Anda di halaman 1dari 8

1.

Manajer dan karyawan berinteraksi dengan pelanggan eksternal dan membangun


hubungan dengan mereka, mengembangkan produk dan jasa baru, berinteraksi dengan
pemasok eksternal, dan menghasilkan produk dan jasa atau pelayanan untuk
pelanggan eksternal. Sementara itu, proses pendukung memberikan sumber daya dan
input yang penting ke dalam proses inti yang penting bagi pengelolaan kegiatan
perusahaan atau organisasi. Jelaskan proses inti manajemen operasional.

Operasional dapat dipandang sebagai proses transformasi yang mengkonversi input


menjadi output dengan adanya tambahan nilai (value added). Manajemen operasional
merupakan studi mengenai proses yang secara langsung berhubungan dengan
penciptaan dan pendistribusian produk dan jasa. Manajer operasional harus
memahami bagaimana mengelola kegiatan operasional secara efisien di dalam
organisasi atau perusahaannya. Oleh karena itu, manajer operasional memerlukan
pengembangan keahlian dalam mengordinasi kegiatan operasional yang melibatkan
banyak sumber daya, baik sumber daya manusia, material, peralatan, teknologi,
prosedur, dan sebagainya.

Manajemen produksi atau operasional terlibat dalam perencanaan dan desain proses
yang akan mentransformasikan sumber daya yang dimiliki tersebut menjadi produk
atau jasa, mengelola perubahan sumber daya melalui proses transformasi, dan
menjamin produk dan jasa yang diberikan kepada pelanggan dengan memenuhi
standar kualitas yang diharapkan oleh pelanggan.

Pengertian Manajemen Operasional

Manajemen operasional adalah seperangkat kegiatan menciptakan nilai produk


maupun jasa yang dihasilkan melalui proses transformasi dari masukan (input)
menjadi keluaran (output) (Heizer & Render, 2014).

Russell dan Taylor (2011) menyatakan bahwa manajemen operasional meliputi


mendesain, mengoperasikan, dan memperbaiki sistem produksi, yaitu sistem untuk
menyelesaikan pekerjaan.

Operasi (operations) merupakan proses transformasi masukan menjadi keluaran


dengan memperbesar nilai tambah. Manajemen operasional merupakan
pengembangan dan pengadministrasian kegiatan yang ada dalam proses transformasi
sumber daya menjadi produk dan jasa. Manajer operasional mengawasi proses
transformasi tersebut dan melakukan perencanaan dan desain sistem operasional,
mengelola kebutuhan material, kualitas, dan produktivitas. Manajemen operasional
merupakan seluruh aktivitas untuk mengatur dan mengordinasi faktor – faktor
produksi secara efektif dan efisien untuk dapat menciptakan dan menambah nilai dan
manfaat dari produk dan layanan yang dihasilkan oleh sebuah organisasi. Manajemen
operasional juga merupakan serangkaian kegiatan yang menciptakan barang dan jasa
melalui perubahan dari masukan dan keluaran. Manajemen operasional meliputi
fungsi atau sistem yang melakukan kegiatan proses pengolahan masukan menjadi
keluaran dengan nilai tambah yang besar. Manajemen operasional meliputi kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan barang, jasa, dan kombinasinya,
melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang
diinginkan. Kegiatan tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap urutan berbagai kegiatan untuk membuat produk yang
berasal dari bahan baku dan bahan penolong lain, atau urutan pemberian layanan
kepeda pelanggan. Kegiatan menciptakan produk dan jasa atau layanan tersebut dapat
dilakukan pada semua organisasi. Dalam perusahaan manufaktur yang menghasilkan
produk, kegiatan operasional ini tampak nyata, sementara pada perusahaan jasa yang
memberikan layanan kepada pelanggan, kegiatan operasional tidak tampak, namun
dapat dirasakan. Manajemen operasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kegiatan yang meliputi desain, operasi, dan perbaikan sistem yang menciptakan dan
menyampaikan produk dan jasa atau layanan (Chase et al., 2006). Sementara itu
Kumar dan Suresh (2009) menyatakan bahwa seperangkat kegiatan manajemen yang
saling berhubungan yang meliputi kegiatan pemanufakturan produk dan pemberian
layanan disebut sebagai manajemen produksi dan operasi.

Manajemen operasional merupakan inti bagi organisasi karena manajemen


operasional tersebut bertanggung jawab dalam menciptakan produk dan jasa.

Untuk dapat menghasilkan produk atau memberikan jasa atau layanan, organisasi
memiliki paling tidak empat fungsi, yaitu pemasaran, operasional/ produksi,
keuangan, dan sumber daya manusia. Fungsi pemasaran berperan dalam menciptakan
permintaan pelanggan atau paling tidak menimbulkan dorongan pelanggan untuk
memesan produk atau jasa. Fungsi operasional atau produksi berperan dalam
menghasilkan produk. Fungsi ini dimulai dari mendesain produk hingga produk siap
dipasarkan atau mendesain sistem layanan hingga layanan diterima oleh pelanggan.
Fungsi keuangan berperan mengumpulkan dana dan menggunakan sumber-sumber
dana yang berhasil dikumpulkan tersebut untuk menghasilkan produk atau jasa bagi
pelanggan. Sedangkan fungsi sumber daya manusia berperan dalam memperoleh
karyawan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi atau operasional
perusahaan.

Manajemen operasional juga merupakan suatu sistem yang mempunyai beberapa


karakteristik seperti adanya sasaran atau tujuan yang akan dicapai, merupakan sistem
transformasi masukan menjadi keluaran yang bermanfaat, tiak beroperasi dalam
sistem yang tertutup dari organisasi lain, dan memiliki umpan balik dalam
kegiatannya untuk mengadakan pengendalian dan memperbaiki kinerja sistem
(Kumar & Suresh, 2009). Oleh karena itu, manajemen operasional mempunyai
kegiatan kunci yang terkait dengan sumber daya, sistem, transformasi, dan nilai
tambah. Tujuan manajemen operasional adalah layanan pelanggan dan penggunaan
sumber daya. Layanan pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan internal (proses
selanjutnya) dan pelanggan eksternal (pengguna produk atau jasa yang dihasilkan).
Manajemen operasional berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan
dengan harga dan waktu yang tepat. Sementara itu, manajemen operasional juga
berusaha untuk menggunakan sumber daya yang ada secara efisien. Oleh karena itu,
manajemen operasional bertujuan menggunakan sumber daya yang ada untuk
melayani pelanggan secara efektif.

2. Dalam hubungan antarmanusia di tempat kerja, satu orang karyawan dapat


termotivasi untuk bekerja keras menghasilkan sesuatu sebanyak mungkin, namun
orang lain hanya termotivasi untuk mengerjakan sesuatu secukupnya saja. Jelaskan
tiga jenis teori motivasi.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat


menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki
individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya,
baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2)
frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan
untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan ) Teori motivasi yang


dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat
dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata,
akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih
sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri
(self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata. Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan
kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya
dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin
banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang
berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi”
dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena
pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa
dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa : Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin
akan timbul lagi di waktu yang akan datang; Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. Berbagai kebutuhan tersebut
tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih
bersifat aplikatif.

2. Teori McClellan (Teori Kebutuhan Berprestasi) Dari McClelland dikenal tentang


teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas
atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-
obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin
dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-
kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri.
Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan
diri melalui penerapan bakat secara berhasil. Menurut McClelland karakteristik
orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1)
sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan
moderat; (2) menyukai situasisituasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-
upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG) Teori Alderfer dikenal dengan akronim
“ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama
dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness
(kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan
akan pertumbuhan) Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat
dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “
Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut
konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa
berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : Makin tidak
terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya; Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi”
semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.

3. Produk dan jasa memerlukan pengembangan. Pengembangan produk merupakan


penciptaan produk atau jasa yang menyediakan nilai yang lebih besar bagi pelanggan.
Apabila usaha pengembangan produk berhasil maka akan dapat dihasilkan produk
baru atau produk yang dimodifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan. Jelaskan 6 (enam) jenis pengembangan produk.

Pengembangan produk adalah strategi dan proses yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mengembangkan produk, memperbaiki produk lama atau memperbanyak
kegunaan produk ke segmen pasar yang ada dengan asumsi pelanggan menginginkan
unsur-unsur baru mengenai produk.

Pengembangan produk adalah proses perubahan yang dilakukan terhadap produk


yang sudah ada sekaligus proses pencarian inovasi untuk menambah nilai terhadap
barang lama dengan mengkonversikannya ke dalam produk tersebut. Dengan adanya
pengembangan produk berarti perusahaan sudah memahami tentang kebutuhan dan
keinginan pasar.

Berikut definisi dan pengertian pengembangan produk dari beberapa sumber buku:
 Menurut Tjiptono (2008), pengembangan produk adalah strategi untuk produk
baru meliputi produk orisinil, produk yang disempurnakan, produk yang
dimodifikasi, dan merek baru yang dikembangkan melalui usaha riset dan
pengembangan. 
 Menurut Kotler dan Amstrong (2008), pengembangan produk strategi untuk
pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk memodifikasi atau
produk baru ke segmen pasar yang ada sekarang pengembangan konsep
produk menjadi produk fisik dalam upaya memastikan bahwa ide produk bisa
diubah menjadi produk yang bisa diwujudkan secara efektif. 
 Menurut Simamora (2000), pengembangan produk adalah proses pencarian
gagasan untuk barang dan jasa baru dan mengkonversikannya kedalam
tambahan lini produk yang berhasil secara komersial. Pencarian produk baru
didasarkan pada asumsi bahwa para pelanggan menginginkan unsur-unsur
baru dan pengenaan produk baru akan membantu mencapai tujuan
perusahaan. 
 Menurut Alma (2002), pengembangan produk adalah semua kegiatan yang
dilakukan oleh pabrikan atau produsen dalam menentukan dan
mengembangkan produknya, memperbaiki produk lama, memperbanyak
kegunaan dari produk yang sudah ada dan mengurangi biaya produksi dan
biaya pembungkus.
Tujuan Pengembangan Produk 
Tujuan pengembangan produk adalah untuk memberikan nilai maksimal bagi
konsumen, memenangkan persaingan perusahaan dengan memilih produk yang
inovatif, produk yang dimodifikasi serta mempunyai nilai yang tinggi baik dalam
desain warna, ukuran, kemasan, merek, dan ciri-ciri lain.
Menurut Kotler dan Keller (2008), umumnya tujuan pengembangan produk baru
adalah:
 Untuk memenuhi kebutuhan baru dan memperkuat reputasi perusahaan
sebagai investor, yaitu dengan menawarkan produk yang lebih baru dari
pada produk sebelumnya. 
 Untuk mempertahankan daya saing terhadap produk yang sudah ada, yaitu
dengan jalan menawarkan produk yang dapat memberikan jenis kepuasan
yang baru. Bentuknya bisa bertambah terhadap lini produk yang sudah ada
maupun revisi terhadap produk yang telah ada.

Sedangkan menurut Alma (2002), terdapat beberapa alasan perusahaan melakukan


pengembangan produk yaitu:
 Untuk memenuhi keinginan konsumen. 
 Untuk menambah omzet penjualan. 
 Untuk mendayagunakan sumber-sumber produksi.
 Untuk memenangkan persaingan.
 Untuk meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sama.
 Untuk mendayagunakan sisa-sisa bahan.
 Untuk mencegah kebosanan konsumen.
 Untuk menyederhanakan produk pembungkus.
Jenis-Jenis Pengembangan Produk 
Setiap perusahaan harus mempunyai strategi dalam melakukan pengembangan
produk. Hal ini bertujuan agar produk yang akan dikembangkan dapat sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan konsumen yang sudah ada tetap tertarik dengan
penawaran yang diberikan oleh suatu perusahaan serta menarik konsumen baru.
Ada enam jenis pengembangan produk baru, (Booz et al.) yaitu :
1. Produk baru yang sama sekali baru, menunjukkan produk yang sama
sekali baru atau berbeda dari produk yang ada saat ini. Produk yang
sama sekali baru tersebut memerlukan desain produk dengan saksama
sehingga memerlukan biaya yang besar.
2. Lini produk baru, merupakan produk yang dikembangkan oleh suatu
perusahaan yang belum memproduksi sebelumnya walaupun
perusahaan lain telah membuatnya.
3. Produk baru yang menambah lini produk yang telah ada. Hal ini berarti
perusahaan mengembangkan produk yang belum pernah ada untuk
memperbanyak lini produk yang ada.
4. Perbaikan produk yang tidak bertujuan menciptakan produk baru
melainkan mengadakan perbaikan yang signifikan terhadap produk
atau lini produk yang ada.
5. Produk yang ditempatkan kembali berarti menggunakan produk yang
ada tetapi tetap berusaha menemukan cara untuk memasarkan produk
pada pelanggan.
6. Pengembangan produk yang lebih murah daripada produk yang  telah
ada yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran.
Menurut Kotler dan Keller (2008), strategi pengembangan produk terdapat
beberapa jenis yaitu:
 Memperbaiki yang sudah ada. Dalam hal ini perusahaan menggunakan
teknologi dan fasilitas yang ada untuk membuat variasi dan memperbaiki
produk yang ada. Dalam menggunakan cara ini perusahaan tidak memiliki
resiko besar, karena hanya akan melakukan perubahan yang menyeluruh. 
 Memperluas lini produk. Jenis pengembangan produk dilakukan
perusahaan dengan cara menambah item pada lini produk yang sudah ada
atau menambah lini produk baru.
 Menambah produk yang ada. Perusahaan dalam hal ini menambah atau
memberikan variasi pada produk yang telah ada dan juga memperluas
segmen pasar dengan melayani berbagai macam konsumen atau pembeli
yang memiliki selera yang berbeda-beda. 
 Meniru strategi pesaing. Pada cara ini perusahaan meniru kebijakan
pesaing yang dianggap menguntungkan, seperti halnya penetapan harga. 
 Menambah lini produk. Biasanya perusahaan memerlukan dana besar
dalam penambahan produk baru yang tidak ada kaitannya sama sekali
dengan lini produk yang telah ada. Karena produk yang belum pernah
diproduksi sebelumnya, serta dalam hal penggunaan fasilitas-fasilitas
untuk mempromosikannya memerlukan proses yang baru pula.
Sedangkan menurut Tjiptono (2008), terdapat tiga strategi pengembangan
produk, yaitu:
 Strategi peningkatan kualitas. Produsen dapat meningkatkan daya
tahan produk atau dengan meningkatkan kehandalan dan kecepatan
pelayan terhadap konsumen.
 Strategi peningkatan keistimewaan. Produk Ada empat indikator yang
dapat meningkatkan keistimewaan suatu produk, seperti kualitas bahan
yang dipakai, keanekaragaman, kenyamanan dalam pemakaian suatu
produk bagi penggunaannya dan aksesoris tambahan. 
 Strategi peningkatan gaya produk. Produsen bisa meningkatkan nilai
suatu produk dari segi pemilihan warna produk tersebut, rancangan
atau desain yang menarik dan yang terakhir adalah kemasan yang
dapat memberi nilai tambah bagi produk tersebut.
Tahapan Proses Pengembangan Produk 
Pengembangan produk baru bukan merupakan hal yang mudah bagi
perusahaan yang menjalankannya. Proses pengembangan produk untuk
setiap perusahaan juga berbeda, tergantung produk serta tingkat
kompleksitasnya, dan umumnya kegiatan-kegiatan ini lebih membutuhkan
daya analisis intelektual dan manajemen organisasi.
Perusahaan harus menyadari bahwa dalam pelaksanaan pengembangan
produk, kemungkinan perusahaan mengadakan perubahan-perubahan ciri-
ciri khusus produk, meningkatkan mutu produk, menambah tipe produk,
dan mengubah ukuran produk untuk memuaskan pasar. Pada saat
perusahaan mengalami kemunduran dan menghadapi persaingan yang
cukup tinggi, maka kebijaksanaan produk khususnya pengembangan
produk merupakan salah satu alternatif jika kebijaksanaan non produk
seperti promosi, penentu harga serta saluran distribusi tidak memberikan
hasil yang memuaskan untuk dapat menjamin kesinambungan produk di
pasar.

Referensi :
Ariani, D. W. (2017). Manajemen Operasi.

Sudrajat, A. (2008). Teori-teori motivasi. Tersedia juga dalam http://akhmadsudrajat. wordpress.


com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/[diakses di Bandung: 9 Oktober 2012].

Pengembangan Produk (Pengertian, Tujuan, Strategi dan Tahapan) (kajianpustaka.com)

Anda mungkin juga menyukai