Anda di halaman 1dari 52

BAGIAN IKM/IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN SKRIPSI


UNHAS MEI 2013

KARAKTERISTIK PENDERITA DERMATITIS PADA MASYARAKAT DI


PUSKESMAS TAMANGAPA, KECAMATAN MANGGALA, KOTA
MAKASSAR PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2012

OLEH :
Nooryasni Muchlis
C 111 07 026

SUPERVISOR :
Dr. dr. Sri Ramadany, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
DAFTAR  TABEL  

Tabel   Halaman  

Tabel  2.1  Distribusi  penduduk  di  wilayah  kerja  Puskesmas  Tamangapa   5  

Tabel  2.2  Sarana  Ketenagaan  di  Puskesmas  Tamangapa   6  

Tabel  4.1  Distribusi  dermatitis  menurut  umur  pada  penderita  di  Puskesmas              

                               Tamangapa   28  

Tabel  4.2  Distribusi  dermatitis  menurut  jenis  kelamin  pada  penderita  di  Puskesmas    

                               Tamangapa   29  

Tabel  4.3  Distribusi  dermatitis  menurut  pekerjaan  pada  penderita  di  Puskesmas    

                               Tamangapa   30  

Tabel  4.4  Distribusi  dermatitis  menurut  tempat  tinggal  pada  penderita  di  Puskesmas    

                               Tamangapa   31  
DAFTAR  GAMBAR  

Gambar   Halaman  

Gambar 2.1 Lokasi TPA Tamangapa 9

Gambar 2.2 Lokasi TPA Tamangapa dengan Puskesmas Tamangapa 9

Gambar 4.1 Grafik distribusi dermatitis menurut umur pada penderita di Puskesmas

Tamangapa 28

Gambar 4.2 Grafik distribusi dermatitis menurut jenis kelamin pada penderita di Puskesmas

Tamangapa 29

Gambar 4.3 Grafik distribusi dermatitis menurut pekerjaan pada penderita di Puskesmas

Tamangapa 30

Gambar 4.4 Grafik distribusi dermatitis menurut tempat tinggal pada penderita di Puskesmas

Tamangapa 31
DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kecamatan Manggala

2. Master Tabel Deskriptif Frekuentatif Distribusi Penyakit Dermatitis

berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan, dan Tempat tinggal pada

Masyarakat di Puskesmas Tamangapa

3. Surat Izin Penelitian dari Bagian IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar

4. Surat Izin Penelitian dari Gubernur Sulawesi Selatan

5. Surat Izin Meneliti dari Walikota Makassar

6. Surat Izin Meneliti dari Dinas Kesehatan Kota Makassar

7. Surat Keterangan Selesai Meneliti dari Puskesmas Tamangapa

8. Surat Penugasan Penguji

9. Riwayat Penulis

 
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Skripsi, Mei 2013

ABSTRAK

Nooryasni Muchlis (C111 07 026)

Karakteristik Penderita Dermatitis pada Masyarakat di Puskesmas Tamangapa,


Kecamatan Manggala, Kota Makassar Periode 1 Januari – 31 Desember 2012
+35 Halaman + 6 Tabel + 4 Grafik

Abstrak : Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen yang menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Penyebab dermatitis sendiri dapat berasal
dari luar (eksogen) seperti bahan kimia berupa: detergen, oli, semen; fisik berupa sinar dan
suhu; dan mikroorganisme berupa jamur dan bakteri. Selain itu ada pula penyebab yang timbul
dari dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik. Sedang sebagian lainnya tidak diketahui
etiologinya yang pasti.
Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran jenis penyakit kulit (dermatitis) pada penderita di Puskesmas
Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. Pada penelitian ini variabel yang diteliti
adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan jtempat tinggal. Sampel yang diambil adalah
semua penderita yang didiagnosa dermatitis selama periode Januari – Desember 2012 dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Metode pengambilan sampel adalah dengan dengan pengumpulan
data sekunder yang diperoleh dari rekam medis Puskesmas Tamangapa. Pengolahan data
dilakukan dengan program komputer SPSS 16.0 dan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil
statistik deskriptif yang diharapkan. Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik.
Hasil penelitian : Dari penelitian dengan total sampel 274 orang didapatkan penyakit
dermatitis yang paling banyak diderita oleh pasien berdasarkan umur adalah kelompok usia 1-
10 tahun sebanyak 100 orang (36.5%). Pasien yang menderita dermatitis berdasarkan jenis
kelamin paling banyak diderita oleh perempuan sebanyak 177 orang (64.6%) sedangkan laki-
laki yang menderita dermatitis sebanyak 97 orang (35.4%). Penderita dermatitis berdasarkan
pekerjaan didapatkan paling banyak pada kelompok belum bekerja sebesar 116 orang
(42.3%). Kemudian penderita dermatitis berdasarkan tempat tinggal paling banyak berada di
Kelurahan Tamangapa sebesar 164 orang (59.9%).
Saran : Bagi pemerintah, agar melakukan pengendalian pemukiman yang berada di
sekitar TPA untuk tetap berada dalam batas jarak aman/sehat yang telah ditetapkan dan bagi
petugas medis di puskesmas agar tetap memberi informasi dan dorongan bagi masyarakat
yang tinggal disekitar TPA untuk tetap menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan
dengan menerapkan Prinsip Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

 
DAFTAR ISI

SAMPUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR DIAGRAM xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB. I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang 1


I.2 Rumusan Masalah 2
I.3 Tujuan Penelitian 3

1.3.1 Tujuan Umum 3

1.3.2 Tujuan Khusus 3

I.4 Manfaat Penelitian 3

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II.1 Gambaran Umum Puskesmas Tamangapa 5

II.2 Gambaran Umum TPA Tamangapa Makassar 9


BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Dermatitis Kontak 7

III.1.1 Dermatitis Kontak Iritan 7


III.1.1.1 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan 13
III.1.1.2 Manifestasi Klinis Dermatitis Kontak Iritan 14
III.1.1.3 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan 15
III.1.1.4 Pencegahan Dermatitis Kontak Iritan 15
III.1.1.5 Pengobatan Dermatitis Kontak Iritan 16
III.1.1.6 Prognosis Dermatitis Kontak Iritan 16
III.1.2 Dermatitis Kontak Alergi 17
III.1.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi 17
III.1.4 Manifestasi Klinis Dermatitis Kontak Alergi 18
III.1.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi 18
III.1.6 Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi 18

III.2 Dermatitis Atopik 19


III.2.1 Patogenesis Dermatitis Atopik 19
III.2.2 Manifestasi Klinis Dermatitis Atopik 19
III.2.3 Diagnosis Dermatitis Atopik 20
III.2.4 Penatalaksanaan Dermatitis Atopik 20

BAB IV. KERANGKA KONSEP

IV.1 Dasar Pemikiran Variabel 22


IV.2 Kerangka Konsep 22
IV.3 Defenisi Operasional 23
IV.4 Kriteria Objektif Penelitian 24

BAB V. METODE PENELITIAN

V.1 Desain penelitian 25


V.2 Waktu dan lokasi penelitian 25
V.3 Populasi dan sampel penelitian 25
V.4 Jenis data dan instrument penelitian 26
V.5 Manajemen penelitian 26
V.6 Etika Penelitian 27

BAB VI. HASIL PENELITIAN 28

BAB VII. PEMBAHASAN 32

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


VIII.1 Kesimpulan 35
VIII.2 Saran 35

 
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar
dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya
dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. 1

Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah pembuangan dan
pengelolaan sampah. Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia
yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Terlebih dengan terus
meningkatnya volume kegiatan penduduk perkotaan, lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah juga makin terbatas. Kondisi ini makin memburuk manakala pengelolaan sampah di
masing-masing daerah masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan serta tidak
terkoordinasi dengan baik. 2

Pada beberapa penelitian TPA, keberadaan TPA memberikan kontribusi dan menjadi
sumber kontaminasi akibat inkubasi dan proliferasi lalat, nyamuk, dan hewan pengerat, yang
pada gilirannya menjadi penyakit menular yang mampu mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Kondisi ini menghasilkan penyakit pada pencernaan, pernapasan, penyakit kulit, dan beberapa
penyakit infeksi lainnya. Konsekuensinya, TPA ini memiliki dampak ekonomi dan sosial yang
tinggi dalam pelayanan kesehatan masyarakat, dan hal ini belum diperkirakan oleh pemerintah
dan masyarakat. 3,4,5

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Tamangapa dekat dengan pemukiman


penduduk serta masih dibuang dengan cara terbuka (open dumping). Dari observasi
pendahuluan di pemukiman penduduk di sekitar lokasi TPA terlihat masih banyak lalat,
hampir tidak ada jarak antara pemukiman penduduk dan TPA. Sementara, menurut kajian
kesehatan lingkungan, ditetapkan adanya zona penyangga dimana jarak tapak terluar TPA dari
pemukiman terdekat adalah 500 meter yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah dan
mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat yang
melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA. 2,6
Khususnya dalam pengelolaan sampah yang ada di Makassar, kini seluruhnya
dilakukan di TPA Tamangapa, yang berlokasi di kecamatan Manggala. Dengan jumlah
penduduk lokal mencapai sekitar 1,3 juta jiwa, kota Makassar menghasilkan sekitar 3.800 m3
sampah perkotaan setiap harinya. Pengelolaan sampah perkotaan yang tidak memadai akan
menyebabkan terjadinya masalah di masyarakat yang berdampak pada timbulnya penyakit
kulit dan penyakit menular.2,6

Salah satu penyakit tersering yang diderita masyarakat sekitar TPA yang memerlukan
perhatian serius adalah penyakit kulit (dermatitis), salah satunya dermatitis kontak. Dermatitis
kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi karena kulit telah terpapar oleh bahan yang
mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak akan menyebabkan ruam
yang besar, gatal, dan rasa terbakar dan hal ini akan bertahan sampai berminggu-minggu.
Selain mendapatkan pengobatan, gejala dermatitis ini akan menghilang bila kulit sudah tidak
terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit tersebut.7

Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan masyarakat di sekitar TPA ini
sangatlah penting, terutama masalah dermatitis ini menjadi masalah yang memerlukan tindak
lanjut mengingat dampaknya terhadap aspek kesehatan dan aspek ekonomi masyarakat.
Mengingat lokasi Puskesmas Tamangapa yang berjarak ± 700m dari Tempat Pembuangan
Akhir dan telah tercatat dermatitis merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak yang didapatkan di
masyarakat pada wilayah kerja Puskesmas Tamangapa. Oleh karena itu, saya berminat untuk
mencari karakteristik penderita dermatitis berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan
tempat tinggal pada masyarakat di Puskesmas Tamangapa periode 1 Januari – 31 Desember
2012.7

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka


dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas Tamangapa


berdasarkan usia?
2. Bagaimana karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas Tamangapa
berdasarkan jenis kelamin?
3. Bagaimana karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas Tamangapa
berdasarkan pekerjaan?
4. Bagaimana karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas Tamangapa
berdasarkan jarak tempat tinggal dan lokasi TPA?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit kulit pada masyarakat di
Puskesmas Tamangapa Periode 1 Januari – 31 Desember 2012.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas
Tamangapa berdasarkan usia
b. Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas
Tamangapa berdasarkan jenis kelamin
c. Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas
Tamangapa berdasarkan pekerjaan
d. Untuk mengetahui karakteristik penderita penyakit kulit di Puskesmas
Tamangapa berdasarkan jarak tempat tinggal dan lokasi TPA

I.4 Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap


pemerintah dalam menetapkan kebijakan kesehatan khususnya tentang
penyakit dermatitis akibat lingkungan TPA
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi dinas
kesehatan untuk mengevaluasi program kesehatan masyarakat di Makassar,
khususnya wilayah-wilayah pemukiman yang dekat dengan TPA sampah
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian
yang lebih besar untuk mengevaluasi program kerja kesehatan masyarakat
di Indonesia, khususnya di Makassar
d. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam
memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri
melalui penelitian
BAB II

GAMBARAN UMUM

LOKASI PENELITIAN

II.1 Gambaran Umum Puskesmas Tamangapa

II.1.1 Keadaan Geografis

Puskesmas Tamangapa berada dalam wilayah Kecamatan Manggala, dengan wilayah


kerja meliputi dua kelurahan, yaitu Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan Bangkala.
Kelurahan Tamangapa terdiri dari 10 RW dan 30 RT, dengan luas wilayah 882 ha.

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah :

-­‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Antang


-­‐ Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa
-­‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa
-­‐ Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Panakkukang

II.1.2 Keadaan Demografis

Berdasarkan survey tahun 2010, jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamangapa adalah 28.444 jiwa, terdiri dari 9889 jiwa di Kelurahan Tamangapa dan 18.555
orang di Kelurahan Bangkala. Secara rinci dalam table berikut :
Tabel 2.1 Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa

Kelurahan Pria (jiwa) Wanita (jiwa) Jumlah (jiwa)

Tamangapa 5.000 4.889 9.889

Bangkala 9.200 9.355 18.555

Total 14.200 14.244 28.444

II.1.3 Tingkat pendidikan dan mata pencaharian

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa bervariasi


mulai dari Perguruan Tinggi, SLTA, SLTP, tamat SD, tidak tamat SD, hingga tidak sekolah.
Adapun mata pencaharian penduduk sebagian besar berturut-turut adalah pegawai negeri sipil
(PNS), pegawai swasta, wiraswasta, TNI, petani, dan buruh.

II.1.4 Sarana perhubungan

Semua wilayah kerja dapat dijangkau dengan kendaraan mobil dan sepeda motor,
kecuali daerah Romang Tangaya yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

II.1.5 Sosial Budaya

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa terdiri dari berbagai suku, antara
lain : Makassar, Bugis, Jawa, Manado, dll. Sedangkan agama yang dianut, mayoritas
beragama Islam. Yang lain adalah Kristen, Hindu, dan Buddha.

II.1.6 Sosial Ekonomi

Mata pencaharian/pekerjaan antara lain : petani, buruh harian, PNS, wiraswasta,


ABRI, dll.
II.1.7 Sumber daya tenaga

Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik yang


sifatnya di dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas Tamangapa, tenaga yang ada
berjumlah 29 orang, yang secara terperinci dijelaskan dalam table berikut :

Tabel 2.2 Sarana Ketenagaan di Puskesmas Tamangapa

NO. PENDIDIKAN JUMLAH

1 Dokter Umum 2

2 Dokter Gigi 2

3 Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Gizi 1

4 Apoteker 1

5 Akademi Perawat (D3) 3

6 Akademi Kebidanan 2

7 D3 Gizi 1

8 D3 Kesehatan Gigi 1

9 SPRG 1

10 Perawat Bidan 2

11 Perawat (SPK) 6

12 Sanitarian (SPH) 2

13 Laboran (Analis) 1
14 Pekarya 2

15 SMEP 1

16 PKC 1

JUMLAH 29

II.1.8 Sumber daya sarana

Sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah sebagai
berikut :

-­‐ Puskesmas Induk


-­‐ Puskesmas pembantu 2 buah (di Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan
Manggala)
-­‐ Poskesdes 2 buah (Kel. Tamangapa dan Kel. Manggala)
-­‐ Puskesmas Keliling
-­‐ Posyandu Balita : 15 buah
-­‐ Posyandu Lansia : 6 buah
-­‐ Praktek dokter swasta : 2 buah

II.1.9 Visi dan Misi Puskesmas Tamangapa

1) Visi

Puskesmas Tamangapa menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu,


terjangkau, dan berorientasi kepada keluarga dan masyarakat agar tercapai Indonesia
Sehat 2015
2) Misi

- Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, paripurna, dan terjangkau


oleh seluruh masyarakat

- Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan


sehingga masyarakat dapat mandiri

- Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan


kesehatan

- Menjadikan puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan


kesehatan masyarakat

- Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan

- Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan dan
pengembangan kesehatan masyarakat

Visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan :

a) Enam Upaya Kesehatan Wajib, yaitu:


1. Upaya Promosi Kesehatan
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6. Upaya Pengobatan
b) Empat Upaya Kesehatan Pengembangan, yaitu:
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
3. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

II.2 Gambaran Umum TPA – Makassar

TPA Tamangapa berlokasi di Makassar di Pulau Sulawesi. Lokasi TPA Tamangapa di


dalam Kota Makassar ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lokasi TPA Tamangapa

TPA Tamangapa bertempat di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, 17 km


dari pusat Kota Makassar. TPA memiliki luas lahan sekitar 16,3 ha dan hanya 100% dari
kapasitas keseluruhan TPA yang digunakan. TPA Tamangapa didirikan tahun 1993 dan
dipertimbangkan sebagai satu-satunya TPA di Kota Makassar. Jarak TPA dengan Puskesmas
Tamangapa sendiri berkisar 700m.

TPA  TAMANGAPA  

Gambar 2.2 Lokasi TPA Tamangapa dengan Puskesmas Tamanga


Sebagian besar sampah perkotaan yang diolah di TPA berasal dari sampah rumah
tangga, sampah pasar, sampah perkantoran, dan sampah pusat perbelanjaan. Secara
administrative, TPA ini berada di wilayah Tamangapa dan Kecamatan Manggala. Lahan TPA
berlokasi sangat dekat dengan daerah perumahan sehingga sering timbul keluhan dari
penduduk setempat terkait dengan bau tak sedap yang berasal dari TPA, terutama pada saat
musim hujan. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat, sebagian besar
mengeluh soal bau tak sedap.

Terdapat beberapa pusat aktivitas dan perumahan seperti tempat ibadah dan sekolah,
dan perkantoran yang berlokasi di sekitar 1 km dari lokasi TPA. Semenjaktahun 2000,
berbagai perumahan telah didirikan, seperti Perumahan Antang, Perumahan TNI Angkatan
Laut, Perumahan Graha Janah, Perumahan Griya Tamangapa, dan Perumahan Taman Asri
Indah yang berlokasi berdekatan dengan TPA Tamangapa. Terdapat dua buah rawa yang
berdekatan dengan perumahan tersebut, yaitu Rawa Borong yang berlokasi sebelah utara dan
Rawa Mangara yang bertempat di sebelah timur. Air dan rawa mangara mengalir menuju
Sungai Tallo dan air rawa borong mengalir menuju saluran air borong.

Sebelum Tamangapa dibangun sebagai lahan TPA, pada tahun 1979, sampah padat
perkotaan dibuang di Panampu, Kecamatan Ujung Tanah. Mengingat keterbatasan wilayah
dan lokasinya yang dekat dengan laut, tempat pembuangan sampah itu dipindahkan ke
Kantinsang, Kecamatan Biringkanaya pada tahun 1980 karena telah menurunkan kualitas air.
Pada tahun 1984, pemerintah lokal membangun TPA baru di Tanjung Bunga, Kecamatan
tamalate. Akan tetapi, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan pendirian wilayah
perumahan disekitar Kecamatan Tamalate mendorong pemerintah lokal untuk membangun
Tamangapa sebagai lahan TPA untuk Kota Makassar pada tahun 1992.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
eflorosensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Sinonim dermatitis adalah
ekzem. Ada yang membedakan antara dermatitis dan ekzem, tetapi pada umumnya
menganggap sama.8

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, asam,basa,oli,semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri,jamur),
dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic. Sebagian lain tidak diketahui
etiologinya yang pasti.8

Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama yang
penyebab factor endogen. Dermatitis merupakan reaksi alergi tipe 4, yaitu respon tipe lambat
tipe tuberculin yang bersifat cell mediated reaksi spesifik memerlukan beberapa jam mencapai
maksimum. Klinis biasanya baru tampak respon sesudah 24-48 jam. Pada reaksi antara antigen
dan antibody terjadi pembebasan berbagai mediator farmakologik, misalnya
histamine,serotonin, bradikinin, asetilkoline, heparin, dan anafilaktosin.8

Pada umumnya,penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada


stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata, dan universalis. Pada stadium akut, kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel,
atau bulla, erosi, dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium sub akut, eritema,
dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis, lesi
tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi, mungkin juga terdapat erosi
atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu
dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.8

Perubahan histologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada
stadiumnya. Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa spongiosis, vesikel,atau bulla,
edema intrasel, dan eksositosis terutama sel mononuclear. Dermis sembab, pembuluh darah
melebar, serbukan sel meradang terutama sel mononuclear, kadang eosinophil juga ditemukan,
bergantung pada penyebab dermatitis. Sedang epidermis pada stadium kronis menebal
(akantosis), stratum korneum menebal (hyperkeratosis dan parakeratosis setempat), rete ridges
memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, tidak lagi terlihat vesikel, eksositosis
sedikit, pigmen melanin terutama di sel basal bertambah. Papilla dermis memanjang
(papilomatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis bagian atas terutama sekitar
pembuluh darah bersebukan sel radang mononuclear, jumlah fibroblast bertambah, kolagen
menebal.8

III.1 Dermatitis Kontak


Menurut Kamus Kedokteran Dorland (1996), dermatitis kontak adalah
peradangan alergi kulit akut yang disebabkan karena kontak dengan berbagai zat kimia,
hewan, atau tumbuhan dimana terjadi reaksi hipersensitivitas yang terlambat.
Sedangkan menurut Hudyono, 2002 dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang
disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik
(melalui reaksi alergik), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan). Dalam
literatur lainnya disebutkan bahwa dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam
bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan
iritan eksternal yang mengenai kulit (LaDou, 1997). Berdasarkan penyebabnya
dermatitis kontak dibedakan atas 2, yaitu: dermatitis kontak iritan (DKI) yang
disebabkan oleh bahan yang bersifat iritan dan dermatitis kontak alergi (DKA) yang
disebabkan oleh bahan yang bersifat alergen.9
III.1.1 Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah suatu proses inflamasi lokal pada kulit jika
berkontak dengan zat yang bersifat iritan. Secara umum, terdapat dua macam DKI yang
bergantung dari jenis bahan iritannya, yaitu DKI akut dan akumulatif. Pada DKI akut,
kerusakan kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali pajanan. Zat yang
menyebabkan DKI akut adalah zat yang cukup iritan untuk menyebabkan kerusakan
kulit bahkan dalam satu pajanan. Mencakup di dalamnya adalah asam pekat, basa pekat,
cairan pelarut kuat, zat oksidator dan reduktor kuat. Sedangkan pada DKI kumulatif
(DKIK) kerusakan terjadi setelah beberapa kali pajanan pada lokasi kulit yang sama,
yaitu terhadap zat-zat iritan lemah seperti : air, deterjen, zat pelarut lemah, minyak dan
pelumas. Zat-zat ini tidak cukup toksik untuk menimbulkan kerusakan kulit pada satu
kali pajanan, melainkan secara perlahan-lahan hingga pada suatu saat kerusakannya,
mampu menimbulkan inflamasi. Penyebab DKI kumulatif biasanya bersifat
10
multifaktorial.

III.1.1.1 Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan


Mekanisme patogenesis DKIK dapat terjadi melalui dua cara yaitu melalui
mekanisme kerusakan fungsi sawar kulit yang diperankan oleh stratum korneum dan
pelepasan mediator akibat kerusakan keratinosit. Stratum korneum memiliki banyak
fungsi, salah satunya adalah sebagai lapisan sawar pelindung yang mencegah pelepasan
cairan berlebih dari kulit. Fungsi integritas kulit bergantung pada kadar kelembaban
stratum korneum.11

Kerusakan akibat pajanan zat iritan dimulai dengan kerusakan lapisan lipid dan
Natural Moisturizing Factor (NMF) sehingga terjadi kekeringan kulit (desikasi),
kemudian kelainan stratum korneum ini akan mengakibatkan kulit kehilangan fungsi
sawarnya. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya pajanan langsung sel kulit yang
masih hidup (viable) terhadap zat iritan tersebut. Jika zat iritan telah dapat mencapai
membran lipid keratinosit, maka zat tersebut dapat berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Aktivasi enzim fosfolipase oleh
kerusakan keranitosit memicu pelepasan AA (arachidonic acid), DAG (diacylglyceride),
IP3 (inositides) dan PAF (palted activating factor). AA akan mengalami peruabhan
menjadi PGs (prostaglandin) dan LTs (leukotrin). DAG akan merangsang ekspresi gen
sehingga terjadi sintesis protein berupa IL – 1 (interleukin – 1) an GMCSF (granulocyte
–macrophage colony stimulating factor). IL - 1 akan mnegaktifkan sel Th (T helper)
untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2, terjado perangsangan
autokrin, di samping merangsang proliferasi sel – sel tersebut. Keratinosit juga
mengekspresikan molekul permukaan HLA –DR (human leukocyte antigen DR) dan
ICAM -1 (intercellular adhesion molecule 1). Prostaglandin dan LTs akan merangsang
dilatasi pembuluh darah, menyebabkan terjadinya trandsui komplemen, dan aktivasi
system kinin. Prostaglandin dan LTs berperan pula sebagai chemoairactans bagi
neutrofil dan limfosiy serta mengaktiovasi sel mast untuk melepaskan histamin, LTs dan
PGs lain.Seluruh proses tersebut di atas menyebabkan perubahan seluler.10

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya respon peradangan kulit


terhadap iritan kimia yaitu faktor yang berhubungan dengan zat kimia, individu,
paparan dan lingkungan. Faktor zat kimia meliputi struktur kimia dan sifat fisisnya (gas,
cair atau padat). Sedangkan faktor individu meliputi umur, genetik, penyakit kulit yang
lain dan lokalisasi paparan. Faktor paparan seperti konsentrasi zat, zat pembawa dan
lama paparan. Faktor lingkungan misalnya kelembaban, suhu dan angin. Iritan adalah
suatu zat baik fisis maupun kimiawi yang mampu merusak sel bila kontak dalam waktu
dan konsentrasi yang cukup. Dalam hal ini immunological memory tidak terlibat dan
dermatitis terjadi tanpa sensitasi sebelumnya.11

III.1.1.2 Manifestasi Klinis Dermatitis Kontak Iritan


Penyebab kerusakan stratum korneum pada DKI kumulatif adalah penurunan
ambang kulit terhadap kerusakan berulang yang terjadi lebih cepat daripada waktu
untuk penyembuhan sempurna fungsi sawar kulit. Gejala klinis baru terlihat jika
kerusakan yang terjadi melebihi ”ambang manifestasi” tertentu, yang akan berbeda
untuk setiap individu. Nilai ambang bukan angka yang tetap bagi individu, tetapi dapat
menurun jika ada suatu penyakit. Dikatakan bahwa sebelum efek inflamasi dan kulit
kering terlihat oleh mata, secara histopataologik pada kulit sudah terjadi kerusakan.
Karena DKI kumulatif disebabkan oleh zat iritan lemah, maka kelainian kulit yang
diakibatkannya bersifat kronis. Efek iritasi yang terjadi dapat merupakan gejala yang
dapat diobservasi oleh penglihatan dan berupa keluhan subjektif. Lesi kulitnya berupa
eritematosa, likenifikasi, ekskoriasi, skuama, hiperkeratosis, dan kulit pecah dengan
batas yang tidak tegas. Sedangkan keluhan yang timbul dapat berupa gatal, panas, dan
nyeri akibat pecahnya kulit yang hiperkeratotik. Lokasi kulit mana saja yang dapat
terkena, akan tetapi yang terbanyak adalah tangan, ”alat” manusia yang sering
berinteraksi dengan lingkungan.10

III.1.1.3 Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan


Diagnosis DKI ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, respon terapi dan uji
tempel. Uji kulit dilakukan dengan seri baku alergen yang paling lazim. Jika paparan
alergen pada lingkungan penderita dicurigai, zat tersebut dimasukkan dalam seri uji.
Paparan alergen potensial pada lingkungan kerja dan rumah harus diselidiki.11

III.1.1.4 Pencegahan Dermatitis Kontak Iritan


Dasar penatalaksanaan adalah dengan menghindari pajanan terhadap zat iritan.
Hal ini dilakukan dengan bertukar lingkungan kerja, proteksi kulit individual seperti
dengan penggunaan sarung tangan, baju dan krim pelindung dan jika diperlukan cuti
sakit hingga regenerasi sempurna fungsi sawar kulit tercapai. DKIK dapat dicegah.
Pekerja harus diberi pengarahan atau edukasi tentang berbagai macam cara pencegahan
sebelum mulai bekerja, dapat juga dilakukan skrining sebelum bekerja (pre-employment
screening). Pada screening ini para pekerja dengan faktor predisposisi sebaiknya
menghindari aktivitas yang berhubungan dengan air dan zat – zat iritan.10

a) Krim pelembab
Umumnya pelembab mengandung humectant dengan berat molekul rendah
dan lipid. Humectants seperti urea, gliserin, asam laktat, pyrroledone
carboxylic acid (PCA ) dan garan, diabosrpsi ke dalam stratum kornemum
dan meningktkan hidrasi dengan cara menarik air. Lipid, seperti
petrolatum, lilin lebah, lanolin dan bermacam-macam minyak dalam pe
lembab, memiliki efek sebagai membran oklusif pada kulit.10

b) Barrier creams
Krim ini digunakan unmtuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan abrobsi zat
iritan ke ke kulit, mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis.
Biasa dipakai untuk mencegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan
industri dan rumah. Menurut penelitian dikatakan bahwa mekanisme kerja BC
melalui bahan – bahan aktif yang terkandung di dalamnya mengikat atau merubah
zat iritan. Sebagahagian besar menerima bahwa BC mempengaruhi absobsi dan
penetrasi iritan dengan memblok fisik, yaitu membentuk lapisan tipis film yang
melindungi kulit.10

c) Baju dan sarung tangan pelindung


Sarung tangam memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen. Baju
pelindung juga mempunyai peranan pentings ebagi pelindung tubuh di
lingkungan industri. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju ini dapat
memerangkap kelembaban dan zat kimia yang kemungkinan
membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih lama dan
meningkatkan kemungkinan timbulnya dermatitis. Juga perlu diperhatikan
bahwa zat kimia dengan berat molekul rendah tetap dapat berpenetrasi
menembus sarung tangan.10

III.1.1.5 Pengobatan Dermatitis Kontak Iritan


Penggunaan kortikosteroid topikal tetap merupakan pilihan untuk DKIK.
Golongan kortikosteroid disesuaikan dengan kondisi les kulit. Jika terdapat
infeski sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotika oral maupun
topikal. Perlu diperhatikan dalam penggunaan jangka lama dapat menyebabkan
atrofi yang makin meningktkan kepekaan terhadp iritasi. Pilihan terapi yang lain
meliputi tertopikal dan fototerapi UVB/PUVA. Pada kasus kronik yang sulit,
dapat diindikasikan tindakan radiasi.9

III.1.1.6 Prognosis Dermatitis Kontak Iritan


DKIK mempunyai prognosis yang meragukan, karena sering terjadi
rekurensi akibat kesulitan untuk menghindari pajanan terhadap zat iritan sehari-
hari di rumah maupun di lingkungan kerja. Resolusi lesi kulit berjalan lambat
dan terkadang tidak sempurna. Untuk itu selain pengobatan perlu diperhatikan
cara untuk menjaga agar fungsi sawar kulit berjalan dengan baik. Faktor yang
turut memperburuk prognosis adalah jika terdapat dermatitis atopi.10

III.1.2 Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan
ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama
atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya
telah tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe
lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel
limfosit T.11

III.1.2.1 Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi


Reaksi yang menimbulkan DKA ini dibagi dalam 2 fase, yaitu: reaksi
sensitasi dimana bahan kimia yang dapat bersifat sebagai alergen biasanya berat
molekulnya kecil (berat molekul <500Da), larut dalam lemak dan ini disebut
sebagai hapten. Hapten akan berpenetrasi menembus lapisan korneum sampai
mencapai lapisan bawah dari epidermis. Hapten ini akan difagosit oleh sel
Langerhans, kemudian hapten akan diubah oleh enzim lisosom dan sitosolik,
yang kemudian berikatan dengan human leukocyte antigen DR (HLA-DR)
membentuk antigen. HLA-DR dan antigen akan diperkenalkan kepada sel
limfosit T melalui Cluster of differentiatio-4 (CD4) yang akan mengenal HLA-
DR dan CD3 yang akan mengenal antigen tersebut. Perkenalan ini terjadi di kulit
atau di kelenjar limfe regional. Sel Langerhans kemudian mengeluarkan
Interlukin-4 (IL-4) yang akan merangsang sel limfosit T yang mengeluarkan IL-
2 dan menempatkan reseptor IL-2 pada permukaan sel limfosit tersebut dan
sitokin ini akan menyebabkan proliferasi dari sel limfosit T yang sudah kenal
dan siap menerima antigen yang serupa. Sel limfosit T ini disebut sel memori
dan bisa didapatkan di kulit ataupun kelenjar limfe regional.11
Reaksi selanjutnya yang menimbulkan DKA adalah reaksi elisitasi dimana
fase ini dimulai ketika antigen yang serupa, setelah difagosit oleh sel Langerhans
dengan cepat akan dikenal oleh sel memori sehingga sel memori akan
mengeluarkan interferon-gamma (IFN-g) yang akan merangsang keratinosit
yang akan menampakkan intercelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan
HLA-DR pada permukaan keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit
berikatan dengan sel lekosit yang pada permukaannya terdapat lymphocyte
function associated-1 (LFA-1). Seperti telah diketahui HLA-DR akan
memungkinkan keratinosit berikatan dengan limfosit T dan sel T sitotoksik.
Disamping itu keratinosit akan memproduksi IL-1, IL-6 dan GMCSF yang
semuanya ini akan mengaktifasi sel limfosit T. IL-1 juga memproduksi
eicosanoid, dimana kombinasi antara eiconosid dan sitokin-sitokoin yang
dibentuknya akan mengaktifkan sel mast dan makrofag, sehingga akan
terbentuklah histamin yang menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah. Semua proses yang telah disebutkan di atas
menimbulkan reaksi yang kita kenal sebagai DKA.11
III.1.2.2 Manifestasi Klinis Dermatitis Kontak Alergi
Gambaran Klinis DKA dapat bervariasi tergantung dari letak dan
perlangsungannya. Lesi yang akut berupa makula eritematosa, papul, vesikel atau bulla
sesuai dengan intensitas dari respon alergi. Pada stadium ini di bagian tertentu pada
badan seperti kelopak mata, penis dan skrotum terlihat eritema dan udema. Pada
stadium subakut, lesi terutama terdiri dari krusta, skuama, sedikit likenifikasi dan
vesikel. Sedangkan pada stadium kronis, kulit akan menebal, dapat timbul fisura,
skuama, likenifikasi dan perubahan warna kulit berupa hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi. Dermatitis kontak alergi bisa akut atau kronik. Erupsi akut biasanya
terjadi 24-48 jam setelah terpajan atau bisa lebih lambat sampai 4 hari.11

III.1.2.3 Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi


Diagnosis DKA umumnya dapat ditegakkan berdasarkan:11

a) Anamnesis
b) Pemeriksaan klinis
c) Pemeriksaan penunjang

III.1.2.4 Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi


a) Eliminasi atau menghindari bahan kontakan
Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak merupakan cara
penanganan DKA yang paling penting. Untuk tujuan tersebut harus
diketahui bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang diteliti,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan
yang dicurigai.11

b) Pengobatan
Sama dengan pengobatan dari dermatitis pada umunya yaitu dengan
kompres untuk DKA mendidans serta penggunaan topikal kortikosteroid
untuk DKA subakut dan kronis. Pada DKA yang disertai dengan infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik sistemik. Pada DKA yang cenderung
meluas dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis 40-60
mg/hari dam dosis terbagi, kemudian ditapering setelah ada perbaikan.11

c) Tindakan pencegahan
Untuk DKA pada pekerja di lingkungan industri digunakan alat
pelindung seperti sarung tangan.11

III.2 Dermatitis Atopik


Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita dermatitis atopi, rhinitis alergi, dan asma bronkial. Kelainan
kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).8

III.2.1 Patogenesis Dermatitis Atopik


Berbagai factor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis atopic,
misalnya factor genetic, lingkungan, sawar kulit, farmakologi,dan imunologi.
Konsep dasar terjadinya dermatitis atopi adalah melalui reaksi imunologi yang
diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.8
Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopi dan jumlah eosinophil
dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara
sistemik antara dermatitis atopi dan alergi saluran nafas, karena 80% anak
dengan dermatitis atopi mengalami asma bronkial atau rhinitis alergi.8

III.2.2 Manifestasi Klinis Dermatitis Atopi


Kulit pederita dermatitis atopi umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
terba dingin,. Penderita dermatitis atopi sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif, atau merasa tertekan. Gejala utama adalah pruritus, dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya
penderita akan menggaruk hingga timbul bermacam-macam kelainan kulit
berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.
Dermatitis atopi dibagi menjadi tiga fase, yaitu infantile (terjadi pada usia 2
bulan sampai 2 tahun), anak (2 – 10 tahun), dan pada remaja dan dewasa.8
III.2.3 Diagnosis Dermatitis Atopi
Diagnosis didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka,
antara lain8 :
Kriteria Mayor
1. Pruritus
2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
3. Dermatitis di fleksura pada dewasa
4. Dermatitis kronis atau residif
5. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria Minor

1. Xerosis
2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
3. Dermatitis non spesifik pada tangan atau kaki
4. Keratosis pilaris
5. Pitiriasis alba
6. Dermatitis di papilla mammae
7. Konjungtivitis berulang
8. Katarak subkapsular anterior
9. Muka pucat atau eritem
10. Gatal bila berkeringat
Diagnosis dermatitis atopi harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga
kriteria minor.8

III.2.4 Penatalaksanaan Dermatitis Atopi


1. Menghindari pemicu siklus gatal-garuk 8
a. Sabun dan detergen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar,
pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun
hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan mempunyai
pH netral
2.
Topikal, hidrasi kulit sebagai pelembab seperti hidrokortison 1% dan
kortikosteroid topical 8
3.
Pengobatan sistemik, kortikosteroid, antihistamin, anti-infeksi 8
BAB IV

KERANGKA KONSEP

IV. 1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti


Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah pembuangan
dan pengelolaan sampah. Sampah yang tidak/kurang baik pengelolaannya banyak
menimbulkan hal-hal negatif, khususnya terhadap kesehatan masyarakat. Sampah
yang tidak/kurang baik pengolahannya akan menjadi sumber kontaminasi akibat
inkubasi dan proliferasi lalat (lalat dapat bertindak sebagai vektor penyakit thyphoid,
disentri, kolera, dan penyakit kulit), nyamuk, dan hewan pengerat, yang pada
gilirannya menjadi penyakit menular yang mampu mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Kondisi ini menghasilkan banyak penyakit, salah satunya adalah penyakit
kulit.
Ada beberapa variabel yang diduga sebagai faktor resiko timbulnya penyakit
kulit pada masyarakat di Puskesmas Tamangapa yang berlokasi dekat dengan TPA
Tamangapa Makassar. Pada penelitian ini variabel yang diteliti yaitu usia, jenis
kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal terhadap TPA pada penderita dermatitis di
Puskesmas Tamangapa.
IV. 2 Kerangka Konsep

Usia

Jenis Kelamin

PENYAKIT KULIT

"DERMATITIS"

Pekerjaan

Tempat tinggal
terhadap lokasi TPA
Tamangapa

IV. 3 Definisi Operasional


1. Masyarakat Puskesmas Tamangapa adalah Masyarakat yang bermukim di
wilayah kerja Puskesmas Tamangapa, yaitu Kelurahan Tamangapa dan
Kelurahan Bangkala dengan cara ukur mendokumentasikan peta wilayah
Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala.

2. Penyakit Kulit (Dermatitis), yaitu peradangan kulit (epidermis dan dermis


sebagai respon terhadap adanya faktor eksogen berupa mikroorganisme
ataupun produknya, menimbulkan kelainan klinis berupa eflorosensi
polimorfik (eritema,edema, papul, vesikel, skuama, dan likenifikasi) dan
keluhan gatal. Cara pengukuran dilakukan dengan mengumpulkan data
sekunder yang berasal dari rekam medik pasien di Puskesmas Tamangapa,
Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar periode
Januari-Desember 2012 dengan kriteria objektif, didiagnosa dermatitis.

3. Jenis kelamin adalah pengelompokan penderita dermatitis berdasarkan


jenisnya.
a) Laki-laki
b) Perempuan

4. Umur adalah pengelompokan rerata usia penderita dermatitis.


a) 0 - 9 tahun
b) 10 - 19 tahun
c) 20 - 39 tahun
d) ≥ 40 tahun

5. Alamat (tempat tinggal) adalah lingkungan hidup dimana penderita tumbuh


dan berkembang serta melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk ataupun
tidak dalam wilayah kerja Puskesmas Tamangapa :
a) Tamangapa
b) Bangkala
c) Lainnya (selain 2 di atas)

6. Pekerjaan adalah aktivitas sehari-hari yang dijadikan sebagai mata


pencaharian ataupun kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam
menghabiskan waktu sehari-hari.
a) Belum bekerja
b) Pekerjaan Rumah Tangga
c) Pemulung
d) Supir Truk
e) Buruh Bangunan
f) Petani
g) Swasta (pedagang, pengrajin)
h) Negeri (PNS, TNI)

IV.4 Kriteria Objektif Penelitian

IV.4.1 Kriteria Inklusi

Arsip data penyakit pasien di Puskesmas Tamangapa dan memenuhi kriteria variabel
yang diteliti pada periode Januari-Desember 2012

IV.4.2 Kriteria Eksklusi

Arsip data hilang atau data untuk variabel penelitian tidak lengkap
BAB V

METODE PENELITIAN

V.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Pada
gambaran ini akan mendeskripsikan fakta tentang karkteristik penyakit kulit
pada masyarakat di Kelurahan Tamangapa yang datang ke Puskesmas
Tamangapa periode Januari-Desember 2012 berdasarkan usia, jenis kelamin,
pekerjaan, dan tempat tinggal.

V.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


V.2.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan antara tanggal 22 April – 4 Mei 2013.

V.2.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tamangapa, Kecamatan
Manggala, Kota Makassar.

V.3 Populasi dan Sampel Penelitian


V.3.1 Populasi
Semua masyarakat yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamangapa, yaitu Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan Bangkala
V.3.2 Sampel
Semua pasien yang terdaftar di Puskesmas Tamangapa yang menderita
penyakit kulit dan didiagnosa dermatitis periode 1 Januari – 31 Desember
2012.

V.3.3 Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling

V.3.4 Kriteria Seleksi


a. Kriteria Inklusi
Arsip data penyakit pasien di Puskesmas Tamangapa dan memenuhi
kriteria variable yang diteliti pada periode 1 Januari – 31 Desember 2012

b. Kriteria Eksklusi
Arsip data hilang atau data untuk variable penelitian tidak lengkap

V.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian


V.4.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
arsip data penyakit pasien di Puskesmas Tamangapa, Kecamatan Manggala,
Kota Makassar periode 1 Januari – 31 Desember 2012.

V.4.2 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman observasi untuk
mengamati objek penelitian, yaitu penyakit kulit pada pasien yang tercatat di
Puskesmas Tamangapa, Kelurahan Manggala.
V.5 Manajemen Penelitian
V.5.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah dan Kepala Puskesmas Tamangapa. Kemudian mengumpulkan
data secara cross-sectional , yaitu setiap subjek penelitian hanya diobservasi
satu kali dan pengukuran variable-variabelnya dilakukan pada saat pengamatan
dengan mengambil data sekunder yang berasal dari arsip data pasien di
Puskesmas Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, periode 1
Januari – 31 Desember 2012.

V.5.2 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
16.0 dan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang
diharapkan.

V.5.3 Penyajian Data


Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
yang disertai dengan penjelasan untuk menggambarkan karakteristik penyakit
kulit berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal

V.6 Etika Penelitian


Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

• Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin kepada


beberapa institusi terkait.
• Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dengan
tidak menuliskan nama pasien tetapi hanya berupa inisial.
BAB VI

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Tamangapa, Kecamatan Manggala,


Kota Makassar dimana jarak puskesmas dengan TPA Tamangapa berjarak ± 700m dari TPA
dan TPA juga masuk dalam wilayah kerja puskesmas. Pengumpulan data ini untuk
mendapatkan gambaran tentang penyakit kulit (dermatitis) pada masyarakat di Puskesmas
Tamangapa pada tanggal 22 Mei – 4 Mei 2013 dengan jumlah sampel 274 orang dengan
diagnosa dermatitis yang tercatat dalam rekam medis. Penelitian dilakukan dengan
pengambilan data dari rekam medis. Data yang diambil adalah umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, dan pekerjaan.

Tabel 1. Distribusi Dermatitis Menurut Umur Pada Penderita di Puskesmas Tamangapa

Umur Presentase
Jumlah Penderita (N)
(Tahun) (%)

0-9 100 36.5

10-19 46 16.8

20-39 73 26.6

≥40 55 20.1

Jumlah 274 100


Berdasarkan hasil penelitian, untuk variabel umur termuda adalah umur 1 tahun dan

yang tertua berumur >40 tahun. Dari hasil penelitian, distribusi penderita antara lain, 1-10

tahun (36.5%), 11-20 tahun (16.8%), 21-40 tahun (26.6%) dan >40 tahun (20.1%). Umur

terbanyak yang menderita penyakit dermatitis adalah umur 1-10 tahun, yaitu sebesar 36.5%.

Sedangkan proporsi terkecil adalah kelompok usia 11-20 tahun, sebesar 16.8%.

Tabel 2. Distribusi Dermatitis Menurut Jenis Kelamin Pada Penderita di Puskesmas


Tamangapa

Jenis Presentase
Jumlah Penderita (N)
Kelamin (%)

Laki-laki 97 35.4

Perempuan 177 64.6

Jumlah 274 100


Berdasarkan hasil penelitian, untuk variable jenis kelamin proporsi didominasi oleh
perempuan, yaitu sebesar 64.6% sedangkan proporsi laki-laki lebih sedikit, sebesar 35.4%.

Tabel 3. Distribusi Dermatitis Menurut Pekerjaan Pada Penderita di Puskesmas


Tamangapa

Presentase
Pekerjaan Jumlah Penderita (N)
(%)

Belum bekerja 116 42.3

Rumah tangga 21 7.7

Pemulung 44 16.1

Supir Truk 7 2.6

Buruh Bangunan 12 4.4


Petani 7 2.6

Swasta 29 10.6

Negeri 38 13.9

Jumlah 274 100

Berdasarkan hasil penelitian, untuk variable pekerjaan didapatkan 7 jenis pekerjaan


dan kategori belum bekerja pada masyarakat di Kelurahan Tamangapa. Kemudian distribusi
penderita berdasarkan pekerjaan tersebut dimulai dari yang terbanyak antara lain belum
bekerja (42.3%), Pemulung (16.1%), Pegawai Negeri (13.9%), Swasta (10.6%), Rumah
Tangga (7.7%), Buruh Bangunan (4.4%), Petani (2.6%) dan Supir Truk (2.6%).
Tabel 4. Distribusi Dermatitis Menurut Tempat Tinggal Pada Penderita di Puskesmas
Tamangapa

Presentase
Alamat Jumlah Penderita (N)
(%)

Bangkala 71 25.9

Tamangapa 164 59.9

Lainnya 39 14.2

Jumlah 274 100

Berdasarkan hasil penelitian, variable tempat tinggal dimana proporsi terbesar yaitu
penderita yang bertempat tinggal di Kelurahan Tamangapa , sebesar 59.9% kemudian di
Kelurahan Bangkala sebesar 25.9% dan diluar dari wilayah kerja puskesmas sebesar 14.2%.
BAB VII

PEMBAHASAN

Penyakit dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen maupun faktor endogen yang menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik dimana sifatnya cenderung residif dan menjadi kronis. Faktor
eksogen yang menyebabkan dermatitis disebut dermatitis kontak. Dermatitis kontak ialah
respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena
paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Berdasarkan penyebabnya dermatitis
kontak dibedakan atas 2, yaitu: dermatitis kontak iritan (DKI) yang disebabkan oleh bahan
yang bersifat iritan dan dermatitis kontak alergi (DKA) yang disebabkan oleh bahan yang
bersifat alergen. Selain itu adapula dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen, yaitu
dermatitis atopik. Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita dermatitis atopi, rhinitis alergi, dan asma bronkial. Berbagai faktor ikut berinteraksi
dalam dermatitis atopik, misalnya faktor genetik, lingkungan, farmakologi,dan imunologi.

Dalam penelitian ini, telah dikumpulkan 274 sampel yang diambil dari data sekunder
berupa rekam medis Puskesmas Tamangapa. Secara keseluruhan, jumlah penderita tersebut
telah dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal. Namun
dalam penegakan diagnosis di Puskesmas, dermatitis tidak dibagi menjadi dermatitis kontak
(eksogen) ataupun dermatitis atopik (endogen).

1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kelompok usia tertinggi adalah usia 1-10
tahun, sebesar 100 orang (36.5%) dan yang terendah ialah kelompok usia 11-20 tahun sebesar
46 orang (16.8%). Berdasarkan teori, dermatitis kontak dapat diderita oleh semua golongan
umur, namun faktor individu diyakini berpengaruh pada kejadian DKI, salah satunya adalah
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat, menyebabkan perbedaan permeabilitas (pada
anak usia <8 tahun dan pada usia lanjut lebih mudah teriritasi). Sedangkan pada DKA, factor-
faktor yang berperan termasuk potensi sensitasi allergen, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, dan keadaan kulit pada lokasi kontak (ketebalan epidermis) serta status imunologi.
Pada usia kanak-kanak, ketebalan epidermis masih kurang dan status imunologis masih rendah
sehingga lebih berpotensi untuk DKA. Begitu juga dengan Dermatitis Atopik, yang lebih
sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak yang berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
serum dan riwayat atopi dalam keluarga. Pada anak, makanan juga berperan sebagai factor
pemicu, yang paling sering adalah telur, susu, gandum, kedelai, dan kacang tanah.
Berdasarkan penelitian terdahulu, di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan negara industri
lainnya, prevalensi DA pada usia anak mencapai 10-20%, sedangkan dewasa mencapai 1-3%.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, penderita perempuan lebih banyak dibandingkan laki-


laki, yaitu 177 orang (64.6%) sedangkan laki-laki 97 orang (35.4%). Menurut teori, insidensi
Dermatitis Kontak lebih banyak pada wanita dibanding laki-laki. Menurut penelitian
sebelumnya, di Negara agraris, seperti cina, Eropa Timur, Asia Tengah wanita lebih banyak
menderita DA daripada pria, rasio 1.3:1.

3. Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan gambaran dermatitis paling banyak terjadi pada


penderita yang belum bekerja, sebesar 116 orang (42.3%), ditempat kedua terbanyak yaitu
pemulung sebesar 44 orang (16.1%), dan ketiga terbanyak bekerja di pemerintah negeri
sebesar 38 orang (13.9%). Menurut teori, dermatosis akibat pekerjaan cukup tinggi terjadi
sekitar 50-60%. Di Indonesia sendiri, dermatosis akibat kerja belum mendapat perhatian
khusus dari pemerintah atau pemimpin perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya
cukup tinggi. Penyakit kulit ini sangat mengganggu kenyamanan dan konsentrasi bekerja
sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di negara maju
dengan penerapan higiene perusahaan dan higiene perorangan tenaga kerja yang sudah lebih
baik masih ditemukan penyakit kulit akibat kerja dengan prevalensi 1% - 2%. Angka ini
merupakan 40% dari seluruh penyakit akibat kerja. Penyakit kulit akibat kerja ini sebagian
besar (80%) berupa dermatitis kontak. Namun, berdasarkan hasil penelitian didapatkan 42.3%
pada penderita yang belum bekerja.

4. Tempat tinggal

Berdasarkan hasil penelitian, penderita terbanyak tinggal di Kelurahan Tamangapa,


sebesar 164 orang (59.9%) sedangkan yang tinggal di Kelurahan Bangkala, sebesar 71 orang
(25.9%). Perlu diketahui bahwa Tempat Pembuangan Akhir Sampah terletak juga di
Kelurahan Tamangapa. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Tamangapa dekat
dengan pemukiman penduduk serta masih dibuang dengan cara terbuka (open dumping). Dari
observasi pendahuluan di pemukiman penduduk di sekitar lokasi TPA terlihat masih banyak
lalat, hampir tidak ada jarak antara pemukiman penduduk dan TPA. Sementara, menurut
kajian kesehatan lingkungan, ditetapkan adanya zona penyangga dimana jarak tapak terluar
TPA dari pemukiman terdekat adalah 500 meter yang berfungsi sebagai penahan untuk
mencegah dan mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap
masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA. Namun,
berdasarkan penelitian analitik sebelumnya mengenai dampak TPA terhadap incidence rate
dermatitis dikatakan tidak terdapat perbedaan bermakna antara masyarakat yang bermukim di
kelurahan yang sama dengan lokasi TPA dengan masyarakat yang bermukim diluar kelurahan
tersebut.
BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

VIII.1 KESIMPULAN

1. Karakteristik penderita dermatitis di Puskesmas Tamangapa periode


Januari-Desember 2012 berdasarkan usia paling banyak diderita oleh
kelompok usia 1-10 tahun, yaitu sebanyak100 orang (36.5%)
2. Karakteristik penderita dermatitis di Puskesmas Tamangapa periode
Januari-Desember 2012 berdasarkan jenis kelamin paling banyak
terjadi pada perempuan daripada laki-laki, yaitu sebanyak 177 orang
(64.6%) dan 97 orang (35.4%)
3. Karakteristik penderita dermatitis di Puskesmas Tamangapa periode
Januari-Desember 2012 berdasarkan pekerjaan paling banyak dialami
pada kelompok yang belum bekerja, yaitu sebesar 116 orang (42.3%)
4. Karakteristik penderita dermatitis di Puskesmas Tamangapa periode
Januari-Desember 2012 berdasarkan tempat tinggal paling banyak
terjadi pada penderita yang bermukim di Kelurahan yang sama dengan
TPA, yaitu Kelurahan Tamangapa sebesar 164 orang (59.9%)

VIII.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka disarankan:


1. Dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi penyebab
terjadinya dermatitis sehingga angka kejadian dermatitis bisa diturunkan
dan tidak lagi menempati 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tamangapa
2. Bagi pemerintah, agar melakukan pengendalian pemukiman yang berada
di sekitar TPA untuk tetap berada dalam batas jarak aman/sehat yang telah
ditetapkan.
3. Bagi puskesmas agar tetap memberi informasi dan dorongan bagi
masyarakat yang tinggal disekitar TPA untuk tetap menjaga personal
hygiene dan sanitasi lingkungan dengan menerapkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai. Dampak pencemaran lingkungan


terhadap kesehatan. [serial online] 2009 [diakses pada tanggal 1 mei 2013].
Diakses dari URL : http;//www.dinkesbanggai.wordpress.com
2. Rudianto, H., Azizah R. Studi tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA
sampah open dumping dengan indicator tingkat kepadatan lalat dan kejadian
diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005; 1:152-9
3. Abdul, Salam. Environmental and Health Impact of Solid Waste Disposal at
Mangwaweni dumpsite in Manzini : Swaziland. Journal of Sustainable
Development in Africa 2010; 12;64-78
4. Daud, Anwar. Aspek Kesehatan Pengelolaan Sampah Padat. Dalam : Dasar-
dasar Kesehatan Lingkungan. Makassar : Hasanuddin University Press;
2005: hal. 139-50
5. Slamet, J. Soemirat. Persampahan. Dalam: Kesehatan Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2009: hal.152-62
6. Bank Dunia. Addenda Proyek Gas Lahan TPA Makassar – Uji Tuntas
Lingkungan. [Serial online] 2007 [diakses pada tanggal 1 mei 2013]. Diakses
dari URL : http;//www.erm.com
7. Republik Indonesia. Undang-undang RI Nomor 81 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah. [serial online] 2008 [diakses pada tanggal 1 mei 2013].
Diakses dari URL:
http://www.menlh.go.id/UU_no18_th2008_ttg_pengelolaan_sampah.pdf
8. WHO. Water related disease. [serial online] 2011 [cited 1 mei 2013].
Available from URL:
http;//www.who.int/water_sanitation_health/disease/typhoid
9. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007:
hal.129-45
10. Direktorat Penataan Ruang Nasional. Pedoman pemanfaatan kawasan sekitar
TPA sampah. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum; 2008
11. Nandi. Kajian Keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah
dalam konteks tata ruang. Jurnal GEA 2005; 5:35-42
RIWAYAT PENULIS

Nama Lengkap : Nooryasni Muchlis

Stambuk : C 111 07 026

Tempat/tanggal Lahir : Ujung Pandang, 4 Juni 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tun Abdul Razak, Hertasning Baru

Komp. Bumi Aroepala, A.22

Nama Ayah : Drs. H. Muchlis Achmad

Nama Ibu : Hj. Kesumawardani, SKM, M.Kes

Kegemaran : Bermain musik, travelling, kuliner, belajar

Riwayat Pendidikan

-­‐ Taman Kanak-kanak IAIN Alauddin (1994-1995)


-­‐ SD Negeri Mangkura I Makassar (1995 – 2001)
-­‐ SLTP Negeri 6 Makassar (2001 – 2004)
-­‐ SMA Negeri 2 Makassar (2004 – 2007)
-­‐ Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2007 – sekarang)

Anda mungkin juga menyukai