A. Perceraian
Perceraian antara suami istri itu diperbolehkan, namun
merupakan tindakan terakhir dan pekerjaan yang boleh, tapi sangat
dibenci Allah. Nabi Saw. bersabda yang artinya: “Dari Umar ra dari
Rasulullah Saw bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci Allah
adalah perceraian.”(HR. Abu Daud dan Hakim)
Di dalam Islam putusnya pernikahan itu secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu:
1. Salah satu dari suami istri meninggal dunia.
2. Khulu’
3. Talak
4. Fasakh
3
Team Musyawarah Guru Bina PAI Mdrasah Aliyah, Al-Hikmah: Membina Kreatifitas dan
Prestasi, 12.
145
- Kinayah (sindiran), yaitu kata-kata yang dapat berarti
talak dapat pula berarti lain, misalnya seorang suami
berkata kepada istrinya: “pulanglah engkau kerumah
orang tuamu!
b) Talak dengan tulisan, dapat dijatuhkan pula dengan
tulisan walaupun suami dapat berbicara. Disinipun ada
dua macam, yaitu tulisan yang tegas yaitu tentu
maklnanya serta jelas alamat yang dituju, dan tulisan
yang tidak tertentu maknanya atau tidak jelas alamatnya
yang dituju. Tulisan yang tegas tidak memerlukan niat,
sedangkan tulisan yang tidak tegas memerlukan niat.
c) Talak dengan syarat hanya berlaku bagi orang ang tidak
dapat berbicara (bisu) dan tidak dapat memebaca dan
menulis. Isyarat adalah gerakan yang mengandung makna
pengganti ucapan bagi orang yang tidak dapat berbicara
dan tidak dapat menulis.
4) Saksi
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa saksi tidak
diperlukan dalam menjatuhkan talak, karena talak adalah hak
suami. Sebagian lagi berpendapat bahwa saksi perlu ada
dalam menjatuhkan talak.4
c. Macam-macam Talak
1) Talak ditinjau dari segi jumlah
Dari segi jumlah talak yang dijatuhkan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam, yaitu:
a) Talak satu yaitu talak yang pertama kali dijatuhkan dan
hanya dengan satu talak.
4
Team Musyawarah Guru Bina PAI Mdrasah Aliyah, Al-Hikmah: Membina Kreatifitas dan
Prestasi, 12.
146
b) Talak dua yaitu talak yang dijatuhkan untuk yangf kedua
kalinya atau untuk yang pertama kali tapi dengan dua
talak sekaligus.
c) Talak tiga yaitu talak yang dijatuhkan untuk yang ketiga
kalinya atau untuk pertama kalinya tapi dengan tiga talak
sekaligus.
2) Talak ditinjau dari kebolehan rujuk atau kawin kembali.
a) Talak raj’i, yaitu talak yang boleh dirujuk kembali
sebelum masa ‘iddahnya berakhir. Talak satu dan talak
dua kepada istri yang sudah pernah dicampuri .
b) Talak bain, yaitu talak yang menghalangi suami untuk
rujuk kembali. Talak bain ada dua macam:
Talak bain kubra yaitu talak tiga. Pada talak bain kubra
ini suamitidak boleh rujuk dan tidak boleh menikah
kembali sebelum istrinya yang tertalak itu menikah
dengan suami lain dan sudah dicampuri kemudian
diceraikan oleh suami kedua.
Talak bain sughra, yaitu talak yang tidak boleh dirujuk
kembali tetapi mantan istri itu boleh dinikahi kembali
dengan akad dan mas kawin baru dan perempuan itu tidak
harus kawin dengan suami lain.5
2. Iddah
Iddah ialah masa menunggu (tidak boleh kawin) yang
diwajibkan kepada perempun yang telah dicerai suaminya dan
sudah dicampuri, atau perempuan yang ditinggal mati suaminya
baik sudah pernah dicampuri atau belum. Perempuan yang dicerai
oleh suaminya dan belum pernah dicampuri tidak mempunyai
iddah.
5
Team Musyawarah Guru Bina PAI Mdrasah Aliyah, Al-Hikmah: Membina Kreatifitas dan
Prestasi, 13.
147
a. Macam-macam iddah
Masa iddah atau masa diwajibkan menunggu itu lamanya
bermacam-macam menurut keadaan istri yang diceraikan atau
yang ditinggal mati suaminya. Secara garis besar iddah itu ada
lima macam:
1) Iddah yang dicerai dan masih haid lamanya tiga kali suci.
Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Wanita-wanita yang telah dicerai hendaklah
mnahan diri (menunggu) tiga kali suci”. (Q.S Al-
Baqarah: 228)
2) Iddah istri yang telah dicerai dan ia sudah tidak haid, lama
iddahnya adalah tiga bulan.
Allh Swt. Berfirman:
Artinya:”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu
jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya)
maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya..(Q.S. At Thalaq: 4)
8
Ibid., 19.
9
Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII, 80.
150
Di antara isi pokok Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan sebagai berikut:
1. Tujuan perkawinan
Tujuan perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1Undang-
Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan adalah
“membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekalberdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Pencatatan Perkawinan
Pasal 2
a. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undanganyang berlaku.
Pasal di depan menjelaskan tentang pencatatan perkawinan.
Sebuah perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatat
menurut perundang-undangan yang berlaku.
3. Larangan Perkawinan
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
ataupunke atas.
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan
antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan
ibu/bapak tiri.
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan,
saudara susuan, dan bibi/paman susuan.
151
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau
keponakandari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari
seorang.
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal 8 menjelaskan tentang orang-orang yang dilarang menikah.
Jika diperhatikan larangan menikah tersebut berlaku bagi orang
yang masih memiliki hubungan darah, hubungan semenda,
hubungan susuan, dan memiliki hubungan yang oleh agama
dilarang menikah.10
4. Batasan perkawianan
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau
istri.
b. Suami atau istri.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan.
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 undang-undang
inidan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara
langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah
perkawinan itu putus.
Kedua pasal didepan menjelaskan bahwa suatu perkawinan dapat
dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan. Selain itu, pasal 23 menjelaskan
10
Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII, 81.
152
tentang orang-orang yang berhak mengajukan pembatalan
perkawinan.11
5. Penyebab Putusnya perkawinan
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. Atas putusan pengadilan.
Penyebab putusnya perkawinan menurut pasal 38 adalah kematian
salah satu pihak, perceraian, dan atas putusan pengadilan.
6. Akibat Putusnya Perkawinan
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak, bilamanaada perselisihan mengenai penguasaan anak-
anak, pengadilan memberi keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila bapak tersebut
dalam kenyataan tidak memenuhi kewajiban tersebut,
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istri.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 38 bahwa perceraian
merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Putusnya
perkawinan membawa akibat sebagaimana dijelaskan dalam pasal
41.12
11
Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII, 82.
12
Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII, 83.
153
7. Kedudukan Anak
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43
a. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
b. Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
a. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan
olehistrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya
telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
b. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak
atas permintaan pihak yang berkepentingan.
c. Pasal 42–44 menjelaskan tentang kedudukan anak. Seorang anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah
merupakan anak yang sah menurut pasal 42. Anak yang
dilahirkan diluar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Demikian dijelaskan dalam
pasal 43 (1). Dapat dipahami bahwa seorang anak yang
dilahirkan diluar perkawinan tidak memiliki hubungan perdata
dengan ayah dan keluarga ayahnya.
d. Pasal 44 menjelaskan bahwa seorang suami dapat menyangkal
sahnyaanak yang dilahirkan oleh istrinya. Hal tersebut dapat
dilakukan jika suamidapat membuktikan bahwa istrinya telah
berzina dan anak tersebut merupakan akibat dari perzinaan.
Pengadilan dapat memberikan keputusan tentang sah atau
tidaknya anak atas permintaan yang berkepentingan.13
8. Perkawinan di Luar Indonesia
13
Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XII, 84.
154
Pasal 56
a. Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua
orangwarga negara Indonesia atau seorang warga negara
Indonesia denganwarga negara asing adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana
perkawinan itu dilangsungkan danbagi warga negara Indonesia
tidak melanggar ketentuan-ketentuan undang-undang ini.
b. Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di
wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal
mereka.
Pasal 56 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjelaskan
tentang perkawinan yang dilaksanakan di luar Indonesia.
Perkawinan yang dilaksanakan di luar Indonesia bisa dilakukan
oleh dua orang warga negara Indonesia atau salah satunya warga
negara Indonesia dengan warga asing. Perkawinan yang
dilaksanakan di luar Indonesia sah jika dilakukan menurut
hukum yang berlaku di tempat perkawinan tersebut
dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar
undang-undang ini.
9. Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-
undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.
Pasal 57 menjelaskan tentang perkawinan campuran. Campuran
yang dimaksud di sini adalah dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan karena adanya perbedaan
155
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.14
14
Ibid., 85.
156