Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ni Komang Putri Arditya Ratnasari

NIM : 2115654033
No. Absen : 16
Mata Kuliah : PPh Orang Pribadi & SPT PPh Orang Pribadi

RANGKUMAN

Subjek pajak penghasilan adalah pihak atau pelaku yang menerima sesuatu yaitu
objek pajak. Sebelum memahami Pajak Penghasilan, kita harus paham betul siapa saja yang
menjadi subjek pajak penghasilan. Yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah:
1. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
2. Badan.
3. Bentuk usaha tetap.
4. Warisan

SUBJEK PAJAK PPH ORANG PRIBADI


Subjek pajak penghasilan Orang Pribadi dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri.
1. Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi
tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia
dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama‐lamanya.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat
timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan
tersebut selesai dibagi.
2. Subjek pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan Kewajiban pajak
subjektif orang pribadi atau badan ini dimulai pada saat orang pribadi atau
badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir pada
saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif
orang pribadi ini dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

BUKAN SUBJEK PAJAK PPH ORANG PRIBADI


Yang dimaksud bukan subjek pajak adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
5. Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau
ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk
menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional
tersebut di Indonesia.

Organisasi Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi/


perhimpunan/forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan kerjasama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan
bersama. Berikut daftar organisasi internasional yang tidak termasuk subjek Pajak
Penghasilan:
a. Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
b. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau
kebudayaan
c. Organisasi Internasional lainnya

HUBUNGAN ISTIMEWA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


Istilah hubungan istimewa dalam pajak biasanya digunakan dalam kasus perpajakan
yang berkaitan dengan transaksi afiliasi atau transaksi para pihak yang berelasi. Hubungan
Istimewa antar Wajib Pajak terjadi apabila terdapat suatu kondisi yang diduga mempengaruhi
pengambilan keputusan tidak secara wajar. Transfer Pricing atau Hubungan Istimewa itu
sendiri terjadi antara dua Wajib Pajak bisa juga lebih yang akhirnya menyebabkan Pajak
Penghasilan terutang diantara WP tersebut jadi lebih kecil daripada nominal terutang yang
seharusnya. TP atau Transfer Pricing ini bisa menyebabkan adanya kemungkinan harga yang
ditekan lebih rendah dari harga yang seharusnya ada di pasaran.
Hubungan istimewa merupakan terminologi regulasi domestik di Indonesia yang
merujuk pada konsep associated enterprise dalam terminologi yang diterima secara global.
Walaupun konsep hubungan istimewa di Indonesia lebih dekat dengan konsep special
relationship dan memiliki perbedaan dengan apa yang disebut sebagai associated enterprises,
terminologi hubungan istimewa tetap dipergunakan. Pada dasarnya, apa yang disebut sebagai
associated enterprise memiliki definisi yang berbeda-beda di setiap negara.
Sebelumnya, definisi dan ketentuan terkait hubungan istimewa dimuat dalam Pasal 4
PMK 22/2020. Pengaturan terkait dengan hubungan istimewa dalam PP 55/2022 ini tidak
berbeda jauh dengan ketentuan pada Pasal 4 PMK 22/2020. Salah satu perbedaannya terletak
pada kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan.
Ketentuan mengenai hubungan istimewa sudah mulai ada pada Pasal 18 UU 7/1983
tentang Pajak Penghasilan. Ketentuan terkait dengan hubungan istimewa itu mengalami
beberapa penyesuaian keredaksian, terakhir melalui UU 36/2008. Melalui UU 7/2021,
perubahan hanya terjadi pada pasal-pasal yang berkaitan. Namun, ketentuan mengenai
hubungan istimewa tidak berubah. Berikut ini definisi hubungan istimewa dalam Pasal 18
ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.
Hubungan istimewa sebagaimana dianggap ada apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib
Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau
hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Hubungan istimewa karena kepemilikan atau penyertaan modal dianggap ada jika:
1. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% pada wajib pajak lain; atau
2. Hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada 2 wajib
pajak atau lebih atau hubungan di antara 2 wajib pajak atau lebih yang disebut
terakhir.
Hubungan istimewa karena penguasaan dianggap ada jika:
1. Pihak menguasai pihak lain atau 1 pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung
dan/atau tidak langsung;
2. Dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung
dan/atau tidak langsung;
3. Satu pihak menguasai pihak lain atau 1 pihak dikuasai oleh pihak lain melalui
manajemen atau penggunaan teknologi
4. Terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau
berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada 2
pihak atau lebih;
5. Para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada
dalam satu grup usaha yang sama; atau
6. Satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain.
Hubungan istimewa karena hubungan keluarga sedarah atau semenda dianggap ada dalam hal
terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda, dalam garis keturunan lurus
dan/atau ke samping 1 derajat

REFERENSI

“Apa Itu Hubungan Istimewa dalam Pajak? Ini Penjelasannya.” Proconsult, 28 April 2022,

https://proconsult.id/hubungan-istimewa-dalam-pajak/. Accessed 12 March 2023.

“Ketentuan Hubungan Istimewa dalam konteks Pajak pada PP 55/2022.” DDTCNews, 17

Januari 2023,

https://news.ddtc.co.id/ketentuan-hubungan-istimewa-dalam-konteks-pajak-pada-pp-5

52022-45024. Accessed 11 March 2023.

“3 Subjek Pajak Penghasilan dan Non Subjek Pajak.” Dokterpajak.com, 2021,

https://dokterpajak.com/subjek-pajak-penghasilan-dan-non-subjek-pajak. Accessed 11

March 2023.

Anda mungkin juga menyukai