Anda di halaman 1dari 49

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Tutorial Klinik

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2019

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANALISIS KASUS PENYAKIT HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS MANGASA PADA TAHUN 2018

Oleh:
Nur Multazam, S.Ked
Nurmawati A.T, S.Ked
A. Nurul Amaliah, S.Ked
Ahmad Wardiman, S.Ked

Pembimbing :
dr. Hj. Asniaya, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama / NIM : 1. Nur Multazam, S.Ked/10542050713


2. Nurmawati, S.Ked/10542051113
3. Nurul Amaliah, S.Ked/10542044913
4. Ahmad Wardiman, S.Ked/10542035412
Judul : ANALISIS KASUS PENYAKIT HIPERTENSI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGASA PADA
TAHUN 2018

Telah menyelesaikan tugas Tutorial Klinik dalam rangka kepaniteraan klinik

pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 08 Februari 2019

PEMBIMBING

dr. Hj. Asniaya, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan tutorial klinik ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Tutorial klinik yang berjudul “ANALISIS KASUS PENYAKIT
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGASA PADA
TAHUN 2018” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang mendalam kepada dr. Hj. Asniaya, M.Kes, selaku pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tutiniorial klinik belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar refarat ini dapat memberi manfaat kepada
semua orang.

Makassar, Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Tujuan ......................................................................................................... 3

C. Manfaat ....................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

A. Pengertian Posbindu PTM .......................................................................... 6

B. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Posbindu PTM ............................................. 8

C. Langkah-langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM ................................... 9

D. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Tidak Menular .................................. 11

E. Hipertensi .................................................................................................. 12

1. Definisi ................................................................................................. 12

2. Etiologi ................................................................................................. 13

3. Klasifikasi ............................................................................................. 16

4. Gejala Klinis ......................................................................................... 17

5. Patofisiologi .......................................................................................... 19

6. Diagnosis .............................................................................................. 20

7. Tatalaksana ........................................................................................... 21

iii
BAB III GAMBARAN UMUM PKM MANGASA .......................................... 28

A. Gambaran Geografis Puskesmas ............................................................ 28

B. Keadaan Demografis ............................................................................... 29

C. Keadaan Sarana Wilayah Mangasa ......................................................... 30

D. Struktur Organisasi PKM Mangasa ....................................................... 30

E. Sumber Daya Manusia PKM Mangasa ................................................... 31

BAB IV ANALISIS KASUS/MASALAH........................................................... 33

A. Besar Masalah ........................................................................................... 33

B. Kegawaatan Masalah ................................................................................ 35

C. Kemudahan Penanggulangan .................................................................... 36

D. PEARL Factor .......................................................................................... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah

mengancam sejak usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi

transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi

beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia

sedang mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan

penyakit menular sekaligus. Prevalensi penyakit tidak menular yang meliputi

kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik

dari 7% menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi

3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9%

menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8%

menjadi 34,1%. Oleh karena itu deteksi dini harus dilakukan dengan secara

proaktif mendatangi sasaran, karena sebagian besar tidak mengetahui bahwa

dirinya menderita penyakit tidak menular.1

Dari Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan

sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menderita hipertensi. artinya 1 dari 3 orang

di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8 % diantaranya yang

minum obat. Jumlah penderita hipertensi terus meningkat setiap tahunnya.

diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 15 Miliar orang yang terkena

1
hipertensi. Diperkirakan setiap tahun 9,4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasinya.3

Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular

mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain

kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Sampai

saat ini, Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi

merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.

Data Riskesdas tahun 2013, menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia

sebesar 25,8%. Pengentasan hipertensi sampai saat ini belum adekuat

meskipun obatobatan yang efektif banyak tersedia.1

Sampai dengan bulan Desember 2016, data menunjukkan prevalensi

penduduk usia >15 tahun dengan tekanan darah tinggi di Sulawesi Selatan

sebesar 20,85%, diakui memang kondisi ini belum mencapai target (19,84%)4

namun capaian ini menurun bila dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013

yaitu 28%. Penurunan ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor antara

lain faktor alat pengukur tensi yang berbeda ataupun masyarakat mulai sadar

akan bahaya penyakit hipertensi. Melalui program pendekatan keluarga sehat

diharapkan dapat membantu menekan prevalensi pada penyakit ini dan

mengubah pola hidup masyarakat baik pola konsumsi dan gaya hidup

sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.1

Sesuai dengan data Dinas Kesehatan Makassar, hipertensi berada di

urutan kedua sebagai 10 Penyakit Utama Di Kota Makassar Tahun 2014

dengan jumlah kasus yang berhasil didata sebanyak 64.051 kasus setelah

2
Infeksi Saluran Pernapasan Bagian Atas (ISPA) dengan jumlah kasus

sebanyak 101.965 kasus.4 Penyakit hipertensi juga masuk dalam daftar 10

jenis penyakit penyebab kematian tertinggi di Kota Makassar Tahun 2014

pada urutan ketiga sebagai penyakit yang banyak menyebabkan kematian.4

Dalam rangka pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) antara

lain dilakukan melalui pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian

Penyakit Tidak Menular (Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring

dan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular di masyarakat. Sejak

mulai dikembangkan pada tahun 2011 Posbindu¬PTM pada tahun 2015 telah

berkembang menjadi 11.027 Posbindu di seluruh Indonesia.5,6

Melihat hal tersebut, upaya pencegahan dan pengendalian PTM perlu

menjadi perhatian bersama. Tahun 2013 Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

RI mencanangkan program pencegahan dan pengendalian PTM melalui

program Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu merupakan

bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dibawah pengawasan puskesmas

yang tujuannya agar masyarakat dapat secara mandiri melakukan kegiatan

deteksi dini PTM. Kegiatan Posbindu mencakup pemeriksaan tekanan darah

untuk Hipertensi, pemeriksaan gula darah untuk DM dan pemeriksaan

kolesterol total sebagai faktor risiko Penyakit Jantung Iskemik dan Stroke.4

Posbindu PTM merupakan suatu bentuk pelayanan yang melibatkan

peran serta masyarakat melalui upaya promotif-preventif untuk mendeteksi

dan mengendalikan secara dini keberadaan faktor risiko PTM secara terpadu

yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodic. Berdasarkan Data Dinas

3
Kesehatan Kota Makassar tahun 2016, distribusi Posbindu PTM untuk

wilayah makassar sebanyak 138 Posbindu yang tersebar di 46 wilayah kerja

puskesmas.4

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis faktor penyebab tingginya angka kejadian Hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Mangasa tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis besar masalah, kegawatan masalah, cara

penanggulangan dan faktor yang penting pada pemantauan

Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

b. Menganalisis besar masalah, kegawatan masalah, cara

penganggulanan dan faktor yang penting pada kejadian hipertensi

di Posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan

penemuan dini faktor resiko hipertensi.

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hipertensi di

wilayah kerja Posbindu Puskesmas Toddopuli.

C. Manfaat

1. Bagi Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mangasa

Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada masyarakat

khususnya bagi masyarakat wilayah Puskesmas Mangasa tentang

4
pentingnya pemeriksaan tekanan darah untuk mendiagnosis penyakit

hipertensi.

2. Bagi Puskesmas Mangasa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan

masukan yang bermanfaat dan sebagai salah satu pertimbangan dalam

pengambilan keputusan pencegahan dan penanganan kejadian

hipertensi.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai acuan dan memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Memberikan referensi

penelitian kasus hipertensi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Posbindu PTM

Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM

yang berada dibawah pembinaan puskesmas.3

Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) PTM adalah peran serta

masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan monitoring terhadap

faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya yang dilaksanakan secara terpadu,

rutin, dan periodik. Pelaksanaan tindak lanjutnya dalam bentuk konseling dan

rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Upaya pengembangan program

POSBINDU PTM sedang gencar dilakukan, dan harapan ke depan

POSBINDU PTM dapat dijadikan “kendaraan program” pengendalian

penyakit tidak menular di masyarakat. Agar upaya ini dapat berjalan dengan

baik, benar, dan tepat sasaran perlu disusun satu pedoman untuk

melaksanakannya sehingga implementasi dari POSBINDU PTM mempunyai

daya ungkit dalam pengendalian faktor risiko PTM.5

Kegiatan Posbindu bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini

masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran serta

masyarakat dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak

lanjut dini, sehingga dampak yang fatal dari PTM dapat dihindari. Sasaran

6
kegiatan Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat yang sehat, berisiko dan

penyandang PTM berusia ≥15 tahun.3

Posbindu PTM adalah wadah kegiatan masyarakat yang

dilatarbelakangi adanya kebutuhan dari masyarakat dalam mendeteksi gejala

penyakit tidak menular (PTM) sedini mungkin. Posbindu diawali dengan

inisiasi pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan jajararannya sampai ke

Kelurahan dalam memberdayakan masyarakat melalui kader dan dukungan

tokoh masyarakat.

Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi Posbindu PTM adalah

sebagai berikut6:

a. Posbindu PTM Dasar

Posbindu PTM dasar meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor risiko yang

dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrumen atau

formulir untuk mengidentifikasi riwayat PTM dalam keluarga dan yang

telah diderita sebelumnya, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar

perut, Indeks Massa Tubuh (IMT) , pemeriksaan tekanan darah serta

konseling.

b. Posbindu PTM Utama

Posbindu PTM Utama meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar ditambah

dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol total, trigliserida, pengukuran

Arus Puncak Ekspirasi (APE), konseling dan pemeriksaan Inspeksi Visual

Asam asetat 14 (IVA) serta Clinical Breast Examination (CBE),

pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes amfetamin urin bagi

7
pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan,

perawat kesehatan/tenaga ahli teknologi laboratorium medik/lainnya).

Kemitraan dalam penyelenggaraan Posbindu PTM perlu diadakan mulai

pada tatanan desa/kelurahan seperti bermitra dengan forum desa/kelurahan

siaga untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah setempat.

Selain itu kemitraan dengan pos kesehatan desa/ kelurahan, industri, dan

klinik swasta perlu dijalin guna terlaksananya kegiatan dan pengembangan

Posbindu. Kemitraan dengan pihak swasta lebih baik menggunakan pola

kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan melalui fasilitas

puskesmas. Dukungan dapat berupa sarana/prasarana lingkungan yang

kondusif untuk menjalankan pola hidup sehat misalnya fasilitas olah raga

atau sarana pejalan kaki yang aman dan sehat serta ruang terbuka hijau. 5

B. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Posbindu PTM

Adapun tujuan dari penyelenggaraan Posbindu PTM yaitu untuk

meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini

faktor risiko PTM. Sasaran Posbindu PTM yaitu, kelompok masyarakat sehat,

berisiko dan penyandang PTM atau orang dewasa yang berumur 15 tahun

keatas.Pada orang sehat agar faktor risiko tetap terjaga dalam kondisi normal.

Pada orang dengan faktor risiko adalah mengembalikan kondisi berisiko ke

kondisi normal. Pada orang dengan penyandang PTM adalah mengendalikan

faktor risiko pada kondisi normal untuk mencegah timbulnya komplikasi

PTM.5

8
Beberapa manfaat dibentuknya Posbindu PTM antara lain sebagi berikut :

1. Membudayakan gaya hidup sehat dengan berperilaku cek kondisi

kesehatan anda secara berkala, enyahkan asap rokok, rajin aktifitas fisik,

diet yang sehat dengan kalori seimbang, istirahat yang cukup, kelola stres

dalam lingkungan yang kondusif di rutinitas kehidupannya.

2. Mawas diri yaitu faktor risiko PTM yang kurang menimbulkan gejala

secara bersamaan dapat terdeteksi dan terkendali secara dini.

3. Metodologis dan bermakna secara klinis yakni kegiatan dapat

dipertanggung jawabkan secara medis dan dilaksanakan oleh kader khusus

dan bertanggung jawab yang telah mengikuti pelatihan metode deteksi dini

atau edukator PPTM.

4. Mudah dijangkau karena diselenggarakan di lingkungan tempat tinggal

masyarakat/ lingkungan tempat kerja dengan jadwal waktu yang

disepakati.

5. Murah karena dilakukan oleh masyarakat secara kolektif dengan biaya

yang disepakati/sesuai kemampuan masyarakat.

C. Langkah-Langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM

1. Identifikasi Kelompok Potensial

Identifikasi merupakan kegiatan mencari, menemukan, mencatat data

mengenai kelompok-kelompok masyarakat potensial yang merupakan


6
sasaran atau subyek dalam pengembangan Posbindu PTM. Identifikasi

diperlukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya,

9
sehingga masyarakat dapat mandiri dan kegiatan Posbindu dapat

berlangsung secara berkesinambungan. Kelompok potensial merupakan

kelompok orang yang secara rutin berkumpul untuk melakukan kegiatan

bersama, yaitu antara lain karang taruna, Pemberdayaan Kesejahteraan

Keluarga (PKK)/dasawisma, pengajian, Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM), organisasi profesi, klub olah raga, koperasi dan kelompok

masyarakat di tempat kerja, perguruan tinggi, sekolah dan lain-lain.

Identifikasi dilakukan pada tingkat kabupaten sampai wilayah kerja

puskesmas. Informasi didapat dari kegiatan wawancara, pengamatan,

angket, partisipasi dan fokus diskusi kelompok terarah.6

2. Sosialisasi dan Advokasi

Sosialisasi dan advokasi dilakukan kepada kelompok potensial terpilih,

mereka diberi informasi tentang besarnya permasalahan PTM yang ada,

dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, upaya pencegahan dan

pengendalian serta tujuan dan manfaat kegiatan deteksi dini dan

pemantauan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM. Kegiatan ini

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar diperoleh

dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan Posbindu PTM.

Tindak lanjut dari advokasi adalah kesepakatan bersama berupa

penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM.6

3. Pelatihan Petugas Pelaksana Posbindu PTM

Pelatihan adalah kegiatan memberikan pengetahuan tentang PTM, faktor

risiko, dampak dan upaya yang diperlukan dalam pencegahan dan

10
pengendalian PTM, memberikan kemampuan dan keterampilan dalam

memantau faktor risiko PTM dan melakukan konseling serta tindak lanjut

lainnya.6

Peserta pelatihan adalah calon kader pelaksana kegiatan Posbindu PTM,

setiap Posbindu PTM paling sedikit mempunyai lima kader dengan kriteria

mau dan mampu melakukan kegiatan Posbindu PTM, dapat membaca dan

menulis dan lebih utama berpendidikan minimal SLTA atau sederajat.

Peserta pelatihan maksimal 30 orang agar pelatihan berlangsung efektif,

jadi maksimal ada enam Posbindu PTM yang akan dilaksanakan oleh

kader. Waktu pelaksanaan pelatihan berlangsung selama 3 hari atau

disesuaikan dengan kondisi setempat dengan modul yang telah

dipersiapkan.

D. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang tidak memiliki

tanda klinis secara khusus sehingga menyebabkan seseorang tidak mengetahui

dan menyadari kondisi tersebut sejak permulaan perjalanan penyakit6. Kondisi

tersebut menyebabkan keterlambatan dalam penanganan dan menimbulkan

komplikasi PTM bahkan berakibat kematian. Beberapa karakteristik PTM

antara lain, ditemukan di negara industri maupun negara berkembang, tidak

ada rantai penularan, dapat berlangsung kronis, etiologi atau penyebab tidak

jelas, multikausal atau penyebabnya lebih dari satu, diagnosis penyakit sulit,

biaya mahal dan tidak muncul dipermukaan seperti fenomena gunung es serta

11
mortalitas dan morbiditasnya tinggi. PTM dapat dicegah melalui pengendalian

faktor risikonya dengan upaya promotif dan preventif.6

E. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi dimana

pembuluh darah terus-menerus menerima tekanan atau dorongan dari

darah itu sendiri. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh darah, maka

jantung akan lebih keras bekerja untuk memompa darah, sehingga jika

dibiarkan tidak terkendali maka tekanan darah yang tinggi dapat

menyebabkan komplikasi terhadap jantung itu sendiri seperti serangan

jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung. Pembuluh darah yang

mengalami pelebaran akibat tekanan yang tinggi atau tekanan yang tinggi

tersebut menyebabkan adanya beberapa titik lemah sehingga pembuluh

darah menjadi lebih rapuh sehingga mudah untuk pecah. Aneurisma

pembuluh darah bisa menyebabkan bocornya pembuluh darah sehingga

darah keluar, contohnya aneurisma pembuluh darah di otak sehingga bisa

menyebabkan stroke hemoragik. Apabila terjadi peningkatan tekanan

darah diastolik atau sistolik yang tidak teratur atau terus menerus, biasanya

dimulai sebagai penyakit yang ringan, perlahan berkembang ke kondisi

yang parah atau sebaliknya.7

Istilah hipertensi digunakan untuk peningkatan tekanan darah sistolik

atau diastolik di atas nilai normal. Tekanan arteri disebut normal jika

12
tekanan sistolik < 120 mmHg ( tapi > 90 mmHg ) dan tekanan diastolik <

80 mmHg ( tapi > 60 mmHg ).9 Tekanan diastolik antara 80 sampai 89

mmHg dan tekanan sistolik antara 120 sampai 139 mmHg dianggap

sebagai prehipertensi. Disebut hipertensi jika tekanan darah sistolik > 139

mmHg dan tekanan darah diastolik > 89 mmHg. 7

2. Etiologi Hipertensi

Adapun beberapa faktor risiko hipertensi yaitu ada yang tidak dapat

dimodifikasi seperti genetik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dan

yang dapat dimodifikasi yaitu antara lain, stress, obesitas, merokok,

asupan nutrisi, penggunaan minyak bekas, dan aktifitas fisik.7

a. Faktor genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar

monozigot daripada heterozigot. Seseorang penderita yang mempunyai

sifat genetik hipertensi primer apabila dibiarkan secara alamiah tanpa

intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan

hipertensi berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan

timbul tanda dan gejala. 7

b. Umur

Beberapa penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa semakin

tua usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini

disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun

seiring bertambahnnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi pada usia

13
lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki-

laki lebih tinggi dari pada perempuan. Setelah usia 65 tahun tekanan

darah pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Dengan

demikian, risiko hipertensi bertambah seiring dengan bertambahnya

usia. 7

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan

darah. Sejumlah fakta menyatakan bahwa hormon seks mempengaruhi

sistim Reninangiotensin. Secara umum, tekanan darah pada laki-laki

lebih tinggi pada perempuan. Risiko hipertensi pada perempuan akan

meningkat setelah masa menopause yang menunjukan adanya

pengaruh hormon seks tersebut. 7

d. Riwayat keluarga

Dari hasil penelitan diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai

kedua orang tua atau salah satunya, mempunyai risiko lebih besar

untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya

normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap

hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan

risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan

laki-laki dibawah 55 tahun. 7

e. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikan

tekanan darah. Hasil penelitian menunjukan bahwa nikotin yang

14
terdapat dalam rokok dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam

pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding

pembuluh darah. Nikotin bersifat toksin terhadap jaringan saraf yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun

diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti

dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada koroner

meningkat dan vasokonstriksi pada pembuluh darah perifer. 7

f. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh khususnya lemak di bagian perut, erat

kaitannya dengan hipertensi. Tingginya tekanan darah tergantung pada

besarnya penambahan berat badan. Akan tetapi tidak semua obesitas

akan terkena hipertensi. Tergantung pada individu masing-masing.

Peningkatan tekanan darah diatas nilai optimal yaitu > 120/80 mmHg

akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah

secara signifikan. 7

g. Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.

Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian

tekanan darah yang menetap. Telah dilakukan percobaan dengan

menggunakan binatang percobaan dan didapatkan bahwa pajanan

terhadap stress menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi. 7

15
3. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial hipertensi yang tidak

diketahui penyebab yang mendasarinya disebut sebagai hipertensi

primer (esensial atau idiopatik). Terdapat sekitar 90%-95% kasus.8

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7

Tabel 2. Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 8

16
b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh masalah

primer lainnya. Sekitar 5-10% kasus hipertensi. Jenis hipertensi ini

diketahui penyebabnya dan sering dapat diobati.8

4. Gejala Klinis

Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan

darah. Untuk menentukan hipertensi yaitu menggunakan kriteria JNC 7.7,8

Gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang hipertensi esensial

berjalan tanpa gejala dan baru timbul keluhan setelah terjadi komplikasi

yang spesifik pada organ tertentu seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi

mungkin tidak menunjukan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini

menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ

yang bermakna. Apabila terdapat gejala biasanya bersifat spesifik,

misalnya sakit kepala atau pusing. Akan tetapi, pada penderita hipertensi

berat, biasanya akan timbul gejala antara lain :

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual dan muntah

d. Sesak nafas

e. Gelisah

f. Pandangan menjadi kabur

g. Mata berkunang-kunang

17
h. Mudah marah

i. Telinga berdengung

j. Sulit tidur

k. Rasa berat ditengkuk

l. Nyeri di daerah kepala bagian belakang

m. Nyeri di dada

n. Otot lemah

o. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki

p. Keringat berlebihan

q. Kulit nampak pucat atau kemerahan

r. Denyut jantung menjadi kuat, cepat atau tidak teratur

s. Impotensi

t. HematuriMimisan (jarang dilaporkan).

Sebagian besar penderita hipertensi kadang tidak merasakan gejala.

Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa

penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya

justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala

penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala,

nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis. Gejala-gejala

tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak ukur

keparahan dari penyakit hipertensi, hal ini telah dijelaskan oleh WHO

tahun 2013.

18
5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla spinalis di otak. Pada pusat

vasomotor ini bermula jenis saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda

spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglion simpatis

dari torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistim saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada saat ini neuro preganglion melepaskan asetilkolin

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan melepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi

pembuluh darah. Individu dengan hipertensi sangat sensitif

norepinevrinnya, meskipun tidak bisa diketahui mengapa hal ini bisa

terjadi. Pada saat bersamaan dimana saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon emosi kelenjar adrenal juga terangsang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal

mensekresi epinefrin yang mengakibatkan vasokonstriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat respon vasokontriksi

pembuluh darah. Vasokontriksi yang menyebabkan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang

selanjutnya merangsang sekresi aldosteron oleh koteks adrenal. Hormon

ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal menyebaban

peningkatan volume intravaskuker.15

19
Bagan 1: Patofisiologi Hipertensi

6. Diagnosa Hipertensi dan Follow up

Berdasarkan kriteria diagnostik dari The Joint National Committee on

Prevention, Detection Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure,

eight (JNC 8), seseorang akan dinyatakan menderita hipertensi jika dalam

tiga kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dengan keadaan

cukup istirahat atau dalam keadaan tenang didapatkan tekanan darah

sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg.7,8

20
Bagan 2 : Kriteria diagnostik berdasarkan JNC 89

Sumber :Joint G, Committee N. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien

Hipertensi Dewasa. 2016.

7. Penataaksanaan

Tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah menurunkan


morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular dan ginjal. Semua
guideline pada umumnya sepakat dan sama untuk target tekanan darah
normal adalah 120/80 mmHg. Pengobatan selalu dimulai dengan cara
modifikasi gaya hidup, kemudian dilanjutkan dengan farmakoterapi secara
individualistik sesuai dengan komorbid atau compelling indications yang
ada pada penderita. Untuk low and moderate risk target tekanan darah <
140/90 mmHg. Untuk high and very high risk (diabetes and renal disease)

21
target tekanan darah <130/80 mmHg, dan tidak lupa mengobati kerusakan
organ target.1
Hipertensi tanpa penyulit bisa diberikan monoterapi. JNC 7
menganjurkan thiazide sebagai pilihan pertama. Monoterapi bisa mencapai
tekanan darah normal sekitar 40%. Dengan kombinasi dua obat atau lebih
dapat mencapai target tekanan darah normal lebih dari 80%.1
 Terapi non-farmakologis/Modifikasi gaya hidup (JNC 7)
 Menurunkan berat badan berlebih atau kegemukan
 Pembatasan asupan garam kurang atau sama dengan 100
meq/L/hari (2,4 g natrium atau 6 g natrium klorida)
 Meningkatkan konsumsi buah dan sayur
 Menurunkan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali minum/hari
 Meningkatkan aktivitas fisik paling tidak berjalan 30 menit/hari
selama 5 hari/minggu
 Menghentikan merokok
 Terapi farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis antara lain :
 Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone
Antagonist (Aldo Ant)
 Beta blocker (BB)
 Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
 Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor
antagonist/blocker (ARB)
 Direct renin inhibitor (DRI)

22
Apabila dengan modifikasi gaya hidup tidak berhasil, terdapat
sejumlah obat yang dapat membantu menurunkan tekanan darah.Kriteria
untuk memulai antihipertensi ialah:
1. Pasien hipertensi derajat 1 dengan minimal salah satu dari penyerta
berikut:
a. Jejas pada organ target
b. Riwayat penyakit kardiovaskular
c. Penyakit ginjal
d. Diabetes mellitus
2. Semua pasien hipertensi derajat 2
Adapun rekomendasi tatalaksana terbaru menurut JNC 8, yaitu:9
1) Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90
mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik
menjadi < 150 mmHg dan diastolik menjadi < 90 mmHg.
(Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A).
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, bila terapi
farmakologi menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik yang lebih
rendah dari target (misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat
mentoleransi dengan baik, tanpa efek samping terhadap kesehatan dan
kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu disesuaikan lagi (Opini
ahli, tingkat rekomendasi E).
2) Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target
penurunan tekanan darahnya adalah < 90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59
tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A) (Untuk umur 18 – 29
tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).

23
3) Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi
dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini
ahli, rekomendasi E).
4) Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal
kronik, terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥
140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan
diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
5) Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau
diatoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini
ahli, tingkat rekomendasi E)
6) Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang
menderita diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk
diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium, penghambat enzim
ACE, atau penghambat reseptor angiotensin. (Rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B).
7) Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe
tiazida atau penghambat saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam
secara umum: rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B) (Untuk ras
kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah, tingkat rekomendasi
C).

24
8) Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik,
terapi antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk
penghambat enzim ACE atau penghambat reseptor angiotensin untuk
memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku bagi semua pasien penderita
penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status diabetes.
(Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
9) Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan
menjaga target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai
dalam waktu sebulan terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan
obat kedua dari kelompok obat hipertensi pada rekomendasi 6
(diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium, penghambat enzim
ACE, dan penghambat reseptor angiotensin). Penilaian terhadap
tekanan darah hendaknya tetap dilakukan, sesuaikan regimen terapi
sampai target tekanan darah tercapai. Bila target tekanan darah tidak
tercapai dengan terapi oleh 2 jenis obat, tambahkan obat ketiga dari
kelompok obat yang tersedia. Jangan menggunakan obat golongan
penghambat ACE dan penghambat reseptor angiotensin bersama-sama
pada satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat
antihipertensi yang tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra
indikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 macam obat,
maka obat antihipertensi dari kelompok yang lain dapat digunakan.
Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke spesialis hipertensi. (Opini
Ahli, tingkat rekomendasi E).4

25
Bagan 3: Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 89

Sumber :Joint G, Committee N. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien

Hipertensi Dewasa. 2016.

Bagan 4 : Strategi Dosis Obat Anti Hipertensi9

Sumber :Joint G, Committee N. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien

Hipertensi Dewasa. 2016.

26
Tabel 3. Rekomendasi Dosis Obat AntihipertensiMenurut JNC 89

Sumber :Joint G, Committee N. ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien

Hipertensi Dewasa. 2016.

Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan


mendapat pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai.
Pantau tekanan darah, LFG dan elektrolit.Frekuensi kontrol untuk hipertensi
derajat 2 disarankan lebih sering. Setelah tekanan mencapai target dan stabil,
frekuensi kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan sekali. Namun
jika belum tercapai, diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan gaya hidup,
serta pertimbangan terapi kombinasi.
Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus tetap dilanjutkan
dengan tetap memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi.Pasien perlu
diedukasi bahwa terapi antihipertensi ini bersifat jangka panjang dan terus
dievaluasi secaraberkala

27
BAB III

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS MANGASA

A. Gambaran Geografis Puskesmas

Puskesmas Mangasa Kota Makassar berdiri sejak tahun 1987 dan

merupakan puskesmas non perawatan yang berlokasi di Jalan Monumen

Emmy Saelan Komp BTN II Mangasa Kelurahan Gunung Sari Kota

Makassar dan dipimpin oleh dr Hj. Asniaya, M.Kes.

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Mangasa berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara dengan Kelurahan Kassi Kassi.

2. Sebelah Timur dengan Kelurahan Karunrung.

3. Sebelah Barat dengan Kelurahan Pa’baeng baeng.

4. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Gowa.

Puskesmas Mangasa memberikan pelayan kepada pasien rawat jalan

dengan pegawai pegawai berjumlah 35 pegawai yang terdiri dari 27 PNS

dan 7 orang pegawai magang dengan luas kerja 306.5 Ha. Selain itu,

puskesmas Mangasa terdiri dari 142 RT, 29 RW dan terdiri dari 52.119

jiwa.

- VISI

“Sebagai Pusat Layanan Kesehatan bermutu menuju masyarakat sehat dan

mandiri di wilayah kerja”.

- MISI

28
1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang merata ,terjangkau dan

berkeadilan

2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berprilaku sehat dan hidup

dalam lingkungan sehat dalam upaya kesehatan secara komprehensif

3. Meningkatkan pemberdayaan dan kemitraan masyarakat dalam

pembangunan bidang kesehatan

- MOTTO :

“Kerja untuk mewujudkan masyarakat sehat”.

B. Keadaan Demografi

1. Luas wilayah : + 306.5 Ha

2. Jumlah KK : 10.137 KK

3. Jumlah penduduk : 52.119 jiwa

a) Laki-laki: 21.725 orang

b) Perempuan : 21.174 orang

Peta Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa

29
C. Keadaan Sarana Wilayah Mangasa

 Jumlah Sarana Ibadah : 23, terdiri dari:

Mesjid : 22 buah

Gereja : 1 buah

 Jumlah sarana pendidikan : 39, terdiri dari:

TK : 9 buah

SD/sederajat : 12 buah

SMP/Sederajat : 8 buah

SMA/Sederajat : 10 buah

 Jumlah sarana pelayanan kesehatan

Posyandu : 23 buah

Pustu : 1 buah

D. Struktur Organisasi Puskesmas Mangasa

a. Ketua : dr.Hj.Asniaya M.kes

b. Wakil Ketua : Bakhtiar Pasisuly

c. Sekertaris : Mahyuddin Madjid,S.Kep

Seksi Pengumpulan Pendataan : 1. Hj.Dahlia,S.ST

2. Hj.Hasbiah

3. Haerana,SKM

4. Hj.Hasnidar

5. Rohani

6. Saenong,SKM

Seksi Pengelolaan Data : 1. Dr. Sophia Qadarsih

30
2. Drg.Walmawati,M.Kes

3. Irmawati,SKM

4. Ita Hardianti,S.Kep

5. Ade Arriyani RZ,SKM

E. Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Mangasa

Jumlah dan jenis pegawai di Puskesmas Mangasa adalah:

No. Jenis Ketenagaan PNS NON PNS Jumlah Ket


1 Dokter Umum 2 0 2
2 Dokter Gigi 1 0 1
3 Apoteker 2 0 2
Epidemiologi
4 2 0 2
Kesehatan
Sarjana
5 3 0 3
Keperawatan
6 D4 Keperawatan 1 0 1
7 Perawat SPK 4 0 4
8 S1 Promkes 1 1 2
9 D4 Kebidanan 2 1 3
10 D3 Kebidanan 0 1 1
11 D1 Kebidanan 1 0 1
12 Perawat gigi 1 0 1
Pranata
13 1 1 2
Laboratorium
S1 Kesehatan
14 1 0 1
lingkungan
D3 Kesehatan
15 1 0 1
lingkungan
16 Nutrisionis 1 0 1

31
17 Perekam Medik 3 1 4
18 Petugas Kebersihan 0 1 1
19 Security 0 1 1
20 Sopir 0 2 1
Jumlah total 27 8 35

32
BAB IV

ANALISIS KASUS / MASALAH

Untuk tahap analisis kasus/masalah, terdapat beberapa tahapan untuk

mengetahui adanya masalah atau hambatan pada Puskesmas Mangasa mengenai

penerapan Keluarga Sehat di wilayah kerja Puskesmas Mangasa. Untuk

penyelesaiannya yaitu

Kriteria

 Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)

 Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)

 Kriteria C : Kemudahan penanggulangan (nilai 1-5)

 Kriteria D : PEARL factor (nilai 0 atau 1)

A. Besar Masalah

1. Identifikasi Masalah

Proses Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan laporan tahunan

Puskesmas Mangasa tahun 2018 dan wawancara dengan kepala dan

penanggung jawab program-program di Puskesmas. Berdasarkan data

yang telah dihimpun, adapun prevalensi penderita hipertensi yang

mencakup tiga kelurahan yaitu kelurahan mangasa sebanyak 348 orang,

kelurahan mannuruki sebanyak 100 orang dan kelurahan gunung sari

sebanyak 277 orang. Maka secara keseluruhan jumlah penderita hipertensi

pada tahun 2018 diwilayah kerja puskesmas mangasa sebesar 675 orang.

33
Beberapa masalah kemudian ditemukan pada pos pembinaan terpadu

(POSBINDU) di Puskesmas Mangasa yang ditemui antara lain :

No. Posbindu Sasaran Cakupan Selisih


19
1. RW I Gunung Sari 8 (42,1%) 57,9%
(100%)
38
2. RW VIII Gunung Sari 5 (13,1%) 86,9%
(100%)
33
3. RW V Mangasa 6 (18,1%) 81,9%
(100%)
44
4. RW X Mangasa 8 (18,1%) 81,9%
(100%)
29
5. RW VIII Mannuruki 4 (13,7%) 86,3%
(100%)

2. Besar Masalah

Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval rumus sebagai

berikut:

 Kelas N = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 5

= 1 + 3,3 (0,69)

= 1 + 2,27

= 3,27

=3

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ


 Interval =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠

86,9−57,9
=
3

= 9,6

34
Besar Masalah terhadap angka kejadian

penyakit

Interval
No Masalah (Posbindu) Nilai
57,9-67,5 67,6-77,2 77,3-86,9

Nilai

3,33 6,66 10

1 RW I Gunung Sari √ 3,33

2 RW VIII Gunung Sari √ 10

3 RW V Mangasa √ 10

4 RW X Mangasa √ 10

5 RW VIII Mannuruki √ 10

B. Kegawatan Masalah

Merupakan hasil rata-rata pengambilan suara dari 4 anggota kelompok

mengenai 3 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :

Keganasan Skor Urgensi Skor Biaya Skor


Sangat 5 Sangat 5 Sangat 5
ganas mendesak murah
Ganas 4 Mendesak 4 Murah 4
Cukup 3 Cukup 3 Cukup 3
berpengaruh mendesak murah
Kurang 2 Kurang 2 Mahal 2
ganas mendesak
Cukup ganas 1 Tidak 1 Sangat 1
mendesak mahal

35
Biaya yang
No Masalah Keganasan Urgensi Nilai
dikeluarkan
1 RW I Gunung Sari 2,4 4 3 9,4
2 RW VIII Gunung Sari 4 4 3 11,0
3 RW V Mangasa 2,8 4 3 9,8
4 RW X Mangasa 2,8 4 3 9,8
5 RW VIII Mannuruki 3 4 3 10,0

C. Kemudahan Penanggulangan

Kemudahan
No Masalah Jumlah
Penanggulangan
4+4+4+4
1 RW I Gunung Sari 4
4
4+4+4+4
2 RW VIII Gunung Sari 4
4
4+4+4+4
3 RW V Mangasa 4
4
4+4+4+4
4 RW X Mangasa 4
4
4+4+4+4
5 RW VIII Mannuruki 4
4

D. PEARL Factor

Terdiri dari beberapa faktor yang saling menetukan yaitu :

 Properti : Kesesuaian dengan program daerah/nasional/dunia

 Economy : Memenuhi syarat ekonomi untuk melaksanakannya

36
 Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan

lembaga terkait

 Resources : Tersedianya sumber daya

 Legality : TIdak melanggar hukum dan etika

Skor yang digunakan diambil melalui 5 voting anggota kelompok

1 = Setuju

0 = Tidak Setuju

No Masalah (Posbindu) P E A R L

1 RW I Gunung Sari 1 1 1 1 1

2 RW VIII Gunung Sari 1 1 1 1 1

3 RW V Mangasa 1 1 1 1 1

4 RW X Mangasa 1 1 1 1 1

5 RW VIII Mannuruki 1 1 1 1 1

Penilaian Prioritas Masalah

Setelah Kriteria A,B,C dan D ditetapkan. Nilai tersebut dimasukkan ke dalam

rumus :

 Nilai Prioritas Dasar (NPD) = ( A+B) X C

 Nilai Prioritas Total ( NPT) = (A+B) X C X D

Jadi, adapun Besar Prioritas Masalah

37
NPD = NPT =
No Masalah (Posbindu) A B C D
( A+B) X C ( A+B) X C X D

(3,33+9,4) x 4 (3,33+9,4) x 4 x
1 RW I Gunung Sari 3,33 9,4 4 1
= 50,92 1 =50,92

(10+11) x 4 = (10+11) x 4 x 1
2 RW VIII Gunung Sari 10 11,0 4 1
84 = 84

(10+9,8) x 4 = (10+9,8) x 4 x 1
3 RW V Mangasa 10 9,8 4 1
79,2 = 79,2

(10+9,8) x 4 = (10+9,8) x 4 x 1
4 RW X Mangasa 10 9,8 4 1
79,2 = 79,2

(10+10) x 4 = (10+10) x 4 x 1
5 RW VIII Mannuruki 10 10 4 1
80 = 80

Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari prioritas masalah adalah

sebagai berikut :

1. Posbindu RW VIII Gunung Sari

2. Posbindu RW VIII Mannuruki

3. Posbindu RW V Mangasa

4. Posbindu RW X Mangasa

5. Posbindu RW I Gunung Sari

38
IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH HIPERTENSI

Identifikasi Penyebab Masalah Hipertensi dengan Analisis Pendekatan

Sistem

KEMUNGKINAN PENYEBAB
KOMPONEN
MASALAH

1. Pengetahuan mengenai hipertensi

INPUT MAN masih kurang

2. Pasien tidak kontrol dan berobat teratur

MONEY Tidak ada masalah

Masih kurangnya pemanfaatan media

MATERIAL informasi seperti poster, leaflet dan brosur

tentang hipertensi.

Edukasi dan penyuluhan mengenai


METODE
hipertensi masih belum optimal

Sosialisasi dan konseling petugas kesehatan


MARKETING
setiap bulan

1. Tingkat kepedulian dan kesadaran

masyarakat mengenai hipertensi yang

LINGKUNGAN masih kurang.

2. Pola makan yang belum sesuai dengan

penyuluhan gizi

39
3. Aktivitas fisik dan olahraga tertaur

masih jarang dilakukan oleh penderita

hipertensi walaupun sudah adanya

senam atau kegiatan jasmani yang

difasilitasi oleh puskesmas.

P1 Tidak ada masalah

PROSES P2 Tidak ada masalah

P3 Tidak ada masalah

ANALISIS PENYEBAB MASALAH

Jadi, dapat disimpulkan adapun penyebab masalah berdasarkan hasil identifikasi

kelompok kami, diantaranya sebagai berikut.

A. Tingginya angka kejadian hipertensi berdasarkan prevalensi kejadian

penyakit tidak menular di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

B. Rendahnya tingkat kesadaran penderita hipertensi dalam kunjungan

pemeriksaan di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

C. Rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman penderita hipertensi

terkait pola hidup sehat.

40
Tabel Paired Comparison

A B C Total

A B C 0

B C 1

C 0

Total Vertikal 0 1 0 1

Total
0 1 1 2
Horizontal

Total 0 2 1 3

Tabel Kumulatif

B 2 2/3 x 100% 66,67% 33.33%

C 1 1/3 x 100% 33,33% 66.67%

A 0 0/3x 100% 0 100%

Jumlah 3 100%

Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa

rendahnnya cakupan belum mencapai 80%, diantaranya adalah:

41
A. Tingginya angka kejadian hipertensi berdasarkan prevalensi kejadian

penyakit tidak menular di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

B. Rendahnya tingkat kesadaran penderita hipertensi dalam kunjungan

pemeriksaan di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

C. Rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman penderita hipertensi

terkait pola hidup sehat.

RENCANA KEGIATAN :

Berdasarkan criteria mutlak dan criteria keinginan, maka hanya 4 rencana

kegiatan di atas yang dapat dijadikan rencana kegiatan/Plan of Action (PoA),

yaitu :

A. Sosialisasi (pamflet / poster) yang disampaikan petugas ksehatan pada

masyarakat terkait penyakit hipertensi dan pola hidup sehat.

B. Konseling penyakit hipertensi melalui UKM Esensial.

C. Pemeriksaan rutin pada penderita hipertensi untuk mendiagnosis dan

memberi tatalaksana secara cepat dan tepat.

D. Pelaksanaan kegiatan jasmani untuk usia lansia pada penyakit tidak

menular.

42
BAB V

KESIMPULAN

Selama kami menjalani kepanitraan klinik bagian Ilmu Kesehatan

Masyarakat di Puskesmas Mangasa Makassar, kami telah mengikuti beberapa

kegiatan di puskesmas.

Dari hasil analisis masalah didapatkan masalah meningkatnya angka

penderita penyakit tidak menular hal ini dapat disebabkan karena:

 Kurangnya tingkat kesadaran penderita hipertensi dalam kunjungan

pemeriksaan di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa.

 Rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman penderita hipertensi terkait

pola hidup sehat.

 Tingginya angka kejadian hipertensi berdasarkan prevalensi kejadian penyakit

tidak menular di posbindu wilayah kerja Puskesmas Mangasa

Sehingga dari penyebab tersebut didapatkan Planning of Actionnya adalah:

 Sosialisasi (pamflet / poster) yang disampaikan petugas ksehatan pada

masyarakat terkait penyakit hipertensi dan pola hidup sehat.

 Konseling penyakit hipertensi melalui UKM Esensial.

 Pemeriksaan rutin pada penderita hipertensi untuk mendiagnosis dan

memberi tatalaksana secara cepat dan tepat.

 Pelaksanaan kegiatan jasmani untuk usia lansia pada penyakit tidak menular.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Riskesdas. Prevalensi hipertensi. 2018.


2. Organization WH. A global brief on Hypertension: silent killer, global public
health crises (World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2015.
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Tahun 2015. Rencana aksi program pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan 2015-2019.
4. Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2015, Makassar.
5. Kemenkes RI. Petunjuk teknis pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular
(posbindu ptm), 2012.
6. Badan pengendalian penyakit tidak menular.2012. Pedoman penyelanggaraan
posbindu ptm. Jakarta: pustaka indonesia.
7. Kemenkes, RI. Petunjuk teknis surveilans faktor risiko penyakit tidak
menular berbasis pos pembinaan terpadu (posbindu), 2014.
8. Mohani, C.I. (2012). Hipertensi Esensial. Dalam Sudoyo, et al (ed). Buku
Ajar Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Jakarta, Interna Publising. pp. 2284-
2293.
9. Weber, et al. (2013). Clinical Practise Guidelines for Management of
Hypertension in The Community. The Journal of Clinical Hypertension 16
(1): 1-13. Diakses pada 27 Juni 2017.
10. Muhadi. 2016. JNC 8:Evidence Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Vol. 43 no.1.
pp. 1-6. Diakses pada 27 Juni 2017.

44

Anda mungkin juga menyukai