ARTIKEL ORISINAL
DOI: https://doi.org/10.21776/ub.tuturlogi.2021.002.02.5
Film memiliki banyak genre, dan setiap penikmat film tentu memiliki ketertarikan genre yang
berbeda–beda. Di dalam sebuah film juga menampilkan berbagai representasi peristiwa,
gender, atau kelompok. Seperti film 27 Steps of May yang merepresentasikan trauma yang
dialami seseorang. Trauma merupakan hal yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.
Trauma sendiri dapat timbul apabila seseorang mengalami kekerasan, pelecehan seksual, dan
ancaman yang datang secara individual. Trauma dapat menimpa siapa saja dan kapan saja.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana penggambaran trauma coping dalam
film 27 Step of May. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kualitatif dengan pendekatan
semiotika Stuart Hall dimana menganalisis data yang menjelaskan makna pada tanda melalui
makna denotasi, konotasi dan mitos. Hasil dari penelitian ini merepresentasikan bagaimana
proses penyembuhan atau coping yang dilakukan May untuk bisa lepas dari trauma kelam yang
dialaminya selama delapan tahun. Trauma tersebut timbul karena May mengalami pelecehan
seksual hingga akhirnya menemukan titik terang dan bertemu dengan pesulap.
Movies have many genres, and every film lover certainly has different genre interests. In a film
also displays various representations of events, gender, or groups. Like the 27 Steps of May
which represents the trauma experienced by a person. Trauma is a very dangerous thing for
human life. Trauma itself can arise when a person experiences violence, sexual harassment,
and threats that come individually. Trauma can happen to anyone at any time. This study aims
to analyze how the depiction of trauma coping in the film 27 Step of May. This study used a
qualitative descriptive study with Stuart Hall's semiotic approach where it analyzed data that
explained the meaning of the sign through the meaning of denotation, connotation and myth.
The results of this study represent how May's healing or coping process was done to get rid of
the dark trauma she had experienced for eight years. The trauma arose because May was
sexually abused until she finally found a bright spot and met a magician.
Film memiliki beberapa genre mulai dari percintaan, komedi, horor, action dan masih
banyak lagi yang tak kalah menarik (Lolita, 2019). Penikmat film tentu memiliki
ketertarikan genre film yang berbeda–beda. Film memungkinkan kita saling mengaitkan
cerita kriminal, kejadian misterius, romantika dan seks, serta banyak hal lain yang
Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Volume 2 Issue 2 2021 © The Author(s) 2021. Published by Department of
Communication Science Universitas Brawijaya.
Sebuah Kisah Tentang May: Representasi Trauma Coping dalam Film 27 Steps of May
membentuk realitas sosial kita melalui mata kamera yang selalu menyelidik (Santoso,
2019).
Dalam film menampilkan berbagai representasi peristiwa, gender, atau kelompok.
Menurut Anindita (2016) pada film Han Gong Ju merepresentasikan kasus pemerkosaan
yang dialami siswi SMA di Mirayang selama sebelas bulan dan sudah memakan 41 korban
(Review Drakor, 2020). Peristiwa kedua membahas kasus yang sama, dimana film berjudul
Silenced menguak kasus pelecehan seksual terhadap anak–anak tunawicara oleh guru dan
kepala sekolah Gwangju Indah School (Prilia Shetly, 2018). Selain kedua film tersebut,
film The Hunting Ground merupakan film dokumenter yang mengangkat topik pelecehan
seksual (Febriana Anindita, 2016).
Dalam film membahas tentang representasi menurut Reka (2020) yang meresensikan
gadis berusia 17 tahun bernama Hang Gong Ju yang memiliki kepribadian sangat tertutup
dan bersikap waspada dalam berteman atau berkenalan setelah mengalami peristiwa
mengerikan (Reka, 2020). Representasi trauma juga digambarkan dalam film berjudul
Silenced yaitu dimana guru seni menyadari bahwa perilaku para siswa sangat aneh, seperti
pendiam, gelisah, memiliki luka memar dan jarang berinteraksi dengan orang lain, hal itu
dikarenakan mereka menjadi korban pelecehan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh
guru dan kepala sekolah (Review Drakor, 2020). Film terakhir yang dipilih peneliti adalah
The Hunting Ground dimana penggambaran tentang kekerasan seksual itu dapat
menyebabkan trauma berat seperti pelecehan mental dan fisik. Beberapa film diatas
menggambarkan trauma dan coping dalam film (Febriana Anindita, 2016).
Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya bagi kehidupan
masyarakat terutamanya remaja, karena dapat menurunkan daya intelektual, emosional,
dan perilaku (Kajian & Kasus, n.d.). Menurut Sarwono (1996) trauma ialah suatu
pengalaman secara instan yang dapat mengejutkan dan meninggalkan kesan mendalam
pada jiwa yang mengalaminya (Mardatila, 2020). Trauma biasanya terjadi bila dalam
kehidupan seseorang sering mengalami peristiwa yang traumatis seperti kekerasan,
perkosaan, ancaman yang datang secara individual. Jika peristiwa tersebut menimbulkan
stres yang ekstrem dan berlebihan, maka bisa disebut peristiwa traumatis yang melebihi
kemampuan coping pribadi (Giller, 1999) (Adinda, 2011). Trauma bisa menimpa siapa saja
dan kapan saja tanpa memandang ras, umur dan waktu (Dr. Kusmawati Hatta, 2016)
Film 27 Steps of May yang diangkat oleh peneliti merepresentasikan seorang anak
perempuan yang mengalami trauma, di dalam film ini juga membahas tentang perubahan
perilaku seorang anak perempuan dan membahas tentang hubungan antara orang tua dan
anak. Dalam Kompas Cyber Media dinyatakan bahwa gangguan dapat terjadi pasca trauma
seperti depresi, cemas dan perasaan yang kaku (Kompas.com, 2017). Hal tersebut dapat
terjadi karena berbagai peristiwa akibat perang, perkosaan, dan sebagainya (Arie Welianto,
2020). Adegan di film ini yang menggambarkan betapa tersiksanya kehidupan May selama
delapan tahun. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengupas lebih dalam
penggambaran trauma coping di film ini.
Film adalah media elektronik yang merupakan bagian dari media massa. Film dapat
diartikan sebagai gambar yang ditampilkan ke layar dan disusun secara berurutan dengan
kecepatan tertentu, berjalan beriringan sehingga menghasilkan penggambaran gerakan
yang terlihat normal (Diah, 2020). Film sering kali digunakan untuk sarana kebutuhan
umum yakni sebagai mengomunikasikan pesan, gagasan atau kenyataan (Hasanah &
Nulhakim, 2015). Menonton sebuah film juga kegiatan yang sering dilakukan oleh
masyarakat, tujuan sendiri yaitu untuk saran hiburan.
Film merupakan representasi yang menampilkan sebuah proses dimana arti (meaning)
diproduksi dengan memakai bahasa (language) dan digantikan dengan antar aggota
kelompok disebuah budaya (Ahmad Toni dan Rafki Fachrizal, 2017). Representasi ialah
sebuah cara yang bisa membentuk pengetahuan yang boleh jadi dimaknai oleh otak dalam
suatu tanda dan dilakukan oleh manusia (Wibowo, 2015). Menurut Stuart Hall (2003),
representasi adalah proses produksi makna yang berlandaskan konsep – konsep dalam
pikiran manusia. Representasi secara sederhana diartikan pola pikir manusia awam
terhadap objek, peristiwa dan simbol tertentu. (Nugroho, 2020).
Berbeda cara pandang dan pola pikir akan berbeda pula hasil pemaknaan yang dimiliki
oleh manusia. Menurut Stuart Hall (1997:15) representasi terbagi menjani tiga bentuk: (1)
representasi reflektif, (2) representasi intensional, (3) representasi konstruksionis.
Representasi reflektif merupakan bahasa atau macam – macam simbol yang mencerminkan
makna. Lalu representasi intensional merupakan bagaimana simbol atau bahasa yang
berusaha untuk dijelaskan sesuai dengan pribadi sang pembicara. Sedangkan representasi
konstruksionis merupakan mengontruksi makna melalui bahasa yang kita pakai. (Nugroho,
2020)
Representasi yang ditampilkan dalam film yang berjudul Han gong ju contohnya kasus
pemerkosaan yang pelakunya adalah sekelompok siswa SMA dan mahasiswa di Mirayang.
Para korban tidak bisa berbuat apa – apa dikarenakan mendapat ancaman dari pelaku
(Review Drakor, 2020). Film yang merepresentasikan dengan kasus yang sama yaitu
berjudul Silenced dimana korban pelecehan seksual yang menimpa anak – anak tunawicara.
Pelecehan tersebut dilakukan oleh guru dan kepala sekolah Gwangju Indah School (prilia
shetly, 2018). Film The Hunting Ground juga termasuk kedalam film yang mengangkat
topik pelecehan seksual (Febriana Anindita, 2016).
Pada penelitian ini mengangkat film yang berjudul 27 Steps of May dimana
merepresentasikan seorang anak perempuan yang mengalami pelecehan seksual saat
berusia 14 tahun. Film yang berdurasi hampir dua jam ini menjadi sorotan, karena kegiatan
yang di lakukan May selalu sama setiap harinya. Film ini juga membuktikan masih
banyaknya korban yang mengalami kekerasan seksual.
Trauma merupakan suatu hal yang kerap dialami oleh masyarakat, hal tersebut sangat
berbahaya bagi kehidupan karena dapat menurunkan daya intelektual, perilaku interaksi
dan emosional (Dr. Kusmawati Hatta, 2016). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengurangi trauma atau stress disebut dengan coping.
Dalam film menggambarkan berbagai kisah, seperti kisah trauma yang ada didalam
film Hang Gong Ju yang diakibatkan karena penceraian kedua orang tuanya dan
menjadikan dia sebagai broken home dan lebih parahnya lagi Hang Gong Ju dilecehkan
secara seksual. Trauma coping yang digambarkan pada film ini dimana Hang Gong Ju
terpaksa pindah sekolah lamanya dan bersikap waspada berkenalan dengan teman untuk
melupakan rasa traumanya tersebut (Reka, 2020).
Representasi trauma coping juga digambarkan pada film Silenced, trauma yang ada di
film ini diakibatkan karena pelecehan seksual oleh guru dan kepala sekolah pada anak anak
tunawicara. Trauma coping yang digambarkan pada film tersebut menghasilkan trauma
coping yang gagal, dimana para korban menjadi pendiam dan tidak ada perubahan yang
lebih baik (Review Drakor, 2020). Selain kedua film tersebut, film The Hounting Ground
juga mendeskripsikan tentang trauma. Trauma yang digambarkan pada film tersebut
diakibatkan karena pelecehan seksual dan mengakibatkan trauma yang berat seperti trauma
mental dan fisik. Akan tetapi trauma coping pada film The Hounting Ground sangat baik,
korban membulatkan tekadnya untuk mengakhiri trauma pelecehan tersebut dengan cara
mengumpulkan para penyintas di kampus dan menangani kasus kasus pelecehan lainnya
secara bersamaan (Febriana Anindita, 2016).
Di Indonesia juga memiliki film yang berkisah tentang trauma, seperti pada film 27
Steps of May. Film ini menggambarkan trauma yang terjadi akibat pelecehan seksual,
sehingga korban sangat pendiam, tidak berani keluar kamar dan takut bertemu orang lain.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu trauma coping yang digambarkan pada film ini
sangat baik, dimana korban berubah lebih baik sehingga melupakan kejadian kelam yang
pernah dialaminya.
Semiotika film
Semiotika adalah studi yang membahas mengenai tanda atau simbol yang merupakan
unsur penting dalam pemikiran komunikasi (B. Mudjiyanto, 2013). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Haidar Aljufri semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda, yaitu
studi tentang bagaimana proses masyarakat dalam memproduksi makna dan nilai dalam
sistem komunikasi melalui “tanda” (aljufri, 2018). Semiotika juga dapat diartikan sebagai
sistem sistem, aturan aturan, konvensi konvensi yang memungkinkan suatu tanda memiliki
arti.
Semiotika menurut buku Semiotika Teori Dan Aplikasi juga ditentukan sebaga cabang
ilmu yang berurusan dengan tanda, mulai dari sistem tanda, hingga proses (Ambarini,
2018). Semiotika juga dianggap sebagai fenomena komunikasi sosial atau masyarakat dan
kebudayaan (Tulasi, n.d.), yang mana dianggap sebagai tanda semiotik dalam mempelajari
sistem, aturan dan konvensi menurut (Ferdinand de Saussure, 1857-1913).
Semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana suatu tanda itu dapat mewakili
objek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya (B. E. N. Mudjiyanto, 2013).
Semiotika yang merupakan suatu studi yang memahami sederetan luas objek, peristiwa,
sebagai kumpulan tanda yang mana mempelajari bagaimana tanda itu dapat menghasilkan
makna. Menurut Vera (2014) tanda merupakan suatu bentuk yang dapat ditangkap oleh
panca indera lalu direpresentasikan kedalam hal lain diluar tanda itu sendiri.
Metode penelitian
Film 27 Steps of May menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang bernama May
yang berjuang untuk bertahan hidup akibat dari pemerkosaan, sehingga May memilih
untuk menarik diri sepenuhnya dari kehidupan. Hidup yang tanpa koneksi, dipenuhi emosi,
bahkan keterbatasan komunikasi. Selama delapan tahun May berusaha bertahan serta
keluar dari lingkup trauma, memang butuh waktu yang lama untuk kemudian bisa bangkit
dari kondisi seperti itu, namun setidaknya May berani untuk melihat dunia luar. Trauma
merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat
terutamanya remaja, karena dapat menurunkan daya intelektual, emosional, dan perilaku
(Kajian & Kasus, n.d.). Menurut Sarwono (1996) trauma ialah suatu pengalaman secara
instan yang dapat mengejutkan dan meninggalkan kesan mendalam pada jiwa yang
mengalaminya (Mardatila, 2020).
Film 27 Steps of May juga menggambarkan betapa sulitnya proses untuk bangkit dari
kejadian yang membuat trauma seorang gadis bernama May, banyak aspek aspek kecil
yang membuat May dapat semudah itu untuk teringat akan trauma buruk yang mana
membuat dirinya tidak terkendali. Masa remaja yang begitu kelam yang mana diperkosa
oleh sekelompok orang yang membuat mentalnya jatuh, pikirannya rapuh. Hal itu juga
membuat ayahnya pun frustrasi karena merasa tidak bisa menjaga sang putri. Kejadian pun
berada di tempat yang berbeda, yang mana seorang pesulap mahir yang memainkan trik
dan imajinasi yang memberikan gambaran berbeda. Pesulap tersebut berusaha membuat
sesuatu yang mana membuat May tertarik. Gerakan visual yang secara tidak langsung
menggiring May dan membebaskan rasa frustrasinya sendiri agar dapat bergerak maju
melihat sebuah keindahan baru dibalik kisah pedihnya masa lalu.
Film 27 Steps of May adalah penggambaran tentang kasus kekerasan seksual dan
wanita. Trauma dalam film ini digambarkan sangat jelas di setiap adegan-adegan filmnya.
Film ini tidak mempunyai banyak dialog, melainkan menonjolkan visualisasi gerakan
pemerannya. Mulai dari May seorang gadis yang diperkosa, sang ayah yang merasa
bersalah dan frustrasi, serta sang pesulap. Oleh karena itu, film ini berusaha
menggambarkan seorang gadis yang memiliki masa lalu yang kelam karena mengalami
tindakan pemerkosaan sehingga yang membuatnya menjadi menarik diri dari kehidupan
diluar. Apa yang dialami May dapat menjadi cermin sosial dan moral khususnya ketika ia
harus menghadapi keadaan yang tidak diinginkan. Film ini bisa menjadi pembelajaran,
karena banyak sekali sentilan moral didalamnya.
Dari film ini terdapat dua hal yang bisa dikemukaan sebagai penekanan dalam
penelitian ini. Pertama adalah trauma yang dialami oleh gadis bernama May, dan kedua
adalah proses penyembuhan atau coping yang mana membuatnya bisa keluar dari trauma
tersebut.
Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya bagi kehidupan
masyarakat terutamanya remaja, karena dapat menurunkan daya intelektual, emosional,
dan perilaku.(Kajian & Kasus, n.d.) Dalam sebuah film trauma digambarkan berbagai
kisah, seperti kisah trauma yang ada didalam film 27 Steps of May. Seorang gadis bernama
May yang mengalami trauma pada usia 14 tahun karena pemerkosaan oleh segerombol
orang tidak dikenal. May digambarkan sebagai gadis yang hidup tanpa koneksi, dipenuhi
emosi, bahkan keterbatasan komunikasi. Dan memilih untuk menarik diri di kehidupan
diluar. Penggambaran trauma ini dapat dilihat dalam Tabel.1 yang mana kejadian awal
mula May mengalami trauma.
Representasi trauma yang ditampilkan dalam film yang berjudul 27 Steps of May disini
digambarkan pada saat ketika sang ayah yang berusaha memegang tangan May
dikarenakan terjadi kebakaran dibelakang rumahnya, yang mana hal itu membuat May
teringat akan masa dimana May diperkosa oleh 3 orang lelaki tidak dikenal. Representasi
secara sederhana diartikan sebagai pola pikir manusia awam terhadap objek, peristiwa dan
simbol tertentu. (Nugroho, 2020). Hal ini dapat dilihat pada scene boneka yang selalu
dibuat oleh May yang seolah menggambarkan bahwa itu dirinya. Pada penggambaran
tersebut terlihat bahwa boneka tersebut didandani dengan acak-acakan dan baju yang lusuh
yang mana itu diberikan oleh May dan ditunjukkan kepada ayahnya. Boneka tersebut
sebagai gambaran May pada saat usia 14 tahun yang mengalami pelecehan seksual.
Pada tabel ini menggambarkan tentang trauma coping yang telah terjadi pada May.
Trauma coping sendiri menurut (Dr. Kusmawati Hatta, 2016) merupakan salah satu cara
yang digunakan untuk mengurangi trauma atau stress tersebut. Penggambaran trauma
coping disini dimana sewaktu May melihat lubang kecil yang didalamnya terdapat seorang
pesulap. Pesulap tersebut mencoba untuk berkomunikasi dengan May melalui tindakan
tindakan kecil yang May tidak pernah lakukan selama 8 tahun terakhir di hidupnya. Maka
dari itu May mulai berani untuk memegang benda diluar kebiasaannya, melihat dan
mendengarkan sesuatu yang asing baginya.
Pesulap menyadari ada yang aneh dari perilaku May, maka dari itu pesulap berusaha
untuk menawarkan bantuan. Sejak bertemu dengan pesulap berubahan perilaku pada diri
May mulai tampak terlihat. May mulai berani mencoba dan menirukan apa yang dilihatnya
seperti, memotong rambut dan mencoba pakaian yang belum pernah ia kenakan.
Perubahan signifikan juga terlihat dari makanan yang May makan sudah tidak lagi
berwarna pucat. May merasa senang dengan hadirnya pesulap, hingga membuatkan sebuah
boneka. Puncak coping pada May yaitu dirinya berhasil menceritakan hal naas yang
menimpanya hingga trauma kepada pesulap. May pun merasa lega setelah melakukannya.
Hingga akhirnya May berhasil terbebas dari traumanya dan berani untuk keluar rumah.
Penutup
Kesimpulan dalam penelitian ini berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah peneliti
lakukan. Representasi trauma digambarkan dengan beberapa adegan seperti memegang
daerah pergelangan tangan, makanan yang selalu dimakan adalah nuansa putih, dan
menjadi gadis yang sangat pendiam. Sedangkan coping sendiri berdasarkan analisis
peneliti digambarkan dengan perubahan perilaku May yang sejak munculnya lubang di
tembok rumahnya serta muncullah kehadiran pesulap yang perlahan memberikan respons
terhadap May.
Permasalahan yang digambarkan dalam film ini membuat banyak orang atau
penontonnya membuka mata bahwa kekerasan seksual dapat menyebabkan trauma yang
mendalam bagi siapa pun terutama gadis mungil. Film 27 Steps of May juga
merepresentasikan beberapa adegan yang menurut peneliti merupakan salah satu bentuk
atau usaha untuk menyembuhkan diri dari kejadian 8 tahun lalu yang membuat May
menarik diri dari kehidupan di luar. Dibuktikan dari perilaku, adegan, dan setting.
Daftar pustaka
Adinda, R. (2011). ANALISIS TRAUMA DAN DENDAM.
Ahmad Toni dan Rafki Fachrizal. (2017). Studi Semitoka Pierce pada Film Dokumenter ‘The Look
of Silence: Senyap.’
aljufri, H. (2018). REPRESENTASI STEREOTIP ARAB DALAM FILM (Analisis Semiotika
Representasi Stereotip Keturunan Arab Indonesia Dalam Film Abdullah v Takeshi).
Eprints.Ums, 23.
Almanshur Fauzan, G. D. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Ambarini, N. maharani. (2018). No Title. IKIP PGRI SEMARANG PRESS.
Arie Welianto. (2020). Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di Indonesia.
Arischa, S. (2019). ANALISIS BEBAN KERJA BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH DINAS
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KOTA PEKANBARU. Jom.Unri, vol.6, 1–15.
Diah, S. N. (2020). Representasi Karakter Autis Dalam Film Dancing in The Rain. In Jurnal Media
dan Komunikasi Indonesia (Vol. 1, Issue 2).
Dr. Kusmawati Hatta, M. P. (2016). Trauma dan Pemulihannya.
Febriana Anindita. (2016). Screening: Miss Bulalacao dan The Hunting Ground.
Hasanah, U., & Nulhakim, L. (2015). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FILM
ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KONSEP FOTOSINTESIS. Jurnal
Penelitian Dan Pembelajaran IPA, 1(1), 91. https://doi.org/10.30870/jppi.v1i1.283
Kajian, S., & Kasus, B. (n.d.). TRAUMA DAN PEMULIHANNYA.
Kompas.com. (2017). Waspadai Gangguan Kecemasan Jika Mengalami 7 Tanda Ini.
Lolita, L. (2019). 7 Film Indonesia komedi romantis terbaik, menarik.
Mardatila, A. (2020). Apa itu Trauma? Ketahui Penyebab dan Penanganan yang Tepat.
Mudjiyanto, B. (2013). semiotika dalam metode penelitian komunikasi. Jurnal Penelitian
Komunikasi, Informatika Dan Media Massa-PEKOMMAS, VOL 16 NO, 73–82.
Mudjiyanto, B. E. N. (2013). e-Journal Penelitian Dan Pengembangan Komunikasi Dan
Informatika. Jurnal.Kominfo.
Nugroho, W. B. (2020). Sekilas “REPRESENTASI” menurut Stuart Hall.
prilia shetly. (2018). Berdasarkan Kisah Nyata, Ini 5 Alasan Kamu Harus Nonton Film Silenced!
Reka, A. M. (2020). Sinopsis “Han Gong-Ju (2013)” - Melarikan Diri dari Masa Lalu yang Kejam.
Review Drakor. (2020). Dari Kisah Nyata, 3 Film Korea Ini Bercerita soal Pemerkosaan Anak di
Bawah Umur.
samuel. (2016). Metode Pengumpulan Data Dalam Penelitian.
Santoso, S. D. B. (2019). Analisis Semiotika tentang representasi kekerasan pada film Jigsaw.
Tulasi, D. (n.d.). Semiotika Atribut Sebagai Pesan Komunikasi: Studi Kasus Atribut Ibu Anggota
DPR RI. Dtulasi@binus.Edu, 1–9.
Wibowo, E. A. (2015). REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM WANITA TETAP WANITA
(Analisis Semiotika Representasi Perempuan dalam Film Wanita Tetap Wanita).