Disusun oleh :
Diah Ayu Pratiwi ( 2282110091 )
Reisya Zahra Munichlakhofa ( 2282110092 )
Akbar Agung ( 2282110070 )
Muhammad Daffa Fadilah ( 2282110069 )
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTUTUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-NYA dan
karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Pengatar
Ekonomi Islam ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Ekonomi Islam dari bapak Alvien Septian Haerisma, MSI selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca dan penulisnya.
Saya menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari cara penulisan ataupun materi yang kami sampaikan pada
makalah ini. Mengingat kemamapuan yang dimiliki kami sebagai penulis makalah,
untuk itu kritik dan saran dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI...................................................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern, ilmu ekonomi Islam memang
baru muncul pada tahun 1970-an. Tetapi kenyataannya pemikiran tentang ekonomi
Islam telah muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW, karena rujukan utamanya
adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Perkembangan ekonomi Islam saatini tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pemikiran muslim tentang ekonomi islam dimasa lalu. Keterlibatan pemikir muslim
dalam kehidupan masyarakat yang komplek dan belum adanya pemisahan disiplin
keilmuan menjadikan pemikir muslim melihat masalah masyarakat dalam konteks
yang lebih integratif. Hal ini dikarenakan pandang keilmuan yang dimiliki
membentuk cara berfikir mereka untuk menyelesaikan masalah, namun lebih penting
dari itu masalah masyarakat yang menjadi dasar bagi mereka yang membangun cara
berfikir dalam membentuk berbagai model penyelesaian di bidang ekonomi,
politik,dan lain-lain.
Hal ini bisa dijadikan alat untuk melihat mengapa ilmu ekonomi
belumditemukan sebagai disiplin tersendiri dimasa lalu dan juga untuk mengetahui
mengapa banyak pemikir muslim tidak hanya memiliki kemampuan di satu bidang
keilmuan. Selain itu,untuk mengetahui relevansi apakah ekonomi Islam itu
merupakan kombinasi atau perpaduan dari dua sistem (kapitalisme dan
sosialisme )atau kah memang berdiri sendiri dan merupakan ekonomi alternatif di era
sekarang,maka itu kita mengkaji tentang pemikiran dan mahzab ekonomi islam.
C. Tujuan
Untuk mengetahuin bagaimana pemkiran mahzab tentang ekonomi Islam
Ide dasar yang pertama dari mazhab Baqis Ash Sadr adalah bahwa terdapat
perbedaan yang mendasar antara islam dengan ilmu ekonomi, keduanya merupakan
sesuatu yang berbeda. Islam adalah islam sedangkan ilmu ekonomi adalah ilmu
ekonomi, tidak ada yang disebut ekonomi islam. Menurut mahzab ini dalam Islam
tidak mengenal konsep sumber daya ekonomi yang terbatas, alam semesta ini maha
luas. Jika manusia bisa memanfaatkannya niscaya tidak akan pernah habis. Untuk itu
mazhab ini menawarkan istilah iqtishad sebagai pengganti ekonomi yang berarti
setara, seimbang, dan selaras sebagai pengganti ekonomi. Implikasi lebih lanjut
mereka menyusun teori ekonomi yang baru. Teori ini didasarkan pada Al Qur’an dan
Hadits sebagai sumber hukum islam tertinggi. Meskipun perombakan mendasar dalam
ilmu ekonomi dianggap sangat perlu, ini bukan berarti tidak perlu sama sekali untuk
mempelajari ilmu ekonomi.
Islam tetaplah Islam. keduanya tidak akan pernah bias disatukan karena keduanya berasal
dari filosofi yang kontradiktif. Sehingga cara pandangnya akan berbeda pula ketika melihat
ekonomi. Menurut ilmu ekonomi permasalah ekonomi adalah keinginan manusia tidak
terbatas sedangkan alat pemuat terbatas. Ini ditentang oleh Baqr Al Shadr bahwa sumber
daya tidak mengenal kata terbatas. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an surah Al
Qomar ayat 49:
memperbolehkan ekslpoitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Akses
kepada sumber daya hanya dimiliki yang kaya, bukan karena keterbatasan sumber daya tapi
karenakeserakahan manusia itu sendiri. Makna al- iqtisod bukan hanya ekonomi tetapi
keadaan yang seimbang. Sehingga semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi
konvensional ditolak dan dibuang. Untuk itu diperlukan penggalian kembali dari Al Qur'an
dan Al Hadist terhadap teori yang baru dari ekonomi yang diberi label ekonomi Islam
2. Mahzab Mainstream
Mazhab ini beranggapan bahwa perbedaan utama antara ilmu ekonomi Islam dengan
ekonomi konvensional adalah dalam hal cara mencapai tujuan. Mereka sepakat tentang
pandangan konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keterbatasan
sumber daya ekonomi. Keterbatasan ini tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
tidak terbatas. Mahzab mainstream memfokuskan pada cara mengelola sumber daya yang
terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas dengan tetap memberikan pandangan
kritis terhadap aspek – aspek normative dalam ilmu ekonomi. Sesuai dengan namanya, maka
khasanah pemikiran ekonomi Islam di seluruh dunia memang didominasi oleh mazhab
mainstream. Beberapa hal yang mempengaruhi meluasnya mahzab ini yaitu:
Madzhab alternatif adalah sebuah madzhab yang kritis. Madzhab ini berpendapat
bahwa dalam bersikap kritis tidak hanya terhadap kapitalisme dan sosialisme, tapi juga
ekonomi islam itu sendiri. Mereka meyakini bahwa islam pati benar, tapi ekonomi islam
belum tentu benar karena ekonomi islam menafsirkan dari Al-Qur'an dan sunah sehingga
nilai kebenarannya tidak mutlak. Dalam ekonomi islam juga dibutuhkan pengujian kebenaran
yang juga dilakukan oleh ekonomi konvensional.
Mahzhab alternative mengajak umat islam untuk bersikap kritis terhadap ekonomi
islam yang saat ini berkembang, tidak saja pada kapitalisme dan sosialisme. Mazhab
Alternatif mengkritik terhadap pemikiran Baqir As sadr bahwa langkah mereka justru tidak
konstruktif dan esensial. Ini karena mereka berusaha menemukan sesuatu yang baru yang
seringkali sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain, membangun teori baru kemudian
menghancurkan teori lama. Demikian pula mazhab mainstream, menurut mereka ia tidak
lebih dari pada pemikiran neoklasik dengan beberapa modifikasi, seperti menghilangkan riba,
menambahkan zakat serta memperbaiki niat. Pemikiran ekonomi islam telah berkembang
dengan pesat, hal ini memang sejalan dengan upaya untuk implementasinya. Konstribusi
pemikiran ekonomi islam yang berkembang saat ini telah diklasifikasikan oleh Zarqa
kedalam 4 kategori yaitu :
Ibnu Taimiyah merupakan salah satu cendekiawan muslim yang telah berkontribusi
dalam dunia ekonomi. Ibnu Taimiyah memiliki corak pemikiran ekonomi Islam yang
cenderung mengupas mengenai pasar dan harga yang adil.
Pertama, kompensasi yang adil (‘iwad al-mitsl). Penggantian sepadan, yang merupakan
nilai harga yang setara dari sebuah benda menurut adat kebiasaan. Kompensasi yang setara
PERBANKAN SYARIAH[Type text] Page 8
diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara tanpa ada tambahan dan pengurangan, di sinilah
esensi keadilan.
Kedua, harga yang adil (tsaman al-mitsl). Nilai harga di mana orang-orang menjual
barangnya dan dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang
dijual itu ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu.
Konsep Ibnu Taimiyah tentang kompensasi yang adil dan harga yang adil
memiliki dasar pertimbangan yang berbeda. Permasalahan kompensasi yang adil,
muncul ketika membongkar masalah moral dan kewajiban hukum (berkaitan dengan
kepemilikan barang). Sedangkan konsep harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah
hanya terjadi pada pasar kompetitif. Tidak ada pengaturan yang mengganggu
keseimbangan harga kecuali terjadi suatu usaha-usaha yang mengganggu terjadinya
keseimbangan, yaitu kondisi di mana semua faktor produksi digunakan secara optimal
dan tidak ada idle. Tujuan utama dari harga yang adil adalah memelihara keadilan
dalam mengadakan transaksi jual beli dan hubungan lain di antara anggota
masyarakat. Pada dasarnya terjadinya sikap sama-sama merasakan keadilan.
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik-menarik antara
produsen dan konsumen, baik dari pasar barang (output) ataupun faktor-faktor produksi
(input). Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu
unit benda tertentu.
Definisi harga yang adil juga bisa diambil dari konsep Aquines, yang
mendefinisikan dengan harga kompetitif normal. Maksudnya, harga yang berada
dalam persaingan sempurna yang disebabkan oleh supply dan demand di mana tidak
ada unsur spekulasi. Menurut Ibnu Taimiyah, naik turunnya harga bukan saja
dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, tetapi ada faktor-faktor yang lain.
“Bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari
sebagian orang yang terlibat transaksi.” Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran
C. Regulasi Harga
Dalam sejarah Islam, kebebasan sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat
dan dengan sistem hukumnya. Sebagian orang berpendapat, bahwa negara dalam Islam tidak
boleh mencampuri masalah ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilai dan moralitas atau
menjatuhkan sanksi kepada orang yang melanggarnya. Mereka mempunyai pandangan
seperti ini berdasarkan pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yang artinya:
“Dari Anas bin Malik ra beliau berkata: harga barang-barang pernah mahal pada masa
Rasulullah lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah
standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah-lah yang
menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun di antara
kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan darah
(pembunuhan) dan harta.” Ibnu Taimiyah menafsirkan kasus tersebut sebagai hal yang
khusus. Menurutnya, harga naik karena kekuatan pasar, bukan karena ketidaksempurnaan
pasar tersebut. Ia menambahkan, bahwa Nabi tidak mau ikut campur terkait regulasi harga.
Akan tetapi, hal tersebut disebabkan oleh kondisi objektif pasar Madinah, bukan karena
kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk mengejar keuntungan
belaka..