Anda di halaman 1dari 11

Finansha-Journal of Sharia Financial Manajement E-ISSN 2774-2687

Volume 1, Nomor 2 (2020), Halaman 1-12 P-ISSN 2775-0868

AKAD ISTISHNĀ’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH PADA BANK SYARIAH


MANDIRI (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Cinere)
Melvi Noviza

Manajemen Keuangan Syariah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

melvynvz14@gmail.com

Abstrak:
Setiap orang sangat membutuhkan rumah, untuk memilikinya mereka dapat membeli atau
membuat sendiri rumah yang mereka inginkan. Namun harga rumah dan biaya untuk
membangunnya sendiri sangat mahal pada saat ini, sehingga kebanyakan orang lebih memilih
untuk memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hampir setiap keluarga memerlukan
pembiayaan rumah, sebagian besar keluarga di Indonesia muslim yang tentunya ingin tetap
istiqômah dalam memiliki rumah yang sesuai dengan syariah. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui bagaimana akad istisna dalam pembiayaan rumah pada bank syariah Mandiri cabang
Pembantu Cinere. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dan
literature review untuk menganalisis Akad Istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada bank syariah
Mandiri dan dari literatur-literatur kepustakaan, buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan
dengan materi penulisan ini. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa Prosedur
pembiayaan akad istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri bagi calon nasabah mengacu pada peraturan
atau persyaratan baku yang berlaku mengenai pembiayaan istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri.
Apabila terjadi masalah bank tersebut melakukan upaya penyelesaian atas pembiayaan rumah
bermasalah dan restrukturisasi selain itu Bank Syariah Mandiri juga melakukan rescheduling,
apabila masih terjadi perselisihan atau sengketa antara kedua balah pihak maka hendaknya
merujuk atau menyelesaiakan melalui BASYARNAS. Upaya-upaya ini sudah dinilai efektif oleh
pihak Bank Syariah Mandiri.
Kata Kunci: Akad Istisna, Bank Syariah, Pembiayaan
Abstract:
Everyone really needs a house, to have it they can buy or build the house they want themselves. However, the price
of housing and the cost of building it yourself is very expensive at this time, so most people prefer to take advantage
of Home Ownership Loans (KPR). Almost every family needs housing financing, and the majority of families in
Indonesia are Muslim who of course want to remain istiqômah in owning a house that complies with sharia. The
purpose of this study is to find out how the istisna contract is in house financing at the Mandiri Islamic bank,
Pembantu Cinere. The research method used is a research method with a qualitative approach and literature review
to analyze the Akad Istishnâ' in home financing at an independent Islamic bank and from literature such as
books and other sources related to this writing material. Based on the results of the study, it can be concluded that
Melvi Noviza
the procedure for financing istishnâ' contracts at Bank Syariah Mandiri for prospective customers refers to the
regulations or standard requirements that apply regarding financing istishnâ' at Bank Syariah Mandiri. If a
problem occurs, the bank makes efforts to resolve problem housing financing and restructuring, besides that Bank
Syariah Mandiri also reschedules, if there is still a dispute or dispute between the two parties, then it should refer
or resolve it through BASYARNAS. These efforts have been considered effective by Bank Syariah Mandiri.
Keywords: Istisna Contract, Islamic Bank, Financing

1. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sebagai negara
mayoritas muslim, tentu membantu meningkatkan kinerja sektor syariah. Salah satu contohnya
adalah perbankan syariah. Maka tidak heran jika belakangan ini banyak bank konvensional yang
mulai melebarkan sayapnya ke lembaga syariah dan komunitas syariah lainnya. Bank syariah tidak
mengenal bunga karena terkait dengan praktik perbankan konvensional yang dianggap riba. Oleh
karena itu, bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dengan proses yang diketahui dan disetujui
oleh bank dan nasabah pada saat penandatanganan akad.
Biasanya seseorang membeli rumah secara kredit jika tidak bisa membelinya secara tunai
melalui perantara bank. Dengan hanya menyediakan satu set biaya untuk membayar uang muka
(DP), konsumen sudah dapat memiliki rumah. Untuk melunasi utang bank, konsumen harus
melakukan cicilan dengan nilai nominal ditambah bunga pinjaman dalam jangka waktu tertentu.
Dari sudut pandang Islam, pembiayaan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Menurut
Islam, seseorang yang meminjam sejumlah uang harus mengembalikan jumlah yang sama. Oleh
karena itu, instrumen keuangan dianggap riba dalam perbankan konvensional. Solusi untuk
menghindari gangguan praktik riba adalah dengan memaksimalkan penggunaan produk pinjaman
perbankan syariah yang ada. Bertransaksi dengan bank syariah lebih aman dalam Islam daripada
bertransaksi dengan bank konvensional, karena bank syariah tidak mengenal bunga pinjaman
berjangka. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2019, 14 bank umum syariah
(BUS), 20 Unit Usaha Syariah ( UUS) dan 161 BPRS (OJK, 2019).
Salah satu produk perbankan syariah di bidang penyaluran dana masyarakat adalah Akad
Jual Beli Istishna. Kontrak ini merupakan perjanjian pembiayaan barang berupa pesanan untuk
produksi barang tertentu dengan standar dan persyaratan tertentu (Pemerintah Indonesia, 2008).
Ketentuan Syar'i untuk transaksi Istishna' diatur dalam Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Istishna'. Perdagangan Istishna' memiliki beberapa keunggulan. Akad Istishna
antara lain memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menyesuaikan barang yang
dipesannya sesuai dengan keinginannya dan akad Istishna mempermudah proses pembelian bagi
konsumen. Terutama di industri, konsumen memiliki sedikit sumber daya, tetapi biayanya sangat
tinggi. Mekanisme keuangan Istishna juga dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu uang muka,
cash on delivery barang dan post payment.
Dalam prakteknya, susunan istishnâ' yang digunakan dalam KPR adalah istishnâ' paralel.
Artinya, konsumen yang membutuhkan rumah datang ke bank dan memesan rumah dengan
spesifikasi tertentu. Konsumen dan bank kemudian membuat kesepakatan tentang serah terima
rumah, harga jual dan mekanisme pembayaran. Karena bank bukan pengembang, bank memesan
rumah yang sama dari pengembang yang dipesan pelanggan. Inilah yang dimaksud dengan
Istishnâ' paralel, yaitu pesanan dari konsumen rumah pada bank, dan bank memesan lagi ke
Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri

pangembang untuk dibuatkan rumah. Dengan akad tersebut jual-beli dapat dilaksanakan
walaupun objeknya belum ada.
Hampir setiap bank memiliki pembiayaan bermasalah, yaitu nasabah tidak lagi mampu
membayar pembiayaan. Pembiayaan bermasalah biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, maka
untuk mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut bank perlu melakukan penyelamatan agar tidak
menimbulkan kerugian. Penyelamatan dapat dilakukan dengan memberikan keringanan berupa
jangka waktu pembayaran atau jumlah angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau
dengan melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lali untuk membayar.
Dengan demikian, kajian mengenai akad jual beli istisna memiliki urgensi yang sangat
tinggi sehingga atas dasar permasalahan di atas, penulis mengambil judul paper: “Akad Istishnâ’
Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Pembantu Cinere)” dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana penerapan
akad istishna pada Bank Syariah tersebut. Maka dari itu, penulis berharap paper ini dapat
memberikan informasi dan wawasan terhadap kajian fiqih muamalah kontemporer.

2. Metode
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan
pendekatan kualitatif dan literature review untuk menganalisis Akad Istishnâ’ dalam pembiayaan
rumah pada bank syariah Mandiri (Kantor Cabang Pembantu Cinere) dari catatan-catatan dan
laporan pembiayaan istishnâ’ pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere dan
dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan
materi penulisan ini. Data sekunder yang digunakan berasal dari portal berita yang dimuat di
media online. Penggunaan metode kualitatif bertujuan untuk memperdalam, membenarkan dan
membandingkan teori tentang gejala dan fakta argumen. Proses penelitian dengan metode
kualitatif, yaitu: mengidentifikasi masalah atau isu, memperjelas bahan bacaan, melakukan review
bahan bacaan atau kepustakaan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menafsirkan
(interpretasi) dalam bentuk tulisan yang teratur dan sistematis (Semiawan Conny, 2010).

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan didalamnya akan membahas terkait Pengertian Istishna;
Mekanisme Pembiayaan Akad Istisna; Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah; Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah.

3.1 Pengertian Istishna


Istishna adalah bentuk usaha yang mirip dengan jual beli salam, karena objek (barang)
yang akan dijual belum ada. Barang yang dihasilkan menjadi tanggung jawab produsen (penjual)
pada saat terjadinya transaksi. Dalam kaitannya dengan fuqaha, istishna diartikan sebagai akad
yang meminta seseorang untuk membuat suatu benda tertentu dalam bentuk tertentu. Atau bisa
juga diartikan sebagai perjanjian dengan seseorang untuk memproduksi barang tertentu dalam
tanggungan. Tujuan dari suatu akad adalah persetujuan untuk membeli sesuatu yang akan
dilakukan oleh seseorang. Pada Istishna, bahan mentah dan produksi pengrajin. Jika bahan baku
berasal dari pemesan, maka akadnya adalah akad Ijaroh (sewa) bukan Istishna. Menurut fatwa
DSN-MUI NO 06 Tahun 2000 Tentang Istishna, istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
Melvi Noviza
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (konsumen, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟);
Akad istishna' adalah akad yang halal dan didasarkan secara saryi’ menurut pedoman Al-
Qur'an, As-Sunnah dan Al-Ijma di kalangan umat Islam.
1. Dasar hukum menurut al-Quran:
ُ‫ّللا‬
َٰ ‫ل‬ ََّ ‫الر ٰبواَ َواَ َح‬
ِ ‫ل‬ َ ِ ‫شي ْٰطنَُ ِمنََ ْال َم‬
َُ ْ‫س ٰذ ِلكََ بِاَنَّ ُه َْم قَالُ ْْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي َُع ِمث‬ َّ ‫ط َهُ ال‬ َْ ‫ِل َك َما يَقُ ْو َُم الَّذ‬
ُ َّ‫ِي يَتَ َخب‬ َ َّ ‫ل يَقُ ْو ُم ْونََ ا‬ ِ ََ‫اَلَّ ِذيْنََ يَأْ ُكلُ ْون‬
َ َ ‫الر ٰبوا‬
ٰۤ ُ َ ‫ن َج ۤا َءَه َم ْو ِع‬
َِ َّ‫ب الن‬
‫ار‬ ْ َ‫عا َدَ فَاول ِٕىكََ ا‬
َُ ٰ‫صح‬ َ ‫ن‬ َْ ‫ّللا َۗ َو َم‬ َِٰ ‫ف َواَ ْم ُر َْٓه اِلَى‬ََ َ‫سل‬
َ ‫ن َّربِهَ فَا ْنتَهٰ ى فَلَهَ َما‬ َْ ‫ظةَ ِم‬ ِ ‫َۗ ْالبَ ْي ََع َو َح َّر ََم‬
َْ ‫الر ٰبواَ فَ َم‬
ََ‫ُه َْم فِ ْي َها ٰخ ِلد ُْون‬
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-
Baqarah:275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan
adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih.
2. Dasar Hukum menurut As-Sunnah:
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu
dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja nonArab tidak sudi menerima surat yang tidak
distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas
menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau"
(HR. Muslim)
Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang dibolehkan.
3. Dasar Hukum Ijma’
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-facto telah bersepakat
merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan
sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan
demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.
4. Dasar Hukum Kaidah Fiqhiyah
Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah umat Islam telah
menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:
‫األصل في األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على التحريم‬
“Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya”.8

3.2 Mekanisme Pembiayaan Akad Istisna


Kebutuhan nasabah untuk pembiayaan konstruksi, pengadaan barang maupun
pembangunan rumah, selama ini belum terakomodasi sesuai dengan pola transaksi dan
kesyariahannya, untuk itu diperlukan adanya terobosan baru dalam pengembangan produk yang
Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri

mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Skim produk dengan mekanisme pengakuan pendapatan
atas angsuran berdasarkan prosentase penyerahan barang adalah salah satu alternatif yang dapat
dikembangkan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, serta untuk menambah keragaman produk
khususnya produk pembiayaan yang inovatif, Bank Syariah Mandiri perlu membuat produk
pembiayaan istishnâ’ dengan pengakuan pendapatan berdasarkan prosentase penyerahan barang.
Produk pembiayaan tersebut antara lain dapat mengakomodir kebutuhan pembiayaan bangun
rumah terutama bagi calon nasabah yang melakukan pembelian rumah secara indent di
lingkungan developer dalam bentuk tanah kavling. Hal ini didasari oleh kecenderungan dari
pengembang/developer untuk tidak melakukan stock atas rumah jadi (ready stock) dalam jumlah
yang besar, dengan pertimbangan biaya pemeliharaan dan keterbatasan modal yang dimilikinya.
Karena itu, skim pembiayaan ini diperlukan untuk menjembatani kebutuhan pasar tersebut.
Adapun alur skim pembiayaan istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri adalah:
1. Akad Pembiayaan bâ’i al Istishnâ’
2. Pembayaran uang muka (apabila dibayarkan kepada Bank)
3. Perjanjian pemborongan bangunan/pengadaan barang
4. Pencairan ke pemasok/kontraktor
5. Penyerahan dokumen prosentase/progress penyelesaian barang (min 1 kali/bulan)
6. Penyerahan dokumen prosentase/progress penyelesaian barang
7. Pembayaran angsuran
8. Penyerahan barang pesanan (kondisi bangunan 100% jadi)
9. Pelunasan
Adapun ketentuan pelaksanaan akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada Bank
Syariah Mandiri sebagai berikut:
1. Fitur dan Syarat Pembiayaan
a. Nama Produk: Pembiayaan Pengadaan Barang dengan Skim Istishnâ’
b. Peruntukan: Perorangan atau badan usaha
c. Tujuan Pembiayaan:
- Pembiayaan konsumen untuk pembangunan atau pembelian rumah di dalam atau
di luar real estat (oleh developer atau non developer).
- Pembiayaan produktif untuk investasi/pembangunan (konstruksi)/pembiayaan
proyek atau perolehan barang (barang dalam tahap produksi), termasuk
pembangunan/pembangunan gedung komersial, pabrik, dll.
d. Akad Pembiayaan: Istishnâ’
- Akad antara Bank dan nasabah
Persetujuan pelanggan akan diperoleh untuk setiap pemberitahuan
penyelesaian pekerjaan yang ditentukan dalam surat tagihan pelanggan mengenai
kemajuan penyelesaian barang. Jika pencairan/pembayaran kepada pemasok
dilakukan secara bertahap (berkala), dibuat akad Istishnâ' (dikukuhkan oleh
notaris) kepada pelanggan dan untuk setiap periode pembayaran dibuat (sekaligus)
akad Istishannâ' untuk pemasok utama. harga sesuai dengan jangka waktu
pembayaran. Jika pencairan/pembayaran dilakukan sekaligus kepada kontraktor,
segera dilakukan pendaftaran kontrak yang harga dasarnya sesuai dengan jumlah
Melvi Noviza
pencairan/pembayaran yang harus dilakukan kepada pemasok. Dalam akad
istishnâ’ dengan nasabah dituangkan bahwa nasabah mengikatkan diri untuk
menerima setiap progress penyelesaian bangunan yang diserahkan oleh
pemasok/kontraktor (pasal 4).
Perjanjian antara Bank dan pemasok/kontraktor. Dalam perjanjian
pemborongan bangunan/pengadaan barang, pemasok/kontraktor harus membuat
rencana progress pekerjaan berikut Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk
progress pekerjaan tiap bulan Pemasok/kontraktor diwajibkan untuk
menyerahkan progress penyelesaian pekerjaan minimum 1 kali per bulan sebagai
sarana untuk pengakuan angsuran nasabah (pasal 3).
e. Jangka Waktu
- Pembiayaan konsumen untuk pembangunan/konstruksi atau pengadaan rumah
untuk orang yang berpendapatan tetap, jangka waktu 1-15 tahun, sesuai ketentuan
Pembiayaan Pemilik Rumah.
- Pembiayaan produktif dalam rangka investasi/pembangunan/project financing
atau pengadaan barang (good in process) di luar butir a di atas, jangka waktu mengacu
pada Kebijakan Pembiayaan dan Pedoman Pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri
berikut segala perubahannya.
- Masa angsuran melibihi periode pekerjaan/pengadaan barang (work in process)
dan Bank mengakui pendapatan yang menjadi haknya pada periode angsuran, baik
pada saat pengadaan (berdasarkan prosentase penyerahan barang), maupun setelah
barang selesai dikerjakan
f. Perhitungan Margin:
- Margin keuntungan Bank dihitung atas dasar expected return bank yang ditetapkan
Kantor Pusat dengan menggunakan pendekatan metode efektif rate.
- Margin tetap selama masa pembiayaan
- Besarnya margin untuk pembiayaan pembangunan/konstruksi rumah (konsumen),
mengacu pada ketentuan pricing pembiayaan rumah yang diatur pada surat edaran
yang terpisah (vide SE No.: 7/018/PEM, tanggal 19 Oktober 2005 dan
perubahannya)
- Besarnya margin untuk pembiayaan produktif (investasi/ konstruksi/project
financing) didasarkan kepada hasil financing risk rating (FRR) dan sektor
industri/bidang usaha nasabah yang diatur pada surat edaran yang terpisah (vide
SE No.: 8/019/PEM, tanggal 20 April 2006 dan perubahannya)
- Bank mengkui pendapatan yang menjadi haknya dari hasil margin dengan metode
efektif rate, baik pada saat pengadaan (berdasarkan prosentase penyerahan barang)
maupun setelah barang selesai dikerjakan
g. Maksimum Pembiayaan:
- Maksimum sebesar 70% dari harga jual rumah pesanan atau Rencana Anggaran
Biaya (RAB), baik untuk pembiayaan konsumtif maupun produktif
- Penetapan maksimum pembiayaan harus didasarkan pada harga penawaran/harga
jual atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah dianalisis/diteliti kewajarannya
- Besarnya pembiayaan disesuaikan dengan nilai jaminan yang mengcover, dan
untuk memitigasi resiko tidak sesuainya pekerjaan dengan kontrak, maka perlu
Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri

disertai Bank garansi (diterbitkan Bank lain untuk nilai pembiayaan ≥ Rp 1 milyar)
dari pemasok/kontraktor yang membuatkan barang pesanan.
Adapun kondisi pencairan ke pemasok/kontraktor dalam pembiayaan rumah pada Bank
Syariah Mandiri sebagai berikut:
a. Pencairan kepada pemasok/kontraktor dilakukan secara bertahap (kecuali untuk jumlah
pembiayaan ≤ Rp 50 juta, pencairan dapat dilakukan sekaligus di awal).
b. Pencairan kedua dan seterusnya dilakukan apabila pemasok/kontraktor telah
menyerahkan progress pekerjaan sesuai target kontraktor pada bulan-bulan sebelumnya.
c. Untuk pekerjaan pembangunan rumah/konstruksi bangunan (dalam hal tanah beserta
bangunan yang akan dibangun dijadikan sebagai agunan utama), maka besarnya total
progress/akumulasi pencairan ≤ 70% dari nilai tanah dan realisasi progress pengerjaan
bangunan.
d. Kondisi pencairan dapat disesuaikan dengan jenis barang yang dipesan/diproduksi dan
kebutuhan dari pemasok/kontraktor dengan tetap memperhatikan dan memitigasi resiko
yang timbul.
Sedangkan mekanisme pembayaran uang muka dan pencairan pembiayaan ke
pemasok/kontraktor dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai berikut:
a. Pembayaran Uang Muka
Pembayaran Uang muka atas pembiayaan istishnâ’ nasabah dapat dilakukan dengan 2 cara:
- Uang muka nasabah diserahkan melalui Bank
- Uang muka langsung dibayarkan kepada pemasok/kontraktor
b. Pencairan Pembiayaan ke Pemasok/Kontraktor
Pencairan pembiayaan ke rekening pemasok/kontraktor disesuaikan dengan:
- Kondisi pencairan sesuai kesepkatan antara Bank dan pemasok/kontraktor
sebagaimana butir III.B dan diketahui oleh nasabah (tertuang dalam Perjanjian
antara pemasok/kontraktor dan Bank).
- Pembayaran uang muka nasabah:
Pembayaran uang muka diserahkan melalui Bank:
1) Hasil pencairan pembiayaan nasabah ke pemasok/kontraktor dapat
dilakukan sejak realisasi akad pembiayaan ditandatangani dan telah
menerima tagihan dari pemasok/kontraktor
2) Dana atas pencairan bersumber dari fasilitas pembiayaan terlebih dahulu,
sedangkan sisanya bersumber dari uang muka nasabah yang telah
disetorkan
Uang muka langsung dibayarkan nasabah kepada pemasok/kontraktor:
1) Hasil pencaiaran pembiayaan nasabah ke pemasok/kontraktor untuk
pertama kalinya dilakukan setelah progress penyelesaian barang yang
diserahkan telah mencapai minimum sama dengan uang muka yang telah
dibayarkan
Melvi Noviza
2) Jangka waktu pembiayaan dihitung sejak pencairan dilakukan

3.3 Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah


Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri sebagai pembiayaan rumah
terkadang terjadi ketika terdapat kendala dalam melunasi kewajiban pembayaran nasabah
sehingga terjadi pembiayaan bermasalah yang dapat mempengaruhi pemulihan kualitas aset
pendapatan Bank Syariah Mandiri.
Sedangkan secara keseluruhan faktor penyebab dan kendala dalam pembiayaan pada Bank
Syariah Mandiri adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal:
a. Petugas, dalam hal ini karakter dan kemampuan petugas (akuntan) dalam menganalisis
calon mitra atau klien kurang baik dan hati-hati karena kedekatan dengan klien atau
juga ketidakmampuan account manager untuk menganalisis secara baik karakter usaha
dan karakter nasabah sehingga yang disajikan tidaklah akurat.
b. Sistem, dalam hal ini tata cara pembayaran pembiayaan yang terkadang dilanggar,
pengurangan jalur prosedur yang dilakukan serta kurang intensnya kewaspadaan
akuntan, sehingga pembiayaan macet tidak terdeteksi tepat waktu.
c. Manajemen, dalam hal ini pengelolaan keuangan terkadang tidak berjalan dengan baik
sehingga pengendalian nasabah melemah, dan terkadang terjadi komunikasi yang
kurang tepat oleh pejabat bank sehingga terjadi keengganan atau keragu-raguan dalam
menindak nasabah yang bermasalah tersebut.
2. Faktor eksternal:
a. Nasabah beritikad kurang baik seperti:
- Pemalsuan data
- Kelemahan financing initiation/tidak mampu membayar
- Berpura-pura tidak sanggup membayar tetapi nasabah sanggup membayar
b. Developer
- Pemasok/kontraktornya tidak benar
- Pemalsuan data
c. Dari sisi surat tanah
- Sertifikat/IMB rumah bersengketa
d. Nilai rumah atau harga jual rumahnya tidak realistis
e. Apabila akad atau pengikatan jaminan tidak dilakukan secara sempurna
f. Dalam monitor nasabah
- Pejabat Bank tidak bisa mengawasi secara keseluruhan dalam masa progress
pekerjaan
- Letak wilayahnya tidak terjangkau
g. Bangunan berubah fungsi seperti besar bangunan menjadi kecil, awalnya rumah
menjadi gudang dan bermasalah diasuransinya
h. Asuransi
- Apabila jaminan tidak dituntut sesuai jaminan atau tidak di asuransikan termasuk
jiwanya nasabah
i. Ketika nasabah tidak mempunyai kemampuan membayar
- PHK
- Terkait Hukum
Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri

- Hilang ingatan/gila
j. Bencana Alam
- Banjir
- Kebakaran
- Tanah Longsor

3.4 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Sebelum bank menyelesaikan penyelesaian masalah keuangan dalam negeri, bank terlebih
dahulu menyelesaikan perjanjian keuangan untuk masalah yang dihadapi nasabah. Pembiayaan
restrukturisasi merupakan langkah perbaikan yang dilakukan bank untuk menyediakan dana bagi
nasabah yang kesulitan memenuhi kewajibannya dengan memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Peraturan Perbankan Indonesia dan Standar Akuntansi yang berlaku untuk Perbankan Syariah:
a. Restrukturisasi Bank Syariah Mandiri memberikan keringanan kepada nasabah dalam
jadwal atau waktu pembayaran, antara lain perpanjangan masa tenggang dan perubahan
besaran cicilan KPR. Misalnya, jika Anda memperpanjang jangka waktu KPR dari 1 tahun
menjadi 2 tahun dan mempersingkat jangka waktu pembayaran kembali dari 26 menjadi
38 kali, maka jumlah pembayaran akan dikurangi sesuai dengan pelunasannya.
Restrukturisasi adalah salah satu cara yang ditawarkan kepada pelanggan yang tulus dan
jujur.
b. Melakukan pelatihan dengan menggunakan pendekatan kepada klien hipotek yang
tertekan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dialami nasabah KPR
dengan cara mengunjungi nasabah KPR, berdiskusi atau berdebat mengenai permasalahan
yang dihadapi nasabah dan mengusulkan alternatif cara penyelesaiannya. Jika klien mau
secara jujur dan terbuka mendiskusikan masalah situasi keuangan, klien memiliki peluang
bagus untuk menyelesaikan tunggakannya dengan bank. Bank bisa segera mengetahui apa
yang menjadi penyebab pembiayaan rumah tersebut bermasalah sehingga selanjutnya bisa
memutuskan atau mengambil tindakan dalam menyelesaikannya. Akan tetapi, tidak semua
nasabah yang bersikap dan mempunyai I’tikad baik, ada sebagian nasabah yang dengan
sengaja menghindar ketika ditemui di rumahnya langsung.
c. Collection yakni penagihan utang yang merupakan penagihan intensif bagi nasabah yang
bermasalah dengan pembiayaan rumah. Bank Syariah Mandiri melakukannya secara
bertahap, pertama dengan konfirmasi telepon, kedua dengan mengirimkan pemberitahuan
secara kolektif, ketiga dengan teguran atau teguran, dan keempat dengan penagihan
langsung yaitu dengan mendatangi langsung salah satu nasabah KPR.
d. Pengurangan tunggakan pembiayaan merupakan salah satu cara yang dilakukan Bank
Syariah Mandiri untuk nasabah tunggakan dengan memberikan fasilitasi tunggakan
pembiayaan yang lebih kecil dari tunggakan pokok yang seharusnya dibayarkan.
e. Realisasi jaminan nasabah berupa real estate atau objek keuangan yang dijadikan jaminan
sehubungan dengan pelunasan pembiayaan pembangunan rumah. Hal ini dilakukan Bank
Syariah Mandiri pada saat nasabah benar-benar tidak mampu membayar utangnya. Proses
eksekusi Bank Syariah Mandiri dapat diselesaikan dengan menyerahkan surat keterangan
rumah tangga sebagai jaminan dari nasabah yang terkena dampak atau pihak bank sendiri
Melvi Noviza
yang menjual jaminan tersebut. Hal ini tentunya dilakukan atas persetujuan kedua belah
pihak atau dengan menyerahkannya kepada pelaksana yaitu. BUPLN (Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara).
f. Hapus buku merupakan langkah terakhir Bank Syariah Mandiri untuk meringankan beban
hutang nasabah karena nasabah tidak lagi dapat membayar cicilan maupun memberikan
agunan. Jika terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat dalam perbankan syariah, kedua
belah pihak harus menyelesaikannya sesuai dengan hukum dan prosedur syariah yang
substantif. Di Indonesia, lembaga yang mengatur hukum substantif dan berdasarkan
prinsip syariah dikenal dengan nama Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Begitu juga dengan Bank Syariah Mandiri, jika terjadi perselisihan antara dua pihak baik
dengan nasabah maka harus menyampaikan atau menyelesaikannya melalui
BASYARNAS.

4. Kesimpulan
Tata cara atau mekanisme akad pembiayaan di Bank Syariah Mandiri bagi calon
nasabah/mitra/debitur terkait dengan peraturan atau persyaratan baku yang berlaku dalam
pembiayaan Istishnâ' di Bank Syariah Mandiri. Bank Syariah Mandiri menemukan pembiayaan
bermasalah karena sifat nasabah dalam situasi dan keadaan yang berubah-ubah (krisis uang).
Terkadang karena sifat buruk nasabah, bank ditipu dengan informasi palsu, juga kurangnya
analisis saat mengajukan dana dalam negeri. Bencana alam yang tidak terduga seperti banjir atau
kebakaran disebabkan oleh faktor eksternal nasabah dan bank. Persaingan antar lembaga
keuangan, dengan banyaknya bank syariah lain yang menawarkan produk keuangan yang sama.
Tentunya hal ini membutuhkan penanganan dan penyelesaian yang baik. Oleh karena itu Bank
Syariah Mandiri melakukan upaya penyelesaian atas pembiayaan rumah bermasalah dan
restrukturisasi (upaya perbaikan) selain itu Bank Syariah Mandiri juga melakukan rescheduling
(penjadualan ulang) dengan melakukan pembinaan serta yang terakhir yaitu mengeksekusi
jaminan, apabila masih terjadi perselisihan atau sengketa anatara kedua belah pihak maka
hendaknya merujuk atau menyelesaiakan melalui BASYARNAS. Upaya-upaya ini sudah dinilai
efektif oleh pihak Bank Syariah Mandiri.

References
Adiwarman A Karim. (2010). Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.)
Farid, M. (2019). Analisis Implementasi Akad Istishna’ Dalam Perbankan Syariah Pada Bank
Syariah Indonesia (BSI) Lumajang. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Syariah, 43-50.
Lestari, E. (2014). Risiko Pembiayaan Dalam Akad Istishna pada Bank Umum Syariah. Jurnal
Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol.02, No. 1. .
Utama, C. (2009). Pengenalan Produk dan Akad Dalam Perbankan Perbankan Syariah. Majalah
Ilmiah Bina Ekonomi FE UNPAR, Vol. 13, No. 2.
Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010
Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri

Supramono, Gatot. (1996). Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta,
Djambatan.
Zulkifli, Sunarto. (2003). Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul Hakim,
Cet.ke-1.

Anda mungkin juga menyukai