DISUSUN OLEH :
NAMA: CANDRIANA
KELAS: XI IIS 1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan YME, atas terselesaikan
Makalah Ilmu pendidikan ini.Tentang Pentingnya Pendidikan Bagi Generasi
Muda
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................... 3
BAB I......................................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan......................................................................................................... 4
1.4 Manfaat.......................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................ 6
LANDASAN TEORI...................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................... 10
KESIMPULAN......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Apabila kita melihat dari sudut pandang psikologi perkembangan, dunia nampak semakin
tua,
manusia semakin cerdas, pengetahuan semakin dewasa, dan teknologi pun semakin
canggih.
Namun di balik semua itu, apakah kehidupan kita menjadi semakin baik, semakin nyaman,
dan
semakin sejahtera baik secara lahiriah maupun bathiniah? Mungkin tidak, bahkan
sebaliknya.
Kehidupan kita nampaknya semakin mundur dan terpuruk, reformasi kita gebablasan,
korupsi
semakin terang-terangan dan merajalela, krisis multi dimensi pun tak kunjung selesai.
Bangsa ini
nampaknya sudah cukup lelah melihat, menyaksikan dan mengalami keadaan yang
demikian.
Seperti dikemukakan oleh Dedi Supriadi (Pikiran Rakyat, 12 Juni 2001: 8-9) bahwa “Orde
Baru
merosotnya kualias hidup, bahkan merosotnya martabat bangsa. Apakah gerangan yang
menyebabkan semua itu? Kalau kita telaah mungkin akan muncul sederetan faktor
penyebab. Ada
yang mengatakan karena pejabatnya tidak jujur, korup, penegak hukumnya tidak adil,
rakyatnya
tidak produktif, karyawan bawahannya tidak loyal, tidak bisa kerjasama, tidak empati, tidak
mempunyai keteguhan hati dan komitmen, pelajar dan mahasiswanya tawuran, dsb.
Jadi, kalau kita simak dari uraian di atas, faktor penyebab utamanya adalah masalah nilai
moral,
sekali lagi nilai moral. Mungkinkah nilai moral sudah hilang di Negara kita? Mungkinkah nilai
moral sudah tidak dimiliki oleh generasi penerus bangsa? Seperti dikatakan oleh Pam
Schiller &
Tamera Bryant (2002: viii) bahwa: “jika kita meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang
kebanyakan sudah berubah, kita, sebagai suatu Negara, beresiko kehilangan sepotong
kedamaian
dari budaya kita.” Timbullah pertanyaan, apakah pelajaran tentang nilai moral di Negara kita
selama
ini telah diabaikan? Menurut Dedi Supriadi, “Pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama
pada
saat itu (1968-1980-an) dapat dikatakan ‘terpinggirkan’ oleh haru-biru semangat Pendidikan
Moral
Pancasila.” Bagaimana pada tahun 2000-2010 an sampai sekarang? Apakah pendidikan budi
pekerti
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa satu penyebab krisis multi
dimensi,
termasuk krisis moral yang menimpa bangsa kita adalah karena telah terabaikannya
“Pendidikan
Moral” (dalam pengertian pendidikan agama, budi pekerti, akhlaq, nilai moral) bagi generasi
penerus. Betapa tidak, ajaran agama mengatakan: “carilah untuk kehidupan duniamu
seolah-olah
kamu akan hidup selamanya, dan carilah akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok
pagi,” hal
ini mengandung makna bahwa dalam studi ilmu pengetahuan umum dan agama hendaklah
seimbang, berotak Jerman-berhati Mekah, demi mencapai kesejahteraan hidup di dunia ini
dan
akherat nanti. Dengan demikian, kalaulah di SD, SMP, atau SMU terdapat 36 jam pelajaran
perminggu, setidaknya terdapat 18 jam untuk ilmu pengetahuan umum dan 18 jam untuk
agama
(semua agama), atau paling tidak 20 jam pelajaran untuk pengetahuan umum dan 16 jam
untuk
agama( pendidikan nilai moral). Sedangkan yang ada dari dulu sampai sekarang
komposisinya
adalah 34 jam pelajaran untuk pengetahuan umum dan 2 (dua) jam atau paling banyak 4
(empat)
Jadi, dengan hanya 4 (empat) jam pelajaran perminggu anak sebagai generasi penerus
mendapatkan
apa? Agama yang kokoh? Moral yang tinggi? Akhlaq mulia? Mungkin tidak, barangkali hanya
mendapatkan kulitnya saja, dan tidak tau isinya. Akhirnya agama hanya dibibir, belum
menjadi
penghayatan dan pengamalan. Orang yang mengaku beragama tetapi tidak pernah
1.3 Tujuan
mengamalkannya, ia bagaikan memiliki garam satu truk tetapi tidak pernah
tahu rasa asinnya,
punya gula satu peti kemas tetapi tidak pernah tau rasa manisnya. Inilah gambaran generasi
penerus
kita. Tak ayal lagi nilai-nilai moral/agama tidak tertanam dan tidak dimilikinya oleh anak
didik kita,
kecuali hanya sangat sedikit. Apa akibatnya? Ketika mereka menginjak bangku SMP sudah
mulai
tawuran, menginjak SMA mendapatkan julukan SMA tawuran, dan ketika mereka
menduduki
bangku kuliah, apa yang terjadi. Kalau mereka menjadi mahasiswa, mungkin akan menjadi
mahasiswa yang agresif, pemberani, pendemo dan tukang tawuran. Kalau kelak mereka
menjadi
Pendidikan nilai moral/agama sangat penting bagi tegaknya satu bangsa. Tanpa pendidikan
nilai
moral (agama, budi pekerti, akhlaq) kemungkinan besar suatu bangsa bisa hancur, carut
marut. Oleh
karena itu “Munculnya kembali pendidikan budi pekerti sebagai primadona dewasa ini
mencerminkan kegusaran bangsa ini akan terjadinya krisis moral bangsa dan kehidupan
sosial yang
1.4 Manfaat
Bagi Pemerintah
Penulisan karya tulis ini bisa dijadikan sumbangsih untuk meningkatkan pendidikan di
Indonesia
2. Bagi Guru
Agar bisa menjadi acuan bagi guru agar lebih semangat dalam belajar mengajar di sekolah
3. Bagi Mahasiswa
LANDASAN TEORI
A.Fenomena Tingkah laku Amoral Remaja
Kita seringkali menyaksikan di banyak mass media elektronik dan cetak, fenomena
tingkah laku amoral remaja yang semakin hari semakin meningkat, dari tindakan amoral
yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah, tidak
menaati peraturan, mélanggar norma, mencaci maki, dll., sampai pada tingkat yang
memukul, tawuran pelajar, tindak kekerasan, criminal, demonstrasi yang anargis, mabuk,
dan bahkan sampai membunuh, serta mutilasi. Pendek kata perilaku amoral ini
mengancam keselamatan fisik dan jiwa diri mereka dan orang lain.
Pada tataran akademi di jenjang SMP seringkali terjadi tawuran antar pelajar, pada
jenjang SMA tawuran pelajar frekuensinya meningkat, dari saling mengejek dan
mencaci, saling lempar batu, saling memukul, dan bahkan menggunakan senjata tajam
sehingga seringkali terjadi saling bunuh. Pada jenjang ini mereka mendapatkan julukan
SMA tawuran. Pada gilirannya di tingkat perguruan tinggi mereka bertambah agresif dan
pemberani, mereka menjadi pendemo yang tangguh, tidak hanya lawan sebaya sesama
mahasiswa yang dijadikan musuh, tetapi aparat pun dilawan, bahkan berani mencaci
maki para pejabat, dan pemimpin Negara walaupun nyawa menjadi taruhannya, mereka
nyaris tidak pernah takut. Padahal lawan mereka adalah orang-orang yang seharusnya
mereka tolong, hormati, hargai, dan segani. Seperti yang kita saksikan di TV dan Koran
hampir setiap hari terjadi demo anargis dan bentrokan mahasiswa dengan aparat Negara.
Perilaku amoral, tawuran kolektif, menurut Gustve le Bon dalam bukunya The Crowd,
identik dengan irasionalitas, emosionalitas, dan peniruan individu. Perilaku seperti ini
berawal dari sharing nilai atau penyebaran isu, kemudian kumpulan individu tersebut
frustasi dan akhirnya melakukan tindakan anarkhis. “faktor-faktor ini bisa menjadi
penyebab terjadinya konflik yang dapat menimbulkan kerusuhan sosial “ ujar Imam B.
Remaja sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi yang strategis.
Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundurnya bangsa dan
Negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah Negara, tetapi kalau
meraka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah Negara. Sudut pandang psikologi
para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi yang bisa dikembangkan secara
maksimal. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotism
dan idealism harus dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terrencana dan
terprogram.
Remaja sebagai generasi penerus juga memiliki kemampuan potensial yang bisa diolah
menjadi kemampuan actual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan intelektual,
emosi dan sosial, berbahasa, dan keserdasan seni yang bisa diolah menjadi kecerdasan
aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi dan kesuksesan.
Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi moral
yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan
Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup, semangat yang tinggi dan
patriotisme dan idealisme telah dibuktikan ketika jaman Pergerakan Nasional, pemuda
pelajar telah banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu bisa terwujud apabila semua potensi mereka dikembangkan dan salah satunya
adalah potensi moral. Oleh karena itu remaja sebagai generasi penerus harus
diselamatkan melalui Pendidikan Nilai Moral. Sehingga harkat dan martabat bangsa bisa
terangkat. Kualitas hidup meningkat, dan kesejahteraan serta kenyamanan pun bisa di
dapat.
BAB III
KESIMPULAN
1.Pedidikan Nilai Moral/Agama sangat penting bagi anak dan para remaja
sebagai generasi penerus bangsa, agar martabat bangsa terangkat, kualitas hidup
meningkat, kehidupan menjadi lebih baik, aman dan nyaman serta sejahtera.
1968 sampai saat ini masih terabaikan, belum ditangani secara terencana dan
serius. Hal ini terbukti adanya jumlah jam pelajaran yang bernuansa pendidikan
agama dan budi pekerti sangat minim, yaitu hanya 2 sampai 4 jam perminggu
dari jumlah jam 34 sampai 42 jam perminggu. Padahal dengan KTSP sebenarnya
lebih bisa diatur, sehingga kebutuhan ini bisa terakomodasi dan terpenuhi.
kehidupan tidak aman serta nyaman. Kalau hal ini tidak segera ditangani secara
sedang berkembang, dan oleh karena itu perlu diberi kesempatan berkembang
dan bernegara.
5.Pada hakekatnya pelaksanaan Pendidikan Nilai Moral telah lama ada dan
dan empati, kerjasama, suka menolong, berani, keteguhan hati, adil, kejujuran
dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, loyalitas, sabar, rasa bangga,
banyak akal, sikap respek, toleransi, ketaatan, penuh perhatian, komitmen, tahu
7.Orang tua, guru, teman sebaya yang menjadi idola, para aktor film/sinetron
Antonio, Syafii, Muhammad,. (2009). Muhammad SAW The Super Leader Super
Manager, Teladan Sukses dalam Hidup & Bisnis. Jakarta: ProLM Centre &
Tazkia Publishing
Bandura, A., & Walter, R.H. (1973). Social Learning Theory and Personality
Javanovich, Inc.
Calhoun, F. James, & Acoclla J. R. Alih bahasa R.S. Satmoko. 1990. Psikologi
Press
Darling, N. (1999). Parenting Style and Its Correlates. Eric Degest. Champaign
Tersedia: http://www.ed.gov/databases/ERIC_Digest/ed427896.html
Dedi Supriadi, (2001). Budi Pekerti dalam Kurilulum 1947-1994. Harian Umum
Kniker, Charles R. (1977). You And Values Education. Iowa State University.
Company
Anak, disertai kegiatan yang bisa diolakukan orang tua bersama anak, Jakarta: