Anda di halaman 1dari 4

RESUME HALAMAN 639-644

PERTAHANKAN FRASA "DAPAT"


Salah satu pasal yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 13 dari Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
yang berbunyi: "Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap
adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana."
Dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan:
 Ketiga jenis pemeriksaan yang dilaksanakan BPK mempunyai tujuan yang berbeda.
Namun, ketiganya harus berhasil mendeteksi dan mengungkapkan kerugian negara/
daerah pada objek-objek pemeriksaan BPK.
 AFAI sangat mahal, dan tidak selalu benar untuk mengungkapkan dan membuktikan
kerugian negara. Jika objek pemeriksaan ada satu orang tersangka, BPK diwajibkan
melaksanakan AFAI. Meski bukan beban yang besar bagi BPK, tetapi kondisi ini
merupakan penyimpangan terhadap misi BPK yang diamanatkan UUD 1945.
 BPK mempunyai keahlian dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika undang-undang memberikan
kewenangan kepada BPK untuk melaksanakan (atau tidak melaksanakan)
pemeriksaan investigatif.

Seandainya permohonan Pemohon dikabulkan, maka Pasal 13 dari Undang-Undang Nomor


15 Tahun 2004 diubah menjadi: "Pemeriksa WAJIB melaksanakan pemeriksaan investigatif
guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Konsekuensi dari perubahan tersebut.
 BPK tidak akan dapat melaksanakan mandat utamanya untuk memeriksa laporan
keuangan Pemerintah Pusat (Kementerian dan Lembaga), Pemerintah Daerah, dan
Badan. Mandat utama ini berkaitan dengan pemeriksaan akuntabilitas para pengelola
keuangan negara yang merupakan unsur mutlak dalam governance yang sehat.
 BPK akan sangat dibatasi dalam melaksanakan pemeriksaan kinerja, yang justru
sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi.
 AFAI akan kehilangan "sengat"-nya, AFAI tidak lagi "greget". Ini sangat berbahaya
dan mengancam upaya pemberantasan korupsi.
PENGAWAS DAN PENGAWASAN
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam
rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan
pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
PP 60/2008 menyebut para Pengawas seperti berikut ini.
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP
adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
2. Inspektorat Jenderal (atau nama lain) yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
3. Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada gubernur.
4. Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota.

SEJARAH SINGKAT BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN


PEMBANGUNAN (BPKP).
Di zaman penjajahan Belanda, dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936
Regering Accountantsdienst diberi tugas melakukan penelitian pembukuan dari berbagai
perusahaan negara dan jawatan tertentu.
Setelah mengalami sejarah yang panjang, dan sesuai dengan Keputusan Presiden
Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara
(singkatan DDPKN, dengan perubahan dari ejaan lama Dj menjadi J, ikut berubah menjadi
DJPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas dari DJPKN adalah melaksanakan pengawasan
anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah Dengan Keppres ini,
khusus pada Departemen Keuangan.
Namun dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei
1983 (Ini adalah era Orde Baru), DJPKN berubah menjadi BPKP. BPKP adalah lembaga
pemerintah non-departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden. Dengan "Pengawasan" sebagai bagian namanya, BPKP berubah dari
Pengawas biasa menjadi Pengawas (auditor internal Pemerintah) dan sekaligus Pemeriksa
(auditor eksternal Pemerintah). Di era ini BPKP melakukan audit keuangan (financial audit,
general audit, atau Independent audit) dan memberikan opini audit hingga saat ini.
Mengutip visi dan misinya, BPKP pada saat ini adalah Auditor Presiden dengan misi berikut
ini.
1. Menyelenggarakan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara yang
mendukung tata kelola kepemerintahan yang baik dan bebas KKN
2. Membina penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
3. Mengembangkan kapasitas pengawasan intern pemerintah yang profesional dan
kompeten.
4. Menyelenggarakan sistem dukungan pengambilan keputusan yang andal bagi
presiden/ pemerintah.

UNSUR TEMUAN AUDIT


Inilah lima unsur dari suatu temuan audit.
1. Kondisi (Condition)-unsur ini menjawab pertanyaan "apa masalah atau issue yang
dihadapi? Apa yang terjadi?”
2. Dampak (Effect)-Mengapa pengguna laporan harus peduli dengan kondisi itu?Apa
dampaknya?
3. Sebab (Couse)-Mengapa kondisi itu terjadi?
4. Kriteria (Criteria)-Bagaimana kita, sebagai auditor, tahu bahwa kondisi itu merupakan
masalah? Apa kondisi seharusnya apa kondisi yang benar?
5. Rekomendasi (Recommendation)-Bagaimana kita menyelesaikan masalahnya.
memperbaiki kondisi itu? Bagaimana mengatasi penyebabnya?

Berikut ini contoh kasus yang menunjukkan pemakaian unsur temuan audit
Pemegang buku yang bekerja pada suatu perusahaan, telah berpengalaman melakukan
rekonsiliasi bank selama dua tahun la berhenti dan tidak seorang pun yang
menggantikannya. Pada penutupan buku 31 Desember 2015, atasannya menemukan selisih
antara saldo bank menurut bank dan saldo menurut pembukuan sebesar lebih dari Rp15 Juta
Rumuskan kasus tersebut ke dalam unsur-unsur temuan.

1. Kondisi-selisih antara saldo bank menurut bank dan saldo menurut pembukuan.
2. Dampak-saldo bank menurut bank dan saldo menurut pembukuan sebesar lebih
dari Rp 15 juta.
3. Sebab-tidak ada yang membuat rekonsiliasi bank, pasca keluarnya pemegang
buku.
4. Kriteria-seharusnya rekonsiliasi bank dibuat setiap akhir bulan ketika entitas
menerima rekening bank (laporan bank).
5. Rekomendasi-kepala pembukuan harus menunjuk staf lain, pengganti pemegang
buku yang lama, untuk membuat rekonsiliasi bank.

Anda mungkin juga menyukai