PANCASILA
“CIVIL SOCIETY”
Dosen pengampu: Dr. Irfan suryadiata,SH.I.,MH
Disusun oleh:
Warni farida (2210050022)
Aryadin parthadayadi (2210050021)
Anggun era pertiwi (22100500 )
Puji syukurkita ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat-nyasehingga kami
dapat menyelesaikan tugaas makalah yang berjudul “ CIVIL SOCIETY”
Tak lupa kami jugak mengucapkan kepada pihak pihak yang membantu kami dalam
mengumpulkan buku dan materi untuk refrensi membuat makalah ini,sehingga dapat selesai
tepat sesuai dengan deadline waktu yang telah di tentukan .
Kami menyadari makalah ini belum tersusun denan sempurna , keterbatasan ilmu
pengetahuan kami dalam masalah ini sehingga kami memohon maaf apabila dalam
penyusunan makalh ini masih terlalu banyak kekurangan ,yang kedepannya akan terus
diperbaiki.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September
1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa
masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih
jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Menurut Quraish Shibab,
masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka,
yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama
sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma‘ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab
menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi ―khairu ummah‖ karena mereka menjalankan
amar ma‘ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2:
185). Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.
Seperti, pelaksanaan amar ma‘ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun
persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).
Adapun cara pelaksanaan amar ma‘ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan
hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an- Nahl
[16]: 125. Dalam rangka membangun ―masyarakat madani modern‖, meneladani Nabi bukan
hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan
sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam,
menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak
melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap
kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka
tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya.
Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika
sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka
kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
B.Rumusan Masalah
1.Apa yang di maksud dengan masyarakat madani?
2.Bagaimana sejarah pemikiran tentang masyarakat madani?
3.Apa syarat terbentuknya masyrakat madani?
BAB II
PEMBAHASAN
Akan tetapi secara global bahwa yang di maksud dengan masyarakat madani adalah
sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapankan
penguasan dan negara memiliki ruang publik ( publik sphere ) dalam mengemukakan
pendapat adanya lembaga-lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik
Yang perlu kita garis bawahi dalam pengertian masyarakat madani ini adalah bahwa
masyarakat tersebut mempunyai cita-cita agar rakyatnya aman, nyaman dan sejahtera, serta
system yang di gunakan cukup baik karena setiap orang tidak harus menggantungkan dirinya
kepada orang lain.
B.Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society).
Untuk memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus di bangun paradigma
bahwa konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah
jadi, akan tetapi merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh
karena itu, untuk memahaminya haruslah di analisis secara historic.Menurut Manfred, Cohen
dan Arato serta M. Dawam Rahardjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada
masa Aristoteles. Disini ada beberapa fase tentang sejarah pemikiran masyarakat madani.
Fase pertam,,(Aristoteles, 384-322 SM) masyarakat madani di pahami sebagai system
kenegaraan dengan menggunakan istilah
koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung
dalam berbagai pencaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah
koinonia politike
yang di kemukakan oleh Aristoteles ini digunakan untuk menggambarkan sebuah
masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan
hukum. Hukum sendiri dianggap etos, yakni seperangkat nilai yang di sepakati tidak hanya
dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai subtansi dasar kebijakan (viertue) dari berbagai
bentuk interaksi di antara warga negara.
Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-143 SM) dengan
istilah societies civilizes, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain.
Tema yang di kedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan pada konsep Negara kota (city-
state), yakni untuk menggambarkan kerajaan , kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai
kesatuan
yang terorganisasi. Konsepsi masyarakat madani yang aksentuasinya pada system
kenegaraan ini dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan John Locke
(1632-1704).
Pada masa itu civil society dipahami sebagai suatu wilayah yang mencakup
masyarakat politik ( politica society ) dan masyarkat ekonomi ( economic society )
Fase kedua. Pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society
dengan konteks sosial dan politik di skotlandia. Berbeda pendapat dengan pendahulunya,
Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pendapat ini
digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi indutri
munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu. Dengan
konsepnya ini, Ferguson berharap bahwa publik memiliki spirit untuk menghalangi
munculnya kembali depotisme, karena dalam masyarakat madani itulah solidaritas sosial
muncul dan diilhami oleh sentimen moral dan sikap saling menyayangi serta saling
mempercayai antar warga negara secara alamiah
pase ketiga. Pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai
sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesis
negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut
pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Menurutnya, civil
society adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadian dan memberi
peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas tanpa paksaan. Sejalan dengan
pandangan ini, civil society harus lebih dominan dan sanggup mengontrol negara demi
keberlangsungan kebutuhan anggotanya.
Fase keempat. Wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G. W. F. Hegel
(1770-1831 M), Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Pandangan
mereka, civil society merupakan elemen ideologi kelas dominan. Pemahaman ini adalah
reaksi atas pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan
pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap
negara. Pandangan ini, menurut pakar politik Indonesia Ryaas Rasyid, erat kaitannya dengan
perkembangan sosial masyarakat borjuasi eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh
perjuangan melepaskan diri dari cengkeraman dominasi negara.
Lebih lanjut Hegel menjelaskan bahwa dalam struktur sosial civil society terdapat tiga
(3) entitas sosial: keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga merupakan ruang
sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Selanjutnya,
masyarakat sipil merupakan lokasi atau tempat berlangsungnya percaturan berbagai
kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Dan terakhir, negara
merupakan representasi dari ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik
warganya dan mempunyai hak penuh untuk melakukan intervensi terhadap civil society
Berbeda dengan Hegel, Karl Max memandang bahwa civil society dalam konteks
hubungan produksi kapitalis, keberadaan civil society merupakan kendala terbesar bagi upaya
pembebasan manusia dari penindasan kelas pemilik modal. Demi terciptanya proses
pembebasan manusia, civil society harus dilenyapkan untuk mewujudkan tatanan masyarakat
tanpa kelas.
Antonio Gramsci berbeda pendapat dengan Marx, yaitu ia lebih memandang pada sisi
ideologis. Menurut Gramsci, civil society merupakan tempat berebutan posisi hegemoni di
luar kekuatan Negara, aparat mengembangkan hegemoni untuk membentuk consensus dalam
masyarakat.
Fase kelima. Wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang
dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859). Bersumber dari penglamannya
mengamati budaya demokrasi Amerika, Tocqueville memandang civil society sebagai
kelompok penyeimbang kekuatan negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan
masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika
mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya demokrasi rakyat
Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan berpolitik, menurutnya warga
negara di mana pun akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara
Beberapa fase sudah di sebutkan, bahwa setiap fase mempunyai pandangan yang
berbeda- beda dalam mengartikan masyarakat madani tersebut. Mulai dari ,(Aristoteles, 384-
322 SM) yang memaknai masyarakat madani sebagai system kenegaraan dengan
menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat
terlibat langsung dalam berbagai pencaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Dan pada akhirnya pada fase ke lima yang menganggap masyarakat madani sebagai
kelompok penyeimbang kekuatan negara. Namun fase-fase tersebut pada intinya hampir
sama dalam menafsirkan masyarakat madanai yaitu masyarakat yang mandiri yang memiliki
hak untuk memaparkan pendapat- pendapatnya di muka umum untuk memenuhi
kesejahteraan daerahnya.
.
2. Demokrasi.
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni
(genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum
demokrasi adalah suatu tatanan social politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan
untuk warga negara.Penekanan demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai
bentuk aspek kehidupan seperti politik, social, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
3.Toleransi.
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.
Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu kepada
pandangan Nurcholish Majid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran
itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara
berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau
manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Senada dengan Majdid, Azra menyatakan untuk
menciptakan kehidupan yang bermoral, masyararakat madani menghajatkan sikap-sikap
toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan pandangan
politik di kalangan warga bangsa.
4. Pluralisme.
Kemajemukan atau pluralism merupakan prasyarat lain bagi civil society. Namun,
prasyarat ini harus benar-benar di tanggapi dengan tulus ikhlas dari kenyataan yang ada,
karena mungkin dengan adanya perbedaan wawasan akan semakin bertambah. Kemajemukan
dalam pandangan Majdid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada
orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis,
tegas Majdid, kemajemukan social merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.
5. Keadilan Sosial
. Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara dalam semua aspek kehidupan.
Dengan terciptanya keadilan sosial, akan tercipta masyarakat yang sejahtera seperti
nilai yang terkandung dalam pengertian masyarakat madani. Secara esensial, masyarakat
memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh
pemerintah (penguasa).
Sangatlah bagus beberapa karakteristik masyarakat madni di atas, mulai dari free
public spere, demokrasi, toleransi, plurasime, dan keadilan social. Bahwa masyarakat tersebut
selain bebas mengemukakan pendapat juga mempunyai rasa toleran terhadap
perbedaan- perbedaan yang ada. Selain itu juga, mempunyai jiwa keadilan terhadap orang-
orang di sekitar, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Selain itu, cirri-ciri di atas juga bisa menjadi gambaran seperti apakah sebenarnya
masyarakat madani itu. Dan agar orang-orang tidak salah persepsi dalam memandang
masyarakat madani itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dapat kita pahami bahwa makna dari civil society itu adalah suatu masyarakat yang
begitu partisipasi atas system demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi orang lain. Hal
tersebut sesuatu yang baik, yang apabila suatu parlemen (pemerintahan) belum bisa, bahkan
tidak bias menegakan system demokrasi dan hak asai manusia.. Di sinilah kemudian
civil society menjadi alternatif pemecahan dengan pemberdayaan dan pnguatan daya
kontrol masyarakat terhadap kebijakan – kebijakan pemerintah yang pada akhirnya terwujud
kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan konsep hidup yang demokrasi dan
menghargai hak asaai manusia. Terjaminnya mutu perekonomian, lengkapnya fasilitas dunia
pendidikan, terbukanya masyarakat dalam memberikan suatu kritikan terhadap pemerintah
dan bertaqwa kepada Sang Kholiq, merupakan faktor – faktor yang dapat membangun
masyarakat madani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
M.Hum, Mahrus, dkk,
Pancasila dan Kewarganegaraan,
Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005.
Rosyada, Dede, dkk,
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Prenada Media,2003
Soetrisno, Loekman,
Menuju Masyarakat Partisipatif
, Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Suryadi Culla, Adi,
Masyarakat Madani: pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-cita reformasi
, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.
Tim Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah
,Bandung: ALFABETA, 2009.
Tilaar, H. A. R.
Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2002. Ubaedillah, dkk,
Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Prenada Media,2008
DAFTAR ISI
DAFTA RISI……………………………..……………………………………………………3
KATAPENGANTAR………………………..…………………………………………………3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A.Latar Belakang....................................................................................................................3
B.Rumusan Masalah.............................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..........................................................................................................................4
A.PengertianMasyarakatMadani(CivilSociety)……………………………………………
4.B.Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society)..................................................4
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
A.Kesimpulan.......................................................................................................................11