Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

VALUE CHAIN ANALYSIS

DOSEN PENGAMPU:
DR. ONTOT MURWATO S, M.M., AK., CMA., CA.

DISUSUN OLEH:
[KELOMPOK 5]

1. KUSNUL KHOTIMAH [1222000007]


2. MEILANI NUR MAULIDA [1222000048]
3. CINDY RAHMAWATI [1222000053]
4. ALIFIARISMA MARICAR [1222000055]
5. YOHANA FRANSISKA NATALIA [1222000073]

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI AKUNTANSI


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………...

A. Latar Belakang………………………………………………………………………...
B. Tujuan………………………………………………………………………………....

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………

A. Kajian Teori…………………………………………………………………………..
KONSEP VALUE CHAIN……………………………………………………………
DEFINISI ANALISIS VALUE CHAIN………………………………………………
B. Pembahasan…………………………………………………………………………..
VALUE CHAIN……………………………………………………………………….
METODE ANALISIS VALUE CHAIN………………………………………………
TAHAPAN DALAM ANALISIS VALUE CHAIN/ RANTAI NILAI………………..
KATEGORI RANTAI NILAI…………………………………………………………

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...
B. Saran…………………………………………………………………………...............

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsep Value Chain Analysis pertama kali diperkenalkan oleh Michael Porter pada tahun 1985
dalam bukunya “Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance”.
Porter berpendapat bahwa bisnis dapat memperoleh keunggulan kompetitif dengan memahami
rantai nilai industri mereka dan mengoptimalkan operasi internal mereka untuk menciptakan
nilai bagi pelanggan mereka.
Sebelum pengenalan Analisis Rantai Nilai, bisnis cenderung berfokus pada fungsi individu
dalam organisasi mereka, seperti pemasaran, produksi, atau logistik, daripada melihat
keseluruhan proses penciptaan nilai. Kerangka Porter menekankan keterkaitan fungsi-fungsi
ini dan pentingnya mengoptimalkan seluruh rantai nilai untuk mencapai keunggulan
kompetitif.
Kerangka Analisis Rantai Nilai telah menjadi alat yang banyak digunakan dalam manajemen
strategis, membantu bisnis mengidentifikasi area di mana mereka dapat meningkatkan
efisiensi, mengurangi biaya, dan menciptakan lebih banyak nilai bagi pelanggan mereka.
Kerangka tersebut juga telah diterapkan di berbagai industri, termasuk manufaktur, jasa, dan
ritel, serta telah digunakan untuk menganalisis rantai nilai baik perusahaan besar maupun usaha
kecil.
Strategi pada perusahaan digunakan dalam pengembangan operasional perusahaan agar dapat
bersaing dan menguasai posisi yang ada di pasar. Strategi keunggulan kompetitif pada
perusahaan diharapkan dapat mempertahankan posisi bersaingnya dalam menghadapi
kompetitor dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sesuai dengan target.
Strategi yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Implementasi strategi perusahaan berfokus
pada pengembangan kompetensi perusahaan yaitu pengetahuan dan keterampilan yang secara
khusus tercermin dalam keahlian teknologi dan produksi.
B. TUJUAN
Perkembangan bisnis dari tahun ke tahun berkembang semakin pesat. Hal tersebut
mengakibatkan timbulnya persaingan yang semakin ketat. Tingginya persaingan tersebut
membuat perusahaan harus meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaannya agar mampu
bertahan pada pasar persaingan yang ada. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui efektivitas dan efisiensi yang ditinjau dari aktivitas utama dan aktivitas pendukung
pada Analisis Rantai Nilai. Setiap perusahaan pasti telah menyiapkan segala strategi untuk
persaingan yang tinggi. Strategi apapun yang dipilih, strategi Analisis Value Chain dapat
membantu perusahaan untuk terfokus pada rencana strategi yang dipilih dan berusaha untuk
meraih keunggulan kompetitif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI

1. KONSEP VALUE CHAIN


Konsep value chain merupakan konsep yang dikembangkan oleh Porter pada tahun 1985
yang memandang perusahaan sebagai suatu rangkaian atau jaringan aktivitas dasar yang
menambah nilai bagi produk atau jasanya dan menambah margin nilai baik bagi
perusahaan maupun bagi pelanggannya. analisis valuechain menggambarkan aktivitas di
dalam dan disekitar organisasi dan menghubungkannya pada kekuatan persaingan
perusahaan.
Porter mengelompokkan aktivitas perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu primary
activities dan supporting activities. Primary activities terdiri dari inbound logistics,
operations, outbound logistics, marketing and sales, and service. Setiap aktivitas ini saling
terhubung dengan supporting activities agar dapat meningkatkan efektivitas atau
efisiensinya. Terdapat empat area utama dalam supporting activities, yaitu: procurement,
technology development, human resource management, and infrastructure.
Porter (1980) berpendapat bahwa suatu perusahaan dapat mencapai keunggulan
kompetitifnya dengan mengembangkan salah satu dari dua strategi umum yaitu low cost
strategy dan differentiation strategy.
- Low-cost strategy
Cost leadership (lowcost) yaitu strategi perusahaan yang bertujuan untuk memilik
harga yang lebih rendah dari pesaing tanpa mengurangi keuntungan.
- differentiation strategy
Diferensiasi adalah strategi promosi yang mengupayakan atau mengarahkan
konsumen pada produk yang dibuat oleh suatu perusahaan. Segmentasi berfokus pada
perhitungan permintaan, penawaran yang dibuat untuk memenuhi permintaan.

Analisis value chain berfokus pada total value chain dari suatu produk, mulai dari desain
produk, sampai dengan pemanufakturan produk bahkan jasa setelah penjualan. Konsep-
konsep yang mendasari analisis tersebut adalah bahwa setiap perusahaan menempati
bagian tertentu atau beberapa bagian dari keseluruhan value chain. Penentuan dibagian
mana perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik,
berdasarkan pertimbangan terhadap keunggulan kompetitif yang ada pada setiap
perusahaan, yaitu dimana perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan
utama dengan biaya serendah mungkin. Analisis value chain merupakan alat analisis
stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan
kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau
penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan
pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Value
Chain mengidentifikasikan dan menghubungan berbagai aktivitas stratejik di perusahaan.
Sifat value chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan
manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Tujuan dari
analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain dimana
perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya.

2. DEFINISI ANALISIS VALUE CHAIN


Untuk mengetahui dengan jelas definisi Value Chain, maka berikut ini akan dikemukakan
definisi Value Chain yang diambil dari beberapa ahli. Pertama menurut Blocher, Chen,
dan Lin (2007:53), analisis value chain merupakan analisis strategi yang digunakan untuk
memahami secara lebih baik keunggulan kompetitif untuk mengidentifikasi dimana value
chain pelanggan dapat ditingkatkani atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara
lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok atau supplier, pelanggan, dan
perusahaan lain dalam industry. Menurut Blocher, Chen, dan Lin, ada dua jenis hubungan
yang harus dianalisis dan dipahami, yaitu:
- Internal Value Chain
Internal value chain merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi atau dilakukan
dalam bagian satu rantai perusahaan. Menurut Hansen daan Mowen (2006:13), Internal
Value Chain adalah rangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mendesain,
mengembangkan, memproduksi, memasarkan dan mengirimkan produk serta jasa
kepada pelanggan. Ada yang perlu ditekankan dalam rantau nilai internal perusahaan
adalah sistem akuntansi manajemen harus memahami berbagai informasi tentang jenis
aktivitas yang tersebar dalam rantai nilai perusahaan.
- Eksternal Value Chain
Eksternal Value Chain adalah hubungan rantai nilai dalam perusahaan yang dilakukan
oleh pelanggan dan pemasoknya. Dengan hubungan eksternal diharapkan dapat
mencapai hasil yang saling menguntungkan bagi pihak perusahaan, pemasok, dan
pelanggan. Hubungan eksternal value chain bermanfaat bagi perusahaan dimana
perusahaan harus memahami seluruh rangkaian aktivitas dan bukan hanya bagian dari
rantai nilai perusahaan. (Kandou, 2014, hal. 4-5)

B. PEMBAHASAN

1. VALUE CHAIN
Menurut Pears and Robinson (2009), Analisis rantai nilai berupaya memahami bagaimana
suatu bisnis menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari aktivitas-
aktivitas yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai tersebut. Istilah rantai nilai (value chain)
menggambarkan cara untuk memandang suatu perusahaan sebagai rantai aktivitas yang
mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan.
Aktivitas-aktivitasnya mencakup seluruh langkah yang dibutuhkan untuk menyediakan
produk atau jasa yang kompetitif bagi pelanggan. Untuk perusahaan manufaktur, hal ini
dimulai dari pengembangan produk dan pengujian produk baru, kemudian pada pembelian
bahan baku dan proses produksi, dan akhirnya penjualan dan pelayanan. Untuk perusahaan
jasa, aktivitas-aktivitasnya dimulai dari konsep jasa dan desainnya, tujuan, permintaan,
dan kemudian pada serangkaian aktivitas yang menyediakan jasa untuk menciptakan
pelanggan yang puas.

2. METODE ANALISIS VALUE CHAIN


Value Chain Analysis yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan, yaitu Porter’s
Value Chain Model yang diperkenalkan oleh Michael Porter pada tahun 1985. Berikut
adalah gambaran model dari Porter’s Value Chain :

- Primary Activities
Kegiatan utama berhubungan langsung dengan penciptaan fisik, penjualan, pemeliharaan dan
dukungan dari suatu produk atau jasa.
a) Inbound Logistic
Semua proses yang terkait dengan menerima, menyimpan, dan mendistribusikan input
internal.
b) Operations
Kegiatan transformasi yang mengubah input menjadi output yang akan dijual kepada
pelanggan.
c) Outbound Logistic
Kegiatan ini memberikan produk atau layanan kepada pelanggan.
d) Marketing & Sales
Proses yang digunakan untuk membujuk pelanggan untuk membeli produk yang dijual.
e) Service
Kegiatan yang berkaitan dengan mempertahankan nilai dari produk atau layanan kepada
pelanggan setelah membeli produk.

- Support Activities
Kegiatan ini mendukung fungsi utama. Dalam diagram, garis putus-putus menunjukkan bahwa
setiap dukungan, atau sekunder, aktivitas dapat berperan dalam setiap kegiatan utama.
Misalnya, pengadaan mendukung operasi dengan kegiatan tertentu, tetapi juga mendukung
pemasaran dan penjualan dengan kegiatan lain.
a) Procurement (Purchasing)
Kegiatan organisasi untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk beroperasi.
b) Human Resource Management
Seberapa baik sebuah perusahaan merekrut, melatih, memotivasi, memberi penghargaan,
dan mempertahankan para pekerjanya.
c) Technological Development
Kegiatan ini berhubungan dengan pengelolaan dan pengolahan informasi, serta
melindungi basis pengetahuan perusahaan.
d) Infrastructure
Sistem dukungan perusahaan, dan fungsi-fungsi yang memungkinkan untuk
mempertahankan operasi sehari-hari seperti akuntansi, hukum, administrasi, dan
manajemen.
Adapun langkah – langkah yang harus dilalui oleh perusahaan untuk mendapatkan Keuntungan
(Cost Advantages) :
a) Mengidentifikasi kegiatan utama dan dukungan perusahaan.
Semua kegiatan (menerima dan menyimpan bahan-bahan untuk pemasaran, penjualan dan
dukungan purna jual) yang dilakukan untuk menghasilkan barang atau jasa harus
diidentifikasi secara jelas dan terpisah satu sama lain. Ini membutuhkan pengetahuan yang
memadai tentang operasi perusahaan karena kegiatan rantai nilai tidak diatur dalam cara
yang sama seperti perusahaan itu sendiri.
b) Menetapkan kepentingan relatif dari setiap kegiatan dalam total biaya produk.
Total biaya produksi suatu produk atau jasa harus dipecah dan ditugaskan untuk setiap
kegiatan.
c) Mengidentifikasi biaya -biaya untuk setiap kegiatan.
d) Mengidentifikasi hubungan antara kegiatan.
Pengurangan biaya dalam satu kegiatan dapat menyebabkan pengurangan biaya lebih
lanjut dalam kegiatan berikutnya. Misalnya, lebih sedikit komponen dalam desain produk
dapat menyebabkan bagian yang rusak kurang dan biaya jasa lebih rendah.
e) Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.

Berikut langkah jika Value Chain Analysis yang dilakukan oleh perusahaan dengan
mengandalkan diferensiasi produk/jasa. Hal ini dikarenakan fitur yang lebih banyak dan
pelanggan lebih puas dengan produk/jasa yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka
sehingga tingkat peminat lebih tinggi.

a) Mengidentifikasi kegiatan penciptaan nilai pelanggan. Setelah mengidentifikasi semua


kegiatan, manajer harus fokus pada kegiatan-kegiatan yang paling berkontribusi untuk
menciptakan nilai pelanggan.
b) Mengevaluasi strategi diferensiasi untuk meningkatkan nilai pelanggan. Manajer dapat
menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan diferensiasi produk dan nilai
pelanggan:
- Menambahkan fitur produk yang lebih
- Fokus pada layanan pelanggan dan responsif
- Meningkatkan kustomisasi
- Menawarkan produk komplementer
c) Mengidentifikasi diferensiasi terbaik yang berkelanjutan. Biasanya, keunggulan
diferensiasi dan nilai pelanggan akan menjadi hasil dari banyak kegiatan yang saling
terkait dan strategi yang digunakan. Kombinasi terbaik dari mereka harus digunakan untuk
mengejar keuntungan diferensiasi yang berkelanjutan.

3. TAHAPAN DALAM ANALISIS VALUE CHAIN/ RANTAI NILAI


Setiap perusahaan mengembangkan sendiri satu atau lebih dari bagian-bagian dalam value
chain, berdasarkan analisis stratejik terhadap keunggulan kompetitifnya. Dalam jurnal
Widarsono (2009), menyatakan bahwa analisis value chain mempunyai tiga tahapan yaitu:
a) Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan mengidentifikasi aktivitas value chain yang harus dilakukan oleh perusahaan
dalam proses desain, pemanufakturan, dan pelayanan kepada pelanggan. Beberapa
perusahaan mungkin terlibat dalam aktivitas tunggal atau sebagian dari aktivitas total.
Contohnya, beberapa perusahaan mungkin hanya memproduksi, sementara perusahaan
lain mendistribusikan dan menjual produk.
b) Mengidentifikasi Cost driver pada setiap aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang mengubah jumlah biaya total, oleh karena itu tujuan
pada tahap ini adalah mengidentifikasikan aktivitas dimana perusahaan mempunyai
keunggulan biaya baik saat ini maupun keunggulan biaya potensial. Misalnya perusahaan
yang bergerak dibidang pelayanan komputer (computer service) untuk menangani tugas-
tugas pemrosesan data, sehingga dapat menurunkan biaya dan mempertahankan atau
meningkatkan keunggulan kompetitif.
c) Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah
nilai.
Pada tahap ini perusahaan menentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini
dengan mempelajari aktivitas nilai dan cost driver. Dalam melakukan hal tersebut,
perusahaan harus melakukan hal-hal berikut :
- Mengidentifikasi keunggulan kompetitif (Cost Leadership atau diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami secara lebih
baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang dimiliki oleh
perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih tepat dalam value
chain industri secara keseluruhan.
- Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas dimana perusahaan
dapat menambah nilai secara signifikan untuk pelanggan. Contohnya, merupakan hal
yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan pabrik
pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan terbesarnya
supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah.
- Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
Studi terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen perusahaan
menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif bagi
perusahaan. Beberapa perusahaan mungkin mengubah aktivitas nilainya dengan
tujuan mengurangi biaya. Contohnya, memindahkan pabrik pemrosesan menjadi lebih
dekat dengan bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya transportasi dan
mengurangi kerugian.

4. KATEGORI RANTAI NILAI


Dalam Gereffi, Gary dan John Humphries (2005), kategori rantai nilai terdiri dari:
a) Hierarchical/Vertical Value Chains (Supplier-Driven)
Pada kategori ini, rantai nilai dan tata kelolanya terikat dalam perusahaan transnasional
yang terintegrasi secara vertikal (misalnya, anak perusahaan dan afiliasi yang harus tunduk
pada perintah dari kantor pusat). Kategori ini merupakan jenis rantai nilai paling
tradisional dan paling mendekati bentuk penanaman modal asing yang mulai tersebar.
b) Captive/Directed Value Chains (Buyer-Driven)
Dalam hal ini, produsen hulu sangat bergantung pada pembeli hilir yang lebih besar dan
mapan (atau disebut dengan lead firms). Hal ini tidak hanya terkait dengan transaksi bisnis
atau pesanan, tetapi juga untuk mendapatkan bahan, desain, teknologi, dan lain-lain.
Seringkali produsen harus melakukan investasi yang spesifik untuk memenuhi suatu
transaksi, dengan tingkat fleksibilitas rendah. Dengan demikian, diperlukan biaya
peralihan yang tinggi untuk pindah ke bidang bisnis baru. Produsen hulu tersebut
seringkali perusahaan kecil yang kerap “terkurung” oleh kendali lead firm.
c) Relational Value Chains
Jenis rantai nilai ini mengacu pada suatu situasi dimana perusahaan produsen, berdasarkan
desain dan kapasitas produksi yang disyaratkan, dapat menegosiasikan hubungannya
dengan pembeli hilir secara lebih setara. Dengan arus informasi dua arah pada masalah
seperti kondisi pasar, teknologi/desain produk dan proses dsb. Maka hubungan intra rantai
nilai dalam kategori ini dicirikan dengan adanya saling ketergantungan dalam lingkup
tertentu. Peralihan dari rantai nilai pasti (captive) ke hubungan (relational) dalam literatur
lain (contoh: bidang ekonomi, teknologi dan perdagangan, literatur bisnis internasional)
disatukan dengan kemajuan dari penataan bergaya OEM (original equipment
manufacturing) menjadi lebih ODM (own design manufacturing).
d) Modular atau Balance Value Chains
Dalam situasi seperti ini, perusahaan produsen kurang begitu bergantung pada lead firm
karena penataan produksinya yang lebih fleksibel, sehingga memungkinkan penggunaan
peralatan, bahan, teknologi dan lain sebagainya yang lebih generik dan tidak terlalu
spesifik terhadap transaksi yang dilakukan. Ini mencakup penggunaan arsitektur produk
dan standar teknis modular yang mengurangi variasi komponen dan menyatukan
spesifikasi komponen, produk dan proses.
e) Market Driven Value Chains
Tipe ini mengacu pada suatu situasi yang mendekati struktur pasar yang benar-benar
kompetitif dalam literatur ekonomi mikro. Dalam kategori ini, terdapat berbagai pilihan
pasokan/permintaan dan switching cost ke mitra Rantai Nilai baru cukup rendah bagi
kedua belah pihak.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Analisis value chain merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara
lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan
dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan
perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Tujuan
dari analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain dimana
perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya,
Penurunan biaya atau peningkatan value dapat membuat perusahaan lebih kompetitif.
Analisis rantai nilai mempunyai dua langkah:
1. Mengidentifikasi Aktivitas Rantai Nilai.
2. Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Menurunkan Biaya atau Menambah
Nilai.

Adapun tahapan dalam analisis rantai nilai, yaitu:

1. Mengidentifikasi Aktivitas Value Chain


2. Mengidentifikasi Cost Driver Pada Setiap Aktivitas Nilai
3. Mengembangkan Keunggulan Kompetitif Dengan Mengurangi Biaya Atau Menambah
Nilai

Selain itu dari uraian mengenai Analisis Rantai nilai di atas dapat disimpulkan bahwa Value
chain merupakan suatu aktivitas yang dapat terjadi dalam suatu perusahaan atau beberapa
perusahaan yang sedang bekerja sama. Value chain juga merupakan alat analisis yang berguna
untuk memahami posisi perubahan dalam suatu rantai yang membentuk Nilai suatu produk.
Maka karena itu perusahaan harus mampu memahami posisinya dalam rantai nilai agar dapat
menentukan strategi kompetitifnya

B. SARAN
Dalam suatu perusahaan penerapan Value Chain tidaklah sama dengan perusahaan satu dengan
perusahaan yang lain. Oleh sebab itu perusahaan harus mampu mengidentifikasi perencanaan
awal yang disusun secara lebih detail untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
perusahaan, hal inilah yang akan menentukan keunggulan kompetitif dari perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Oktavima Wisdaningrum," Analisis Rantai Nilai (Value Chain) dalam lingkungan internal
perusahaan", Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi.
Afrian Damar Luhung B. P., 2017,”Analisis Rantai Nilai Pada PT Rolas Nusantara
Mandiri”, Universitas Brawijaya, Malang
Studocu, 2020 ,“Value Chain Analysis”, Universitas Jambi
Dicko Wijaya, 2017, “Value Chain Analysis”, School Of Information Systems, Binus
University
Devina A, Retno L, Rezri Y, Sucita R, Wahyu N, Wiga A, 2018, “VALUE CHAIN &
ANALYSIS ACCOUNTING”, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar
Kandou, C. S. (2014). Penerapan Analisis Value Chain Untuk Mencapai Keunggulan
Bersaing. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.3 No.3 , 1-16.
Marisa, J. (2017). Analisis Strategi Rantai Nilai (Value Chain) Untuk Keunggulan
Kompetitif Melalui Pendekatan Manajemen Biaya Pada Industri Pengolahan Ikan. Journal Of
Animal Science and Agronomy Panca Budi Vol.2 No.02 , 7-17.
Mirdah, A. (2011). Upaya Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis Dengan
Menbangun & Meraih Competive Adventage Melalui Value Chain Analysis &
Kemitraan. Jurnal Akuntansi , 1-18.
Wisdaningrum, O. (2013). Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan
Internal Perusahaan. Jurnal Analisa Akuntansi Vol.1 No.1 , 40-48.

Anda mungkin juga menyukai