Anda di halaman 1dari 5

Sulit Diterima

Pembuat: Farros Ahmad Fauzaan 9B (15)

Bachira Hiro dan Kaiser Toru adalah kakak beradik. Mereka berdua berasal dari Jepang yang
harus tinggal di Jakarta karna pekerjaan Ayahnya. Namun mereka harus ditinggalkan untuk
selama-lamanya oleh kedua orang tua mereka. Mereka harus tinggal Bersama Nenek mereka.
Bachira harus mengikuti olimpiade yang mengharuskan dia untuk meninggalkan Toru dan sang
Nenek

SMP Negri 5 Bogor


Jl. Dadali no. 10a Bogor
Sulit Diterima

Namaku Bachira Hiro. Aku memiliki seorang adik yang bernama Kaiser Toru . Aku berusia
17 tahun dan adikku berusia 14. Aku, Toru, dan Ayah berasal dari Jepang, sedangkan Ibu berasal
dari Jakarta. Awalnya kami berempat tinggal di Jepang. Namun, Ayah kami memiliki proyek di
Indonesia yaitu Jakarta. Jadi kami harus pindah ke Jakarta. Itu sudah berlalu lima tahun yang
lalu. Dua tahun lalu kami harus menerima kenyataan bahwa kami ditinggali oleh kedua orang tua
kami. Mereka meninggal karena mengalami kecelakaan mobil, saat dalam perjalanan untuk
menjemput adikku. Mereka ditabrak oleh truk. Diketahui supir dalam truk itu mengantuk.
Sekarang kami tinggal bersama Nenek kami, dirumah yang sudah ditinggalkan oleh kedua
Otrang Tua kami.
Suatu hari saat pagi tiba kami dibangunkan Nenek untuk bersiap-siap sekolah. Setelah
bersiap-siap, kami memakan sarapan yang telah disiapkan oleh Nenek. Setelah selesai sarapan,
kamipun bersiap-siap untuk berangkat ke Sekolah. Kami berangkat ke Sekolah menggunakan
motor Almarhum Ayah kami. Aku mengantarkan adikku terlebih dahulu sampai kedepan
gerbang sekolahnya. Setelah mengantar adikku, akupun mulai berangkat menuju kesekolahku.
jalan menuju sekolahku ternyata agak macet. Ternyata jalan menuju Sekolahku sedang ada
perbaikan jalan. Jadi aku harus memutar arah terlebih dahulu.
Saat sampai di Sekolah, gerbang baru saja mau ditutup oleh Pak Satpam.” Tumben Mas agak
telat,” kata Pak Satpam.”Iya Pak, jalannya lagi diperbaiki., jadi harus muter dulu Pak.” sautku,
“Yaudah mas cepetan masuk kelas, sudah mau bel soalnya. Ini gerbangnya sudah mau saya tutup
juga.” kata Pak Satpam. “Yaudah, mari Pak.”, kataku. Akupun menaruh motorku dan buru-buru
untuk kekelas. Sebulum masuk kelas, aku dipanggil oleh Bu Iis. “Kenapa ya Bu?” tanyaku.
“Hiro sini kamu ke ruang guru!” panggil Bu Iis. Bu Iispun menyuruhku untuk duduk.”Ada apa
ya Bu? Kenapa saya dipanggil kesini? Apa saya ada salah Bu? Tanyaku. “Nggak Hiro, justru
kamu memiliki pencapaian yang bagus. Kamu dipanggil kesini untuk Ibu tawarkan sesuatu. Kata
Bu Iis.”Tawarkan apa ya Bu? tanyaku. “Jadi karena kamu memiliki nilai akademik yang bagus,
Kepala Sekolah ingin kamu mengikuti lomba olimpiade. Kalau kamu menang terus, kamu bisa
sampai nasional. Jadi untuk tempat lombanya bakal Ibu kasih tau lagi. Kalau biaya akan diurus
oleh panitia olimpiade. Untuk hadiahnya kamu bisa mendapatkan beasiswa. Jadi gimana?” kata
Bu Iis. “ Nanti deh Bu saya piker-pikir dulu. Emang lombanya kapan Bu? kataku. “ lombanya
satu bulan lagi. Tapi daftarnya terakhir minggu depan” jawab Bu Iis. “ Baik Bu, saya pikir-pikir
dulu ya Bu. Izin pamit ya Bu. Akupun keluar dari ruang guru dan memasuki kelas untuk
memulai pelajaran seperti biasanya. Setelah selesai kelas, akupun langsung pulang.
Semsampainya dirumah aku memberitahu Nenek dan Toru tentang apa yang telah disampaikan
Bu Iis tadi. Entah mengapa Toru merasa bersemangat dan menyuruhku untuk ikut olimpiade,
Nenek tidak membantah Toru dan menyuruhku untuk ikut juga. Tetapi aku masih bimbang.
“ Apa tidak apa-apa kallau kamu ditinggalin kakak? Tanyaku. “ Gapapa kok Kak. Lagi
jugakan Aku udah gede” Jawab Toru sambil tersenyum. Akupun juga diyakini Nenek untuk
mengikuti olimpiadenya. “ Udah gapapa, kami gapapa kok kalau ditinggali kamu dalam waktu
seminggu.” Kata Nenek. Setelah mendengar kata Nenek. Aku membulatkan tekad untuk
mengikuti olimpiade tersebut. Mesikupun dengan sedikit rasa bimbang.
Keesokan harinya, akunpun menemui Bu Iis dan memberitahunya bahwa aku akan mengikuti
olimpiadenya. Bu Iis menyuruhku mempersiapkan diri untuk olimpiade dan Bu Iis menyuruhku
untuk mengikuti pelajaran tambahan. Aku mengiyakan apa yang dikatakan Bu Iis. Jadi sejak saat
itu aku harus pulang sampai larut dan aku lebih fokus belajar untuk mempersiapkan olimpiade.
Aku tidak ingin mengecewakan Toru dan Nenek. Saat lelah Toru berusaha untuk menghiburkan,
itulah yang membuatku semakin semangat.
Tak terasa satu hari lagi olimpiade antarkakota akan dimulai. Sebelum tidur aku menyiapkan
apa saja yang harus dibawa dan tidak lupa berdo’a untuk diberikan kemudahan saat olimpiade.
Selesai berdo’a, ternyata Toru sudah ada dibalakangku untuk memberikanku semangat.
“Semangat ya Kak olimpiadenya besok. Semoga Kakak bisa terus melaju sampai ke tingkat
Nasional.” Ucap toru. “Pasti dong.” Jawabku sambil tersenyum dan mengusap kepalanya.
Akupun menyurhnya untuk tidur, agar tidak bangun kesiangan.
Keesokan harinya, saat waktu olimpiade dimulai. Aku bisa menjawabnya dengan mudah dan
aku segera mengumpulkannya ketika selesai. Ketika aku keluar ruangan, Bu Iis menyuruhku
untuk duduk dan menenunggu hasilnya. Sudah dua jam aku menunggu, dan hasilnya masih
belum keluar. Aku merasa tegang dan aku berpikir kalu aku tidak lolos, karena terlalu terburu-
buru. Saat berpikir seperti itu, tiba-tiba Bu Iis memanggilku dan memberitahuku bahwa aku lolos
ketingkat provinsi yang akan diadakan dua hari lagi.
Saat sampai dirumah, akupun memberitahu mereka bahwa aku lolos ketahap selanjutnya.
Mereka sangat senang. “ Toru udah tau kok kalau kakak bakal lolos” ucap Toru. “Bisa aja kamu
Toru” jawabku sambil tersenyum. Saat tahap kedua dimulai. Aku berhasil lolos lagi dan menuju
tingkat nasional. Ini menandakan aku harus pergi ke Bali. Olimpiade tingkat Nasional akan
dimulai seminggu lagi. Tapi untuk berangkatnya besok.
Saat malam hari, tiba-tiba Toru datang kekamarku dan ingin tidur bersama. Saat ingin tidur,
Toru bertanya “Kak kenapa ya Ibu sama Ayah ninggalin kita begitu cepat?”. Lantas pertanyaan
itu membuatku bingung, “mengapa tiba-tiba Toru menanyakan hal seperti ini” ucapku dalam
hati. Akupun menjawab pertanyaan Toru “Karena itu sudah takdir Tuhan dan tidak ada yang bisa
mengubah itu, kita sebagai hambanya hanya bisa menerimanya.” Akupun menyuruh Toru tidur.
Akupun tertidur sambil memeluk Toru.
Saat diriku tertidur, aku mengalami mimpi yang aneh. Dalam mimpi itu aku melihat Ayah
dan Ibu mengajak Toru untuk ikut mereka, sedangkan aku ditinggal oleh mereka. Akupun
bertanya kepada diriku. “Apa maksud dari mimpiku? Akupun terbangun dari mimpiku yang
membuatku bingung ini. Saa aku melihat jam, ternyata aku sudah kesiangan. Akupun terburu-
buru untuk berangkat. Masih untung saat sampai, diriku datang dengan tepat waktu. Kamipun
berang menuju Bali untuk olimpiade nasional. Saat hari itu tiba, aku sudah menyiapkannya
dengan banyak persiapan yang matang. Namun, tidak seperti biasanya. Saat menjawab soal
seperti ada yang menggangu pikiranku, entah apapun itu. Akupun hampir kehabisan waktu,
karena pikiranku yang terganggu.
Tinggal beberapa menit lagi untuk menentukan siapa yang akan jadi pemenang lomba ini.saat
panitia kedepan untuk memanggil nama sang pemenang, namakulah yang dipanggil oleh sang
panitia. Aku merasa senang dan ingin menunjukan kepada Toru dan Nenek. Aku menjadi tidak
sabar pulang untuk menunjukannya. Keesokan harinya, aku pulang dengan wajah yang ceria.
Pertama-tama aku menunjukannya ke Nenek, karena saat itu Toru belum pulang. Aku ingin
menunjukannya saat ia pulang. Tapi entah mengapa aku menunggunya sangat lama, akupun
menjadi khawatir. Saat ada yang mengetuk pintu, aku langsung membukanya dan mengira itu
Toru. Ternyata itu bukan Toru, melainkan orang yang tidak kukenal. “ Kenapa ya Mas” tanyaku
kepada orang yang tak kukenal itu. “Apa benar ini rumahnya Toru?” tanya orang itu. “Iya benar”
jawanku. Orang itupun menjelaskan bahwa Toru baru tertabrak oleh truk, ini mengingatkanku
tentang peristiwa masa lalu. Jadi inilah yang menggangu pikiranku kemarin , aku
mengkhawatirkan Toru. Akupun bergegas untuk menemui Toru. Aku melihat Toru yang sudah
dipenuhi darah terdapat dalam UGD, aku terus berdo’a agar Toru bisa selamat. Sudah berjam-
jam Toru masih berada dalam UGD. Dokterpun keluar dari ruang UGD dan menjelaskan bahwa
kondisi Toru sangat kritis. Dia harus dioperasi dalam waktu cepat. Namun dalam operasi tersebut
membutuhkan biaya yang sangat banyak. Akupun pulang untuk mengambil tabungan kedua
orang tua kami yang bisa dijual dengan harga tinggi.
Saat jalan pulang, aku melihat anak seusia Toru yang sedang berlari dijalanan. Anak kecil itu
tidak menyadari bahwa dibelakangnya sudah ada mobil dengan kecepatan yang tinggi. Akupun
bergegas untuk menolongnya. Tak terasa kakiku terluka, para warga yang melihatpun membantu
kami. Para warga menyuruhku untuk kerumah sakit. Tapi aku tidak mempedulikan itu, aku
langsung pergi kerumah untuk mengambil uang. Saat sampai dirumah, aku menutupi lukaku
terlebih dahulu dengan perban dan mengambil uang dalam tabungan orang tua kami. Setelah
mengambil uang, akupun langsung kerumah sakit. Di Rumah sakit, aku langsung membayar
biaya operasi. Tapi suster bilang kalau uang itu masih kurang. Aku bingung, harus mencari uang
dari mana lagi. Akupun duduk didepan UGD Toru dan tanpa disadari aku tertidur disana.
Aku terbangun, aku melihat kesampingku terdapat seorang bapak yang sedang duduk
disampingku. Aku juga melihat Toru dibawa oleh perawat keluar dari UGD. “ Mau dibawa
kemana adik saya?’ tanyaku kepada perawat. “Mau dibawa keruang operasi” jawab perawat.
“Tapikan saya belum bayar biayanya” ujarku. “Biayanya sudah dibayar oleh Bapak yang duduk
disana” ujar perawat. Aku menuju Bapak yang tadi dan menanyakannya. “Bapak siapa? Kenapa
Bapak membayari biaya adik saya?” tanyaku. “Saya Hasan. Saya adalah Bapak dari anak yang
kamu selamatkan kemarin. Mungkin kalau kamu nggak nyelamatin anak saya, nasibnya bakal
sama kaya adikmu Ini tanda terima kasih saya, jadi masalah biaya saya yang akan urus
semuanya.” jawab Bapak Hasan. “Kenapa Bapak tau saya ada disini?” tanyaku. “Saya baru saja
kerumahmu, terus ada Nenek yang ngasih tahu kalau kamu disini. Ngomong-ngomong kamu
yang juara olimpiade tingkat nasional ya?” ucap Pak Hasan. “Iya Pak” jawabku. “bagaimana
kalau setelah lulus kamu kerja ditempat saya.” Ucap Pak Hasan. “Boleh pak, dengan senang
hati.” Jawabku. Obrolan kamipun berakhir sampai disitu dan Pak Hasan izin pamit untuk pergi
kekantornya. Sedangkan aku tetap disini untuk menunggu Toru yang masih dioperasi
Dokter keluar dari ruangan operasi Toru dan menemuiki untu berbicara bahwa Toru sudah
dioperasi dan berjalan dengan lancar, sekarang tinggal menunggu dia siuman. Akupun masuk
kekamar Toru untuk melihatnya dan menunggunya terbangun. Aku menunggunya hingga
tertidur, tapi dia masih belum sadar. Berhari-hari, berminggu-minggu aku terus menjenguknya,
tapi dia belum sadar-sadar. Hingga sudah tiga bulan Toru masih belum sadar juga, hari ini aku
menjenguknya dan tertidur disampingnya seperti bisa. Saat aku tertidur, aku merasakan ada yang
bergerak. Ternyata itu Toru, dia sudah sadar. Aku langsung memeluknya dengan erat dan tanpa
sadar air mataku mengalir. “Ini dimana kak” tanya Toru. “Kita sekarang ada dirumah sakit”
jawabku. Akupun mulai menceritakan tentang apa yang terjadi, dari aku memenangkan
olimpiade sampai sekarang. Tujuh hari ini kami nikmati dengan obrolan di Rumah Sakit. Pada
saat hari itu, kami sedang berbicara. Tapi tiba-tiba Toru mengalami kejang-kejang. Akupun
memanggil dokter untuk memeriksanya. Dokter masuk kekamarnya untuk memeriksanya. Saat
dokter keluar dari kamarnya. Dokter bilang bahwa Toru sudah tidak ada lagi. Kesenangan kita
yang baru saja ada direnggut begitu saja. Pikiranku tidak bisa tenang saat pemakaman Toru.
Aku tersadar, ternyata maksud dari mimpiku waktu itu adalah kematian dari Toru. Aku terus
menangisi dirinya. Tetapi aku sadar, menangisinya terus menerus tidak akan mengubah apapun.
Meskipun sulit diterima, aku harus bisa menguatkan diriku. Mungkin Toru tidak menginginkan
aku begini. Mesikupun, saat mengingatnya terkadang air mataku menetes

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai