. Tabloidjubi.com menyatakan bahwa peristiwa ini menjadi

pelanggaran hukum, yang dimana pemerintah pusat telah melakukan

kejahatan manusia dengan mengirimkan aparat TNI/Polri dalam

menangani kasus yang ada di Nduga. Tabloidjubi.com juga

menyampaikan akibat konflik ini sebanyak 150 ribu orang Papua

mengungsi ke hutan.

7. Judul berita, “Gubernur dan DPR Papua sepakat tarik aparat

keamanan dari Nduga”, memiliki moral evaluation dengan

penyisiran aparat keamanan TNI/Polri mengakibatkan orang asli

Papua di Nduga menjadi korban. Hal ini dapat dilihat dalam

paragraf berita berikut :

“Nioluen Kotouki yang melaporkan pandangan akhir Fraksi


Keadilan Nasional menyatakan rasa duka mendalam
pihaknya terhadap orang asli Papua di Nduga yang korban
akibat penyisiran aparat TNI (Polri) pasca insiden
penembakan awal Desember 2018.
"Fraksi Keadilan Nasional Papua meminta pemerintah pusat,
TNI (Polri) menghentikan operasi militer di Nduiga
sehingga warga asli Papua terutama yang beragama Kristen
bisa menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru dalam
suasana damai," ujar Nioluen Kotouki.”
Dalam paragraf ini, tabloidjubi.com menyampaikan bahwa

orang asli Papua menjadi korban terhadap permasalahan konflik yang

terjadi di Nduga. Tabloidjubi.com melihat bahwa permasalahan antar


95

TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri, telah menjadikan warga lokal

menjadi korban yang terkena dampak konflik mereka.

2.4.Berorientasi Solusi

Dalam melakukan praktik jurnalisme damai, wartawan dalam

peristiwa konflik harus mampu menciptakan perdamaian, yang mana

wartawan harus dapat mengarahkan konflik pada orientasi solusi.

Berdasarkan 15 berita konflik yang peneliti sudah analisis, tidak ada

berita yang dapat menciptakan ide baru dalam memecahkan masalah

yang membentuk perdamaian melalui hasil resolusi, rekonstruksi, dan

rekonsilisasi. Namun, dari 15 berita tersebut Tabloidjubi.com hanya

memberikan tawar dengan melakukan penyelesaian masalah dengan

penekanan insiatif perdamaian dan mencegah banyak perang. Hal ini

dapat ditemukan melalui 3 berita melalui tabel analisis data dalam

treatment recommendation (penekanan masalah), sebagai berikut :

1. Judul berita, “tim evakuasi Kabupaten Nduga : Masyarakat masih

dalam pengungsian”, memiliki treatment recommendation dengan

aparat keamanan TNI/Polri segera ditarik. Hal ini dapat dilihat

dalam paragraf berita berikut :

“Ketua tim evakuasi pemerintah Kabupaten Nduga, Elieser


Tabuni mengatakan, hingga saat ini masyarakat lokal di
sekitar distrik Mbua, Dal, Mbulmu Yalma, Yal dan Yigi
masih mengungsi.
96

***

“Untuk itu, kami minta agar aparat keamanan yang ada di


sana untuk segera ditarik. Biarkan masyarakat hidup aman
dan bisa kembali ke daerah mereka,” katanya.”

2. Judul berita, “konflik Nduga, Pemerintah diminta membuka akses

dan perlindungan terhadap warga sipil”, memiliki treatment

recommendation dengan pemerintah pusat diminta cabut semua

operasi militer. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Solidaritas peduli rakyat Nduga dan Mahasiswa Nduga kota


studi Jayapura mendesak kepada Pemerintah Republik
Indonesia untuk membuka akses terkait kondisi terakhir di
wilayah Ndugama yang dikuasai oleh pihak keamanan
TNI/Polri.
***
Gwijangge berharap Pemda Nduga dan pemerintah pusat
duduk kembali dan mempertimbangkan kembali cara-cara
yang dilakukan yang dinilai tidak sesuai dengan
kemanusiaan, seperti tindakan brutal TNI/Polri yang
melakukan operasi militer. "Kami harap semua pihak untuk
melihat kembali situasi Nduga terutama pemerintah pusat
untuk menarik TNI/Polri yang melakukan operasi di sana,”
katanya.”
3. Judul berita, “Gubernur dan DPR Papua sepakat tarik aparat

keamanan dari Nduga”, memiliki treatment recommendation

dengan meminta Presiden Jokowi menarik pasukan dari Kabupaten

Nduga. Hal ini dapat dilihat dalam paragraf berita berikut :

“Gubernur Papua dan tujuh fraksi yang ada di DPR Papua


sepakat agar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Panglima
TNI, Kapolri dan para pemangku kepentingan di Jakarta
menarik aparat keamanan (Polri dan TNI) dari Kabupaten
Nduga.
97

Gubernur Papua, Lukas Enembe usai paripurna ke-V DPR


Papua dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi
terhadap materi Raperda non-APBD, mengatakan sikap
pihaknya bersama DPR Papua, tokoh masyarakat, tokoh
gereja sudah jelas. Meminta Presiden Jokowi menarik
pasukan darsi Kabupaten Nduga.

***
"Pasukan harus ditarik. Kita berbelasungkawa apa yang
terjadi pertama dan saat ini. Sudah cukup, jangan lagi ada
korban jiwa di sana. Masyarakat belum diungsikan, mereka
sudah masuk (kejar pelaku). Makanya kami minta tarik
semua dulu," ujarnya.

Selain itu, Pemprov Papua bersama pihak terkait juga akan


melakukan langkah lain, salah satunya bertemu Presiden
Jokowi menyampaikan hal tersebut.

"Langkah-langkah selanjutnya ada. Kami akan bertemu


Presiden, dan pihak terkait lainnya. Kami minta TNI Polri,
dan Panglima agar ada waktu bagi kami tim membawa
bahan makanan untuk masyatakat di lokasi," ujarnya.”

Dari 3 berita ini, Tabloidjubi.com tidak memiliki penekanan

yang menciptakan ide perdamaian dalam memecahkan masalah yang

membentuk perdamaian melalui hasil resolusi, rekonstruksi, dan

rekonsilisasi. Namun dari ketiga berita ini, Tabloidjubi.com hanya

menawarkan menyelesaian masalah, di mana pemerintah pusat untuk

menarik segala operasi militer yang ada di wilayah distrik Nduga

Papua, agar masyarakat lokal yang mengungsi bisa kembali ke

kampung mereka masing-masing. Tabloidjubi.com melihat bahwa

operasi militer TNI/Polri yang telah diturunkan pemerintah pusat,

hanya membuat kekacauan dalam keberadaan masyarakat Papua. Di

mana masyrakat Papua sangat tidak suka dengan keberadaan


98

TNI/Polri, yang rekaman jejaknya telah di ketahui melakukan

kejahatan dan pelanggaran HAM masyarakat Papua. Maka dengan

demikian, solusi yang diberikan wartawan hanyalah meminta

pemerintah pusat untuk menarik operasi militer dan keberadaan aparat

keamanan TNI/Polri. Meskipun dengan solusi ini belum tentu dapat

meengembalikkan keberdaan Nduga seperti semula lewat resolusi,

rekonstruksi, dan rekonsilisasi.

C. Interpretasi dan Diskusi

1. Interpretasi

Setelah membagi temuan data menjadi tujuh kategori sesuai

dengan konsep framing dan konsep jurnalisme damai, peneliti akan

mejelaskan lebih dalam lagi temuan penelitian dengan

menginterpretasikan temuan dalam kerangka teoritis yang peneliti

gunakan. Seperti yang peneliti jelaskan diatas, dalam konsep framing

menemukan tiga temuan, yakni: Pertama, memberikan penonjolan Fakta.

Dalam framing, wartawan akan memiliki penonjolan fakta dalam setiap

informasi yang mereka seleksi dan dijadikan sebagai berita. Penonjolan

fakta ini dapat dilihat dari bagian fakta mana yang lebih banyak

dibicarakan dibandingkan fakta lainnya. Wartawan akan mengangkat

semua fakta, tetapi hanya satu porsi penonjolan fakta yang lebih besar

ditonjolkan dari pada yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata
99

atau kalimat-kalimat tertentu. Pemberitaan konflik pada Tabloidjubi.com

menunjukkan adanya penonjolan fakta lebih besar dari fakta lainnya.

Penonjolan fakta ini dapat dilihat dari kata-kata yang sering

digunakan oleh wartawan. Peneliti menemukan ada dua kata-kata yang

sering dijadikan wartawan untuk menonjolkan fakta dalam berita konflik

di Nduga. kata-kata tersebut adalah pembunuhan-dibunuh dan

penembakan-menembak-tembakan. Dalam konteks Tabloidjubi.com

melakukan penonjolan fakta dalam kata pembunuhan-dibunuh dan

penembakan-menembak-tembakan sering sekali digunakan dan

dibicarakan dalam berita konflik di Nduga. Melalui kedua kata-kata

tersebut Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa peristiwa konflik di Nduga

disebabkan oleh adanya pelaku pembunuhan dan adanya korban yang

dibunuh, di mana pelaku tersebut menyebabkan adanya korban. Melalui

penonjolan fakta ini, Tabloidjubi.com memperlihatkan bahwa konflik di

Nduga disebabkan oleh pelaku yang melakukan serangan lewat tembakan,

yang mengakibatkan adanya korban yang diserang lewat penembakan atau

tembakan tersebut. Adapun konsekuensi yang ditimbulkan dari penonjolan

fakta ini berdampak bagi pelanggaran hukum dan HAM, yang di mana

penonjolan fakta ini memberikan konsekuensi bagi publik, terutama bagi

masyarakat yang terkena dampak dalam konflik tersebut. Selain itu,

pemberitaan yang ditonjolkan Tabloidjubi.com tidak sesuai dengan UU

No.40 tahun 1999 tentang Pers dalam pasal 3 kode etik, yang mengatakan
100

bahwa wartawan selalu menguji informasi dan memberitakan secara

berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi. Oleh

karena itu dalam temuan ini, Tabloidjubi.com telah memberikan

penonjolan fakta yang tidak sesuai dengan UU tentang Pers.

Kedua, sudut pandang merupakan bagian yang dipilih sebagai

penceritaan. Di mana, sebelum menentukan fakta apa yang akan dipilih,

wartawan sudah memiliki sudut pandang tertentu dalam melihat

permasalahan di Nduga. Peneliti menemukan bahwa sudut pandang yang

digunakan oleh Tabloidjubi.com yang melihat permasalahan di Nduga

sebagai konflik yang diakibatkan serangan bersenjata yang dilakukan oleh

TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri. Melalui sudut pandang ini,

Tabloidjubi.com menceritakan bahwa permasalahan di Nduga sebagai

peristiwa konflik, yang mengakibatkan warga sipil terkena dampak akibat

pertikaian yang terjadi.

Ketiga, pemilihan fakta realitas. Melalui framing, setiap peristiwa

yang disajikan oleh media akan diseleksi terdahulu. Karena dalam semua

fakta ada bagian-bagian tertentu yang dimasukkan, tetapi ada juga bagian

yang tidak dibuang. Dari sekian banyak fakta yang ada, hanya ada satu

yang dipilih untuk menjadi pemilihan fakta. Sehingga dalam hal ini ada

fakta yang tersembunyi atau yang tidak diungkapkan sama sekali.

Setiap peristiwa, wartawan akan memiliki perspektif dalam

menentukan fakta mana yang akan mereka pilih untuk dijadikan realitas
101

dalam suatu berita. Dalam konflik di Nduga, peneliti menemukan adanya

pemilihan fakta yang dilakukan oleh Tabloidjubi.com. Pemilihan fakta ini

dapat dilihat dari pemberitaan yang mengatakan bahwa pelaku dalam

konflik tidak hanya disebabkan oleh TPNPB, namun aparat keamanan

TNI/Polri juga adalah pelaku yang menyebabkan peristiwa konflik di

Nduga semakin memanas dan berkepanjangan. Sementara dari pihak

pemerintah pusat sebagai makelar tidak ada fakta yang diungkapkan.

Dari hal tersebut, terlihat bahwa Tabloidjubi.com dalam

pemberitaan konflik di Nduga memilih fakta dari pelaku yang

menyebabkan konflik yang semakin berkepanjangan, sedangkan dari

pihak pemerintah pusat sebagai makelar yang memerintahkan operasi

militer di sembunyikan. Padahal dalam UU No.40 Tahun 1999 Tentang

Pers dalam Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik, mengatakan Pasal 1 kode

etik jurnalistik bahwa wartawan harus bersikap independen, menghasilkan

berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk, dan Pasal 3 kode

etik jurnalistik dikatakan wartawan Indonesia selalu menguji informasi,

memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini

yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Adapun

yang dimaksud dengan berimbang menurut penafsiran pasal ini adalah

memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak

secara proporsional. Serta wartawan harus dapat menunjukkan fakta

secara objektif, di mana semua fakta yang ada sebisa mungkin ditampilkan
102

dan diungkapkan agar dapat berimbang, sehingga demikian audience

memiliki gambaran umum terkait dengan apa yang terjadi.

Sedangkan, dalam konsep jurnalisme damai dalam hasil analisis

penelitian. Peneliti menemukan bahwa dalam pemberitaan konflik

bersenjata di Nduga Papua, adanya karakteristik praktik jurnalisme damai

yang dilakukan oleh Tabloidjubi.com. Di mana dalam konflik yang terjadi

di Nduga, Tabloidjubi.com menjelaskan permasalahan-permasalahan apa

saja yang menjadi terkait dalam peristiwa konflik tersebut. Secara

keseluruhan, Tabloidjubi.com mampu menceritakan kepentingan awal

dalam pertikaian yang menjadi penyebab konflik, yang mana

Tabloidjubi.com melakukan cara dengan memetakan konflik tersebut.

Selain itu, Tabloidjubi.com dapat mengungkapkan semua keadaan,

kondisi lingkungan serta permasalahan yang menjadi latar belakang

peristiwa. Namun, yang menjadi kelemahan Tabloidjubi.com dalam

mempraktikkan jurnalisme damai, tidak adanya solusi yang mampu

menekankan inisiatif perdamaian. Hal inilah yang membuat

Tabloidjubi.com belum sepenuhnya mampu dikatakan sebagai media yang

menerapkan jurnalisme damai. Adapun hal-hal tersebut dapat dilihat dari

empat temuan peneliti, sebagai berikut : Pertama, berorientasi

perdamaian/konflik. Dalam konteks jurnalisme damai yang berorientasi

perdamaian/konflik, wartawan harus dapat mengeksplorasi terbentuknya

konflik dan menggunakan pendekatan “win-win solution” sebagai alat


103

untuk memberikan porsi yang sama kepada kedua belah pihak yang

memunculkan pendapat masing-masing, namun dalam hal ini jurnalis

berusaha menghindari pesan yang menyalahkan salah satu pihak sebagai

penyebab konflik, melainkan menempatkan kepentingan masyarakat luas.

Dengan pendekatan ini dapat dilihat dari ada banyaknya pihak-pihak,

tujuan-tujuan, dan isu-isu yang terkait dalam konflik tersebut. Wartawan

dalam jurnalisme damai harus dapat memetakan konflik, mengidentifikasi

pihak-pihak yang terlibat, menganalisis tujuan kedua bela pihak, dan

membawa permasalahan konflik kearah perdamaian.

Berdasarkan dari hasil analisis peneliti dalam kasus konflik di

Nduga, Tabloidjubi.com tidak menciptakan kreativitas konflik. Berita

yang disajikan oleh Tabloidjubi.com tidak menyajikan perdamaian, yang

di mana dalam praktik jurnalisme damai, media harus dapat memberikan

ide baru dengan memecahkan masalah yang membawa kekerasan pada

perdamaian. Namun, melalui temuan ini Tabloidjubi.com hanya mengarah

pada konflik, yang mana Tabloidjubi.com mengeksplorasi bahwa adanya

banyak pihak-pihak, tujuan-tujuan, dan isu-isu yang terkait dalam konflik

di Nduga. Hal ini dapat dilihat dari temuan peneliti, bahwa

Tabloidjubi.com dapat membuat konflik yang transparan, melalui

pemetaan konflik, mengidentifikasi pihak-pihak terlibat dan menganalisis

tujuan-tujuan kedua bela pihak yang bertikai.


104

Jurnalisme damai yang mengarah pada konflik ini dapat dilihat

dari fakta-fakta yang ditonjolkan oleh Tabloidjubi.com yang melihat

bahwa terjadinya pembunuhan terhadap karyawan PT. Istaka Karya

disebabkan oleh kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya,

pembunuhan ini diidentifikasikan sebagai keterlibatan TPNPB yang tidak

menerima pelimpahan kewenangan pembangunan proyek trans Papua

yang diberikan Presiden Jokowi Widodo kepada pihak TNI, di mana pihak

TPNPB menolak hal tersebut dan mereka mengancam akan melakukan

perang. Saat sebelum konflik terjadi, Tabloidjubi.com menceritakan

bahwa sebelummya pihak TPNPB dan perusahaan sudah melakukan

kesepakatan bersama, agar pekerjaan proyek setiap tanggal 27 November

hingga Desember harus diberhentikan sementara, karena pihak TPNPB

meminta para pekerja proyek untuk menghargai dan tidak mengganggu

mereka untuk memperingati kemerdekaan TPNPB pada 1 Desember.

Namun yang menjadi masalah dalam konflik ini adalah pihak perusahaan

telah melanggar perjanjian sehingga mengakibatkan TPNPB melakukan

penyerangan dan perang terhadap TNI. Melalui permasalahan ini,

Tabloidjubi.com melihat permasalahan di Nduga sebagai konflik. Di mana

akibat permasalahan yang terjadi menjadikan warga sipil terkena

dampaknya. Tabloidjubi.com menyampaikan bahwa dalam konflik ini,

yang menjadi sasaran TPNPB bukanlah TNI, melainkan warga sipil yang

bekerja dalam proyek pembangunan trans Papua. Tabloidjubi.com


105

menggambarkan bahwa TPNPB sudah melakukan kesalahan besar, di

mana baku tembak yang mereka lakukan mengakibatkan warga sipil

sebagai korban.

Selain itu, Tabloidjubi.com mencoba menjelaskan pasca

penembakan yang terjadi, pemerintah pusat menurunkan aparat keamanan

TNI/Polri untuk menuntaskan permasalahan kasus di Nduga. Namun saat

proses evakuasi yang dilakukan aparat keamanan TNI/Polri menjadikan

warga sipil lainnya menjadi korban. Di mana aparat keamanan juga telah

melakukan kontak senjata terhadap warga sipil yang mereka duga sebagai

anggota kelompok bersenjata. Peristiwa ini menjadikan adanya dampak

pelanggaran hukum dan HAM yang di akibat konflik tersebut, masyarakat

lokal di Nduga menjadi ketakutan dan mengungsi ke hutan. Dalam hal ini,

Tabloidjubi.com melihat permasalahan di Nduga sebagai konflik yang

berkepanjangan, di mana peristiwa di Nduga menjadikan warga sipil

terkena dampak yang ditimbulkan oleh TPNPB dan aparat keamanan

TNI/Polri.

Dalam temuan ini, Tabloidjubi.com lebih memfokuskan beritanya

pada arah konflik. Di mana Tabloidjubi.com hanya menceritakan

permasalahan yang ada dalam peristiwa yang mereka sajikan. Namun

yang menjadi kekurangan Tabloidjubi.com adalah tidak adanya

pemecahan masalah yang diberikan untuk menyelesaikan konflik,


106

sehingga Tabloidjubi.com belum dapat sepenuhnya dikatakan sebagai

media yang menggunakan praktik jurnalisme damai.

Kedua, berorientasi kebenaran. Dalam prinsip jurnalisme damai,

wartawan sebagai orang ketiga dalam konflik harus dapat mengarah pada

kebenaran. Di mana wartawan harus selalu berusaha untuk akurat dalam

mengekspos kebohongan semua pihak yang terkait dalam konflik.

Wartawan dalam praktik jurnalisme damai harus mampu menggali semua

unsur kebohongan yang menjadi akar masalah yang terkait dalam konflik,

baik itu terkait dalam sejarah, psikologis, sosial, dan budaya, yang

menciptakan konflik itu terjadi (Webel dan Galtung 2018, 415-417). Pada

konflik bersenjata di Nduga Papua. Tabloidjubi.com mencoba

menjelaskan permasalahan apa yang menjadi akar masalah dan

kebohongan apa yang telah menciptakan konflik di Nduga. Dalam praktik

jurnalisme damai, peneliti menemukan ada empat berita yang dapat

menjelaskan hal-hal apa saja yang telah menciptakan konflik terjadi. Di

mana dalam berita ini, Tabloidjubi.com mengatakan bahwa permasalahan

konflik di Nduga disebabkan oleh pelimpahan kewenangan pembangunan

trans Papua yang diberikan Presiden Jokowi Widodo kepada TNI,

pelimpahan kewenangan ini membuat pihak TPNPB tidak setuju dan

mengancam pihak TNI untuk perang. Pasca kejadian penembakan yang

dilakukan oleh TPNPB terhadap karyawan PT. Istaka Karya. Pemerintah


107

pusat menurunkan aparat keamanan gabungan TNI/Polri untuk melakukan

operasi militer dalam mengusut kasus tersebut, di mana aparat keamanan

TNI/Polri ditugaskan untuk mengevakuasi korban dan pengejaran pelaku

penembakan, sehingga dalam tugas tersebut aparat keamanan TNI/Polri

menguasai wilayah Nduga.

Operasi militer yang dilakukan oleh aparat keamanan TNI/Polri

memberikan dampak buruk bagi warga lokal di Nduga. Di mana aparat

keamanan TNI/Polri melakukan pelanggaran HAM serta mengambil

kebebasan hidup masyarakat lokal. Dalam konflik ini, TNI/Polri telah

melakukan serangan senjata kepada masyarakat, yang mengakibatkan

masyarakat tersebut menjadi korban terluka dan ada yang meninggal

dunia, serta menimbulkan rasa trauma dan ketakutan bagi masyarakat.

Akibat kejadian tersebut, masyarakat di wilayah Nduga memilih untuk

melarikan diri dan meninggalkan kampung halamannya dan mengungsi ke

hutan-hutan. Dalam masalah konflik yang berkepanjangan ini,

Tabloidjubi.com mencoba mengekspos semua rahasia dan

mengungkapkan akar masalahnya, yang bukan hanya disebabkan oleh

pelimpahan kewenangan dan pelanggaran perjanjian.

Tabloidjubi.com mengungkapkan bahwa keberadaan TNI/Polri di

Papua memiliki cacat hukum. Di mana citra TNI/Polri sangat buruk sekali

bagi masyarakat lokal Papua. Dalam mengusut kasus di Papua, aparat


108

keamanan telah banyak mengarah pada pelanggaran HAM. Hal ini terjadi

akibat TNI/Polri tidak melakukan tugasnya secara proporsional dan

kompeherensif. TNI/Polri dalam melakukan tugasnya tidak sesuai dengan

prinsip penegakan HAM. Hal ini terlihat dari bahwa banyaknya catatan

rekaman jejek TNI/Polri yang membungkam kebebasan dan melanggar

HAM warga papua sebagai warga negara Indonesia. Dalam orientasi

kebenaran ini, Tabloidjubi.com mengungkap rahasia yang terkait dengan

permasalahan konflik di Nduga sebagai masalah yang berkaitan dengan

permasalahan Negara. Secara praktik jurnalisme damai melalui orientasi

kebenaran, Tabloidjubi.com menerapkan jurnalisme damai tersebut. Di

mana Tabloidjubi.com menonjolkan fakta-fakta yang menjadi akar

masalah yang terkait dalam konflik.

Ketiga, berorientasi orang banyak. Secara teoritis, jurnalisme

damai menyorot konflik lewat dampak dari konflik seperti penderitaan

bagi masyarakat, dengan menyuarakan suara orang-orang lemah, seperti

orangtua, perempuan dan anak-anak. Selain itu, jurnalisme damai juga

memfokuskan beritanya yang lebih pada non-kekerasan, yaitu pemberian

efek kekerasan yang tidak tampak, seperti kerusakan sosial dan budaya

moral, kerusakan material sehingga menyebabkan kerugian yang

mengakibatkan adanya korban terluka dan meninggal, dan rasa trauma

korban yang terkena dampak dalam konflik, serta menyampaikan semua


109

pelaku kejahatan (Webel dan Galtung 2018, 415-417). Melalui teoritis,

Tabloidjubi.com telah menerapkan jurnalisme damai yang mengarah pada

orang banyak. Dari 15 berita yang peneliti analisis, ada 7 berita yang

menyajikan peristiwa dengan praktik jurnalisme damai. Dalam 7 berita

tersebut, Tabloidjubi.com lebih memfokuskan dirinya untuk melihat

penderitaan orang-orang yang terkena dampak dalam konflik. Melalui

konflik ini Tabloidjubi.com tidak memfokuskan pemberitaan mereka

terhadap pihak para elit, melainkan pemilihan fakta yang dilakukan oleh

Tabloidjubi.com hanya berfokus bagi warga sipil yang menjadi korban

atas konflik bersenjata antar TPNPB dan aparat keamanan gabungan TNI-

Polri.

Tabloidjubi.com menjelaskan bahwa terkait peristiwa yang terjadi

di Nduga, masyarakat lokal menjadi ketakutan dan mengungsi ke hutan,

hal ini di karenakan operasi militer yang dilakukan oleh aparat keamanan

TNI/Polri yang menjatuh warga sipil menjadi korban tertembak dan

terluka hingga meninggal dunia. Tabloidjubi.com menyebutkan bahwa,

pelaku yang terkait dari permasalahan di Nduga, di akibatkan pemerintah

Indonesia yang tidak melihat langsung bagaimana situasi yang terjadi di

Nduga. Pemerintah Indonesia hanya melakukan pelepasan tangan dengan

mengirimankan pasukan aparat keamanan TNI/Polri dalam menumpaskan

permasalahan di Nduga.
110

Tabloidjubi.com melihat, bahwa operasi militer yang dilakukan

aparat keamanan TNI/Polri tidak sesuai dengan penegakan hukumnya,

dalam kasus konflik ini TNI/Polri telah mendeskriminasi warga lokal

dengan mengorbankan warga sipil. Melalui operasi militer yang dilakukan

oleh aparat keamanan, banyak warga sipil menjadi korban terluka dan

meninggal. Hal ini membuat diantaranya 5 Distrik wilayah di Nduga, 780

kepala keluarga dan 150 ribu warga sipil Papua mengungsi ke hutan dan

meninggalkan tempat tinggal mereka. Melalui pernyataan ini, peneliti

melihat bahwa Tabloidjubi.com memfokuskan diri untuk lebih melihat

penderitaan semua orang yang terkait dalam konflik. Tabloidjubi.com

lebih menyuarakan orang-orang yang lemah (masyarakat) dibandingkan

dengan pemberitaan para elit yang bertikai. Secara orientasi orang banyak,

Tabloidjubi.com menerapkan praktik jurnalisme damai.

Keempat, berorientasi solusi. Secara konsep jurnalisme damai,

seorang jurnalis harus dapat menekankan inisiatif perdamaian dengan

memberikan ide-ide baru untuk memecahkan masalah konflik yang

membentuk perdamaian dengan hasil resolusi, rekonstruksi, dan

rekonsiliasi (Webel dan Galtung 2018, 415-417). Namun, dalam konflik

bersenjata di Nduga Papua. Tabloidjubi.com tidak ada menekankan

inisiatif perdamaian tersebut, yang seharusnya wartawan ketika meliput

konflik harus dapat melakukan inisiatif perdamaian di dalam konflik.


111

Sehingga wartawan tersebut dapat dikatakan sebagai orang ketiga yang

mampu mediatori komunikasi antar kedua bela pihak. Dalam hal ini

Tabloidjubi.com tidak dapat dikatakan sebagai mediator dalam konflik,

karena unsur-unsur perdamaian dalam konflik tidak ada dilakukan oleh

Tabloidjubi.com. Tetapi, disisi lainnya Tabloidjubi.com dapat menjadi

pihak yang non-kekerasan yang di mana permasalahan dalam konflik di

Nduga, Tabloidjubi.com tidak memfokuskan dirinya kepada pihak para

elit yang bertikai, namun Tabloidjubi.com melihat dari sisi orang-orang

banyak yang mengalami atau terkena dampak dari konflik tersebut.

Meskipun, Tabloidjubi.com tidak melakukan insiatif perdamaian

dengan hasil resolusi, rekonstruksi, dan rekonsiliasi. Tetapi

Tabloidjubi.com memberikan tawaran, yang di mana dalam kalimat-

kalimat tertentu adanya solusi yang ditawarkan, hal ini ditemukan dalam

tiga berita yang menonjolkan solusi tersebut. Dari ketiga berita ini, solusi

yang diberikan adalah permintaan kepada pemerintah pusat dan Presiden

Jokowi Widodo untuk mencabut seluruhnya operasi militer yang

diturunkan untuk menangani permasalahan kasus yang ada di Nduga.

Melalui solusi ini, konflik yang terjadi di Nduga tidak sepenuhnya dapat

memberikan penekanan perdamaian, namun dapat mengurangi ketegangan

yang terjadi bagi warga sipil yang terkena dampak konflik.


112

2. Diskusi

Dari hasil temuan dan interpretasi penelitian ini, peneliti

menemukan adanya hal-hal yang penting untuk dijadikan bahan diskusi

lebih lanjut. Pada peneliti ini, melihat pembingkaian peristiwa di Nduga

pada Tabloidjubi.com dari segi isi-isi pada pemberitaannya. Di mana

dalam pembingkaian yang dilakukan oleh Tabloidjubi.com pada peristiwa

konflik bersenjata di Nduga. Pertama, terlihat dari adanya penonjolan

fakta, di mana peneliti menemukan ada fakta dari kata-kata tertentu atau

kalimat-kalimat tertentu yang menjadi penonjolan fakta yang dilakukan

Tabloidjubi.com. kedua, peneliti melihat dari sudut pandang apa yang

dilakukan oleh Tabloidjubi.com untuk melihat peristiwa Nduga, dalam

pemberitaan peristiwa tersebut peneliti melihat sudut pandang yang

dilakukan Tabloidjubi.com sebagai peristiwa konflik, dan ketiga, ada

pemilihan fakta yang dipilih oleh Tabloidjubi.com adalah peristiwa yang

disebabkan oleh serangan senjata yang dilakukan TPNPB dan aparat

keamanan TNI/Polri. Dari tiga temuan dalam pembingkaian peristiwa

konflik bersenjata di Nduga, hasil penelitian ini melihat dari segi isinya

bahwa berita Tabloidjubi.com dalam memberitakan peristiwa di Nduga

berdasarkan pada konflik.

Selain itu dalam temuan praktik jurnalisme damai, hasil

penelitian ini juga melihat dari bagian-bagian isi pemberitaan yang


113

ditampilkan oleh Tabloidjubi.com. Di mana dalam isi pemberitaan

Tabloidjubi.com, peneliti lebih mudah untuk melihat perspektif

jurnalisme damai yang diterapkan Tabloidjubi.com dengan empat

karakteristik Galtung sebagai bentuk jurnalisme damai, melalui

orientasi perdamaian/konflik, orientasi kebenaran, orientasi orang

banyak, dan orientasi solusi. Sehingga hasil penelitian, peneliti dalam

menemukan hasil temuan dan jawaban permasalahan adalah melihat

dari semua isi pemberitaan pada media, yang menghasilkan bahwa

konflik bersenjata di Nduga Papua dalam Tabloidjubi.com tidak

memberikan solusi yang seharusnya dapat menyelesaikan konflik

dengan membawa peristiwa tersebut kearah perdamaian.

Terkait dengan ideologi, Tabloidjubi.com dalam memberitakan

konflik bersenjata di Nduga Papua sangat agresif. Hal ini dapat dilihat

dari visi Tabloidjubi.com yang bertujuan dalam menyampaikan

kebenaran informasi di Papua. Dasar ideologi Tabloidjubi.com

memberikan penggambaran melalui perhatian besar media tersebut

dalam isu konflik bersenjata di Nduga Papua dengan adanya

kepentingan tersendiri Tabloidjubi.com memberitakan konflik. Hal ini

tercermin dalam semua informasi yang diberikan Tabloidjubi.com

yang menunjukkan bahwa adanya pelanggaran hukum dan hak asasi

manusia. Melalui visi Tabloidjubi.com sendiri tergambar dari kerja

jurnalistiknya yang memiliki kepentingan politik, ketika mereka terus-


114

menerus memberitakan adanya pelanggaran hukum dan hak asasi

manusia. Tabloidjubi.com menunjukkan bahwa keadaan Papua sangat

berbahaya.

Tabloidjubi.com memang tidak semata-mata menunjukkan

praktik jurnalistiknya, tetapi mereka juga ada memiliki tujuan yang

tercantum dalam visi mereka sebagai media massa untuk Papua lewat

kepentingan politik. Sehingga hal ini sangat memperngaruhi cara

mereka mempengaruhi informasi yang ada dilapangan.

Tabloidjubi.com secara praktik jurnalisme damai sudah mampu

memberikan dampak kekerasan yang tidak tampak, namun dalam

membawa konflik kearah damai, Tabloidjubi.com belum dapat

menggambarkannya. Yang seharusnya dalam UU No. 40 Tahun 1999

Tentang Pers dalam Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik dikatakan bahwa

wartawan selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,

tidak mencampurkan fakta dan opini menghakimi, serta menerapkan

asas praduga tak bersalah. Adapun dimaksud penafsiran pasal ini

adalah wartawan harus memberikan ruang atau waktu pemberitaan

kepada masing-masing pihak secara proporsional.

Kemudian, peneliti menemukan adanya kesamaan

permasalahan penelitian dari jurnal terdahulu, yang membahas

mengenai “Praktik Jurnalisme Damai dalam Pembingkaian Berita

Konflik Poso III Antarumat Islam dan Kristen di Harian Umum


115

Republika” (Dimas 2017). Namun dalam menjawab hasil temuan ini

peneliti sebelumnya menjawab permasalahan dalam penelitiannya

melalui segi narasumber yang digunakan Harian Umum Republika. Di

mana dalam menjawab masalah penelitian mengenai praktik

pembingkaian dan praktik jurnalisme damai, peneliti ini lebih berfokus

pada narasumber yang digunakan oleh Harian Umum Republika. Hal

ini dapat dilihat dari hasil pemaparan peneliti tersebut, menyampaikan

bahwa pembingkaian dari empat berita seputar konflik Poso III

antarumat Islam dan kristen di Harian Umum Republika, selalu

menampilkan tuntutan dari pihak umat Islam dengan porsi lebih besar

dibandingkan dengan umat kristen. Di mana, dalam empat berita

tersebut, peneliti terdahulu menyimpulkan bahwa frame Republika

selalu menempatkan umat Islam sebagai korban dari konflik tersebut.

Hal tersebut di dukung dengan narasumber yang dihadirkan pada tiga

dari empat berita sebagai bahan analisis peneliti terdahulu (Dimas

2017, 117).
116

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan serta jawaban dari masalah penelitian. Dari hasil analisis peneliti

akan menjelaskan hasil penemuan berdasarkan permasalahan yang sebenarnya

melalui analisis data dan konsep yang digunakan pada penelitian ini. Maka

secara garis besar penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Pada praktik pembingkaian dari 15 berita, peneliti menemukan 3

temuan yang terkait dengan permasalahan penelitian dalam pembingkaian

tersebut. Dari ketiga temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa

pembingkaian Tabloidjubi.com menonjolkan fakta dari kata “penembakan-

menembak-tembakan” dan “pembunuhan-dibunuh” yang memperlihatkan,

bahwa permasalahan di Nduga disebabkan oleh adanya serangan melalui

penembakan dan tembakan yang memunculkan adanya pelaku pembunuhan,

sehingga menciptakan adanya korban yang dibunuh yang di akibatkan oleh

pelaku yang menembak. Sehingga permasalahan di Nduga menyebabkan

adanya konsekuensi yang mengarah pada pelanggaran hukum dan HAM yang

berdampak pada masyarakat yang berada dalam peristiwa tersebut. Melalui

penonjolan fakta ini, Tabloidjubi.com melihat dari sudut pandangnya bahwa


117

permasalahan di Nduga sebagai konflik yang diakibatkan oleh serangan

bersenjata yang dilakukan antar TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri. Di

mana dalam peristiwa konflik ini, Tabloidjubi.com hanya memilih fakta-fakta

yang berkaitan dengan para pelaku. Fokus peristiwa dalam Tabloidjubi.com

yang melihat permasalahan konflik yang disebabkan oleh pertikaian antar

TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri, sedangkan dari pihak pemerintah

pusat sebagai makelar tidak ada fakta yang disebutkan. Padahal dalam UU

No.40 Tahun 1999 Tentang Pers dalam Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik,

mengatakan Pasal 1 kode etik jurnalistik bahwa wartawan harus bersikap

independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad

buruk dan Pasal 3 kode etik jurnalistik dikatakan wartawan selalu menguji

informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan

opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Adapun

yang dimaksud dengan berimbang menurut penafsiran pasal ini adalah

wartawan harus dapat memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada

masing-masing pihak secara proporsional. Melalui pasal tersebut, seharusnya

wartawan dapat menunjukkan fakta secara objektif. Di mana semua fakta

yang ada sebisa mungkin ditampilkan dan diungkapkan secara berimbang,

sehingga audience memiliki gambaran umum terkait dengan apa yang terjadi

dalam permasalahan konflik.


118

Sedangkan, pada praktik jurnalisme damai dari 15 berita seputar

konflik bersenjata di Nduga Papua. Peneliti menemukan 4 temuan, di mana

dalam temuan ini terjawab bahwa penerapan jurnalisme damai belum

sepenuhnya diterapkan Tabloidjubi.com, sehingga hal ini menjadi kelemahan

Tabloidjubi.com tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai media yang dapat

menerapkan praktik jurnalisme damai dengan baik.

Hal ini diakibatkan tidak adanya penyelesaian masalah konflik yang

diberikan oleh Tabloidjubi.com untuk permasalahan konflik di Nduga, yang

seharusnya dalam praktik jurnalisme damai harus dapat memunculkan ide-ide

baru dalam menyelesaikan konflik dengan membawa perdamaian yang

mencegah berlanjutnya perang. Adapun bagian-bagian yang menunjukkan

penerapan dan tidak adanya penerapan jurnalisme damai yang dilakukan

Tabloidjubi.com dapat dilihat dari beberapa kesimpulan analisis sebagai

berikut :

Pertama, berorientasi pada perdamaian/konflik. Tabloidjubi.com

mendefinisikan peristiwa bersenjata di Nduga Papua sebagai masalah

pelimpahan kewenangan dan pelanggaran perjanjian yang kemudian meluas

ke arah konflik yang disebabkan pelanggaran hukum dan HAM. Dalam hal

ini, terlihat bahwa Tabloidjubi.com mencoba mengeksplorasi terbentuknya

konflik dari banyak isu-isu yang melihat bahwa konflik di Nduga di sebabkan

oleh ada pihak-pihak yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tabloidjubi.com


119

dalam pemberitaannya mencoba memetakan permasalahan konflik di Nduga

dengan mengidentifikasi TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri sebagai

pihak-pihak yang terlibat, di mana mereka telah memiliki tujuan-tujuan

masing-masing dalam menguasai wilayah Nduga Papua. Selain itu

Tabloidjubi.com menunjukkan bahwa pertikaian bersenjata yang dilakukan

TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri adalah sebuah permasalahan, yang

mana hal ini terlihat dari adanya keseimbangan pendapat masing-masing

kedua bela pihak sengaja disajikan Tabloidjubi.com untuk memperlihatkan

bahwa permasalahan mereka telah mengakibatkan ada dampak yang telah

ditimbulkan.

Selain itu, pemberitaan konflik Tabloidjubi.com memiliki fokus pada

rasa empati. Dalam hal ini Tabloidjubi.com menyuarakan semua pihak,

seperti orang-orang lemah dari pada kelompok elit. Dan Tabloidjubi.com juga

menggambarkan bahwa konflik yang terjadi telah mengakibatkan masyarakat

lokal menjadi korban. Secara garis besar dalam pemberitaan di Nduga,

Tabloidjubi.com menunjukkan arah hanya pada sisi konflik saja. Sehingga,

dari semua permasalahan yang diungkapkan dalam pemberitaan

Tabloidjubi.com ini menjadi kelemahan, dengan tidak menciptakan inisiatif

perdamaian. Peneliti melihat hal ini dari tidak adanya ide-ide baru yang

diberikan Tabloidjubi.com dalam memecahkan masalah, yang seharusnya

sebagai media yang bertanggung jawab dalam publik, Tabloidjubi.com dalam


120

pemberitaannya mempraktikkan jurnalisme damai hanya menciptakan

kreativitas konflik tersebut. Di mana tabloidjubi.com seharusnya dapat

membangun perdamaian dalam konflik yang terjadi, agar permasalahan yang

ada dalam konflik tersebut tidak semakin berkepanjangan.

Kedua, berorientasi pada kebenaran. Tabloidjubi.com dalam hal ini

telah mengekspos dan mengungkapkan bahwa permasalahan konflik di Nduga

Papua merupakan permasalahan negara. Di mana dalam peristiwa ini

Tabloidjubi.com mencoba menggali kebohongan apa yang menjadi akar

masalah konflik di Nduga. Melalui pemberitaan konflik di Nduga,

Tabloidjubi.com memperlihatkan kepada audience, bahwa permasalahan di

Nduga memiliki keterkaitan dengan Negara Indonesia. Melalui hal ini,

Tabloidjubi.com mengungkapkan segala fakta-fakta yang ada dalam konflik

menjadi lebih luas dan lengkap.

Ketiga, berorientasi pada orang banyak. Dalam pemberitaan konflik di

Nduga, Tabloidjubi.com memfokuskan diri untuk melihat bahwa adanya

masyarakat lokal yang terkait dalam konflik, di mana dalam peristiwa konflik

di Nduga ada banyak masyarakat yang mengalami penderitaan seperti menjadi

korban luka dan meninggal akibat serangan tembakan yang dilakukan TPNPB

dan aparat keamanan TNI/Polri, serta adanya kekuasaan wilayah yang

dilakukan oleh para elit yang membuat hampir keseluruhan masyarakat lokal

mengungsi di hutan. Selain itu, Tabloidjubi.com mencoba menyampaikan


121

permasalahan konflik yang terjadi telah mengakibatkan kerugiaan dan

menciptakan keburukan bagi masyarakat lokal yang ada di Nduga. Melalui

peristiwa konflik ini, Tabloidjubi.com lebih menfokuskan pemberitaan

mereka bahwa adanya ancaman yang berdampak bagi masyarakat lokal, dari

pada mengangkat apa yang menjadi permasalahan bagi kedua belah pihak.

Keempat, berorientasi pada solusi. Melalui pemberitaan konflik di

Nduga, Tabloidjubi.com tidak ada menciptakan ide baru yang dapat

memecahkan masalah yang membentuk perdamaian dalam peristiwa di

Nduga, namun Tabloidjubi.com hanya menawarkan agar operasi militer yang

dilakukan oleh aparat keamanan TNI/Polri harus diberhentikan dan ditarik

oleh pemerintah Indonesia dari wilayah Nduga, agar dapat mengurangi

ketegangan yang terjadi bagi warga sipil yang terkena dampak dalam konflik.

Maka, kesimpulan dalam praktik jurnalisme damai pada

Tabloidjubi.com adalah tidak terciptanya suatu kreativitas, di mana

seharusnya media dapat menciptakan ide-ide baru tersebut dengan

memecahkan masalah konflik. Pemberitaan Tabloidjubi.com dalam penelitian

ini memang menunjukkan sifat non-kekerasan dalam peristiwa konflik, namun

kreativitas dalam konflik tidak tercipta seperti apa yang diharapkan dalam

praktik jurnalisme damai. Melalui 15 berita yang di analisis dan hasil temuan.

Tabloidjubi.com belum mengahasilkan perdamaiam, yang dimana seharusnya

adanya resolusi kemampuan yang memecahkan permasalahan dengan


122

membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama pada kedua bela pihak,

kemudian belum adanya hasil rekonstruksi, yang di mana seharusnya

Tabloidjubi.com dapat membangun jalan baru seperti keadaan semula

sebelum konflik terjadi, dan belum adanya hasil rekonsiliasi, yang seharusnya

Tabloidjubi.com dapat melakukan upaya-upaya yang memulihkan hubungan

kedua belah pihak dengan menyelesaikan perbedaan apa yang sebenarnya

yang ada dalam pertikaian antar TPNPB dan aparat keamanan TNI/Polri.

B. Saran

1. Saran akademis

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa ada banyak

kekurangan dari hasil penelitian ini. Salah satunya ialah peneliti tidak

melakukan wawancara terhadap media yang bersangkutan untuk

mengetahui lebih dalam mengenai pembingkaian berita yang wartawan

Tabloidjubi.com lakukan dalam peristiwa konflik di Nduga. Namun

melalui konsep-konsep yang peneliti gunakan sudah cukup membantu

peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, karena konsep framing dan

konsep jurnalisme damai, peneliti ambil langsung dari buku dan jurnal

yang memiliki pimikiran langsung dari Robert N Entman dan Johan

Galtung.

Tetapi di sisi lain kelemahan peneliti adalah tidak dapat

menemukan atau memecahkan bagaiman solusi yang diberikan oleh media


123

untuk menciptakan ide-ide baru dalam memecahkan masalah konflik

dengan membentuk perdamaian melalui hasil resolusi, rekonstruksi, dan

rekonsiliasi, yang di mana media dapat membawa peristiwa konflik ke

arah perdamaian dengan memulihkan hubungan kedua belah pihak dan

membangun hubungan yang baru kedua belah pihak untuk menyelesaikan

konflik dalam keadaan semula sebelum konflik terjadi. Sehingga, peneliti

menyarankan kepada penelitian selanjutnya dapat menemukan dan

menjawab hasil penelitian mengenai jurnalisme damai, di mana media

yang peneliti selanjutnya akan teliti dapat menjawab seberapa besar

penerapan jurnalisme damai yang di praktikan media-media di Indonesia

dalam membawa konflik ke arah perdamaian seperti situasi sebelum

konflik itu terjadi.

2. Saran praktis

Melalui hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan kepada media

yang meliput peristiwa konflik agar dapat menjadi pembawa berita yang

menjadi mediator komunikasi yang menerapkan praktik jurnalisme damai

secara tuntas, dengan menciptakan atau menghasilkan perdamaian. Dalam

hal ini, media di harapkan dapat memberikan solusi yang mengarahkan

konflik secara kreativitas. Di mana, ketika media meliput peristiwa konflik

dapat menciptakan ide-ide baru yang mengubah konflik tersebut kearah

yang lebih postif, di mana media dapat memberikan solusi-solusi yang


124

menciptakan perdamaian melalui suatu hubungan yang baru, dengan

memulihkan hubungan pihak-pihak yang bertikai untuk dapat

menyelesaikan permasalahan dalam konflik.

3. Saran sosial

Saran untuk masyarakat sebagai pembaca berita diharapkan

mampu bersikap objektif dalam menelah kalimat-kalimat berita. Di mana,

pembaca tidak mudah menerima secara langsung berita yang disampaikan

oleh media dan pembaca tidak mudah terprovokasi akibat pemberitaan

yang tidak seimbang. Maka dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan

ilmu yang baru, agar masyarakat dapat melihat bagaimana media dalam

membawa pemberitaan konflik yang seharusnya dapat secara baik dan

benar, karena setiap laporan peristiwa yang diberikan media sudah

mempunyai tujuan tersendiri yang dikonstruksi dalam suatu frame berita.

Anda mungkin juga menyukai