Oni Sahroni lahir di Serang 26 November 1975 maka tahun ini berumur 46
tahun. Oni Sahroni dikenal sebagai Ahli Fikih Muamalah Indonesia, mendalami
syari’ah dan fikih muamalah dengan menyelesaikan tahfidznya di pesantren
Raudhatul Huffad Pekalongan. Pendidikan S1 S2 dan S3 nya pada jurusan Fikih
Muqaran (Spesialis Fikih Muamalah) Universitas al-Azhar Kairo. Disertasinya
yang berjudul Thabi’ah wa atsar al-‘laqah baina al-bunuk attaqlidiyah wa furu’iha
al-Islamiyah fi Mishra wa Indonesia mendapatkan peringkat cumlaude. Oni
Sahroni menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor di bidang fikih
dari Universitas al-Azhar Kairo dengan peringkat cumlaude. Tercatat sebagai
Anggota Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) (2012-
sekarang), pengasuh konsultasi syariah “muamalah daily” (2017-sekarang),
Talaqqi Fikih Muamalah STEI SEBI dan SIBER-C STEI SEBI (2016-sekarang),
serta pengasuh “konsultasi Syariah” di Harian Republika sejak 2017, terpilih juga
sebagai tokoh Ulama Syari’ah tahun 2015 “Best Syari’ah 2015” versi Majalah
Investor (Jakarta). Oni Sahroni menulis banyak buku diantaranya Ini Dulu Baru Itu,
Fikih Muamalah Kontemporer Jilid 1-4, Riba Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi
Syari’ah (Analisis Fikih & Ekonomi), Maqashid Bisnis & Keuangan Islam, Fikih
Muamalah, Ushul Fikih Muamalah, dan Fikih Zakat Kontemporer.1
Erwandi Tarmizi lahir di Pekanbaru 30 September 1974 maka tahun ini
berumur 47 tahun. Pendidikan S1 di Syariah LIPIA Jakarta 1995-1999, S2 dan S3
di Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Saud, Riyadh Arab Saudi 2001-2011.
Tercatat sebagai Lead Partner Konsultan Erwandi tarmizi Associate (ETA) 2014-
1
Oni Sahroni, Fikih Muamalah Kontemporer (Membahas Permasalahan Sosial
dan Ekonomi Kekinian) Jilid 4, (Jakarta: Republika Penerbit, 2020), h. 271.
54
55
2
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 679.
3
Oni Sahroni, Fikih Muamalah, h. 101.
4
https://ammana.id/blog/post/investasi-halal, diakses pada 26 Juni 2021 pukul
09.01.
56
2. Resiko yang terkendali, ada beberapa resiko yang biasa dihadapi oleh para
investor, diantaranya: Resiko daya beli (purchasing power risk), Risiko ini
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang mengakibatkan
penurunan nilai pendapatan yang sebenarnya. Resiko bisnis (business risk),
resiko bisnis adalah mengurangi kemampuan perusahaan untuk memperoleh
keuntungan, sehingga mengurangi pula kemampuan perusahaan untuk
membayar bunga dan deviden. Resiko tingkat bunga, kenaikan suku bunga
biasanya menekan harga surat berharga, sehingga biasanya harga surat berharga
akan turun. Resiko pasar (market risk), jika pasar sedang berada dipuncak
(bullish), harga saham umumnya akan naik, tetapi jika pasar sedang turun
(bearish), harga cenderung turun. Resiko likuiditas (liquidity risk), resiko ini
terkait dengan kemampuan surat berharga untuk segera diperdagangkan tanpa
menimbulkan kerugian yang signifikan. Jika beberapa dari risiko tersebut dapat
dikendalikan atau dimanipulasi untuk mengambil kemungkinan
menghindarinya, maka investasi dana zakat diperbolehkan.5
3. Memiliki manfaat jangka panjang bagi mustahik, pendayagunaan zakat
produktif diharapkan dapat mendorong mustahik untuk lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhannya, sehingga memberikan manfaat jangka panjang kepada
mustahik. Hal ini diharapkan agar mustahik nantinya bisa menjadi muzakki.6
4. Penyertaan modal zakat jumlahnya terbatas, mengingat program BAZNAS ini
dapat dilaksanakan jika kebutuhan mustahik terpenuhi, maka dana yang dapat
digunakan adalah sisa kebutuhan mustahik. Selain dana yang terbatas, hal ini
juga menjadi strategi pendamping yang menjadi fasilitator untuk lebih fokus
membina mustahik dalam menjalankan usahanya.
5. Tidak ada mustahik yang membutuhkan bantuan darurat, yakni investasi dana
zakat boleh dilaksanakan jika satu persatu hak mustahik sudah terpenuhi dan
5
Sri Isnawaty Pakaya, “Resiko Investasi Di Pasar Modal”, Suatu Pengantar,
Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo, 2010. h. 3.
6
Ilyasa Aulia Nur Cahya, “Peran Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap
Kesejahteraan Mustahik”, Sultan Agung Fundamental Research Journal, Vol. 1 No. 1,
January (2020), h. 2.
57
Dalam sebuah sesi tanya jawab bersama Oni Sahroni, penulis mengajukan
sebuah pertanyaan “Jika dilihat profil ustadz yang menempuh pendidikan di al-
azhar kairo, apakah ada pengaruh mengenai adat dan madzhab yang dipakai disana
dengan pendapat ustadz mengenai investasi dana zakat?”
7
Amru, “Investasi Dalam Pengelolaan Harta Zakat Dalam Islam”, Wahana Inovasi
Vol. 9 No.2 (2020), h. 125-126.
58
8
Oni Sahroni, dkk. Fikih Zakat Kontemporer, (Depok : PT. RajaGrafindo Persada,
2018), h. 230.
9
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 48.
59
Pengembangan harta zakat sebenarnya sudah dikenal pada masa para Nabi
SAW. dan Khulafaur Rasyidin, ketika hewan yang dikumpulkan dari zakat
ditempatkan di padang rumput dan kemudian ditunjuk salah seorang untuk
mengembalakan. Namun, ada yang beranggapan bahwa cerita ini lemah
kebenarannya, karena apa yang dilakukan pada masa Nabi SAW. dan masa
Khulafaur Rasyidin bukanlah investasi yang memiliki arti sama seperti yang ada
saat ini. Perkembangbiakan yang terjadi pada hewan ternak zakat tersebut hanyalah
proses alamiah, bukan tujuan. Karena hewan tersebut dikumpulkan di rerumputan
dalam waktu singkat sebelum dibagikan kepada mustahik.10
Tanggapan tersebut memutuskan pandangan tentang kebolehan berinvestasi
dengan dana zakat, karena maksud pada cerita diatas tidak sama dengan investasi
yang ada pada zaman sekarang. Pendapat kedua lah yang paling kuat dari Erwandi
Tarmizi, yakni melarang adanya investasi dana zakat.
Harta zakat tidak dapat diinvestasikan oleh sebuah lembaga untuk
kepentingan salah satu mustahik. Karena kegiatan ini melanggar ketentuan syariah
yaitu zakat harus diserahkan kepada mustahik sesegera mungkin, investasi dapat
menyebabkan hilangnya aset zakat yang telah menjadi hak mustahik, dan membuat
mereka sengsara. Pengelolaan seperti ini jelas menunda penyerahan zakat kepada
yang berhak, jika yang mengelola bukan mustahik dan ternyata usahanya merugi,
atau pengelola adalah orang yang tidak dapat dipercaya, maka harta zakat pasti akan
hilang dan merugikan para mustahik.11
Ketika wawancara dengan Erwandi Tarmizi, penulis mengajukan beberapa
pertanyaan yang salah satu nya “Mengenai pendapat ustadz dalam buku harta haram
muamalah kontemporer tentang investasi harta zakat, jika dilihat profil ustadz yang
menempuh pendidikan di Riyadh Arab Saudi, apakah ada pengaruh mengenai adat
dan madzhab yang dipakai disana dengan pendapat ustadz mengenai investasi harta
zakat?”
Erwandi Tarmizi menjawab “Yang dibuku harta haram muamalah
kontemporer tentang investasi harta zakat itu bukan pendapat madzhab, itu saya
10
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 48-49.
11
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 48-49.
60
nukil dari majma’ al-fiqh al-islami lembaga fiqh Islam Internasional divisi fiqh
dibawah OKI, berarti ulama lintas madzhab bukan dari madzhab Hanbali saja dari
Arab Saudi. Jadi, apa yang dimaksudkan keputusan yang dihasilkan oleh muktamar
tersebut itu tidak bisa dikatakan dengan madzhab, itu kesepakatan dari para ulama
lintas madzhab.”
Pendapat lain yang memperkuat argumentasi Erwandi Tarmizi dikutip dari
sebuah jurnal yang di tulis oleh Amru bahwa Wahbah az-Zuhaili juga sependapat
dengan Erwandi Tarmizi, adapun alasan yang digunakan untuk mendukung
pandangan ini adalah sebagai berikut:12 Alasan pertama adalah zakat yang
diinvestasikan dalam bidang industri, pertanian dan perdagangan membuat zakat
tidak bisa disalurkan secepatnya sehingga mustahiq tidak bisa langsung menerima
zakat karena harus menunggu untuk mendapat untung. Hal ini bertentangan dengan
pendapat sebagian besar ulama yang berpendapat bahwa zakat harus segera di
distribusikan. Alasan kedua, investasi zakat harus langsung diterima oleh mustahiq
karena investasi itu sifatnya tidak pasti akan menguntungkan atau merugi.
Alasan ketiga, investasi dana zakat menyebabkan zakat tidak lagi dimiliki
oleh individu, sehingga hal ini bertentangan dengan pandangan sebagian besar
ulama yang mewajibkan zakat untuk kepemilikan pribadi. Dalam Q.S At-Taubah
ayat 60 Allah menyebutkan bahwa yang berhak menerima zakat menggunakan
huruf "lam" untuk menunjukkan kepemilikan orang yang menerima zakat.
Alasan keempat adalah bahwa investasi zakat menyebabkan sebagian aset
zakat digunakan untuk pengeluaran manajemen atau pendukung proses investasi,
terlalu banyak nantinya dana yang terhambur untuk proses administrasi jalannya
investasi tersebut.
Secara umum, kebutuhan fakir miskin bersifat mendesak dan tidak dapat
ditunda sehingga tidak ada alasan untuk menunda penyerahan harta zakat untuk
investasi yang tidak pasti mendatangkan keuntungan. Kekhawatiran sifat amanah
yang semakin langka pada zaman sekarang, menjadi peluang bagi pencuri harta
12
Amru, “Investasi Dalam Pengelolaan Harta Zakat Dalam Islam”, h. 126.
61
untuk memakan harta orang miskin, sehingga jika ada suatu celah kemadharatan
sebaiknya jangan dilakukan.13
ضي ِ فع
ِ اجلج ٍة تج ْقتج
ص ْر ج
جج ج ُ ُ ُ ج ج ج َّ جَيُ ْوُز اِ ْستِثْ جم ُار أ ْجم جو ِال
ِ أج ْن جَل تجت وافجر وجوه:الزجكاةِ ِِبلضَّوابِ ِط التَّالِي ِة
َّ الت َّْوِزيْع الْ جف ْوِري ِِل ْجم جو ِال
ِالزجكاة
13
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 50-51.
14
Oni Sahroni, Fikih Muamalah Kontemporer, h. 98-99.
62
lebih besar, maka dapat di-ta’khir-kan. Alokasi dana zakat dapat di-ta’khir-kan atau
ditunda dalam keadaan berikut15:
1) Penanaman modal pada perusahaan yang sesuai dengan syariah, dan dilakukan
oleh lembaga/perusahaan yang profesional dan terpercaya.
2) Tidak ada mustahik yang membutuhkan biaya yang tidak dapat ditunda.
3) Penyaluran zakat yang di-ta'khir-kan karena diinvestasikan, harus dibatasi
waktunya.
Ketiga, salah satu ciri zakat māl adalah setelah amil zakat menerima donasi,
akan dibagi habis secara merata kepada mustahik secepatnya. Zakat juga
memberikan kontribusi untuk kebutuhan mendesak mustahik. Donasi zakat
dirancang untuk memenuhi kebutuhan mendesak mustahik, seperti kebutuhan
kesehatan dan pendidikan masyarakat miskin, dan untuk menyediakan sumber daya
manusia untuk spesialisasi yang dibutuhkan masyarakat.17
15
Oni Sahroni, Fikih M uamalah Kontemporer, h. 99.
16
AAOIFI, Al-ma’āyīr mfAsy-syar’iyyah, (Bahrain : The Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions, 2017), H. 910.ad
17
Oni Sahroni, Fikih Muamalah Kontemporer, h. 100.
63
ِ ِ وجَل تج ْق رب وا م ج
ۖ ُجش َّد ه
ُ َّت يج بْ لُ جغ أ ْ ال ا لْ يج ت ي ِم إِ ََّل ِِب لَّ ِِت ه جي أ
ٰ َّ جح جس ُن جح جُ ج ج
ف نج ْف ًس ا إِ ََّل ُو ْس جع جه ا ۖ جو إِ ذج ا ِ ِ ِ ِ
ُ جوأ ْجو فُوا ا لْ جك ْي جل جوا لْ م جيزا جن ِِب لْ ق ْس ط ۖ جَل نُ جك ل
18
A. Hanafie, Ushul Fiqh, (Jakarta: Widjaya, 1963), h. 128.
64
Jika investasi dana zakat ingin diqiyaskan dengan pengembangan harta anak
yatim, maka harus sesuai dengan rukun qiyas yang sudah ditentukan yakni al-ashlu,
hukmu al-ashlu, al-far’u, dan al-‘illah.20
19
Indra Laksana, dkk, Syāmil Qur’an, h. 149.
20
Adnan Rosid, “Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar (Investasi) (Studi
Komparatif Distribusi Zakat Menurut Wahbah Zuhaili dan Yusuf Qardhawi)”. Skripsi,
Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah, 2019, h. 69.
65
Tarmizi tidak mendukung adanya investasi dana zakat. Pendapat ini merupakan
keputusan Al-Majmā' Al-Fiqh Al-Islāmī (divisi fikih Rabithah Alam Islami) pada
daurah ke XV tahun 1998. Isinya adalah “Zakat harus dikeluarkan sesegera
mungkin dan diberikan kepada mustahik yang ada pada saat zakat didistribusikan,
kepada para mustahik yang sudah disebutlah Allah dalam firmannya:
ِِّ َٱلرق
اب ِّ ف ِ ِّوُبُمِ َو َِ ِّي َوٱل َع َِّٰمل
ُ ُي َعلَي َها َوٱل ُم َؤلََّف ِِّة قُل ِِّ ت لِّل ُف َقَرآِِّء َوٱل َم ََٰس ِّك َّ إََِّّّنَا
ُِ َٱلص َد َٰق
ِٱّللُ َعلِّيمِ َح ِّكيم
َِّ ٱّللِِّۗ َو َِّ يضةِ ِّم َِن
َ يلِۖ فَ ِّر َّ ٱّللِّ َوٱب ِِّن
ِِّ ِّٱلسب َِّ يل ِِّ ِّف َسب ِ ِّي َو َِ َوٱل َٰغَ ِّرِّم
21
Indra Laksana, dkk, Syāmil Qur’an, h. 197.
66
ت أج ْن جَْيبِ جس ِِن ِ ِ ِ
ُ ت جشْي ئًا م ْن ت ٍَْب عْن جد جَن فج جك ِرْه فج جرأجى أج ََّّنُْم جع ِجبُوا ِم ْن ُس ْر جعتِ ِه فج جق ج
ُ ال ذج جك ْر
ت بِِق ْس جمتِ ِه ُ فجأ ججم ْر
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid bin Maimun
berkata, telah menceritakan kepada kami 'Isa bin Yunus dari 'Umar bin Sa'id
berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah dari 'Uqbah
berkata, "Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau berdiri dengan
tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang banyak menuju sebagian
kamar isteri-isterinya. Orang-orang pun merasa heran dengan ketergesa-
gesaan beliau. Setelah itu beliau keluar kembali menemui orang banyak, dan
beliau lihat orang-orang merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku
teringat dengan sebatang emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat
menggangguku, maka aku perintahkan untuk dibagi-bagikan”.22 (H.R
Bukhori: 804)
Hadits ini menunjukkan bahwa menunda harta zakat merupakan perbuatan
yang dibenci oleh Rasulullah SAW. menginvestasikan termasuk menunda
penyerahan harta zakat kepada mustahik.23
Erwandi Tarmizi ketika ditanya “Dalam bahasan investasi harta zakat,
metode istinbathul ahkam atau ijtihad apa yang ustadz pakai sehingga
menghasilkan bahasan hukum investasi harta zakat?”, jawabannya adalah “Hukum
ashal pada ibadah tidak kita buat sendiri, zakat kan ibadah bukan bagian dari
muamalah bukan bagian dari adat hukum biasa, dia bagian dari ibadah. Karena dia
bagian dari ibadah maka harus ada landasan hukum dari al-qur’an, as-sunnah atau
ijma’ para ulama. Di masa rasulullah saw tidak ada pengembangan harta zakat, tapi
diberikan langsung kepada para mustahik. Di masa khulafaurrasyidin juga di masa
Umar, Umar dikenal ucapan beliau yakni bila kalian berikan zakat kepada para
mustahik cukupkan kebutuhannya setahun bukan untuk hidup seminggu, karena
zakat diambil satu tahun sekali oleh Negara. Pengembangan harta sudah ada sejak
rasulullah saw dibangkitkan, kalaulah hal tersebut bagus (investasi harta zakat)
tentu akan dilakukan oleh para pedagang-pedagang sukses di masa itu. Kalaulah itu
dibolehkan pasti rasulullah mengatakan kepada pedagang tersebut untuk
22
http://www.infotbi.com/hadis9/cari_hadist.php?imam=bukhari&keyNo=804& x
=0&y=0, diakses pada 30 Juni 2021 pukul 23.16.
23
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, h. 50.
67
mengembangkan harta zakat, tapi ini tidak. Kalau tidak dilakukan oleh rasulullah,
padahal mungkin kalau dilakukan maka itu bid’ah namanya, dalam masalah ibadah
berbeda dengan selain ibadah, karena zakat kan ibadah”
24
A. Hanafie, Ushul Fiqh, h. 147.
25
http://almuflihun.com/syarat-realisasi-kaidah-sadd-al-dzariah/, diakses pada 30
Agustus 2021 pukul 10.23.
68
merasakan dampaknya adalah semua mustahik yang ada pada daerah binaan
itu dilaksanakan yakni jumlahnya lebih banyak dari yang dibina.
2. Sadd al-dzarî`ah tidak berseberangan dengan maqâshid syariah.
Tujuan dasar diturunkannya syari’at adalah segala sesuatu yang diperintahkan
Allah Swt. selalu membawa kebaikan bagi umat-Nya. Sedangkan larangan
yang ditetapkan memiliki tujuan tersendiri yakni demi menjaga umat manusia
agar tidak terjerumus pada keburukan. Penerapan Sadd al-dzarî`ah harus
sejalan dengan tujuan dasar diturunkannya syari’ah, jika tidak dikhawatirkan
akan menimbulkan kerusakan bagi banyak orang. Maksudnya, setiap hal yang
ada pasti selalu dibarengi kebaikan dan kerusakan didalamnya. Ketika
kebaikan lebih besar maka boleh dilakukan, namun jika kerusakan yang lebih
besar maka harus di tinggalkan. Bila kebaikan dan kerusakan sama kuatnya,
maka untuk menjaga kehati-hatian, kerusakan akan mengalahkan kebaikan.
Pada investasi dana zakat ini, jika dipraktikkan pada para mustahik dan berhasil
maka akan mendatangkan kemaslahatan untuk mustahik. Namun, jika dalam
praktiknya gagal maka menimbulkan mafsadat lebih besar bagi para mustahik.
Dari dua kemungkinan tersebut sama-sama kuat nya antara manfaat dan
mafsadat, maka yang diambil yakni memotong mafsadat tersebut sebelum
terjadi yakni lebih baik tidak menyentuhnya sama sekali.
3. Sadd al-dzarî`ah tidak berseberangan dengan prinsip dasar dan kaidah umum
syariah. Prinsip dasar tersebut tidak terlepas dari kebaikan untuk umat-Nya
yang bersifat universal, moderat dan adil sesuai dengan ruang dan waktu.
Penerapan Sadd al-dzarî`ah harus berdasarkan prinsip dan kaidah umum ini
agar tidak menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Prinsip dasar
pendistribusian zakat adalah dibagi habis untuk para mustahik didaerah tempat
pendistribusian. Jika dana zakat di investasikan, maka pendistribusian kepada
para mustahik tertunda dan itu bertentangan dengan prinsip dasar
pendistribusian zakat.
4. Tidak menghilangkan hak yang telah ditetapkan syariah.
Dalam Islam hak merupakan anugerah dari Allah Swt. yang terdapat dalam
nash syari’ah, maka hak syariah hanya dapat diketahui melalui dalil. Namun,
69
26
Lembaran Negara RI, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat”. Jakarta: 25 november 2011. Bagian 3 Pasal 27.
27
Amru, “Investasi Dalam Pengelolaan Harta Zakat Dalam Islam”, h. 125-126.
72
diangkat pada skripsi ini tentang investasi yang dilakukan oleh badan pengelola
zakat yang bekerjasama dengan para mustahik.
28
Aab Abdullah, “Strategi Pendayagunaan Zakat Produktif Studi BAZ Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat”, Al Mashlahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Vol. 1 No.
1 (2013), h. 2-3.
29
Citra Nisaul Fadilah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penyaluran Dana Zakat
Pada Program Operasi Katarak Di Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya”,
Skripsi, Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016. h. 73.
30
Dudi Supriyadi, “Upaya Menumbuhkan Kegiatan usaha Ekonomi Produktif Oleh
Perguruan Tinggi”, Journal Coopetition Vol. VIII No. 1 (2017), h. 18.
31
Aab Abdullah, “Strategi Pendayagunaan Zakat Produktif Studi BAZ Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat”, h. 9.
73
32
Citra Nisaul Fadilah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penyaluran Dana Zakat
Pada Program Operasi Katarak Di Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya”, h.
73-74.
33
Lembaran Negara RI, “Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 52
Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif”. Jakarta: 28 November 2014. Bab IV Pasal
32-36.
74
membagikan dana zakat secepat mungkin setelah harta zakat terkumpul, sedangkan
jika di investasikan maka pendistribusiannya tertunda dan dikhawatirkan banyak
mustahik yang kritis bantuan.
Pertanyaan timbul dari penulis “Bagaimana tanggapan ustadz mengenai UU
No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia khususnya pada pasal 27
ayat 1-3 tentang kebolehan melaksanakan zakat produktif, yang didalam zakat
produktif terdapat investasi harta zakat?”, jawabannya adalah “Apabila kebutuhan
fakir miskin telah terpenuhi. Tapi kenyataannya pada lapangan bisa diterapkan di
Indonesia? dulu pada masa Suharto 27 juta, dulu penduduk Indonesia masih 190
juta-an. Sekarang tentu semakin banyak jumlah fakir miskin karena semakin
banyak pula penduduk Indonesia. Belum lagi musibah yang melanda Indonesia
seperti gempa, longsor, dll. Jumlah dana yang terkumpul tidak bisa memenuhi
kebutuhan mustahik selama satu tahun, paling cuma satu minggu habis.
Kemungkinan untuk diinvestasikan hampir tidak ada, karna dana zakat mungkin
saja malah kurang, dan UU percuma saja tidak terlaksana”
Oni Sahroni dalam bagan menyebutkan lima syarat membolehkan investasi
dana zakat, dan empat dari lima syarat tersebut terpenuhi atau sama dengan syarat
yang ada dalam Peraturan Menteri. Adapun syarat tersebut adalah:
1. Investasi yang halal dan resiko terkendali
2. Memiliki manfaat jangka panjang bagi mustahik
3. Jumlahnya terbatas
4. Tidak ada mustahik yang membutuhkan bantuan darurat.
Menariknya, Oni Sahroni bahkan memiliki satu syarat lagi yang tidak ada
pada Peraturan Menteri, yakni “Resiko Terkendali”. Membuktikan bahwa adanya
kehati-hatian yang ditawarkan Oni Sahroni dalam menjalankan investasi dana
zakat. Syarat yang menjadi argumentasi Oni Sahroni mengenai kebolehan investasi
dana zakat sepenuhnya relevan dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat di Indonesia.
Dalam sebuah sesi tanya jawab bersama Oni Sahroni penulis menanyakan
perihal tanggapan Oni Sahroni mengenai UU No. 23 tahun 2011 tentang
77
34
Aden Rosadi, Zakat dan Wakaf, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2019), h.
76.