Anda di halaman 1dari 3

Refkelsi terkait dengan pemahaman baru apa yang didapatkan dari

aktivitas perkuliahan
Pendidikan pada abad ke-21 harus dapat menjamin agar peserta didik memiliki
keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan dan memanfaatkan
teknologi dan media informasi, dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan
kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup itulah yang kemudian dikenal dengan
konsep kecakapan abad ke-21. Sejumlah organisasi dan institusi telah berupaya
merumuskan dan menjelaskan kompetensi dan kecakapan yang diperlukan dalam
menghadapi kehidupan abad ke-21.Salah satu prasyarat untuk mewujudkan kecakapan
hidup abad ke-21 tersebut adalah kemampuan literasi peserta didik. National Institut for
Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan
seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah
pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, masyarakat

pemerintah melalui Kemdikbud merancang suatu instrumen yang mampu


menggambarkan kemampuan peserta didik dalam pergaulan kemampuan dunia yaitu
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di tahun 2021 yang meliputi asesmen pada literasi
membaca dan numerasi, yaitu asesmen pada kemampuan bernalar menggunakan
bahasa (literasi membaca) dan asesmen kemampuan bernalar menggunakan
matematika (numerasi). Literasi membaca bukan hanya sekadar kemampuan membaca
secara harfiah tanpa mengetahui isi/makna dari bacaan tersebut, melainkan kemampuan
memahami konsep bacaan. Sementara itu, numerasi bukan hanya sekadar kemampuan
menghitung, melainkan kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu
konteks, baik abstrak maupun nyata. AKM dapat menghasilkan peta kecakapan tentang
literasi membaca dan numerasi peserta didik pada kelas 5, 8, dan 11 yang dapat
digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran di satuan pendidikan, maupun
sebagai peta mutu dalam pengambilan kebijakan pemda maupun kemdikbud.

Penilaian dalam AKM mengacu pada tolok ukur yang termuat dalam Programme for
International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS). Soal-soal AKM akan membuat peserta didik melahirkan daya
analisis berdasarkan suatu informasi, bukan membuat peserta didik
menghapal/mengingat- ingat materi. Pengembangan soal-soal AKM dilakukan melalui
kegiatan: penyusunan desain, penyusunan dan analisis framework, penyusunan
stimulus, penugasan penulisan soal, penulisan soal, penelaahan dan perbaikan soal,
perakitan soal/bahan uji coba, validasi soal, uji coba soal, penskoran dan analisis soal,
interpretasi hasil analisis,seleksi soal, penyusunan spesifikasi tes, pemilihan soal,
pemaketan soal, proofreading, fiat, dan pemanfaatan tes/soal. Kegiatan penyusunan
desain hingga seleksi soal merupakan kegiatan pengembangan soal, sedangkan
kegiatan penyusunan spesifikasi tes hingga pemanfaatan tes merupakan kegiatan
penyiapan bahan AKM.
AKM Literasi tidak mengukur pengetahuan tentang tata bahasa Indonesia, melainkan
kemauan dan kemampuan siswa dalam memahami bacaan: mulai dari pemahaman
dasar sampai evaluasi kritis. AKM numerasi mengukur pemahaman konseptual dan
kemampuan siswa menerapkan matematika untuk problem solving. Daya nalar dan
logika problem solving tersebut bisa dan perlu dikembangkan melalui berbagai mata
pelajaran, dan salah besar jika hanya tertumpu pada pelajaran Bahasa dan matematika
saja. Semua guru bertanggung jawab mengembangkan potensi dan kemampuan
peserta didik dalam literasi dan numerasi sesuai dengan konteks mata pelajarannya.
Tentu saja garda depan yang harus disiapkan adalah pendidik/guru dalam hal
meningkatkan kemampuan penyusunan penilaian sehari-hari, penilaian tengah
semester, penilaian akhir tahun bahkan ujian sekolah yang benar-benar menjadi
otoritas satuan pendidikan. Kemampuan guru dalam pembelajaran dan penilaian
menjadi hal pokok dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi. Guru jangan
terjebak dalam historinya Ujian Nasional yang lebih banyak menekankan pada drill soal-
soal sehingga lebih terkesan pada kemampuan menjawab soal saja. Sudah watunya
guru memiliki kemerdekaan dalam pembelajaran dan penilaian yang lebih
mengedepankan menanamkan daya baca dan nalar matematis yang mampu mereka
aplikasikan dalam kehidupan nyata.
Latihan soal dalam jangka pendek, pada siswa tertentu saja (misalnya yang sekarang
kelas 4, 7, dan 10) tidak akan membawa dampak signifikan. Pengembangan
kompetensi bernalar perlu waktu lebih panjang. Literasi, numerasi, dan karakter harus
dikembangkan sejak awal melalui aktivitas yang bermakna, bukan melalui drilling soal.
Kegiatan ekstrakurikuler (latihan wirausaha, Pramuka, dll) juga berperan penting.
Metode latihan soal juga tidak mengubah budaya dan praktik pembelajaran di sekolah.
Komponen AKM terdiri dari 3 hal yaitu konten, proses kognitif dan konteks. Ini
seharusnya menjadi sebuah kisi-kisi pemahaman bagi guru dalam mengembangkan
komptensi pembelajaran dan penilaian di kelas. Penilaian tidak berdasarkan
kompetensi dasar (KD) sehingga guru harus benar-benar aplikatif dan mampu
menkonstruksi penilaian yang mengedepankan tiga hal di atas. Tentunya akan sulit
untuk memulai, hal yang bias dibiasakan dalam pengembangan soal AKM adalah
dengan menyusun varian/bentuk soal yang mencerminkan kemampuan peserta didik
diantaranya bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda komplek, menjodohkan, tipe
benar-salah, isian singkat bahkan non objektif (essay).
Yang paling penting pula, guru harus memahami prosentase konteks, prosentase
distribusi level kognitif (knowing, applying dan reasoning) dan prosentase berdasarkan
konten, kemampuan ini seharusnya menjadi perhatian guru, kepala sekolah, pengawas
dan dinas pendidikan tentunya. Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam
pembelajaran dan penilaian yang mengedepankan kemampuan tersebut sebenarnya
bisa diasah dalam kegiatan Musyawarah 11 di setiap sekolah/madrasah.

Hasil dan/atau dampak yang diharapkan


Pemetaan dan potret mutu SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/K/MA di semua daerah
Kinerja sistem terpantau secara berkala, dan hasil AN digunakan untuk evaluasi diri
Mengurangi kecemasan pemangku kepentingan dan menghilangkan tekanan untuk
curang.
Evaluasi kinerja diyakini lebih adil karena memperhitungkan posisi awal yang beragam,
dan mendorong orientasi pada perbaikan, bukan pada perbandingan antar
sekolah/daerah.
Menegaskan bahwa AN bukan evaluasi individu murid, dan tidak menambah beban
murid kelas 6, 9 dan 12.

Anda mungkin juga menyukai