ُ فُ ْز
ت َو َر ِّب ا ْل َك ْع َب ِة
“Fuztu wa Rabbil Ka’bah. Demi Zat Yang memiliki Ka’bah, sesungguhnya aku telah menang.”
Di dalam benaknya, Jabbar bertanya-tanya kepada diri sendiri: apa makna dari kalimat ini? Apakah ia
sedang bermimpi di siang bolong? Bisa dipastikan bahwa manusia tidak akan berdusta saat sedang
merenggang nyawa. Meskipun seseorang sering berbohong semasa hidupnya, saat sakaratul maut,
dia akan berkata jujur. Apalagi yang berkata adalah orang Arab. Sejak dini, mereka dididik untuk tidak
berbohong.
Hal inilah yang membuat Jabbar bin Salma terheran-heran. Baru kali ini ia melihat pemandangan
yang benar-benar aneh. Ketika orang yang ia tujah berlumuran darah, tetapi malah mengucapkan
kalimat, Fuztu wa Rabbil Ka’bah, di saat hembusan nafas terakhirnya.
Bukankah setelah kematiannya, maka istrinya akan menjadi janda, anaknya menjadi yatim, dan ia
terputus dari segala bentuk kenikmatan duniawi. Apalagi jika mengingat di kubur nanti tidak ada
makanan dan minuman. Tidak ada cahaya dan penerangan. Hanya ada liang lahad. Gelap dan
senyap.
Jadi, pikir Jabbar kala itu, kemenangan macam apa yang dirayakan sampai harus mengucapkan
kalimat Fuztu wa Rabbil Ka’bah dengan penuh rasa bangga? Karena merasa penasaran dengan
teka-teki ini, maka Jabbar bertanya-tanya kepada sebagian kaum muslimin tentang apa yang ia
alami.
Tidak lama kemudian, ia mendapati jawaban bahwa kemenangan yang dimaksud Haram bin Milhan
adalah asy-Syahadah (kemuliaan mati syahid). Sesungguhnya, kemenangan itu hanya bisa dirasakan
oleh kaum mukminin yang mengimani Allah dan hari akhir.
Orang yang mati syahid, seperti Haram bin Milhan ini, sudah pasti mendapat rida ilahi, meraih surga
tertinggi, dan menemukan kebahagiaan hakiki. Semua imaji dan bayang-bayang tentang keindahan
surgawi, tergambar jelas di detik-detik menjelang kematiannya. Maka, wajarlah apabila Haram
melafalkan Fuztu wa Rabbil Ka’bah dengan penuh percaya diri.
Berawal dari sini Jabbar memulai pengembaraan spiritualnya. Ia merasa takjub dengan keteguhan
korban serangannya. Jabbar kemudian bertobat dari kemusyrikan. Ia bersyahadat dan memeluk
agama Islam. Cerita ini, nyata adanya. Diriwayatkan oleh Syaikhain dalam Shahih mereka; Imam al-
Bukhari dan Imam Muslim.
Hikmah Kisah Keteguhan Iman Haram Bin Milhan
Ada banyak hikmah yang bisa kita petik dari kisah indah ini. Di antaranya adalah,
Pertama, pelajaran berharga tentang keteguhan iman seorang da’i. Tentang mental juang yang
mengagumkan. Tidak ada rasa gentar. Tidak ada penyesalan atas akidah yang selama ini dia yakini.
Bahkan dengan bangga, Haram bin Milhan merasa menang walau secara zahir telah kalah akibat
serangan musuh. Tapi, siapa sangka, keteguhan imannya itulah yang menjadi jalan hidayah orang
yang telah membunuhnya.
Kedua, kemenangan hakiki adalah ketika seseorang meraih surga dan dijauhkan dari siksa neraka.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,