Anda di halaman 1dari 20

AT-TAHDZIB.

Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF


STRUKTURAL KONFLIK

Nur Rohman
Institut Agama Islam Pangeran Diponegoro Nganjuk
E-mail: noel.rohman@gmail.com

Abstract

Structural conflict is the antithesis of


structural theory functional, where the
structural theory functional very put forward
the regularity in society. Perspective of
conflict have a different from the functional
perspective a more see a positive
contribution educational institutions for the
community. This perspective more emphasis
on the role of power( not recognize
similarities in a society). As well as in the
school, education is a class variables or
status.

Keywords: education, perspective,


structural conflict.

A. PENDAHULUAN
Istilah konflik cenderung memiliki makna yang
negatif, padahahal konflik itu sendiri merupakan unsur
penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik
merupakan suatu sifat dan komponen yang penting
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

dalam proses kelompok, yang terjadi melalui cara-cara


yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu
dengan yang lain.
Teori struktural konflik muncul dalam sosiologi
Amerika Serikat pada tahun 1960-an yang merupakan
kebangkitan kembali berbagai gagasan yang
diungkapkan sebelumnya oleh Karl Marx dan Max
Weber. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik
dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di
dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada
keteraturan (Nasrullah, 2009: 17).
Di dalam suatu lembaga terdapat suatu tatanan
struktur organisasi yang di rancang untuk jenis-jenis
kegiatan di lembaga itu sendiri. Dalam hal ini adalah
lembaga pendidikan, misalnya sekolah yang terdapat
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, sekertaris
bendahara, dan lain-lain. di dalam struktur organisasi
tersebut terdapat masing-masing individu yang
mempunyai kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-
lain yang berbeda-beda paling tidak melibatkan dua
pihak atau lebih sehingga muncul konflik. Konflik
inilah bisa dinilai dari segi positif maupun negatif.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas


mengenai konflik di dalam suatu lembaga terutama
pokok pembahasan kali ini yaitu pada bidang
pendidikan, maka dalam penulisan artikel ini akan
membahas mengenai “Pendidikan dalam Perspektif
Struktural Konflik”, yang dilandasi oleh beberapa teori
konflik.

B. PEMBAHASAN
1. Srtuktural Konflik
a. Teori Konfilk
Konflik secara etimologis berasal dari
bahasa latin “con” yang berarti bersama dan
“fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.
Dengan demikian, “konflik” dalam kehidupan sosial
berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat,
dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua
pihak atau lebih.
Secara sederhana konflik dapat diartikan
sebagai perselisihan atau persengketaan antara dua
atau lebih kekuatan baik secara individu atau
kelompok yang kedua belah pihak memiliki
keinginan untuk saling menjatuhkan,
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

menyingkirkan, mengalahkan atau menyisihkan


(Elly, 2011: 348). Sementara itu Damsar (2011: 55)
mendefiniskan struktural konflik merupakan
antitesis dari teori struktural fungsional, dimana
teori struktural fungsional sangat mengedepankan
keteraturan dalam masyarakat.
Teori stuktural konflik muncul sebagai
pengkritik dari teori struktural fungsional.
Struktural fungsional lebih memandang masyarakat
dari sisi keseimbangannya. Padahal masyarakat
penuh dengan ketegangan dan selalu berpotensi
melakukan konflik. Struktural konflik melihat
bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya
berada pada keteraturan. Buktinya dalam
masyarakat manapun pasti pernah mengalami
konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian struktural konflik juga melihat adanya
dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat.
Teori konflik adalah salah satu perspektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat
sebagai satu sistem yang terdiri dari berbagai
bagian atau komponen yang mempunyai
kepentingan berbeda-beda dimana komponen yang
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain


guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya.

b. Teori Konflik Menurut Pandangan Para Tokoh


Beberapa tokoh memberikan definisi tentang
konflik dari sudut pandang masing-masing. Berikut
ini adalah pendapat mereka tentang teori konflik :
1) Teori Konflik Mark
Teori Marx memandang eksistensi
hubungan pribadi dalam produksi dan kelas-
kelas sosial sebagai elemen kunci dalam
masyarakat. Pertentangan antara kelas dominan
dan kelas yang tersubordinasi memainkan
peranan sentral dalam menciptakan bentuk-
bentuk penting perubahan sosial (Elly, 2011:
366). Mark mempunyai beberapa pandangan
tentang kehidupan sosial yaitu :
a) Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya
terdapat berbagai bentuk pertentangan.
b) Bagi Mark, konflik sosial adalah
pertentangan antara segmen-segmen
masyarakat untuk memperebutkan aset-aset
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

yang bernilai. Jenis dari konflik antara


individu, konflik antara kelompok, dan
bahkan konflik antar bangsa. Tetapi bentuk
konflik yang paling menonjol menurut Marx
adalah konflik yang disebabkan oleh cara
produksi barang-barang material.1
c) Karl Mark memandang masyarakat terdiri
dari dua kelas yang didasarkan pada
kepemilikan sarana dan alat produksi yaitu
kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis
adalah kelompok yang memiliki sarana dan
alat produksi yang dalam hal ini adalah
perusahaan sebagai modal dalam usaha.
Kelas proletar adalah kelas yang tidak
memiliki sarana dan alat produksi sehingga
dalam pemenuhan akan kebutuhan
ekonominya tidak lain hanyalah menjual
tenaganya.
2) Teori Konflik Lewis Coser
Teori konflik yang dikemukakan oleh
Lewis Coser sering kali disebut teori
fungsionalisme konflik karena ia menekankan

1
Ibid...,367.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

fungsi konflik bagi sistem sosial atau


masyarakat (Poloma,1994:113). Konflik
merupakan proses yang bersifat instrumental
dalam pembentukan, penyatuan dan
pemeliharaan struktur sosial. Konflik dengan
kelompok lain dapat memperkuat kembali
identitas kelompok dan melindunginya agar
tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua,
yaitu :2
a) Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan
terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang
terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan
kemungkinan keuntungan para partisipan,
dan yang ditujukan pada obyek yang
dianggap mengecewakan. Contohnya para
karyawan yang mogok kerja agar tuntutan
mereka berupa kenaikan upah atau gaji
dinaikkan.
b) Konflik Non-Realistis, konflik yang bukan
berasal dari tujuan- tujuan saingan yang

2
Margaret. M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1994), 113.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk


meredakan ketegangan, paling tidak dari
salah satu pihak. Sebagaimana halnya
masyarakat maju melakukan tindakan
“kambing hitam” sebagai pengganti
ketidakmampuan melawan kelompok yang
seharusnya menjadi lawan mereka.

c. Penyebab Terjadinya Konflik


Munculnya konflik terjadi karena
ketimpangan yang ada pada masyrakat, terutama
antara kelas atas dan kelas bawah. Pada dasarnya,
penyebab konflik dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Kemajemukan horizontal, yang artinya adalah
struktur masyarakat yang majemuk secara
kultural, seperti suku bangsa, agama, ras, dan
majemuk secara sosial dalam arti perbedaan
pekerjaan dan profesi, seperti petani, buruh,
pedagang, pengusaha, pegawai negeri, militer,
wartawan, alim ulama, sopir, cendekiawan, dan
lain-lain. Kemajemukan horizontal-kultural
menimbulkan konflik yang masing-masing unsur
kultural tersebut mempunyai karakteristik sendiri
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

dan masing-masing penghayat budaya tersebut


ingin mempertahankan karakteristik budayanya
tersebut.
2) Kemajemukan vertital, yang artinya struktur
masyarakat yang terpolarisasi bedasarkan
kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Hal ini
dapat menimbulkan konflik sosial karena ada
sekelompok kecil masyarakat yang memiliki
kekayan, pendidikan yang mapan kekuasaan dan
kewenangan yang besar, sementara sebagian
besar tidak atau kurang memiliki kekayaan,
pendidikan rendah, dan tidak memiliki kekuasaan
dan kewenangan.

Menurut Usman, (2006: 389) secara


terperinci penyebab terjadinya konflik dapat
diperjelas diantaranya sebagai berikut:
1) Konflik diri sendiri dengan seseorang dapat
terjadi karena perbedaan peranan, pkepribadian,
dan kebutuhan.
2) Koflik diri sendiri dengan kelompok dapat terjadi
karena individu tersebut mendapat tekanan, atau
individu bersangkutan telah melanggar norma-
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

norma kelompok sehingga dimusuhi atau


dikucilkan oleh kelompoknya.
3) Konflik dapat terjadi karena adanya suantu ambisi
salah satu kelompok untuk berkuasa, ada
kelompok yang menindas, ada kelompok yang
melanggar norma-norma budaya kelompok
lainnya, ketidakadilan kelomok lainnya, dan
keserakahan kelompok lainnya.

d. Fungsi-Fungsi Konflik
Konflik merupakan suatu sifat dan komponen
yang penting dari proses kelompok. Konflik dapat
memberikan akibat yang dapat merusak terhadap diri
sendiri, anggota kelompok, maupun masyarakat.
Sebaliknya, konflik juga dapat membangun kekuatan
yang konstruktif dalam hubungan kelompok
(Wahyu, 1998: 158). Lewis Coser menyebutkan
beberapa fungsi dari konflik seperti yang dikutip
Zetlin, (1998: 156) yaitu :
1) Koflik dapat memperkuat solidaritas kelompok
yang agak longgar. Dalam masyarakat yang
terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat
lain bisa menjadi kekuatan yang mempersatukan.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

2) Kelompok satu dengan kelompok lain dapat


menghasilkan solidaritas didalam kelompok
tersebut dan solidaritas itu bisa
menghantarkannya kepada aliansi-aliansi dengan
kelompok-kelompok lain.
3) Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota
masyarakat yang terisolir menjadi berperan secara
aktif.

2. Pendidikan
a. Pengertian pendidikan
Dalam konteks Islam, istilah “pendidikan”
lebih banyak dikenal dengan menggunakan term
“At-Tarbiyah, At-Ta’lim dan At-Ta’dib. Dalam
pengertian yang sederhana dan umum, makna
pendidikan sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-
potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat dan budayaan. Pendidikan harus
mampu mendidik manusia menjadi manusia.
Definisi pendidikan menurut Carter V good seperti
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

yang dikutip oleh Djumransah (2004: 22) sebagai


berikut:

Pendidikan merupakan sebagai proses


perkembangan kecakapan sesorang dalam
bentuk sikap dan perilaku yang berlaku
dalam masyarakat dan proses sosial
diamana seseorang dipengaruhi oleh suatu
lingkungan yang terpimpin misalnya
sekolah sehingga dia dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan
pribadinya.

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20


tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat (Undang-undang RI, 2003: 7).

b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang
sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

merupakan arah yang hendak dicapai atau yang


hendak di tuju oleh pendidikan. Begitu juga dengan
penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat
dilepaskan dari sebuah tujuan yang hendak
dicapainya. Tujuan pendidikan adalah
meningkatkan derajat kemanusian manusia (Tafsir,
2006: 47).
Tujuan pendidikan nasional secara formal di
Indonesia telah beberapa kali mengalami
perumusan atau perubahan, dan rumusan tujuan
pendidikan nasional yang terakhir seperti
disebutkan dalam Undang-Undang RI No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab II Pasal 3:
Tujuan pendidikan nasional ialah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia-
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Perumusan tujuan pendidikan nasional
tersebut dapat memberikan arah yang jelas bagi
setiap usaha pendidikan di Indonesia. Untuk dapat
mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut,
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

dibutuhkan adanya lembaga-lembaga pendidikan


yang masing-masing mempunyai tujuan tersendiri,
yang selaras dengan tujuan nasional. Oleh karena
itu, setiap usaha pendidikan di Indonesia tidak
boleh bertentangan dengan tujuan pendidikan
nasional, bahkan harus menopang atau menunjang
tercapainya tujuan tersebut (Zuhairini, 2002: 17).

3. Pendidikan Dalam Perspektif Struktural Konflik


Pendidikan dalam strukrural konflik dimulai
dengan menelusuri pemikiran perspektif struktural
konflik. Teori struktural konflik muncul sebagai
pengritik utama teori struktural fungsional (Rifa’i,
2011: 189). Didorong rasa tidak puas terhadap teori
struktural fungsional, maka sejumlah pemikir mencoba
beroposisi dengan cara membangun tradisi lain.
Perspektif konflik memiliki pandangan yang
berbeda dengan perspektif fungsional yang lebih
melihat kontribusi positif lembaga pendidikan bagi
masyarakat. Perspektif ini menekankan adanya
perbedaan pada diri individu dalam mendukung suatu
sistem sosial. Menurut perspektif konflik masyarakat
terdiri atas individu yang masing-masing memiliki
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

berbagai kebutuhan yang terbatas. Kemampuan


individu untuk mendapatkan kebutuhan pun berbeda-
beda.
Dalam perspektif teori konflik memandang
bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan,
tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan
kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi
semula (Raho, 2007: 55). Konflik merupakan proses
yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.
Para teoretis konflik melihat masyarakat berada
dalam konflik yang terus-menerus didalam kelompok
atau kelas yang dominan dan perjuangan meraih
kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Perspektif ini lebih menekankan
pada peranan kekuasaan (tidak mengakui kesamaan
dalam suatu masyarakat). Pendidikan difokuskan pada
perubahan yang dibangun dan tumbuh tanpa adanya
tekanan dari klas dominan atau penguasa, yaitu dengan
perubahan akan penyadaran atas klas dominan.
Pendidikan diarahkan sebagai arena perjuangan klas,
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

mengajarkan pembebasan, kesadaran klas, dan


perlawanan terhadap kaum borjuis.
Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan
merupakan variabel kelas atau status. Sekolah biasanya
terlampau memusatkan perhatian kepada pendidikan
akademis. Salah satu aspek yang perlu mendapat
perhatian adalah memupuk hubungan sosial dikalangan
murid. Program pendidikan antar murid, antar golongan
ini bergantung pada struktur sosial para murid.
Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan
mereka mempengaruhi hubungan antar kelompok itu
(Nasution, 2004: 55). Pendidikan akan mengantar
sesorang untuk mendapatkan status yang tinggi yang
menuju kearah konsumeris yang membedakan dengan
kaum buruh.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. Konflik dapat diartikan sebagai perselisihan atau
persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik
secara individu atau kelompok yang kedua belah
pihak memiliki keinginan untuk saling
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

menjatuhkan, menyingkirkan, mengalahkan atau


menyisihkan
b. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
c. Struktural konflik merupakan antitesis dari teori
struktural fungsional, dimana teori struktural
fungsional sangat mengedepankan keteraturan
dalam masyarakat. Perspektif konflik memiliki
pandangan yang berbeda dengan perspektif
fungsional yang lebih melihat kontribusi positif
lembaga pendidikan bagi masyarakat. Perspektif ini
lebih menekankan pada peranan kekuasaan (tidak
mengakui kesamaan dalam suatu masyarakat).
Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan
merupakan variabel kelas atau status.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

DAFTAR RUJUKAN

Damsar, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.

Djumransah, M. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang :


Bayu Media Publishing, 2004.

Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,


2004.

Nazsir, Nasrullah. Teori-Teori Sosiologi. Bandung: Widya


Padjajaran, 2001.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

Poloma, Margaret. M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada. 1994.

Republik Indonesia, Undang-undang RI No 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra
Umbara, 2003.

Rifa’i, Muhammad Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media, 2011

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi.


Jakarta: Kencana, 2011.

Santosoa, Arif zainudin dalam “Pendidikan Dalam Perspektif


Struktural Konflik”,
sosiologipendidikn.blogspot.com/2013/09/pendidikan-
dalam-perspektif-struktural.html?m=1, diakses pada
pukul 20.22 WIB 19 Oktober 2014.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami : Intregasi Jasmani,


Rohani Dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung :
PT. Remaja Rosakarya, 2006.

Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha


Nasional, 1986.

Zeitlin, Irving M. Memahami Kembali Sosiologi.Yogyakarta:


UGM Press, 1998.

Zuhairini, Abdul Ghofir. Metodologi Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam, (Malang: UM Press, 2002.
AT-TAHDZIB. Volume 5 nomor 1 maretr 2020 : 2503-3034

Anda mungkin juga menyukai