Anda di halaman 1dari 30

Laporan Pendahuluan

A. Pengertian
Sindrom Guillain-Barre (GBS) adalah sindrom klinik yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti yang menyangkut saraf perifer dan
cranial (Brunner dan Suddart, 2002, hal : 2248).
Sindrom Guillain-Barre (GBS dilafalkan ghee-yan bahray) adalah
suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal dengan beberapa nama lain
yaitu polyneuritis idiopatik, paralisis asenden landry, dan polineuropati
inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asendens
secara primer dengan segala gangguan fungsi sensorik. GBS adalah gangguan
neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer, final common pathway
untuk gerakan motorik juga. (Sylvia A. Price, 2006, hal : 1151)

B. Etiologi
Penyebab yang pasti pada Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini belum
diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi virus.
Virus merubah sel dalam system syaraf sehingga sistem imun mengenali sel
tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan
magrofag akan menyerang myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit
B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu dari
selubung myelin yang menyebabkan kerusakan myelin (NINDS, 2000).
Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah virus yang
menyerang sistem pernapasan (influenza), Measles, Cytomegalovirus
(CMV), HIV dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri
yang paling sering oleh Campylobacter jejuni. Selain beberapa factor diatas
ada beberapa factor predisposisinya yaitu :
 Imunisasi
 Tindakan pembedahan
C. Manifestasi klinis
 Terdapat kelemahan progresif simetris akut, biasanya lebih berat
disebelah distal daripada sebelah proksimal dan lebih buruk di tungkai
daripada di lengan.
 Pasien sering mengeluh kesulitan bergerak, bangun dari kursi atau
naik tangga.
 Paralisis asenden mengenai saraf motorik sering daripada sensorik.
Sensorik hilang (terutama kedudukan dan sesuai sensasi getar)
bervariasi tetapi biasanya ringan.
 Pada beberapa pasien , gejala awal mencakup otot cranial atau
ekstremitas atas (misalnya kesemutan di tangan).
 Secara umum kelemahan mencapai maksimum dalam 14 hari.

D. Penatalaksanaan
 Plasmaferisis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi
antobiotik kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada
serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada
pasien dan demielinasi.
 Pemberian immunoglobulin IV
1. Pengertian
Imunoglobulin (Antibodi) adalah protein-protein pelindung yang
terbentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk dalam tubuh. Di
dalam tubuh imunoglobulin yang diproduksi terdiri dari berbagai
tipe antara lain : IgA, IgE, IgD, IgG, IgM.

(Buku Saku Patofisiologi, Hal148).

2. Tujuan terapi immunologi

O Ada imunoglobulin yang sengaja diproduksi untuk pengobatan.


Pada pasien dengan GBS penggunaan terapi imunoglobulin
sangat bermanfaat selain plasmafaresis.
O Terapi imunoglobulin bertujuan untuk menghambat terbentuknya
antibodi dari dalam tubuh yang merusak saraf dan meningkatkan
kekebalan tubuh. Immunoglobulin dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibodi tersebut, IVIg juga dapat mempercepat katabolisme
IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri
sehingga T cells patologis tidak terbentuk.

O Tujuan pemberian imunoglobulin adalah untuk menormalkan


kembali sistem pertahanan tubuh.

http://www.ilunifk83.com/t220p450-allergi-penyakit-autoimun-
penyakit-genetik-sel-punca-bayi-tabung-dll

3. Rute pemberian immunoglobulin

Imunoglobulin diberikan secara intravena. Sebelumnya


immunoglobulin diberikan secara intramuskular tapi sekarang
diberikan secara IV.

(Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2, Hal


1153)

4. Dosis Imunoglobulin

350-500 mg/kg BB yang diberikan sebulan sekali.

150-250 mg/kg BB yang diberikan setiap 2 minggu sekali.

(Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 hal 1711)

Dosis untuk bayi neonatus 500 mg/Kg BB

Bayi Prematus 750 mg/Kg BB. www.pediatricaugm.blogspot.com

Pemberian IVIG ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala


muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Khusus
pada pasien GBS. Waktu pemberiannya selama 1/2-1jam.

www.geocities.ws/.../Anak-RSAL-Guillain-Barre-syndrome
5. Efek samping

Efek samping dari pemberian imunoglobulin terjadi pada 5%


pasien.

O Efek samping yang muncul seperti nyeri kepala, menggigil, nyeri


sendi, pusing, mual, lelah, myalgia, nyeri punggung, peningkatan
tekanan darah pada pasien dengan resiko hipertensi.

O Reaksi dapat muncul setelah 30 menit pemberian imunoglobulin


intravena dan berkurang setelah infus dihentikan.

http://pediatricaugm.blogspot.com/2010/06/terapi-imunoglobulin-
intravena-2.html

6. Kontraindikasi

 Hipersensitivitas terhadap imunogobulin


 Defisiensi IgA
 Antibodi anti IgE / IgG.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a) Dosis imunoglobulin dihitung berdasarkan berat badan pasien.


b) Untuk terapi awal, sebaiknya digunakan konsentrasi yang lebih
rendah dan/atau laju infusi yang lebih lambat.
c) Diberikan pada jalur infus yang terpisah dari obat-obat lainnya.
Bila menggunakan jalur primer, bilas dengan salin sebelum
pemberian.
d) Pada pasien berisiko gagal ginjal dosis, laju dan/atau
konsentrasi infus dikurangi. Pengurangan laju infus atau
penghentian infus dapat membantu meringankan beberapa efek
samping (kemerahan pada wajah, perubahan kecepatan nadi,
perubahan tekanan darah).
e) Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan
PE atau IVIg

http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/376-
srum-imunoglobulin.html
8. Macam-macam sediaan obat immunoglobulin:

a) Octagam 10 % Sediaan 100 mg/ml

b) Octagam 10 g/200 ml

c) Octagam 5 g/100 ml

d) Octagam 2,5 g/50 ml

e) Gammaplex 5 g/100 ml

f) Octagam 5 % Sediaan 1 g/20 ml

g) GAMMAGARD LIQUID 10 % berisi 100 mg/mL protein.


98% dari protein adalah gammaglobulin, immunoglobulin A
(IgA) dan immunoglobulin M, Ig G.

9. Octagam(R)

Octagam 10% adalah solusi cairan (100 mg/ml) Globulin Imun


untuk pemberian intravena (IVIG)

Diindikasikan untuk penggunaan pada:

a) Imunodefisiensi humoral primer(PI);

b) Myeloma atau kanker darah limfa kronis dengan


hipogamaglobulinemia sekunder yang parah dan infeksi
berulang, pada anak dengan AIDS bawaan yang telah terinfeksi
bakteri berulang kali;

c) Purpura trombositopenik imun (ITP) pada anak-anak atau


orang dewasa yang berisiko tinggi mengalami pendarahan atau
sebelum operasi untuk memperbaiki jumlah trombosit;

d) Sindrom Guillain Barre

10. Penatalaksanaan

a) Persiapan alat dan bahan


 Obat immunoglobulin
 NaCl 0,9 % sediaan 25 ml
 Spuit 20 cc dan jarum 21 G
 Kapas alkohol
 Bengkok
 Infus set
 Sarung tangan
b) Persiapan pasien
Jelaskan pada pasien tujuan pemberian immunoglobulin.
c) Prosedur
 Cuci tangan
 Sabung infus set baru ke botol immunoglobulin,
masukan cairan ke slang untuk mengeluarkan udara,
lalu klem selang.
 Jika pasien sudah mendapatkan infus NaCl 0,9 % atau
RL maka tidak perlu dibilas. Klem infus set lama lalu
cabut dari IV cath yang ada pada pasien. Kemudian
sambungkan ujung selang infus set baru dari botol
immunoglobulin ke pasien. Buka klem dan atur
tetesannya. Waktu pemberian selama 1/2-1jam.
 Jika pasien mendapat infus yang tidak isotonis maka
perlu dibilas dengan NaCl 0,9 %. Caranya
 Dengan menggunakan spuit 20 cc tarik NaCl
dari sediaan 25 cc.
 Klem set infus lama. Desinfeksi tempat
suntikan pada infus set yang lama dengan kapas
alcohol.
 Masukan 20 cc NaCl 0,9 % dari spuit ke dalam
aliran.
 Setelah selesai dibilas cabut set infus lama dan gantikan
denga set infus yang sudah tersambung pada botol
immunoglobulin. Atur tetesan dalam waktu 1/2-1jam.
 Jika telah selesai siapkan lagi bilas lagi dengan NaCl
0,9 % (caranya sama seperti di atas). Pada pasien yang
sudah mendapat terapi NaCl atau RL maka tidak perlu
dibilas lagi cukup diganti infusnya.
 Setelah selesai bereskan alat
 Cuci tangan
 Dokumentasi (nama obat, jumlah tetesan, waktu
pemberian, nama dan tanda tangan perawat).
 GBS dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis sehingga Pasien
diatasi/dirawat di unit perawatan intensif. Amati fungsi respirasi secara
ketat, ukur kapasitas vital untuk mengetahui kekuatan otot paru.
 Karena gagal pernapasan merupakan problema utama pada sindroma
Guillain-Barre. Pasien yang mengalami masalah pernafasan
memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama.
Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika volume ekspirasi paksa
adalah < 12-15 mL/kg, kapasitas vital cepat menurun atau < 1000 mL
dan Pao2 < 70 mmHg, atau jika pasien sangat sukar mengeluarkan
dahak dan diaspirasi. Sekitar 10% sampai 20% pasien memerlukan
ventilasi. Jika melakukan intubasi endotrakeal, hindari obat-obatan
yang menimbulkan paralisis (misalnya suksinilkolin) karena
meningkatnya resiko hiperkalemia yang membahayakan hidup.
 Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan
kecepatan atau ritme jantung.
 Pemasangan NGT untuk mengatasi kekurangan nutrisi akibat kesulitan
mengunyah dan menelan.
 Distrimia jangan dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang
diobati dengan propanonol untuk mencegah takikardia dan hipertensi.
 Atropine dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia
selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik.

E. Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kelemahan atau paralisis pada otot-
otot pernafasan, kardiovaskuler dan kelumpuhanm otot yang menetap.
Komplikasi lain meliputi disritmia jantung, trombosis vena profunda dan emboli
paru. (Buku Saku Patofisiologi. Elizabeth J. Corwin. 2009: hal 266)
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1.1 Identitas
Umur : Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74
tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang
pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun.
Jenis kelamin : Semua orang baik wanita maupun laki-laki dapat
mengalaminya
1.2 Keluhan utama
Pasien mengeluhkan parastesia (kesemutan dan kebas) pada otot kaki, sesak
napas.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Gejala yang sering dirasakan pasien yaitu kesemutan dan kebas (parestesia),
kelemahan pada otot kaki yang berkembang ke ekstremitas atas, batang
tubuh dan otot wajah.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengalami infeksi pada saluran pernapasan, gastroinstentinal yang
lama, bedah saraf, penggunaan obat-obat seperti kortisteroid dan berbagai
jenis antibiotic.
1.4 Riwayat psikososial dan spiritual
Umumnya pasien cepat marah, merasa takut, cemas akan kemungkinan
paralisis yang permanen, sehingga pasien menjadi pendiam dan malas
berkomunikasi dengan orang disekitarnya. Terkadang pasien merasa Tuhan
tidak adil dengannya akibat penyakit yang diderita (hubungan spiritualnya
kurang baik)
1.5 Pola pemenuhan kebutuhan dasar
1.5.1 Nutrisi : Asupan nutrisi pada pasien yang kurang karena adanya
kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan.
1.5.2 Higyene perseorangan : Kebutuhan personal hyegiene pasien dibantu
oleh keluarga dan perawat
1.5.3 Eliminasi : Pasien sering mengalami konstipasi, adanya penurunan
haluaran urin (< 500 cc),retensi urine atau inkontinensia.
1.5.4 Aktivitas dan tidur : Pasien tidak mampu beraktivitas seperti biasa
kerena kelemahan pada kedua tungkai. Pasien menjadi gelisah dan
kurang tidur.
1.6 Pemeriksaan fisik
1.6.1 B1 (Breathing)
Pasien tidak dapat batuk efektif, pengeluaran sputum, ronkhi, dispneu,
adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan, apneu.
1.6.2 B2 (bleeding)
Wajah kemerahan, takikardi/ bradikardi, hipotensi/ hipertensi (tekanan
darahnya labil, naik turun).
1.6.3 B3 (Brain)
Pusing, letargi
Pengkajian fungsi motorik :
 Syaraf II : Penurunan pada kemampuan membuka dan
menutup mata, paralisis ocular.
 Syaraf V, VII, XII : Paralisis otot lidah, rahang.
 Syaraf IX, X, XI : Paralisis pada otot orofaring.
Fungsi sensoris : klien mengalami penurunan kemampuan menilai
sensorik nyeri, raba dan suhu
1.6.4 B4 (Bledder)
Adanya distensi kandung kemih.
1.6.5 B5 (Bowel)
Pasien sulit menelan atau mengunyah makanan, bising usus menurun,
pasien mengalami konstipasi.
1.6.6 B6 (Bone)
Adanya kelemahan pada otot, dan penurunan kekuatan otot
1.7 Pemeriksaan penunjang
1.7.1 Analisis pungsi lumbal menunjukkan peningkatan protein CSS dan
jumlah sel darah putih rendah.
1.7.2 Pemeriksaan EMG elektrofisiologis menunjukkan pelambatan
velositas konduksi saraf, menunjukkan demielinasi.
1.7.3 Pemeriksaan gas darah SaO2 menurun, PCO2 meningkat.
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
SINDROM GUILLAIN BARRE

OLEH:
KELOMPOK 6:

Geovani Febriano (200902037)


Harna Lumban Tobing (200902038)
I Gusti Agung Ayu Sri Puspa Wahyuni (200902041)
Maria Agustini Klara Deku (200902049)
Maria Sri Natalia M. Wea (200902057)
Marsiana Lisetia Dewi (200902062)
Peligia Yurince Indel (200902065)
Rosalia Reso (200902068)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN KATOLIK


ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA
2011
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3.


Jakarta: EGC

Carpernito, Lynda Juall. 2007. Buku saku Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta:
EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.


Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Saputra, Lyndon. Intisari ILmu Penyakit Dalam disertai Contoh Kasus Klinik.
Tanggerang : BINARUPA AKSARA Publisher
LAMPIRAN PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. (Ira)

a) Apa tujuan dari penatalaksanaan Plasmafaresis?

b) Bagaimana caranya?

c) Siapa yang melakukan tindakan tersebut?

Jawab :

a. Plasmapharesis merupakan prosedur penggantian plasma yang menyebabkan


reduksi antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada
serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien.
(Keperawatan Medikal Bedah vol. 3 edisi 8, hal: 2249). Plasmaparesis atau
plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang
beredar. Plasmapharesis dianjurkan untuk pasien yang mengalami kelemahan
sedang hingga berat (kemampuan berjalan dengan bantuan atau tidak mampu
berjalan sama sekali).

b. Cara pemberian

Secara Manual

Plasmapharesis dalam jumlah yang sedikit (misalnya sampai kira-kira 500


ml) dapat dilakukan secara manual. Darah vena dikeluarkan ke dalam kantung
yang berisi antikoagulan. Setelah kantung penuh atau sudah tercapai jumlah
yang diinginkan, aliran diputuskan dan penderita diberi larutan NaCl 0,9%
agar aliran pada vena tetap terbuka. Darah dalam kantung diputar centrifuge
(mesin pemisah), plasma dibuang dan komponen lain dikembalikan ke
penderita.
Dengan menggunakan cell separator

Prinsip kerja cell separator dapat berupa continuous flow


centrifugation (CFC) atau intermittent flow centrifugation (IFC).

Pada CFC proses pengambilan darah, pemisahan komponen dan


pengambilan komponen berjalan secara continue (digunakan larutan saline
dan albumin sebagai cairan pengganti plasma), sedangkan Pada IFC proses
tersebut berjalan secara bergantian. Saat ini sedang dikembangkan cell
separator yang menggunakan teknik membrane filtration. Dengan cara ini,
plasma mengalir melalui membran yang akan menyaring komponen spesifik
yang ada di dalam plasma.

Diberikan secara Intravena

Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala


(minggu pertama). Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB)
dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.

c. Yang memberikan adalah dokter dibantu perawat.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_TerapiPlasmaferesis.pdf/
12_TerapiPlasmaferesis.html

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/13/penyakit-gbs-guillain-
barre-syndrome-penatalaksanaan/
2. (Eci) Bagaimana cara pengkajian pada bayi yang terkena penyakit GBS? (Karena
pada indentitas dikatakan bahwa GBS dapat terkena pada semua usia)

Jawab :

• Pada bayi jarang dijumpai.

• Penyakit GBS yang muncul pada bayi baru lahir disebabkan karena
diturunkan dari ibu. Gejala infeksi GBS pada bayi antara lain demam, nafas
tersengal/sesak, detak jantung tak beraturan, lesu, kejang. Gejala ini dapat
terlihat dalam beberapa hari pertama setelah lahir. Namun, dalam kasus
tertentu, gejala infeksi dapat terlihat 1 minggu-3 bulan setelah lahir (late
onset).

• Biasanya pada bayi susah untuk dilakukan pengkajian jika kelemahan masih
terjadi pada ekstremitas bawah. Jika paralisis sudah semakin parah akan jelas
terlihat tidak ada gerakan aktif ekstremitas dari bayi. Namun secara umum
jika bayi yan terkena dapat dilakukan pemeriksaan reflek bayi. Jika kerusakan
menyerang ekstremitas dapat diperiksa reflek babinski. Normalnya pada bayi
refleks Babinski positif, tetap jika terkena GBS nilainya negatif yaitu tidak
ada dorso fleksi ibu jari juga tidak diikuti membukanya jari-jari lain. (Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1, hal 218)

• Jika terkena pada ekstremitas atas bayi tidak punya kemampuan lagi untuk
menggenggam. Jika kelemahan terkena pada wajah bayi tidak bisa menutup
matanya, bayi tidak dapat menangis, atau menyusui.

• Jika sudah parah sampai menyerang otot pernapasan maka bisa timbul apneu,
retrakasi dada juga tidak ada.

3. (Vika)

a) Pada pemeriksaan fisik B2 dituliskan takikardi/bradikardi dan


hipotensi/hipertensi. Mengapa?
b) Pada pemeriksaan fisik B4 dituliskan retensi dan inkontinensia. Mengapa?

c) Pada intervensi DP 2 ada tindakan pemberian posisi semi fowler. Apakan


dengan kondisi pasien yang mengalami kelemahan tindakan ini efektif bagi
pasien?

Jawab

a. Pada pasien GBS yang sudah mengalami gangguan pada saraf simpatis dan
parasimpatis maka kontrol tekanan darah dan persarafan pada pembuluh darah
arteri dan vena terganggu. Akibatnya bisa terjadi takikadi/bradikardi, tekanan
darah menjadi tidak stabil. Kadang-kadang hipotensi atau hipertensi. (Buku Saku
Patofisiologi hal 227)

b. Pada GBS dapat terjadi inkontinensia atau retensi urine. Cuma bedanya
inkontinensia terjadi karena gangguan pada fleksus lumbalis sehingga
menyebabkan penurunan control spinter eksterna dan retensi urine terjadi karena
paralisis otot detrusor dan ketidakadekuatan otot detrusor bekerja.

c. Semi fowler dilakukan efektif supaya pasien terbantu untuk bernafas dan pasien
tidak sesak. Jika dihubungkan dengan kelemahan otot, pada awalnya kelemahan
terjadi pada kelemahan otot kaki lalu menyebar ke otot wajah dan otot-otot
pernapasan. Kerusakan otot-otot pernapasan ini tidak terjadi secara menyeluruh
namun bertahap. Posisi diberikan jika pasien masih mampu bernapas dan dikontol
kapasitas vitalnya. Jika kerusakannya menyeluruh dan kapasitas vitalnya menurun
< 15 ml/kg BB maka pasien perlu diberikan ventilator.

4. (Itha) Penatalaksanaan injeksi imunoglobulin bertujuan untuk apa?

Jawaban: sekalian pada penjelasan penatalaksanaan imunoglobulin.

5. (Christin)

a) Bagaimana jalannya terjadi penyakit GBS karena faktor predisposisi


Imunisasi dan pembedahan? (Karena pada WOC ada faktor predisposisi)
b) Pada riwayat penyakit dahulu ada data tentang penggunaan obat
kortikosteroid. Apa hubungannya dengan penyakit GBS?

Jawab :

a. Karena pada imunisasi yang diberikan adalah bakteri yang dilemahkan atau
fraksinya dan dianggap sebagai antigen oleh sistem imun tubuh. Jika
diberikan saat tubuh sedang sakit atau sistem imunnya sedang turun maka
vaksin ini bisa menyerang tubuh sampai di saraf. Pada pembedahan ada
kemungkinan masuknya bakteri atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh dan
menyebabkan kerusakan pada saraf.

b. Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah:

• Penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang.

• Berkurangnya aktifitas makrofag baik yang beredar dalam darah


(monosit) maupun dalam jaringan (sel Kupffer). Pengaruh tersebut
diperkirakan akibat penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang
dilepaskan oleh sel-T sensitif pada makrofag, karena tempat kerja
kortikosteroid diperkirakan pada membran makrofag.

• Penghambatan akumulasi netrofil di tempat radang adalah akibat


kerja kortikosteroid mengurangi daya lekat netrofil pada dinding
endotel pembuluh darah.

Dengan kata lain pemakaian obat kortikosteroid dalam waktu lama dan
banyak dapat menyebabkan penurunan sistem imun. Penanganan yang
disarankan untuk saat ini pada penderita yang mendapatkan efek samping
kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunan konsumsi dosis
kortikosteroid secara perlahan-lahan (tapering off).

http://doctorology.net
6. (Tredi) Mengapa pada manifestasi klinisnya kelemahan lebih berat pada daerah
distal daripada proksimal?

Jawab :

Pada dasarnya GBS menyerang saraf bagian perifer dahulu, jadi kelemahan lebih
dahulu terjadi di bagian distal. Jika kerusakan sudah parah pada distal maka akan
menyebar ke proksimal.

7. (Indra) Sebenarnya nilai SaO2 normal adalah 95%-100% mengapa kelompok


menuliskan 90%-100%?

Normalnya SaO2 95-100% sudah diperbaiki.

8. (Trisna) Apa maksud dari kapasitas vital paksa dan inspirasi paksa negatif? (Pada
penatalaksanaan)

Jawab :

Kapasitas vital yang diukur dari pasien yang berusaha bernapas sampai
semampunya pasien. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kerja otot
pernapasan.

Kapasitas Vital (VC)/Vital Capacity (4800 ml) adalah jumlah udara maksimal
yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal.

Kapasitas Inspirasi (IC) = 3600 ml adalah jumlah udara maksimal yang dapat
diinspirasi sesudah ekspirasi normal.

9. (Win)

a) Apa maksudnya kelemahan mencapai maksimum dalam 14 hari?

b) Apa maksudnya kelemahan progresif simetris akut? (Pada manifestasi klinis)

Jawab :
a. Kelemahan yang dimulai secara bertahap sejak timbulnya gejala awal sampai
gejala menetap dalam waktu 14 hari, tapi ini tidak pasti pada setiap orang.

b. Kelemahan yang berkembang secara cepat bertahap mulai dari ekstermitas


bawah sampai saraf merusak saraf kranial dan kelemahannya bersifat simetris.
Pada ekstremitas sinistra dan dekstra.

10. (Danang) Apa bedanya paralisis pada pasien GBS dan stroke?

Jawab :

Pada pasien GBS paralisisnya bersifat simetris sedangkan pada pasien stroke
paralisisnya asimetris.

Gambar pasien stroke

11. (Cho’i) Bagaimana jalannya penyakit, prognosis dan pengobatan penyakit GBS?

Jawab :

Perjalan penyakit GBS terdiri dari 3 fase :

• Fase progresif, dimulai dari timbulnya gejala penyakit, dimana selama fase
ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini
berlangsung sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu
• Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap.
Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang
yang melebihi 7 minggu .

• Fase rekonvalesen/penyembuhan ditandai oleh timbulnya perbaikan


kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Fase
penyembuhan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6
bulan.

Prognosanya

Sebenarnya penderita dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu


sekitar enam bulan. Dengan catatan, tidak terjadi infeksi pada tubuh penderita.

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada


sebagian kecil penderita prognosisnya bisa buruk karena faktor usia dan waktu
waktu perburukan penyakitnya sangat cepat. Penderita yang prognosisnya buruk
dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Bagi mereka yang berhasil sembuh,
SGB tetap menyisakan kelemahan fungsi tubuh, jika sel saraf rusak tidak bisa
melakukan degenerasi atau kembali normal dengan sendirinya. Yang
menyebabkan kematian biasanya karena terjadi gagal napas.

Penderita yang pulih dari GBS harus menjalani terapi dan latihan secara
teratur untuk dapat menggerakkan kembali anggota tubuhnya, seperti berjalan,
makan, berbicara, atau menulis. Setelah satu tahun atau lebih, 85 % penderita bisa
kembali normal. Penyakit GBS tidak dapat dicegah. Jika dapat terdeteksi sedini
mungkin dan mendapat penanganan lebih cepat, kemungkinan sembuhnya bisa
lebih besar.

Pengobatannya :

Secara umum

1. Plasmafaresis dini

2. Pemberian injeksi imunoglobulin

3. Jika terjadi komplikasi gagal napas lakukan pemasangan Ventilator

(Patofisiologi karangan Sylvia A. Price hal 1151)


http://www.ilunifk83.com/t220p450-allergi-penyakit-autoimun-penyakit-genetik-
sel-punca-bayi-tabung-dll

Penulis Gita Hafas

Subjek : Alergi, Penyakit Autoimun, Penyakit Genetik, Sel Punca, Bayi Tabung,

Diposkan  03 Agustus 2011 jam 06:55

12. (Nova) mengapa kelemahan pada saraf V, VII, dan XII bisa menyebabkan
paralisis pada otot lidah dan rahang? (Pada WOC)

Jawab :

Secara anatomis serabut otot dipersarafi oleh neuron. Kontraksi pada otot
dipengaruhi oleh respon terhadap stimulus saraf. Jika terjadi kerusakan kerja saraf
khususnya pada akson yang berhubungan lqngsung dengan serabut otot, maka
kerja otot juga ikut rusak. Hal ini yang menyebabkan paralisis pada otot.

(Buku Saku Patofisiologi hal. 318)

13. (Indra) Bagaimana mekanisme dari virus CMV bisa sebabkan GBS?

Jawab :

Cara Virus CMV ( Cytomegalovirus) masuk ke tubuh:

• Melalui transfusi darah

• Orang dengan penyakit HIV, mudah tertular CMV.

Jika virus masuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi antigen-antibodi.
Sehingga sistem kekebalan tubuh menurun. Virus CMV merubah sel dalam
system syaraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel asing.
Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan magrofag akan menyerang
myelin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan
antibody yang menyerang bagian tertentu dari selubung myelin yang
menyebabkan kerusakan myelin. (NINDS, 2000).

http://spesialis-torch.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=16

14. (Ade Rini) apa hubungannya obat antibiotik dengan penyakit GBS? (Pada
riwayat penyakit dahulu)
Jawab :

Jika antibiotik diberikan pada dosis yang besar dan sering dapat menyebkan
imunosupresan (menekan system imun).

Contoh Antibiotik:

• Kloramfenikol (chloromycetin)

• Daktinomisin (cosmogen)

• Gentamisin sulfat (garamycin)

• Penisilin

• Streptomisin

• Vankomisin

Contoh Kortikosteroid:

• Prednison

(Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, hal 1700)

15. (Vani) apa tujuan intervensi timbang BB setiap hari?

Jawab :

Perubahan berat badan baik penurunan atau peningkatan dapat menjadi tanda
bahwa pasien mengalami kekurangan atau kecukupan asupan nutrisi.

16. (Eusta)Apa artinya Demielinasi? (Pada WOC)

Jawab :

Dimielinasi menunjukkan kerusakan myelin, adanya material lunak dan protein di


sekitar serabut-serabut saraf otak dan medulla spinalis yang menghasilkan
gangguan tranmisi impuls saraf.

(Keperawatan Medikal Bedah vol.3 hal: 2182).

17. (Novi) Mengapa diberikan diet tinggi kalori pada pasien dengan GBS?

Jawab :
Sebenarnya bukan hanya diet tinggi kalori tetapi juga diet tinggi protein. Hal ini
disebabkan karena protein dan kalori berfungsi dalam sintesis DNA. Jika terjadi
defisiensi protein dan kalori maka akan berpengaruh pada sistem imunnya.

(Keperawatan Medikal Bedah VOL 3, hal 1699)

18. (Hana) mengapa dari paralisis otot pernapasan langsung didapat DP gangguan
pertukaran gas? (Pada WOC)

Jawaban di WOC

19. (Indra) apa artinya inkontinensia reflek? (Pada WOC B4)

Jawab :

Inkontinensia Overflow/ Refleks/ paradoxa merupakan keluarnya urine secara


involunter terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah diperkirakan. Jumlah
urine dapat banyak atau sedikit.

Inkontinensia refleks merupakan keadaan ketika individu mengalami


pengeluaran urin involunter yang dapat diprediksi tanpa tanpa sensasi
dorongan berkemih atau kandung kemih penuh. (Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Lynda Juall Carpenito hal 511)

Penyebab inkontinensia refleks

• Terhambatnya berkemih akibat efek anastesi atau obat- obatan,

• Disfungsi medulla spinalis ( baik gangguan pada kesadaran serebral atau


kerusakan arkus reflex)

Tandanya

• Tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi,

• Kurangnya urgensi / dorongan untuk berkemih,

• Kontraksi spasme kandung kemih tidak dapat dicegah

20. (Cho’i) Bagaimana caranya dari penurunan curah jantung ke otak dan jantung
bisa menimbulkan masalah Penurunan perfusi perifer? (Pada WOC B2)

Jawaban di WOC

21. (Ira) Mengapa diberikan makanan lunak dan cair?


Jawab :

Pemberian makanan lunak dan cair ini diberikan lewat NGT jika pasien benar
tidak bisa mengunyah dan menelan. Tetapi jika pasien sudah mengalami
perbaikkan pada otot-otot mengunyah dan menelan dapat diberikan makanan
lunak dan cair secara bertahap secara oral.

(Buku Saku Diagnosa Keperawatan Lynda Juall, hal 308 )

22. (Christin) Mengapa pada intervensi dari DP inkontinensia harus dorong pasien
untuk berkemih tiap 3 jam?

Jawab :

Intervensi dorong pasien untuk berkemih tiap 3 jam ini dimaksudkan agar pasien
mampu melatih spingter eksternalnya . Pada pasien dengan inkontenensia refleks
tidak mempunyai kemampuan untuk mengkontraksikan spingter eksternalnya
sehingga pasien selalu kencing tanpa bisa menahanyan bila vesika urinarianya
sudah penuh.

(Buku Saku Patofisiologi hal: 703)

23. (Eusta) Apa referensi yang dipakai oleh kelompok sehingga pada pengkajian
umur lebih sering terkena pada usia lanjut. Jika diperhatikan sekarang penyakit
ini sering menyerang anak-anak?

Jawab

Kelompok mengambil dari handout Dr herry. Disitu tertulis insiden: 1-2/100.000


sampai 8,6/100.000 populasi lanjut usia. Dapat menyerang semua usia walaupun
sering pada usia lanjut. Selain itu pada orang usia tua cenderung mengalami
penurunan sistem imun sehingga lebih mudah terkena GBS. Tetapi bukan berarti
penyakit GBS ini tidak menyerang anak-anak

(Keperawatan Medikal Bedah, hal 1698)

24. (Cho’i) Pada grade berapa pasien GBS bisa mengalami sesak napas?

Jawab:

Pada pasien GBS tidak ada grade khusus kapan pasien mengalami sesak napas.
Namun pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua
ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Pasien yang mengalami sesak napas jika
kelumpuhan sudah mencapai otot-otot pernapasan. Kadang-kadang juga bisa
keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan
dan saraf kranialis.

(Buku Saku Patofisiologi, hal 266).

25. (Hilni) Pada pengkajian psikososial , datanya merupakan masalah mengapa


kelompok tidak membuat intervensi untuk masalah tersebut?

Jawaban dimasukkan pada intervensi. Masalah yang diambil adalah ansietas.

26. (Helen) Seperti apa kelemahan pada otot wajah yang dialami pasien GBS berikan
contohnya?

Jawab :

Kelemahan yang terjadi pada otot wajah seperti pasien tidak bisa tertawa,
menangis, berbicara (secara simetris) dan tidak dapat mengekspresikan emosi

(Keperawatan Medikal Bedah, hal 2250).

27. (Dewi) Pada orang yang menderita rematik sering mengalami kesemutan. Apa
bedanya dengan pasien GBS?

Jawab :

Sebenarnya pada penyakit rematik tidak ada gejala kesemutan. Manifestasi


klinisnya berupa nyeri, pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan,
kelemahan, dan perasaan mudah lelah. Sedangkan pada GBS gejalanya ada
kesemutan (kebas) serta paralisis. Jadi GBS berbeda dengan rematik.

Keperawatan Medikal Bedah Volume 3, hal 1784.

28. (Tredi) Seperti apakah perubahan saraf yang terjadi pada pasien GBS? (Pada
WOC)

Jawab :

Perubahan saraf yang terjadi adalah perubahan DNA pada sel sarafnya, karena
virus dan bakteri yang menginvasi ke sel sarafnya. Karena ada perubahan DNA
ini menyebabkan limfosit T dan makrofag mengenali sel saraf tersebut sebagai
sel asing dalam tubuh sehingga terjadi proses perusakkan selubung myelin yang
melindungi akson. Kerusakkan yang bertambah besar menyebabkan kerusakan
pada saraf. (buku saku patofisiologi, hal : 266)
29. (Vina)Apa maksudnya amati fungsi respirasi secara ketat sering awalnya setiap 4
jam? (Pada penatalaksanaan)

Jawab :

Maksud dari penatalaksaan kami pada pasien yang mengalami GBS jika
sudah mengganggu proses respirasinya, maka harus dipantau secara intensif pada
4 jam pertama setelah pasien masuk ICU. Yang dipantau adalah proses inspirasi
dan ekspirasinya yang berhubungan dengan kekuatan otot pernapasan, kapasitas
volume tidalnya (kemungkinan adanya gagal napas).

30. Saran dari Dewi tentang DP 4 dimana kelompok membuat DP dengan sign dan
simptom tidak mengarah ke problem.

Sudah diubah DP-nya.

Anda mungkin juga menyukai