Anda di halaman 1dari 117

Analisis Rangkaian Listrik

Di Kawasan Fasor
Dr.Dedy Suryadi,ST.,MT
Pengantar
Sajian kuliah ini mengenai analisis rangkaian listrik di
kawasan fasor dalam kondisi mantap, yang hanya berlaku
untuk sinyal sinus
Dengan fasor, operasi-operasi diferensial dan integral pada
elemen-elemen dinamis dapat dihindari
Cakupan Bahasan

 Fasor dan Impedansi


 Kaidah Rangkaian dan Diagram Fasor
 Teorema Rangkaian dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
 Analisis Daya
 Penyediaan Daya dan Perbaikan Faktor Daya
 Sistem Tiga Fasa Seimbang
Tujuan :
 Memahami dan mampu menyatakan sinyal sinus
ke dalam bentuk fasor
 Mampu melakukan operasi-operasi fasor
 Memahami konsep impedansi di kawasan fasor
 Mampu melakukan perhitungan rangkaian
impedansi
Mengapa Fasor
?
Mengapa Fasor ?

Di kawasan waktu, bentuk gelombang sinus dinyatakan sebagai

y = A cos(ωt − θ)
Sudut fasa
Amplitudo Frekuensi sudut

Analisis rangkaian listrik di kawasan waktu melibatkan operasi


diferensial dan integral, karena hubungan arus-tegangan
elemen-elemen adalah

diL dvC 1
vL = L
dt
iC = C
dt
vC =
C ∫ iC dt
Mengapa Fasor ?

Sementara itu bentuk gelombang sinus sangat luas di gunakan.

Energi listrik, dengan daya ribuan mega watt, dislurkan


menggunakan bentuk gelombang sinus.

Demikian pula radio dan televisi menggunakan bentuk


gelombang sinus dalam transmisinya.

Pekerjaan analisis rangkaian, dimana peubah rangkaiannya


berbentuk gelombang sinus, akan sangat dipermudah jika
operasi-operasi diferensial dapat dihindarkan.
Mengapa Fasor ?

Dalam matematika ada sebuah fungsi yang turunannya


berbentuk sama dengan fungsi itu sendiri, yaitu

fungsi eksponensial

de x dAe x
= ex = Ae x
dx dx

Jika sinyal sinusoidal dapat dinyatakan dalam bentuk


fungsi eksponensial, maka operasi diferensial akan
sangat dipermudah bahkan dihindarkan
Mengapa Fasor ?

Keinginan itu ternyata bisa dipenuhi karena


ada hubungan antara fungsi sinus dan fungsi eksponensial yaitu
identitas Euler

e jx = cos x + j sin x

Ini adalah fungsi cosinus yang


digunakan untuk menyatakan
sinyal sinusoidal

Ini adalah fungsi eksponensial kompleks

Berikut ini kita akan melihat


ulang bilangan kompleks
Bilangan Kompleks
Bilangan Kompleks

Pengertian Tentang Bilangan Kompleks

Tinjau Persamaan: Akar persamaan adalah:

s2 + 1 = 0 s = −1 = j

Bilangan tidak nyata (imajiner)

3.5
3
x
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
x
Bilangan Kompleks

(sumbu imajiner)
Im
jb s = a + jb

a Re
(sumbu nyata)

Bilangan kompleks s didefinisikan sebagai:

s = a + jb dengan a∈ℜ dan b∈ℜ

bagian nyata dari s bagian imajiner dari s


Re(s) = a Im(s) = b
Bilangan Kompleks

Representasi Grafis Bilangan Kompleks


(sumbu imajiner)
Im Im
jb S = a + jb jb S = a + jb
|
|S
θ
a Re a Re
(sumbu nyata)

S = |S|cosθ + j|S|sinθ
Bilangan kompleks dinyatakan S = a2 + b2
dengan menggunakan vektor
θ = tan−1(b/a)
|S|cosθ = Re (S) bagian nyata dari S

|S| sinθ = Im (S) bagian imaginer dari S


Bilangan Kompleks

Contoh:
Im

4 3 + j4 = 5cosθ + j5sinθ

3
5
2
1
θ
Re
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
-1
-2
-3
Bilangan Kompleks

Operasi-Operasi Aljabar Bilangan Kompleks


Penjumlahan dan Pengurangan

s1 = a + jb s1 = a + jb
s2 = p + jq +
s2 = p + jq --
s1 + s2 = (a + p) + j (b + q) s1 − s2 = (a − p) + j (b − q)
Perkalian
( s1 )(s2 ) = (a + jb)( p + jq) = (ap − bq) + j (aq + bp)

Pembagian

s1 a + jb p − jq ( ap + bq ) + j (bp − aq )
= × =
s2 p + jq p − jq p2 + q2
Bilangan Kompleks

Contoh: s1 = 2 + j3 dan s2 = 3 + j 4
diketahui:

maka: s1 + s2 = ( 2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j 7

s1 − s2 = (2 + j 3) − (3 + j 4) = −1 − j1

(s1 )(s2 ) = (2 + j3)(3 + j4)


= (6 − 12) + j(8 + 9) = −6 + j17

s1 2 + j 3 3 − j 4
= ×
s2 3 + j 4 3 − j 4
( 6 + 12 ) + j ( − 8 + 9 ) 18 1
= = + j
32 + 4 2 25 25
Bilangan Kompleks
Bentuk Sudut Siku dan Bentuk Polar
Fungsi eksponensial bilangan kompleks didefinisikan sebagai

e ( τ + jθ ) = e τ e jθ
= e τ (cos θ + j sin θ )

dengan eτ adalah fungsi eksponensial riil

dan e jθ = cos θ + j sin θ Ini identitas Euler

Dengan identitas Euler ini bilangan


S = a + jb
komleks yang dituliskan sebagai:

dapat dituliskan sebagai: S = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ )

Penulisan bilangan kompleks di atas adalah penulisan dalam bentuk sudut siku
yang juga dapat dituliskan dalam bentuk polar yaitu:

S = a 2 + b 2 e jθ
Bilangan Kompleks
Contoh:
Bentuk Polar S = 10 e j0,5 |S| = 10 sudut fasa: θ = ∠S = 0,5 rad
Bentuk Sudut Siku S = 10 (cos 0 ,5 + j sin 0 ,5 )
= 10 ( 0 ,88 + j 0 , 48 ) = 8,8 + j 4 ,8

4
2 2 ∠S = θ = tan −1 = 0,93 rad
Bentuk Sudut Siku S = 3 + j4 | S |= 3 +4 = 5 3

Bentuk Polar S = 5e j 0,93

−1 4
Bentuk Sudut Siku S = 3 − j4 | S | = 3 + 4
2 2
=5 ∠ S = − θ = tan
3
= 0,93 rad

Bentuk Polar S = 5e − j 0,93


Bilangan Kompleks

Kompleks Konjugat

Im Im
S = a + jb S* = p + jq

Re Re

S* = a − jb S = p − jq
Bilangan kompleks S mempunyai konjugat S*
Konjugat dari S = a + jb adalah S* = a - jb

Suatu bilangan kompleks dan konjugatnya mempunyai hubungan-hubungan


berikut:
S S* =| S | 2 atau |S| = S S * *
 S1  S1*
(S 1 × S 2 )* ( )(S * )
= S 1* 2 dan   = *
 S2  S1
(S 1 + S2 )* = S 1* + S 2*
Pernyataan Sinyal Sinus
Dalam Bentuk Fasor
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor

Fasor
Sinyal Sinus di kawasan waktu : v = A cos( ω t + θ )
Mengingat relasi Euler, fungsi ini bisa dipandang sebagai
bagian riil dari suatu bilangan kompleks
A e j(ωt+θ) = A {cos(ωt + θ) + j sin(ωt + θ)} = V
sehingga dapat ditulis dalam bentuk; v = Re(V) = Re ( A e jω t e j θ )

Jika seluruh sistem (rangkaian) mempunyai ω


bernilai sama maka ejωt bernilai tetap Re dan e jωω
sehingga tak perlu selalu dituliskan tidak ditulis lagi

dan sinyal sinus v = A cos( ω t + θ )


dapat ditulis dalam bentuk eksponensial kompleks : V = A e jθ

Inilah yang disebut Fasor


hanya amplitudo A dan sudut fasa θ yang diperhatikan
karena ω diketahui sama untuk seluruh sistem
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor

Penulisan dan Penggambaran Fasor


Karena hanya amplitudo dan sudut
fasa saja yang diperhatikan maka Im
V
V = Ae jθ jb
dituliskan |A|
θ
V = A∠θ
a Re

V = A∠ θ = A cos θ + jA sin θ
−1  b 
V = a + jb = a + b ∠ tan  
2 2

a
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor

Contoh: penulisan sinyal sinus dalam bentuk fasor

v1 (t ) = 10 cos(500t − 45 o ) V1 = 10∠ − 45 o atau


V1 = 10 cos(−45 o ) + j10 sin( −45 o ) = 7,07 − j 7,07
menjadi:
v 2 (t ) = 15 cos(500t + 30 o ) V2 = 15∠30 o atau
o o
menjadi: V2 = 15 cos(30 ) + j15 sin(30 ) = 12,99 + j 7,5
Pada frekuensi ω = 500

i1 (t ) = −4 cos 1000t I 1 = −4∠0 o atau


menjadi: I 1 = −4 cos(0 o ) − j 4 sin(0 o ) = −4

i 2 (t ) = 3 cos(1000t − 90 o ) I 2 = 3∠ − 90 o atau
o o
menjadi: I 2 = 3 cos(−90 ) + j 3 sin( −90 ) = − j 3
Pada frekuensi ω = 1000
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor

Fasor Negatif dan Fasor Konjugat

Im Jika A = A∠θ
A maka negatif dari A adalah
jb
|A|
θ
(
− A = A∠ θ + 180 o)
= A∠( θ − 180 )
−a o
a
−A −θ Re
|A| dan konjugat dari A adalah
−jb A* A* = A∠ − θ

Jika A = a + jb − A = −a − jb
A* = a − jb
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor

Operasi-Operasi Fasor

Jika diketahui : A = A∠θ1 B = B∠θ2


maka :
• Perkalian A × B = AB∠( θ1 + θ2 )
A A∠θ1 A
• Pembagian = = ∠( θ1 − θ2 )
B B∠θ2 B
• Penjumlahan dan Pengurangan

A + B = ( A cos θ1 + B cos θ2 ) + j ( A sin θ1 + B sin θ2 )


A − B = ( A cos θ1 − B cos θ2 ) + j ( A sin θ1 − B sin θ2 )
Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Bentuk Fasor
Contoh
Diketahui: I 1 = −4∠0 o V1 = 10∠− 45o
I 2 = 3∠ − 90 o V2 = 15∠30 o
maka :
Im
I 3 = I1 + I 2 = (− 4 + j 0) + (0 − j3) = −4 − j 3
216,9o
-4
 −3
I3 = ( − 4 ) 2 + ( − 3 ) 2 ∠ tan − 1   = 5 ∠ 216 ,9 o 5 Re
−4
I3 -3
V1 10∠ − 45o
Z1 = = = − 2 .5∠ − 45 o
I1 − 4∠0 o

V2 15∠30 o
Z2 = = = 5∠120 o
I 2 3∠ − 90 o

S 1 = V1 I 1* = (10 ∠ − 45 o ) × ( − 4 ∠ 0 o ) = − 40 ∠ − 45 o

S 2 = V2 I *2 = (15 ∠ 30 o ) × (3∠ 90 o ) = 45∠120 o


Impedansi
Impedansi

Impedansi di kawasan fasor


Impedansi suatu elemen rangkaian di kawasan
fasor adalah perbandingan antara
fasor tegangan dan fasor arus elemen tersebut

Vx fasor tegangan

Zx =
Ix fasor arus

impedansi

Catatan:
Ada pengertian impedansi di kawasan s yang
belum akan kita pelajari dalam kuliah ini
Impedansi
• Resistor
Kawasan waktu
iR (t) = iRm cos(ωt + θ)
iR Kawasan fasor
j ( ωt +θ)
= iRme
= iRme jωt e jθ I R = I R ∠θ
+ vR −
vR
R = v R (t ) = RiR (t )
iR jωt jθ VR = RI R
= RiRm e e
VR
R=
IR
resistansi resistor di kawasan waktu Impedansi
bernilai sama dengan
impedansinya di kawasan fasor
Impedansi
• Induktor

Kawasan waktu
i L ( t ) = i Lm cos( ωt + θ)
+ = i Lm e j ( ωt + θ ) Kawasan fasor
iL vL
− = i Lm e jωt e jθ I L = I L ∠θ

diL (t )
diL v L (t ) = L
vL = L dt
dt
= jωL(im e jωt e jθ ) VL = jωLI L
VL
ZL = = jω L
IL
hubungan diferensial hubungan linier Impedansi
Impedansi
• Kapasitor
Kawasan waktu
vC (t ) = vCm cos(ωt + θ) Kawasan fasor

+ vC − = vCme j (ωt +θ) VC = VC ∠θ


`
dvC
iC iC (t ) = C
dt
iC = C
dvC = jωC(vCme j ( ωt +θ) ) I C = jωC VC
dt
VC 1
ZC = =
IC jω C
hubungan diferensial hubungan linier 1
=−j
ωC
Impedansi
Impedansi
• Impedansi dan Admitansi
Impedansi: Z

VR VL VC 1 1
R= ZL = = j ωL ZC = = =−j
IR IL IC jωC ωC

V=ZI
Admitansi: Y = 1 / Z

1 1 1 j 1
YR = YL = = =− YC = = jωC
R Z L jωL ωL ZC

I =Y V
Perhatikan: relasi ini adalah
relasi linier.
Di kawasan fasor kita terhindar
dari perhitungan diferensial.
Impedansi

• Impedansi Secara Umum

Z = R(ω) + jX (ω)

R (1 / jωC ) R  ωR 2
C 
Z L + R // C = jωL + = + 
j ωL −
R + (1 / jωC ) (ωRC ) + 1
2  (ω ) 2
+ 
 RC 1 

• Perhatian : Walaupun impedansi merupakan pernyataan


yang berbentuk kompleks, akan tetapi impedansi bukanlah
fasor. Impedansi dan fasor merupakan dua pengertian dari
dua konsep yang berbeda.
– Fasor adalah pernyataan dari sinyal sinus
– Impedansi adalah pernyataan elemen.
Tujuan:
 Memahami kaidah-kaidah rangkaian di kawasan fasor
 Mampu mengaplikasikan kaidah-kaidah rangkaian
 Mampu menggambarkan diagram fasor
Kaidah-Kaidah
Rangkaian Impedansi
Kaidah-Kaidah Rangkaian Impedansi

• Hubungan Seri

I jωL
R Z RL seri = R + jωL
VRL seri = (R + jωL ) I
+ VL −
+ VR −

j
I −j/ωC Z RC seri =R−
R ωC
 1 
+ VR − + VC − VRC seri =  R +  I
 jωC 
Kaidah-Kaidah Rangkaian Impedansi

• Hubungan Seri dan Kaidah Pembagi Tegangan

jωL I −j/ωC  1 
Z LC seri = j  ωL − 
 ωC 
+ VL −  j 
+ VC − VLC seri =  jωL − I
 ωC 

Kaidah Pembagi Tegangan

Vtotal seri = Z total seri I


Z total seri = Z1 + Z 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + Z n

Zk
Vk = × Vtotal
Z total seri
Kaidah-Kaidah Rangkaian Impedansi

• Hubungan Paralel dan Kaidah Pembagi Arus

Itotal
V
Ik = = Yk V
I3 Zk
I1 I2
jωL
n n
R −j/ωC I total = ∑ I = ∑Y V = Y
k =1
k
k =1
k total V


1 1 1
Ytotal = Yk = + + ⋅⋅⋅⋅ +
k =1
Z 1 Z 2 Zn
Kaidah Pembagi Arus
Yk
I k = Yk V = I total
Ytotal
Diagram Fasor
Diagram Fasor

• Arus Dan Tegangan Pada Induktor

L = 0,5 H , iL(t) = 0,4cos(1000t) A

Z L = j × 1000 × 0 ,5 = j 500 Ω

VL = Z L I L = ( j500) × 0,4∠0 o
= 500∠90 o × 0,4∠0 o = 200∠90 o V

Di kawasan waktu:
Im Arus
VL 200
90o di belakang V 150
A vL(t)
tegangan 100
50 100 iL(t)
0
IL Re -50 0 0,002 0,004 0,006 0,008
-100
detik
Arus dijadikan -150
referensi (sudut -200

fasa = 0)
Diagram Fasor

• Arus Dan Tegangan Pada Kapasitor


C = 50 pF , iC(t) = 0,5cos(106 t) mA
1 −j
ZC = = 6 −
= − j20 kΩ
jωC 10 ×(50×10 )
12

VC = ZC I C = (20×103 ∠− 90o ) ×(0,5×10−3 ∠0o )


= 10∠− 90o V

Im Di kawasan waktu:
10
IC Re vC(t)
V 10 iC(t)
arus 5
mA
VC 90o mendahului 0
tegangan 0 0,0005 0,001 0,0015 0,002
detik
-5
Arus dijadikan
referensi (sudut -10

fasa = 0)
Diagram Fasor

• Beban Kapasitif
Pada sebuah beban :
v(t) =120cos(314t +10o) V
i(t) = 5cos(314t + 40o) A V = 120∠10 o V dan I = 5∠40 o A

V 120∠10 o o
ZB = = o
= 24 ∠ − 30 Ω
I 5∠40
= 24 cos(−30) + j 24 sin(−30) = 20,8 − j12 Ω

Im arus
mendahului
I tegangan
V

Re
Diagram Fasor

• Beban Induktif
Pada sebuah beban :
v(t) =120cos(314t + 20o) V
i(t) = 5cos(314t − 40o) A

V = 120∠20 o V dan I = 5∠ − 40 o A

Im V
V 120∠20 o o
ZB = = o
= 24 ∠60 Ω
I 5∠ − 40
Re = 24 cos(60 o ) + j 24 sin(60 o )
arus
I tertinggal dari = 12 + j 20,8 Ω
tegangan
Diagram Fasor
• Beban : RLC seri , mencari solusi di kawasan waktu
i=?

+ 100Ω 20µF
vs(t) = − 50mH
250 cos500t V
Transformasi rangkaian
ke kawasan fasor
Vs = 250 ∠ 0 o V; Z R = 100 Ω

ZC = −
j
= − j100 Ω Vs= + 100Ω −j100Ω
500 × 20 × 10 − 6 − j25Ω
250∠0oV
Z L = j 500 × 50 × 10 −3 = j 25 Ω

Z tot = 100 − j100 + j 25 = 100 − j 75 Ω Vs 250∠0 o o


I= = = 2∠36,87 A
− 75 Z tot 125∠ − 36,87 o
= (100) 2 + (75) 2 ∠ tan −1
100
Kembali ke kawasan waktu
o
= 125∠ − 36,87 Ω
i(t) = 2 cos(500t + 36,87o) A
Diagram Fasor
• Beban : RLC seri , analisis di kawasan fasor

+ 100Ω 20µF
vs(t) = − 50mH
250 cos500t V Z tot = 100 − j100 + j 25 = 100 − j 75 Ω
−1 − 75
= (100 ) 2 + ( 75 ) 2 ∠ tan
Transformasi rangkaian 100
ke kawasan fasor
= 125 ∠ − 36 ,87 o Ω
Vs = 250∠0o; ZR =100Ω
ZC = − j100Ω; ZL = j25Ω
Vs 250 ∠ 0 o o
I= = o
= 2 ∠ 36,87 A
Z tot 125 ∠ − 36 ,87
Im
I
Vs= + 100Ω −j100Ω
250∠0oV − j25Ω V Re

Beban RLC seri ini bersifat kapasitif


|ZC| > |ZL| arus mendahului tegangan
Diagram Fasor

Fasor Tegangan Tiap Elemen

Vs= + 100Ω −j100Ω


250∠0oV − j25Ω
Im VR = RI

I VC = −jXC I
Z tot = 100 − j 75 = 125∠ − 36,87 Ω
o Vs
Vs 250∠0 o
Re
I= = = 2∠36,87 o
A VL = jXL I
Z tot 125∠ − 36,87 o

100 Fasor tegangan rangkaian


VR = 250∠0 o = 200∠36,87 o V
125∠ − 36,87 o
mengikuti hukum Kirchhoff
100∠ − 90 o Vs = VR + VC + VL
VC = 250∠0 o = 200∠ − 53,13o V
125∠ − 36,87 o

25∠90 o
VL = 250∠0 o
= 50∠126,87 o
V
125∠ − 36,87 o
Diagram Fasor
• Beban : RLC seri, induktif
Z R = 100 Ω
Vs= + 100Ω −j25Ω Z C = − j 25 Ω
250∠0oV − j100Ω Z L = j100 Ω
Vs = 250 ∠ 0 o V

Im Z tot = 100 − j 25 + j100 = 100 + j 75 Ω


75−1
= (100) + (75) ∠ tan
2 2
100
V Re = 125∠36,87 o Ω
I
Vs 250∠0o
I= = = 2∠ − 36,87 o
A
Z tot 125∠36,87 o

Pada beban kapasitif |ZL| > |ZC|


arus tertinggal dari tegangan
Diagram Fasor
• Beban : RLC paralel
I
Y R = 0 . 01 Ω
−j25Ω YC = j 0 . 04 Ω
Vs= +
250∠0oV − 100Ω j100Ω Y L = − j 0 . 01 Ω
V s = 250 ∠ 0 o .

Im
I Ytot = 0.01 + j 0.04 − j 0.01 Ω
= 0.01 + j 0.03

V Re I = VY = 250 × (0.01 + j 0.03) = 2.5 + j 7.5


7.5
= 2.52 + 7.52 tan −1 = 7.9∠71.6 o
2.5
Tujuan:
 Memahami teorema-teorema rangkaian di kawasan fasor
 Memahami metoda analisis rangkaian di kawasan fasor
 Mampu melakukan analisis rangkaian di kawasan fasor pada
sistem satu fasa
Teorema Rangkaian
Teorema Rangkaian

• Prinsip Proporsionalitas

Y = K X
Y = fasor keluaran, X = fasor masukan, dan K = konstanta
proporsionalitas yang pada umumnya merupakan bilangan kompleks

• Prinsip Superposisi
* selalu berlaku di kawasan waktu
* berlaku di kawasan fasor bila frekuensi sama
Teorema Rangkaian

• Teorema Thévenin dan Norton


1
VT = ZT I ( ; I ( = Y( VT ; Y( =
ZT

A A

+ RT + ZT
vT VT
− −
B B

Kawasan waktu Kawasan fasor


Teorema Rangkaian

• Contoh Prinsip Superposisi

+ 8Ω 3H
20cos4t V _ io 3cos4t A

j12Ω j12Ω
+ 8Ω Io1 8Ω Io2
20∠0o _ − j6Ω
− j6Ω 3∠0o

20∠0o 20∠0o 1 /(− j 6) 8 + j12


I o1 = = I o2 = × 3∠0 o = × 3∠0 o
8 + j12 − j 6 8 + j 6 1 /(− j 6) + 1 /(8 + j12) 8 + j6
14,4∠56,3 o
20∠0 o
= × 3∠0 o
= 4,32∠19, 4 o
A
= = 2∠ − 36,9o A 10∠36,9 o
10∠36,9 o

I o = I o1 + I o2 = 1,6 − j1,2 + 4,1 + j1,44 = 5,7 + j 0,24

I o = 5,7∠2,4 o io (t ) = 5,7 cos(4t + 2,4 o )


Teorema Rangkaian

Contoh Rangkaian Ekivalen Thévenin


A B
10Ω
+
100Ω −j100Ω − 20∠45o V
0,1∠−90o A
`
V A = 100 × 0,1∠ − 90 o = 10∠ − 90 o V
VT = V A − V B = 10∠ − 90 o − 19,9∠39.3 o
− j100
VB = × 20∠45o = − j10 − (15,4 + j12,6 ) = −15,6 − j 22,6 V
10 − j100
= 0,995∠ − 5,7 × 20∠45o 10 × ( − j100 )
Z T = 100 + = 109 ,9 − j 0,99 Ω
10 − j100
= 19,9∠39,3o V
A B

VT + ZT

Metoda Analisis
Metoda Analisis Dasar

• Metoda Keluaran Satu Satuan


12Ω 1/18 F 1/6 F ix
B C Misalkan I x = (1 + j 0) A
A
+ vx − VC = j 3 V VC
14cos2t + 3/2 I4 = = j1 V
3
V − 9Ω 3Ω H
I 3 = I x + I 4 = (1 + j1) A
D
VB = VC + (− j 3)I 3 = j 3 − j 3(1 + j1) = 3 V
12Ω −j9Ω −j3Ω Ix
A B C VB 1 4 
I2 = = A I1 = I 2 + I 3 =  + j1 A
j3Ω
9 3 3 
14∠0 V
+ I1 I3
− I2 9 Ω I4 3Ω 4 
VA = VB +  + j1(12 − j 9) = 28 V
D 3 

I 1 1 14∠0 o
K= x = → Ix = VA = = 0,5∠0 o
VA 28 28 28
→ i x = 0,5 cos 2t
Metoda Analisis Dasar

• Metoda Superposisi
+ 9Ω 3H
20cos4t V _ io 3cos2t A

+ 9Ω j12Ω Io1 9Ω j6Ω Io2


_ 20∠0o
− j6Ω − j12Ω
3∠0o

20∠0 o 20∠0 o 1 /(− j12) 8 + j6


I o1 = = I o2 = × 3∠0o = × 3∠0o
8 + j12 − j 6 8 + j 6 1 /(− j12) +1 /(8 + j6) 8 − j6
20∠0 o 10∠36,9o
= o
= 2∠ − 36,9 A = × 3∠0o = 3∠73,8o A
10∠36,9 o 10∠ − 36,9o

Fasor Io1 dan Io2 tidak dapat langsung dijumlahkan karena sumber berbeda
frekuensi. Kembali ke kawasan waktu, baru kemudian dijumlahkan

io1 = 2 cos(4t − 36,9 o ) A dan io2 = 3 cos(2t + 73,8 o ) A


sehingga io = io1 + io2 = 2 cos(4t − 36,9 o ) + 3 cos(2t + 73,8 o ) A
Metoda Analisis Dasar

• Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin


A i
2H 2Ω A I
6Ω 6Ω
1H
+

2Ω j4Ω 2Ω j2Ω
18cos2t V +
1/8 F − 18∠0o V 2Ω
B −j4Ω
B
A

6Ω j4Ω 2Ω 2 9
+
− 18∠0o V 2Ω VT = Vht = × 18∠0 o = V
2 + 6 + j4 2 + j1
B

2 (6 + j 4 ) 16 + j 8 + 12 + j 8 7 + j 4
ZT = 2 + = = Ω
2 + 6 + j4 8 + j4 2 + j1

A I
VT 9 (2 + j1)
I= = ×
+
− VT
ZT j2Ω ZT + j 2 − j 4 (2 + j1) (7 + j 4) − j 2(2 + j1)
−j4Ω
= 1∠0o A
B
⇒ i = 1cos2t A
Metoda Analisis Dasar

• Metoda Reduksi Rangkaian


ix?
A − + B
v= Sumber tegangan dan sumber arus
10sin100t V 50Ω
berfrekuensi sama, ω = 100. Tetapi
i1 =
0.1cos100t A
200µF 1H sumber tegangan dinyatakan dalam
sinus, sumber arus dalam cosinus.
A B Ix
− + Ubah kedalam bentuk standar, yaitu
V= bentuk cosinus melalui kesamaan
50Ω
10∠−90oV
I1 = sinx = cos(x−90)
0.1∠0o A −j50Ω j100Ω
Iy sumber tegangan tersambung seri
A
dengan resistor 50 Ω paralel
I2
50Ω dengan induktor j100 Ω
I1 =
0.1∠0o A −j50Ω
j100Ω Simpul B hilang. Arus Iy yang
Iy sekarang mengalir melalui resistor
50Ω, bukanlah arus Ix yang dicari; Iy
50Ω
kali 50Ω adalah tegangan simpul A,
I1 − I2
−j50Ω j100Ω bukan tegangan simpul B tempat Ix
keluar
Metoda Analisis Umum

• Metoda Tegangan Simpul


Ix=?
A B
− + VA V V
V= A : − I1 + + B + B =0
10∠−90oV
50Ω − j 50 j100 50
I1 =
0,1∠0o A B : VA − VB = −V
−j50Ω j100Ω

 1 1 1
 − j50 +  VA   0,1∠0 o 
j100 50   =  
   VB  10∠90 o 
 1 −1 

 j 2 2 − j1 VA   10   j 2 2 − j1  VA   10 


1 − 1   V  =  j10 → eliminasi Gauss :  0 − 2 − j1  V  = − 30
  B      B  

−30 −30(−2 + j1)


VB = = = 12 − j6 = 13,4∠ − 26,6 o V; I x = 0,268∠ − 26,6 o
− 2 − j1 5
 j15 j10 −10 
 VA = j10 + VB = j10 + = = 12,6∠18,4 o V 
 − 0,5 + j1 − 0,5 + j1 
Metoda Analisis Umum

• Metoda Arus Mesh


V=10∠−90oV
A − + B

I= I1 I2 I3
0,1∠0o A
−j50Ω 50Ω

 1 0  I1   0.1 
0
( j50) (− j50 + j100) (− j100)  I2  = (− j10)

 0 (− j100) (50 + j100) I3   0 
I 1 = 0,1∠ 0 0 A
 1 0 0   I1   0.1 
 ( j 5) − j3

( j 5) (− j10) I 2  = (− j1) I3 =
5 − j10
 0 (− j 2) (1 + j 2) I 3   0 
= 0,27 ∠ − 26 ,6 o A
1 0 0   I1   0.1  − j1,5 + j10 I 3
0 I2 =

( j5) (− j10)  I 2  = (− j1.5) j5
0 0 (5 − j10) I 3   (− j3)  = 0,3∠ − 53,2 o A
Tujuan:
 Memahami daya nyata dan daya reaktif

 Memahami gejala alih daya


 Mampu menghitung alih daya maksimum
Tinjauan Daya di
Kawasan Waktu
Tinjauan Daya di Kawasan Waktu
Tegangan dan arus beban
merupakan fungsi waktu vb = Vm cos( ω t + θ ) ; ib = I m cos ω t

pb = vi = Vm I m cos(ωt + θ) cos ωt = Vm I m (cos ωt cos θ − sin ωt sin θ) cos ωt


Vm I m Vm I m Vm I m
= cos θ + cos θ cos 2ωt − sin θ sin 2ωt
2 2 2
Vm I m  Vm I m 
= cos θ (1 + cos 2ωt ) −  sin θ sin 2ωt
 2   2 

pb Nilai rata-rata
Nilai rata-rata
=0
= VrmsIrmscosθ
1

Komponen ini Komponen ini tidak


t memberikan alih energi
memberikan alih 0 15

energi netto; disebut -1 netto; disebut daya


daya nyata: P reaktif: Q
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor

Tegangan dan Arus dalam Fasor

V = Vrms ∠0 o dan I = I rms ∠ − θ

• Daya Kompleks :
Im S = VI*
*
S = VI
jQ
S = V rms I rms
I*
ϕ
S = P + jQ P

P = S cos θ = V rms I rms cos θ V Re


I
Q = S sin θ = V rms I rms sin θ Segitiga daya

P
Faktor Daya cos ϕ =
S
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor

• Faktor Daya dan segitiga daya:


P
f.d. = cos θ =
S

Im I* Im S =VI*
V jQ
θ Re θ
Re
I (lagging) P
Faktor daya lagging

Im I (leading) Im
P
Re
θ V θ
Re − jQ
I* S =VI*
Faktor daya leading
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor

Daya Kompleks dan Impedansi Beban


V
ZB = atau V = Z BI
I

S = VI * S = P + jQ
2 2
*
= Z BI I = Z B I
2 = R B I rms + jX B I rms

= (R B + jX B )I rms
2 2
P = R B I rms dan
2
2
= R B I rms 2
+ jX B I rms Q = X B I rms
Tinjauan Daya di Kawasan Fasor
• COTOH
I A
seksi seksi
sumber beban
B
V AB = 480 ∠ + 75 o V(rms) dan I = 8 , 75 ∠ + 105 o
A(rms)
* o o o
S = VI = 480 ∠ + 75 × 8 , 75 ∠ − 105 = 4200 ∠ − 30
o o
= 4200 cos 30 − j 4200 sin 30 = 3640 − j 2100 VA

P = 3640 W dan Q = 2100 VAR

faktor daya = cos( − 30 ) = 0 , 866

P 3640
RB = 2
= = 47 , 5 Ω
I rms ( 8 , 75 ) 2

Q −2100
XB = 2
= = −27,4 Ω
I rms (8,75) 2
Alih Daya
Alih Daya

• Alih Daya

Dalam rangkaian linier arus bolak-balik


keadaan mantap, jumlah daya
kompleks yang diberikan oleh sumber
bebas, sama dengan jumlah daya
kompleks yang diserap oleh elemen-
elemen dalam rangkaian
Alih Daya

CONTOH A
V=10∠−90oV
B
− + Berapa daya yang
I2 I4 I5 diberikan oleh
I1 = I3 masing-masing
0,1∠0o A −j50Ω 50Ω
j100Ω sumber dan berapa
diserap R = 50 Ω ?
C

1 I 3 = I 2 − I1
1 1   1  o
VC  + +  − V A  + 0,1∠0 = 0
 50 j100 − j 50   − j 50  V A − VC 10∠90 o − (−12 + j 6)
I2 = =
atau − j 50 − j 50
= −0,08 + j 0,24 A
VC [2 + j1] − VA [ j 2] = −10∠0 o
⇒ I 3 = I 2 − I 1 = −0,08 + j 0,24 − 0.1∠0 o
VA = −V = −10∠ − 90o = 10∠90o V = −0,18 + j 0,24 A

VC [2 + j1] − 2 × 10∠(90 o + 90 o ) = −10∠0 o S v = VI *3 = 10∠ − 90 o × (−0,18 − j 0,24)


− 30 = −2,4 + j1,8 VA
⇒ VC = = −12 + j 6 V
2 + j1
S tot = S i + S v
S i = (VC − V A )I 1* = [− 12 + j 6 − j10]× 0,1∠0 o = −1,2 − j 0,4 − 2,4 + j1,8
= −1,2 − j 0,4 VA = −3,6 + j1,4 VA
Alih Daya

• Alih Daya Maksimum


Dengan Cara Penyesuaian Impedansi

VT
A I =
ZT = RT + jXT ( RT + RB ) 2 + ( X T + X B ) 2
+
− VT ZB = RB + jXB VT
2
RB
2
PB = I R B =
( RT + R B ) 2 + ( X T + X B ) 2
B
2
VT RB
Jika X T = -X B PB =
( RT + R B ) 2
2
VT
Jika RT = RB ⇒ PB = (maksimum)
4 RB

Jadi syarat untuk terjadinya alih daya maksimum adalah :


RT = R B dan X B = − X T
Alih Daya
− j 50 − j1
CONTOH VT =
50 + j100 − j 50
× 10∠0 o =
1 + j1
× 10 = −5 − j 5 V

− j 50(50 + j100)
ZT = = 25 − j 75 Ω
A − j 50 + 50 + j100
50Ω j100Ω
+ Z B = 25 + j 75 Ω
− −j50Ω 25 + j 75
10∠0o V 2 2
VT − 5 − j5
PMAX = = = 0 ,5 W
B 4RB 4 × 25
VT −5 − j 5
IB = = = 0,02∠ − 135 o A
ZT + Z B 50

10∠0o
Is = = 0,1∠0o A Ps = 50I s 2 + 25I B 2
(− j50)(25+ j75)
50 + j100+
− j50 + 25+ j75 = 50× (0,1) 2 + 25× ( 0,02) 2 = 1 W
Alih Daya

• Alih Daya Maksimum


Dengan Cara Sisipan Transformator

2
impedansi yang ( 
terlihat di sisi primer Z B′ =  1  Z B
ZT
 (2 
+
− ZB
VT Z B′ = Z B′ cos θ + j Z B′ sin θ
(1 (2 2
VT Z B′ cos θ
PB =
(RT + Z B′ cos θ)2 + (X T + Z B′ sin θ)2

dPB (1 ZT
=0 Z B′ = RT + X T = Z T
2 2 =
dZ B′ (2 ZB
Alih Daya
CONTOH
A VT = −5 − j 5 V Z T = 25 − j 75 Ω
50Ω j100Ω
+
− −j50Ω 25 + j 60 ( ZT 25 2 + 75 2
10∠0o V a= 1 = = = 1,1028
B (2 ZB 25 2 + 60 2
2
VT a 2 RB
PB =
(R T + a 2 RB ) + (X
2
T + a2 X B )
2

50 × 1,216 × 25
= = 0,49 W
(25 + 1,216 × 25) 2
+ (− 75 + 1,216 × 60 ) 2

Seandainya
Z B = (25 − j 60) Ω
diusahakan
50 × 1,216 × 25
PB = = 0,06 W
(25 + 1,216 × 25) 2
+ (− 75 − 1,216 × 60 ) 2

Tidak ada peningkatan alih daya ke beban.


Rangkuman Mengenai Fasor
Rangkuman Mengenai Fasor

Fasor adalah pernyataan sinyal sinus yang fungsi waktu ke dalam


besaran kompleks, melalui relasi Euler.

Dengan menyatakan sinyal sinus tidak lagi sebagai fungsi waktu, maka
pernyataan elemen elemen rangkaian harus disesuaikan.

Dengan sinyal sinus sebagai fungsi t elemen-elemen rangkaian adalah


R, L, C.
Dengan sinyal sinus sebagai fasor elemen-elemen rangkaian menjadi
impedansi elemen R, jωL, 1/jωC.

Impedansi bukanlah besaran fisis melainkan suatu konsep dalam


analisis. Besaran fisisnya tetaplah R = ρl/A, dan C = εA/d

Dengan menyatakan sinyal sinus dalam fasor dan elemen-elemen dalam


inpedansinya, maka hubungan arus-tegangan pada elemen menjadi
hubungan fasor arus - fasor tegangan pada impedansi elemen.

Hubungan fasor arus dan fasor tegangan pada impedansi elemen


merupakan hubungan linier.
Rangkuman Mengenai Fasor

Dengan menyatakan arus dan tegangan menjadi fasor arus dan fasor
tegangan yang merupakan besaran kompleks maka daya juga menjadi
daya kompleks yang didefinisikan sebagai S = V I*.

Besaran-besaran kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks


sehingga kita mempunyai digram fasor untuk arus dan tegangan
serta segitiga daya untuk daya.

Hukum-hukum rangkaian, kaidah-kaidah rangkaian, serta metoda


analisis yang berlaku di kawasan waktu, dapat diterapkan pada
rangkaian impedansi yang tidak lain adalah transformasi rangkaian
ke kawasan fasor.

Sesuai dengan asal-muasal konsep fasor, maka analisis fasor dapat


diterapkan hanya untuk sinyal sinus keadaan mantap.
Tujuan:
 Memahami transformator dan diagram fasornya
 Mampu menghitung kebutuhan daya dan faktor daya beban
 Mampu menghitung penyediaan daya sumber dan tegangan
sumber untuk mencatu beban;
 Mampu menentukan keperluan perbaikan faktor daya.
Pemyediaan Daya
Pemyediaan Daya

Transformator

Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator


berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi.
Dengan transformator tegangan tinggi, penyaluran daya listrik dapat
dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat
ditekan.
Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan transformator penurun
tegangan, dari tegangan menengah 20 kV menjadi 380 V untuk
distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor pada tegangan 220 V.
Transformator daya tersebut pada umumnya merupakan transformator
tiga fasa; namun kita akan melihat transformator satu fasa lebih dulu
Pemyediaan Daya

Transformator Dua Belitan Tak Berbeban


If φ

+ + +
E1 (1 (2 E2
− −
Vs −

Belitan primer: Belitan sekunder:

2π f (1 I2 = 0
E1 = Φ maks = 4.44 f (1Φ maks
2 E 2 = 4.44 f ( 2 Φ maks

E1 (
= 1 ≡ a = rasio transformasi
E2 ( 2
Pemyediaan Daya
Transformator Dua Belitan Tak Berbeban
If φ φ = Φ maks sin ωt

+ dφ
+ + e1 = (1 = (1Φ maks ω cos ωt
E1 (1 (2 E2 dt
− −
Vs − dφ
e2 = ( 2 = ( 2Φ maksω cos ωt
dt
Fasor E1 sefasa dengan E2 karena
diinduksikan oleh fluksi yang sama.
Ic E1=E2

If R1 Arus magnetisasi If dapat dipandang sebagai


Iφ V1 terdiri dari dua komponen yaitu Iφ (90o
If dibelakang E1) yang menimbulkan φ dan IC
φ (sefasa dengan E1) yang mengatasi rugi-rugi
inti. Resistansi belitan R1 dalam diagram fasor
rasio transformasi a = 1, ini muncul sebagai tegangan jatuh IfR1.
resistansi belitan primer R1
Pemyediaan Daya

Ada Fluksi Bocor di belitan primer

If φ V1
Ic
jIfXl
Vs ∼ φl1 E2 φl E1=E2
Iφ IfR1
If
φ
Representasi fluksi
bocor di belitan primer

V1 = E1 + I f R1 + El1 = E1 + I f R1 + jI f X 1

Mengatasi rugi-rugi ada fluksi bocor di


inti belitan primer
Pemyediaan Daya

Transformator Berbeban
I1 φ I2

V1 ∼ φl1 φl2 V2 RB

V1 = E1 + I1R1 + El1 E 2 = V2 + I 2 R2 + El 2
= E1 + I1R1 + jI1 X 1 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2

V1
jI1X1
E1
E2 jI2X2 I1R1
I’2 I2 V2 I2R2
If
γ I1
φ beban resistif , a > 1
Pemyediaan Daya

Rangkaian Ekivalen
I1 I′ 2

R1 jX1 If R′2 jX′2


∼ Iφ B V′2=aV2
V1 E1 R Ic
c jXc

I1 I′ 2

R1 jX1 R′2 jX′2


∼ Z If B V′2=aV2
V1 E1

V1 = E1 + I1 R1 + jI1 X 1
I′2 , R′2 , dan X′2 adalah arus, resistansi, dan
E1 = aV2 + I ′2 R2′ + jI ′2 X 2′
reaktansi sekunder yang dilihat oleh sisi primer
I1 = I f + I ′2
Pemyediaan Daya

Rangkaian Ekivalen yang Disederhanakan

arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh

jika If diabaikan terhadap I1


kesalahan yang terjadi dapat
dianggap cukup kecil

I1=I′2

Re = R1+R′2 jXe =j(X1+ X′2)


∼ B V′2
V1

V1
V′2
I′2Re jI′2Xe
I′ 2
Pemyediaan Daya

Contoh 10 kW 8 kW
Penyediaan 380 V rms f.d. 0,8 f.d. 0,75
Daya lagging lagging

Impedansi saluran diabaikan


P1
S1 = P1 + jQ1 = P1 + j S1 sin θ1 = P1 + j sin θ1 = 10 + j 7,5 kVA
cosθ1

P2
S 2 = P2 + j | S 2 | sin θ 2 = P2 + j sin θ 2 = 8 + j 7 kVA
cos θ 2
S 12 = S 1 + S 2 = 10 + j 7 ,5 + 8 + j 7 = 18 + j14 ,5 kVA

18 Faktor daya total


cos θ 12 = = 0 . 78 lagging
18 2 + 14 ,5 2 tidak cukup baik
Perbaikan Faktor Daya
Perbaikan Faktor Daya

Perbaikan faktor daya dilakukan pada beban induktif dengan


menambahkan kapasitor yang diparalel dengan beban, sehingga
daya reaktif yang harus diberikan oleh sumber menurun tetapi
daya rata-rata yang diperlukan beban tetap dipenuhi

Im

| −jQ kapasitor
kVA beban |S
tanpa
kapasitor |S 1|
jQ beban (induktif)

Re
kapasitor kVA beban P beban
paralel dengan dengan
beban kapasitor Daya yang harus diberikan oleh sumber
kepada beban turun dari |S| menjadi |S1|.
Perbaikan Faktor Daya

CONTOH
10 kW 8 kW
380 V rms
50 Hz
C f.d. 0,8 f.d. 0,75
lagging lagging

S 1 = 10 + j10 tan(arccos 0 ,8 ) = 10 + j 7 ,5 kVA


S 2 = 8 + j 8 tan(arccos 0 , 75 ) = 8 + j 7 kVA
S 12 = 18 + j14 ,5 kVA cos θ 12 = 0 . 78 lagging
S12 diinginkan cos θ 12 C = 0 . 95 lagging
Im jQ12

-jQ12C
S12C = 18 + j18 tan(arccos 0.95) = 18 + j 5,9 kVA
S12C
jQ12C − jQ 12 C = j 5,9 − j14 ,5 = − j 8,58 kVAR

Re 2
P12 VC
QC = = VC
2
(− ωC )
XC
QC 8580
C= 2 C= = 190 µF
− ω VC 100π × 380 2
Diagram Satu Garis
Diagram Satu Garis

| V | = 380 V rms
CONTOH 0,2 + j2 Ω 0,2 + j2 Ω
Vs

beban 1 beban 2
S1 = 10 + j 0 kVA 10 kW 8 kW S 2 = 8 + j 0 kVA
cos ϕ = 1 cos ϕ = 1

8000 + j 0
S1 10000 + j 0 o I 2* = = 21∠0 o A → I 2 = 21∠0 o A
I1 = = = 25,8∠6,4 A 380∠0 o
V1* 387,6∠ − 6,4 o
2 2
S sal 2 = (0,2 + j 2) × I 2 = (0,2 + j 2) × I 2
I s = I1 + I 2 = 25,8∠6,4o + 21∠0o = 0,09 + j 0,9 kVA
= 46,64 + j 2,88 = 46,73∠3,5 A o
Stot 2 = S sal 2 + S 2 = 8,09 + j 0,9 kVA
2
S sal1 = (0,2 + j 2) × I s = (0,2 + j 2) × 46,732 Stot 2 8090 + j 900
V1 = = = 385,2 + j 42,9 V
= 0,44 + j 4,37 kVA I2 *
21∠0o
= 387,6∠6,4o V
S s = S sal1 + S1 + S sal 2 + S 2
= 0,44 + j 4,37 + 10 + 8,09 + j 0,9
= 18,53 + j5,27 kVA
Ss 18530 + j 5270 19265∠15,9 o
Vs = = = = 412∠19,4 o V
* o o
Is 46,73∠ − 3,5 46,73∠ − 3,5
Tujuan
 Memahami hubungan sumber dan beban dalam sistem
tiga fasa seimbang.
 Memahami hubungan fasor-fasor arus dan tegangan pada
sistem tiga fasa seimbang
 Mampu menentukan hubungan fasor-fasor arus dan
tegangan pada sistem tiga fasa seimbang
 Mampu melakukan analisis daya pada sistem tiga fasa
Sumber
Satu Fasa dan Tiga Fasa
Sumber Satu Fasa dan Tiga Fasa

vs(t)
R 1/jωC
u Vs ∼ jωL
s
Sebuah kumparan dipengaruhi oleh Tegangan imbas yang muncul di kumparan
medan magnet yang berputar dengan memberikan sumber tegangan bolak-balik,
kecepatan perputaran konstan sebesar Vs

C
vs(t)
∼ VC(
u
( ∼ A
s
VB( ∼ VA(
vs(t) vs(t)
B
Tiga kumparan dengan posisi yang berbeda Tegangan imbas di masing-masing kumparan
120o satu sama lain berada dalam medan memberikan sumber tegangan bolak-balik.
magnet yang berputar dengan kecepatan Dengan hubungan tertentu dari tiga kumparan
perputaran konstan tersebut diperoleh sumber tegangan tiga fasa
Sumber Tiga Fasa

Dalam pekerjaan analisis rangkaian kita memerlukan


referensi sinyal. Oleh karena itu tegangan bolak balik kita
gambarkan dengan tetap menyertakan referensi sinyal

Untuk sumber tiga fasa, referensi sinyal tegangan


adalah sebagai berikut

C A, B, C : titik fasa
VA( , VB( ,VC(
+ VC( besar tegangan antar
besar tegangan fasa ke − fasa adalah
netral
( −+ A
dituliskan pula sebagai VB( − VAB , VBC ,VCA
+ VA(
Vfn atau Vf dituliskan pula sebagai
B Vff
( : titik netral

Simbol sumber tiga fasa: ≈



Sumber Tiga Fasa

Diagram fasor sumber tiga fasa

Im
Diagram fasor
VC( tegangan
C
+ VC(
− 120o
( −+ A
VB( − VA( Re
+ VA( 120o
B
VB(
Sumber terhubung Y
VA( = |VA(| ∠ 0o
VB( = |VA(| ∠ -120o
Keadaan Seimbang VC( = |VA(| ∠ -240o
|VA(| = |VB(| = |VC(|
Sumber Tiga Fasa

Sumber tiga fasa dan saluran menuju beban

C
+ VC( VBC VCA IC

Tegangan
fasa-netral ( −+
− A
VB( + VA( VAB IA

B
IB
Sumber Tiga Fasa
Terhubung Y
Tegangan
Saluran ke beban fasa-fasa
Arus
saluran
Sumber Tiga Fasa

Hubungan fasor-fasor tegangan


Im
Tegangan fasa-fasa:

VCA VC( −VB( VAB = VA( + V(B = VA( − VB(


VAB
30o
VBC = VB( + V(C = VB( − VC(
30o
Re VCA = VC( + V(A = VC( − VA(
Tegangan VA(
Fasa-netral 120o
VB( 30o VAB = V fn 3∠30o
VBC = V fn 3∠ − 90o
VBC
VCA = V fn 3∠ − 210o
Dalam keadaan seimbang:
VA( = VB( = VC( = V fn : nilai tegangan fasa - netral
VAB = VBC = VCA = V ff = V fn 3 : nilai tegangan fasa - fasa
Sumber Tiga Fasa
Arus saluran dan arus fasa
Arus saluran
IC

C
IA C
+ VC( Arus fasa
− C A
( − + A A
VB( − N
+ VA( Arus fasa
B
B B

Sumber IB Beban Beban


terhubung terhubung terhubung
Y Y ∆
Arus di penghantar netral
dalam keadaan seimbang bernilai nol
Beban Tiga Fasa
Beban Tiga Fasa

Beban terhubung Y
IB VA( VA( ∠0
o
VA(
B IA = = = ∠ −θ = I f ∠ −θ
Z Z ∠θ Z
Z
IA Z VB( VB( ∠ − 120 o VB(
IB = = = ∠(−120 o − θ ) = I f ∠(−θ − 120 o )
N Z Z ∠θ Z
A Z
I(
VC( VC( ∠ − 240 o VC(
IC = = = ∠(−240 o − θ ) = I f ∠(−θ − 240 o )
Z Z ∠θ Z
IC C
Im
VC( Keadaan seimbang I A + I B + IC = 0
IC
θ
S 3 f = VA( I *A + VB( I *B + VC( I *C
Re = 3 VA( I A ∠θ
θ V
IB θ A(
= V ff I f 3∠θ
IA

referensi
VB(
Beban Tiga Fasa
Contoh IB
B V ff 380
V fn = = = 220 V
Z Z=4+j3 3 3
IA Z
Vff = 380 V (rms) VA( = 220 ∠0 o V ( sebagai referensi)
N VB( = 220 ∠ − 120 o V
A Z VA( referensi
I( VC( = 220 ∠ − 240 o V

VA( 220∠0o 220∠0o


IC C IA = = = = 44∠ − 36,8 o
A
Z 3 + j4 5∠36,8 o

VC( Im
IC I B = 44∠(−36,8o − 120o ) = 44∠ − 156,8o A
θ I C = 44∠ − 276,8o A
Re I = 44 A
θ VA(
IB θ IA S 3 f = 3 × V A( I *A = 3 × 220 ∠ 0 o × 44 ∠ 36 ,8 o

VB(
= 29 ∠ 36 ,8 o kVA
P3 f = 29 cos 36 .8 o = 23 , 2 kW
Yakinkan: P3 f = 3 × 4 × 44 = 23, 2 kW
2

Q3 f = 29 sin 36.8o = 17,4 kVAR


Q3 f = 3 × 3 × 44 2 = 17,4 kVAR
Beban Tiga Fasa
Beban terhubung ∆
IB
VAB VBC VCA
I AB = I BC = ; I CA =
Z Z Z
IAB
IA Z VAB V ff ∠0
o
V ff
A I AB = = = ∠ −θ
B Z Z ∠θ Z
Z
ICA I BC = I AB ∠ − θ − 120 o ; I CA = I AB ∠ − θ − 240 o
Z IBC
I A = I AB − I CA I B = I BC − I AB ; I C = I CA − I BC
IC C
Im I A = I AB 3∠(−θ − 30 o ) = I f 3∠(−θ − 30 o )
VCA
ICA I B = I BC 3∠( −θ − 150 o ) = I f 3∠( −θ − 150 o )
θ I C = I CA 3∠( −θ − 270 o ) = I f 3∠(−θ − 270 o )

θ Re S3 f = 3 × VAB I*AB = 3 × V ff ∠0o × I f ∠θ = V ff I A 3∠θ


VAB
IBC θ IAB
P3 f = V ff I A 3 cos θ = S 3 f cos θ

−ICA Q3 f = V ff I A 3 sin θ = S 3 f sin θ


VBC IA
Beban Tiga Fasa
Contoh VA( =
380
∠0 o = 220∠0 o ; VB( = 220∠ − 120 o ; VC( = 220∠ − 240 o
IB 3

Z=4+j3 IAB B VAB = V A( 3∠(θ A( + 30 o ) = 380∠30 o


IA
Vff = 380 V (rms) IBC
VBC = 380∠ − 90 o ; VCA = 380∠ − 210 o
A
VA( referensi IC ICA C
VAB 380∠30 o 380∠30 o
I AB = = = = 76∠ − 6,8 o A
Z 4 + j3 5∠36,8 o

Im VAB I BC = 76∠ − 6,8o − 120 o = 76∠ − 126,8o A


VC(
I CA = 76∠ − 6,8 o − 240 o = 76∠ − 246,8 o A
ICA
I A = I AB 3∠(−6,8o − 30o ) = 76 3∠− 36,8o = 131.6∠− 36,8o A

I B = 131.6∠(−36,8o −120o ) = 131,6∠−156,8o A


Re
IC = 131.6∠(−36,8o − 240o ) = 131,6∠− 276.8o A
VA(
IBC IAB
S3 f = 3VAB I *AB = 3 × 380∠30o × 76∠ + 6.8o
= 86.64∠36.8o = 69,3 + j52 kVA
VB(
2
P3 f = 3 × R × I AB = 3 × 4 × (76) 2 = 69,3 kW
2
Q3 f = 3 × X × I AB = 3 × 3 × (76) 2 = 52 kVAR
Analisis Daya Pada
Sistem Tiga Fasa
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa

Pada dasarnya analisis daya pada


sistem tiga fasa tidak berbeda dengan
sistem satu fasa
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa
Contoh Is = ? RB = ? XB = ?

50 kVA
VLL = 480 V
Y f.d. 0,9
lagging

S 3 f = 3 V fn I *f = 3 × V fn ∠θ v × I f ∠ − θ i = 3 V fn I f ∠ (θ v − θ i )

S3 f 50000
⇒ S 3 f = 3 V fn I f = V ff I f 3 Is = I f = = = 60 A
V ff 3 480 3

P = S 3 f cos ϕ = 50 × 0,9 = 45 kW ;

Q = S 3 f sin ϕ = 50 × 0,436 = 21,8 kVAR ⇒ S 3 f = 45 + j 21,8 kVA

S3 f
⇒ S per fasa = = 15 + j 7,3 kVA
3

S per fasa (15 + j 7,3) × 1000


Z= 2
= = 4,16 + j 2,03 ⇒ R = 4,16 Ω ; X = 2,03 Ω.
If (60) 2
Analisis Daya Pada Sistem Tiga Fasa
Contoh IS Z = 2 + j20 Ω IB
b 100 kW
|Ssumber| = ? VS VB e
≈ b 4800 V rms
a cosϕ = 0,8 lag
Vsumber= ? n

PB = 100 kW = S B cos ϕ
100
SB = = 125 kVA QB = S B sin ϕ = 125 × 0,6 = 75 kVAR S B = 100 + j 75 kVA
0,8

PB = VB I B cos ϕ 3
100
→ IB = = 15 A
4800 × 0,8 × 3 S sal = 3 × ( 2 + j 20) × 15 2 = 1,35 + j13,5 kVA

S Sumber = S B + S sal = 101,35 + j88,5 kVA


S Sumber = 101,35 2 + 88,5 2 = 134,5 kVA

S Sumber = VS I S 3 = VS I B 3
SS 134,5 × 1000
⇒ VS = = = 5180 V rms
IB 3 15 3
Courseware
Analisis Rangkaian Listrik
Di Kawasan Fasor

Sudaryatno Sudirham

Anda mungkin juga menyukai