Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Ahlussunah salaf & khalaf (aswaja)

Guna memenuhi tugas


Mata kuliah : ilmu Kalam
Dosen pengampu : Ahmad Sofyan M.si

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

Sayyid Muhamad Sarodji Ridho Al 22010095


Azhmatkhon
Khofifah 22010074
Nita puspita sari 22010135
Lisnawati 22010081
Mayaceka 22010088
Susidayanti 22010212
Mustapa Manuhoe 22010128

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLASEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH SIROJUL FALA BOGOR
Tahun akademik 2022
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul "Ahlusunah salaf dan kalaf (Aswaja)" ini dapat tersusun hingga
selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Hukum
islam.selain itu pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
maka kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Daftar isi

Kata pengantar……….ii
Daftar isi….,...,..,.....,..,iii
Bab 1 Pendahuluan………
1.1 Latar belakang………,,,..,,......1
1.2 Rumusan masalah..,.,..,.,.,,,......2
1.3 Tujuan…..,...,.,.,..,.,.........,.,.,..,.,...3
1.4 Metode Penelitian…………….,,.....4
Bab 2 Pembahasan…………,,,..
2.1 pengertian salaf dan Khalaf…,,....,...,5
a- pengertian salaf
b- pengertian Khalaf
2.2 Tokoh-tokoh pemikir aliran salaf dan Khalaf……………,,....6
a- Tokoh-tokoh pemikir aliran salaf
b- Tokoh-tokoh pemikir aliran Khalaf
Bab 3 Penutup
3.1 kesimpulan…….,...................7
DAFTAR PUSTAKA,...,,...........,.....,.......,...
Bab : 1
Pendahuluan

1.1.latar belakang

Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dilakukan
oleh nabi dan para sahabatnya. Sedangkan menurut Dhofier, Aswaja dapat diartikan
sebagai para pengikut tradisi nabi dan kesepatan ulama (Ijma’ ulama).

Dengan menyatakan diri sebagai pengikut nabi dan ijma’ ulama, para Kiai secara eksplisist
membedakan dirinya dengan kaum moderis Islam, yang berpegang teguh hanya Al – Qur’an
dan Al Hadist dan menolak ijma’ ulama.

Sebelum istilah Aswaja untuk menunjuk pada kelompok, madzhab, atau kekuatan politik
tertentu, ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberi identifikasi terhadap aliran dan
kelompok yang nantinya dikenal sebagai Aswaja.

Marshall Hadgson menyebutnya Jama’i Sunni, sedangkan pakar lain menyebutkan Proto
Sunnisme (embrio aliran sunni). Akan tetapi, istilah yang paling umum digunakan adalah
Ahlusunnah wa Al Jama’ah dan Ahlusunnah wa Al Jama’ah wa alatsar.

Istilah ini digunakan oleh kelompok madzhab Hambali untuk menyebut kelompok dirinya
yang merasa lebih berpegang pada perilaku nabi dan menentang kelompok rasionalis,
filosofis, dan kelompok sesat.
Secara generik pengertian Ahlusunnah Wa Al Jama’ah (selanjutnya disebut Aswaja atau
Sunni) adalah mereka yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan para sahabatnya (ma
ana ‘alaihi alyaum wa ashhabi). Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti
ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya.
Selama ini yang kita ketahui tentang ahlusunnah waljama’ah adalah madzhab yang dalam
masalah aqidah mengikuti Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi. Dalam
praktek peribadatan mengikuti salah satu madzhab empat, dan dalam bertawasuf mengikuti
imam Abu Qosim Al Junandi dan imam Abu khamid Al Gozali.

Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti itu nampak begitu
simple dan sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan definisi yang sangat
eksklusif Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu harus kita tekankan bahwa
Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah madzhab.

Aswaja hanyalah sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir) tertentu yang digariskan oleh para
sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif
netral dalam mensikapi situasi politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam
kedudukannya sebagai Manhaj Al fikr sekalipun merupakan produk yang bersih dari realitas
sosio-kultural maupun sosio politik yang melingkupinya.

Ahlusunnah tidak bisa terlepas dari kultur bangsa arab “tempat Islam tumbuh dan
berkembang untuk pertama kali”. Seperti kita ketahui bersama, bangsa arab adalah bangsa
yang terdiri dari beraneka ragam suku dan kabilah yang biasa hidup secara peduli.

Dari watak alami dan karakteristik daerahnya yang sebagai besar padang pasir watak orang
arab sulit bersatu dan bahkan ada titik kesatuan diantara mereka merupakan sesuatu yang
hampir mustahil.
Di tengah-tengah kondisi bangsa yang demikian rapuh yang sangat labil persatuan dan
kebersamaannya, Rasulullah diutus membawa Islam dengan misi yang sangat menekankan
ukhuwah, persamaan dan persaudaraan manusia atas dasar ideologi atau iman.

Selama 23 tahun dengan segala kehebatan, kharisma, dan kebesaran yang dimilikinya,
Rosulullah mampu meredam kefanatikan qabilah menjadi kefanatikan agama (ghiroh
islamiyah). Jelasnya Rosulullah mampu membangun persatuan, persaudaraan, ukhuwah
dan kesejajaran martabat dan fitrah manusia.

Namun dasar watak alami bangsa arab yang sulit bersatu, setelah Rosulullah meninggal
dan bahkan jasad beliau belum dikebumikan benih-benih perpecahan, genderang
perselisihan sudah mulai terdengar, terutama dalam menyikapi siapa figure yang tepat
mengganti Rosulullah ( peristiwa bani saqifah ).

Perselisihan internal dikalangan umat Islam ini, secara sistematis dan periodik terus
berlanjut pasca meninggalnya Rosulullah, yang akhirnya komoditi perpecahan menjadi
sangat beragam. Ada karena masalah politik dikemas rapi seakan-akan masalah agama,
dan aja juga masalah-masalah agama dijadikan legitimasi untuk mencapai ambisi politik dan
kekuasaan.
Unsur-unsur perpecahan dikalangan internal umat Islam merupakan potensi yang sewaktu-
waktu bisa meledak sebagai bom waktu, bukti ini semakin nampak dengan diangkatnya
Ustman Bin Affan sebagai kholifah pengganti Umar bin Khattab oleh tim formatur yang
dibentuk oleh Umar menjelang meninggalnya beliau, yang mau tidak mau menyisahkan
kekecewaan politik bagi pendukung Ali waktu itu.

Fakta kelabu ini ternyata menjadi tragedi besar dalam sejarah umat Islam yaitu dengan
dibunuhnya Kholifah Ustman oleh putra Abu Bakar yang bernama Muhammad bin Abu
Bakar. Peristiwa ini yang menjadi latar belakang terjadinya perang Jamal antara Siti Aisyah
dan Sayidina Ali.

Dan berikut keadaan semakin kacau balau dan situasi politik semakin tidak menentu,
sehingga dikalangan internal umat Islam mulai terpecah menjadi firqoh-firqoh seperti
Qodariyah, Jabbariyah Mu’tazilah dan kemudian lahirlah Ahlussunnah.

Melihat rentetan latar belakang yang mengiringi berdirinya ahlussunnah wal jama’ah, dapat
ditarik garis kesimpulan bahwa lahirnya Aswaja tidak bisa terlepas dari latar belakang politik.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di uraikan rumusan masalah sebagai berikut
:
#Siapa saja tokoh-tokoh salaf.!
# siapa saja tokoh-tokoh khalaf.!
#apa aja doktrin pokok salaf dan kalaf.!
#apa saja persamaan dan perbedaan salaf dan kalaf.!

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:

#mengetahui tokoh-tokoh salaf


#mengetahui tokoh-tokoh khalaf
#mengetahui doktrin pokok salaf dan kalaf
#mengetahui persamaan dan perbedaan salaf dan Khalaf

1.4 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi Kepustakaan, yaitu
dengan bahan literatur yang menjadi sumber utama
Dalam memperoleh dan membahas permasalahan dalam penelitian ini. Kemudian data
dianalisis dengan teknik induksi dan deduksi.
Bab : 2
Pembahasan

2.1 Pengertian salaf dan Khalaf

a. pengertian salaf

Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah
syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami,
memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi
salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan
pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in (kaum mukminin yang
mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi’in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka
ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an
dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini
dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah
salafiyyah.

Definisi salaf menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’in, para pemuka abad ketiga
dan para pengikutnya pada abad ke 4 H yang terdiri atas para muhadisain dan yang lainnya.
Salaf berarti pula ulama-ulama shalih yang hidup pada tiga abad pertama islam. Sedangkan
Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat,
tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam
mengenai sifat Allah yang menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan
menggunakannya.

Ibrahim masykur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut :
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (Naqli) dari pada dirayah (akal)
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuludin) dan persoalan-persoalan cabang
agama (furu’adin), mereka hanya bertolak dari penjelasan dari Al-Kitab dan rasional.
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang zat-Nya) dan tidak
pula mempunyai paham antropomorpisme.
4. Mereka memahami ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak
berupaya untuk mena’wilkannya.
Ciri khas golongan ini adalah, mereka kembali kepada penafsiran harfiah (literalis) atau nash
dan memunculkan tradisi kalam dan hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama
dalam islam, terutama pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi
menolak dominasi akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.

Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari imam ahmad ibnu
hambal. Lalu ajarannya di kembangkan Imam ibnu Taimiyah, kemudian disuburkan oleh
imam Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, dan akhirnya berkembang di dunia islam secara
sporadis.

b. Pengertian Khalaf

Khalaf artinya Masa yang datang sesudah. Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan
para ulama’ modern. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama’ modern
mengikuti jalan ini. Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut sunni) dapat
dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum
adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana juga
Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab
yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
Selanjutnya Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan
Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.

2.2 sejarah lahirnya aliran salaf dan


Khalaf

a.Sejarah lahirnya aliran salaf

b. Sejarah lahirnya aliran Khalaf

Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III H
dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf. Suatu golongan
dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini
meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits. Awal mula
timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana
munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mulai dipopulerkan oleh
para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid’ah dikalangan ummat Islam.

Karakteristik yang paling menonjol dari khalaf adalah penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan
yang serupa dengan mahluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-
Nya.

Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering disebut Sunni) dapat dibedakan menjadi dua
pengertian yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari
kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini Mu’tazilah sebagaimana Asy’ariyyah masuk dalam
barisan Sunni. Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam
barisan Asy’ariyyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Dalam hubungan ini Harun Nasution dengan meminjam keterangan Tasy Kubra Zadah
menjelaskan bahwa aliran Ahlusunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan al-
Asy’ari sekitar tahun 300 H.

2.3 Tokoh-tokoh pemikir aliran salaf dan Khalaf

a. Tokoh-tokoh pemikir aliran salaf

1-Imam Ahmad bin Hambal

Ia adalah seorang ulama dan intelektual Muslim terpenting dalam sejarah peradaban Islam.
Umat Islam di Indonesia biasa menyebutnya Imam Hambali. Sosok ahli fikih pendiri Mazhab
Hambali itu begitu populer dan legendaris. Namun, ulama yang hafal satu juta hadis dan
selalu tampil bersahaja itu tak pernah ingin apalagi merasa dirinya terkenal.

Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai ulama yang berotak brilian. Kecerdasannya diakui para
ulama besar di zamannya. Penulis sederet kitab penting bagi umat Islam itu juga dikenal
sebagai seorang ulama yang berilmu tinggi, saleh, dan berakhlak mulia. Kemuliaan yang
ada dalam diri Imam Ahmad bin Hanbal telah membuat guru-gurunya kagum dan bangga.

Imam Syafi'i menjuluki muridnya itu sebagai imam dalam delapan bidang. Imam dalam
hadis, Imam dalam fikih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Alquran, Imam dalam kefakiran,
Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara', dan Imam dalam sunah. Ia terlahir di Merv,
Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H. Ia tutup usia di
baghdad pada 12 Rabi'ul Awal tahun 241 H, di usianya yang ke-77.

2- Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah adalah ulama dan pemikir Islam yang disegani karena ketokohan dan
keluasan ilmunya. Ia telah menulis ribuan buku. Ia dijuluki beragam gelar, seperti Syaikhul
Islam, Imam, Qudwah, 'Alim, Zahid, Da'i, dan lain sebagainya.

Ia bernama lengkap Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidir bin Muhammad bin
Taimiyah An-Numairy al-Harrany al-Dimasyqy. Terlahir di Harran, sebuah kota induk di
Jazirah Arabia yang terletak di antara sungai Dajalah (Tigris) dan Efrat, pada Senin, 12
Rabi'ul Awal 661 H (1263 M).
Ketika masih berusia belasan tahun, Ibnu Taimiyah sudah hafal Alquran dan mempelajari
sejumlah bidang ilmu pengetahuan di Kota Damsyik kepada para ulama-ulama terkenal di
zamannya. Dia kemudian menjadi Bapak Pembaharuan Islam lewat gerakan Salafiyah yang
dikembangkannya.

3- Ibnu Qayyim Al jauziyah


Nama lengkapnya Muhammad bin Abi Bakar bin Ayub bin Sa'ad Zur'i ad-Damsyiq. Ulama
besar ini lebih dikenal dengan sebutan Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Ia adalah seorang ulama,
ahli tafsir, penghafal Alquran, ahli nahwu, usul fikih, ilmu kalam, dan juga seorang mujtahid
(ahli fikih) kenamaan.

Tak cuma itu, Ibnul Qayyim al-Jauziyah dikenal pula sebagai seorang cendekiawan Muslim
dan ahli fikih kenamaan dalam mazhab Hanbali yang hidup pada abad ke-13 Masehi. Ulama
yang bergelar Abu Abdullah Syamsuddin ini dilahirkan di Damaskus, Suriah pada 691
H/1292 M, dan wafat pada 751 H/1352 M. Ia merupakan murid Ibnu Taimiyah yang sangat
fanatik.

4- Jamaluddin Al Afghani

Nama lengkapnya adalah Jamaluddin al-Afgani as-Sayid Muhammad bin Shafdar al-Husain.
ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-Afgani. Dunia Islam mengenalnya sebagai seorang
pemikir Islam, aktivis politik, dan jurnalis terkenal. Kebencian al-Afgani terhadap
kolonialisme menjadikannya perumus dan agitator paham serta gerakan nasionalisme dan
pan-Islamisme yang gigih, baik melalui pidatonya maupun tulisan-tulisannya.
Di tengah kemunduran kaum Muslimin, al-Afgani menjadi seorang tokoh yang amat
mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-aksi sosial pada abad ke-19 dan ke-20.
Ia dilahirkan di Desa Asadabad, Distrik Konar, Afganistan pada tahun 1838, al-Afgani masih
memiliki ikatan darah dengan cucu Rasulullah SAW, Husain bin Ali bin Abi Thalib. Pada
tahun 1879, al-Afgani membentuk partai politik dengan nama Hizb al-Watani (Partai
Kebangsaan).

5- Muhammad Abduh

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia Dilahirkan di desa
Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1849 M dan wafat pada 1905 M.
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Alquran. Pada usia
12 tahun, ia telah hafal kitab suci Alquran.

Ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang
ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Jamaluddin Al Afghani, dalam
sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik kepada pemikiran Jamaluddin Al Afghani
dan banyak belajar darinya. Al-Afghani banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad
Abduh.

6- Rasyid Ridha

Ia bernama lengkap Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-
Qalmuni Al-Husaini. Namun, dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Muhammad
Rasyid Ridha. Ia lahir di daerah Qalamun (sebuah desa yang tidak jauh dari Kota Tripoli,
Lebanon) pada 27 Jumadil Awal 1282 H bertepatan dengan tahun 1865 M.

Selain menekuni pelajaran di sekolah tempat ia menimba ilmu, Rasyid Ridha juga rajin
mengikuti beberapa perkembangan dunia Islam melalui surat kabar Al-'Urwah Al-Wusqo
(sebuah surat kabar berbahasa Arab yang dikelola oleh Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh, dan diterbitkan selama masa pengasingan mereka di Paris).

Melalui surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaru yang sangat
dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaru dari Afghanistan,
dan Muhammad Abduh, seorang pembaru dari Mesir. Ide-ide brilian yang dipublikasikan itu
begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan kuat untuk bergabung dan
berguru pada kedua tokoh itu.

7- Sir Sayid Ahmad Khan

Sir Sayid Ahmad Khan dikenal sebagai seorang tokoh pembaru di kalangan umat Islam
India pada abad ke-19. Dia dilahirkan di India pada 1817. Nenek moyangnya berasal dari
Semenanjung Arab yang kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik
pada zaman dinasti Bani Umayyah.

a. Tokoh-tokoh pemikir aliran Khalaf

Berikut ini adalah parah tokoh-tokoh pemikir dan pergerakan aliran Khalaf di antara:

1- Al - Asy'ari

Al-Asy’ari adalah Abu Al.Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il Abin Abdillah
bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-ari. Menurut Beberapa riwayat. Al- Asy’ari
lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun , ia hijrah ke
kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324/935 M. Al-Asy’ari menganut faham
Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan
di hadapan jamaah mesjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham mu’tazilah dan
menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-
Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah pengakuan Al-asy’ari telah bermimpi bertemu
dengan Rasulullah SAAW. Sebanyak tiga kali, yaitu malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan
Ramadahan.dalam mimpinya itu, Rasulullah memperingatkan agar meninggalkan faham
mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.

2- Al - maturidi

Abu Manshur Al maturidi atau biasa yg kita kenal dengan Al maturidi.


Beliau dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, wilayah Trmsoxiana di
Asia tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui
secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Ia wafat pada tahun
333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-balakhi.
Ia wafat pada tahun 268 H. Al-maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang
memerintah tahun 232-274 / 847-861 M.

Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada
fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi
yang banyak berkembang pada masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan
kaidah yang benar menurut akal dan syara. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan
dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Quran, Makhaz Asy-
Syara’i, Al-Jadl, uShul Fi Ushul Ad-Din, Maqalat fi al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li Al-
Ka’bi, dan masih banyak lagi.

Bab : 3
Penutup

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, hendaknya menyadarkan kita tentang keanekaragaman
dalam Islam. Faham-faham yang ada dalam agama Islam hendaknya juga menjadi
penambah khazanah pemikiran kita. Dalam pembahasan Ilmu Kalam ini, banyak faham-
faham yang menyalahi, tapi kita juga jangan terlalu menyalahkan mereka karena setiap
keyakinan yang mereka yakini mempunyai bukti atau argumentasi tersendiri, dan juga setiap
keyakinan yang telah terlahir tidak mudah dirubah begitu saja disebabkan keyakinan adalah
berasal dari sang pencipta.

DAFTAR PUSTAKA
Henri, Ibn Taimiyyah, Ensiclopedia of Islam, tt, 1980, hlm. 951Ibn
‘Asakir al-Dimasyq, Tabyin Kazib al-Muftari fi ma Nusib ila al-Imam
Abi al-H{asan al-Asy’ariy, Dan al-Kitab al-Arabiy, Beirut, 1979
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah Telaah Kritis
Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan,
Paramadina, Jakarta, 1992
Mahmud, Ahmad, Subhi, Fi Ilm al-Kalam, Muassasah al-TSaqafah al-Jam'iyyah,
Iskandariah 1982, vol. 2
Majalah as-Sunnah, No. 06/I/1414-1993
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV Cet. I, Rake
Sarasin, Yogyakarta, 2000
Muslim, Al-Imam, Sahih Muslim, Kitab al-Iman, hadis no. 96
Najati, Muhammad Ustman, Jiwa Dalam Pandangan Filosof Muslim; Pustaka
Hidayah, Bandung, 1993
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya, UI-Press, Jakarta,

Anda mungkin juga menyukai