NIM : 180801048
GEL/KEL : B/III
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1900, banyak eksperimentalis menunjukkan bahwa radiasi beta dapat
dibelokkan oleh medan magnetik, memperlihatkan bahwa itu merupakan suatu muatan
partikel phenomenon. Partikel ini mempunyai muatan negative dan muatan yang sama
dibanding massa sebagai penemuan elektron secara terbaru. Kemudian ini disimpulkan
bahwa partikel beta ini, dalam faktanya, elektron dipancarkan oleh inti.
Jenis radiasi yang ketiga ditemukan pada tahun 1900. Secara alami, ini dinamakan
setelah huruf ketiga dalam abjad Yunani dan dikenal sebagai radiasi gamma (γ). Radiasi
ini mempunyai daya penetrasi yang sangat tinggi; itu dapat melewati banyak meter udara
atau melewati dinding yang tebal. Tidak seperti dua jenis radiasi yang lainnya, radiasi
gamma tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnetik. Sinar gamma, seperti
sinar-X, sekarang dikenal menjadi energi foton yang tinggi. Meskipun jarak energi mereka
saling melengkapi, foton sinar gamma biasanya mempunyai banyak energi daripada foton
sinar-X. Radioaktivitas terbagi atas: radioaktivitas alam yang ditunjukkan oleh elemen-
elemen yang ditemukan di dalam alam. Radioaktivitas alam selalu ditemukan dalam
elemen-elemen berat dalam table periodik. Radioaktivitas buatan dengan menggunakan
teknik modern maka transmutasi buatan dari elemen dapat dilakukan dan menghasilkan
radioaktivitas pada elemen-elemen yang lebih ringan dari pada eleme-elemen
radioaktivitas alam. Energi radiasi dapat dihitung dari jarak penolakan proton.
BAB II
DASAR TEORI
Detektor radiasi gamma yang paling umum digunakan adalah jenis Geiger Muller (GM).
Penyebutan detektor ini diambil dari nama dua orang penciptanya yaitu Hans Geiger dan
Walther Muller yang melakukan penelitianpada tahun 1908 . Detektor GM terbuat dari sebuah
tabung yang berisi gas yang mudah terionisasi dengan sebuah kawat tipis didalamnya yang
berfungsi sebagai anoda.Tabung tersebut selain berfungsi sebagai pengungkung gas isian juga
berfungsi sebagai katoda.Pendeteksian radiasi oleh detektor GM terjadi ketika gelombang
elektromagnetik energi tinggi(radiasi sinar gamma atau sinar x) mengenai dinding tabung
detektor maupun gas isian. Gelombang elektromagnetik energi tinggi yang berinteraksi
dengan dinding tabung detektor ataugas isian dapat mengakibatkan efek fotolistrik, hamburan
comptonmaupun produksi pasangan. Efek-efek tersebut akan menghasikan elektron yang
dapat mengionisasi gas yang ada di dalam tabung detektor.
Ketika medan listrik dengan besar yang sesuai diterapkan antara anoda dan
katoda,ionpositif dan elektronyang dihasilkan oleh proses ionsasi akan bergerak sesuai dengan
jenis muatannya. Ion positif akan bergerakke katoda sedangkan elektronakan bergerakke
anoda. Karena adanya penambahan muatan pada anoda maka terjadilah aliran listrik yang
pada akhirnya akan menghasilkan sebuah pulsa, dan pulsa inilah yang dihitung sebagai
jumlah radiasi. Pada detektor GM,tinggi pulsa yang dihasilkan tidak tergantung dari tingkat
energi gelombang elektromagnetiknyasehingga detektor GM tidak bisa digunakan sebagai
detektor kualitatif. Karena itu detektor GM hanya bisa digunakan sebagai pendeteksi zat
radioaktif pemancar gamma tanpa bisa membedakan jenis zat radioaktifnya. Hal ini
dikarenakan proses ionisasi pada detektor GM terjadisecara tidak langsung tetapi melalui
proses lepasan elektron ketika dinding detektormaupun gas isian terkena radiasi gamma atau
sinar x.Materiyang digunakan sebagai isian detektor berupa gas yang mudah terionisasi
misalnya: Ar, He, H2, N2, O2dan CH4.
Tetapi pengisian detektor hanya dengan salah satu dari gas-gas tersebut sering
menimbulkan kesalahan pada saat pendeteksian radiasi. Hal ini terjadi karena ketika ion-ion
positif menumbukkatoda, katoda dapat melepaskan elektronnya dan elektron-elektron ini akan
mengionisasi kembali gas isian detektor. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sehingga
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
mengakibatkan kesalahan pendeteksian radiasi. Untuk mengatasi hal tersebut, gas isian harus
dicampur menggunakan gas peredam (quenching gas) yang biasanya dari jenis alkohol [1].
Tujuan utama dari penambahan gas peredam adalah untuk menetralisir ion positif yang
dihasilkan dari proses ionisasi melaluipemindahan elektron dari gas peredam ke ion positif
tersebut. Sedangkan gas peredam yang menjadi bermuatan positif karena kehilangan elektron
akan berinteraksi dengan dinding katoda tanpa adanya pelepasan elektron.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik detektor GM yang sudah
dibuatyaitumeliputi pengukuran tegangan ambang, tegangan kerja, tegangan batas,panjang
tegangan plato, slopedan kemampuan detektor dalam mendeteksi radiasi gamma.Beda
potensial antara anoda dan katoda yang diterapkan pada pengujian, dimulai dari 1080 volt dan
dinaikan 20 volt setiap tahap hingga mencapai tegangan 1360 volt. Sumber radiasi gamma
yang digunakan adalah Cs-137 dengan aktivitas 269 kBq. Pencacahan pulsa yang terbentuk
pada keluaran anoda dilakukan baik ketika detektor tidak diberisumber radiasi maupun ketika
detektor didekatkan dengansumber radiasi gamma. Pencacahan pulsa tanpa sumber radiasi
gamma dilakukan untuk mengetahui radiasi latar dari lingkungan setempat. Pencacahan
menggunakan sumber radiasidilakukandengan cara meletakkan Cs-137 pada jarak 50 mm dari
detektor. Nilai cacahan dikoreksi dengan faktor koreksi waktu resolusi untuk mendapatkan
nilai cacahan sebenarnya. Sedangkan efisiensi pencacahan dikoreksidengan faktor
koreksigeometri, hamburan balik, serapan jendela dan serapan diri. (Wiyono, 2015)
Penghitung waktu mati memiliki waktu pemulihan-atau "waktu-akta" setelah setiap
penghitungan yang tercatat selama penghitungan tersebut tidak sensitif dan tidak akan
mencatat penghitungan berikutnya. Pada tingkat penghitungan yang tinggi, tingkat
penghitungan yang diamati jauh lebih rendah daripada tingkat penghitungan yang sebenarnya
dan koreksi harus diterapkan. Waktu mati disebabkan oleh detektor dan / atau sirkuit
elektronik. Jika Naikkan laju hitungan yang diamati per satuan waktu, dan tis waktu mati
setelah setiap hitungan, total waktu mati per satuan waktu = Rt. Jika N adalah jumlah
sebenarnya dari hitungan per satuan waktu, jumlah hitungan yang hilang karena waktu mati
N-R. Tapi ini juga sama dengan true count (N) x fraksi waktu yang tidak sensitif (Rt). Dari
sini terlihat bahwa ditentukan Sebagai aturan umum, bagaimanapun, N tidak diketahui. Jika
R, adalah laju hitung yang diamati untuk sumber dengan laju hitung benar N, dan R, adalah
laju hitung yang diamati untuk sumber dengan laju hitung benar N, R dan N diketahui. Salah
satu dari dua sumber pertama-tama ditempatkan pada posisi tetap di satu sisi tabung dan
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
kecepatan penghitungannya ditentukan selama periode waktu yang diperpanjang (10 menit).
Sumber ini kemudian dilepas dan sumber kedua ditempatkan di sisi lain tabung didudukan
yang dapat disesuaikan. Posisi sumber ini kemudian divariasikan sehingga memberikan
kecepatan penghitungan yang sama seperti yang diberikan oleh yang pertama. Sumber
pertama kemudian diganti pada posisi aslinya untuk menggandakan kekuatan sumber secara
efektif. Hitung dan catat waktu mati. Dalam percobaan selanjutnya, hitungan sebenarnya
dapat ditentukan dari hitungan yang diamati dengan menggunakan eqn. (1) di atas jika waktu
mati diketahui. Dalam kasus peralatan dengan waktu mati 300.400 atau 500 mikrodetik,
koreksi yang ditambahkan. (Satake, 2003)
Sejak hari-hari awal pengukuran radiasi, para peneliti telah tertarik perilaku
sebenarnya dari sistem penghitungan. Seiring berjalannya waktu, seiring berkembangnya
bidang dan baru sistem deteksi diciptakan, permintaan akan akurasi yang lebih baik terus
tumbuh. Minat yang berkelanjutan di bidang ini telah menghasilkan ratusan makalah
penelitian tentang kerugian hitungan koreksi dan pengukuran waktu mati. Upaya telah
dilakukan untuk mengumpulkan beberapa file model, metode, dan teknik terpenting, yang
tersebar di seluruh berupa artikel jurnal dan buku, dan menyusunnya di satu tempat untuk
kemudahan sebuah pengguna yang tertarik.Sementara daftar publikasi di area ini sangat besar
(beberapa ratus), file penulis telah mencoba untuk memilih karya yang paling penting,
membaginya menjadi tiga utama kategori: 1) model waktu mati, 2) metode dan teknik koreksi
untuk kematian keseluruhan sistem penghitungan waktu, dan 3) metode estimasi waktu mati
instrumentasi.
Masing-masing model dan teknik pengukuran dijelaskan, dengan aplikasinya dan
batasan dicatat. Desain detektor, geometri dan material dapat secara signifikan mempengaruhi
fenomena tersebut dead time dan pulse pile-up selain kondisi pengoperasian termasuk tinggi
tegangan yang diterapkan ke detektor berisi gas atau semikonduktor, suhu operasi dan
tekanan. Bagian ini membahas fenomena fisik dead time dan pile-up in detektor radiasi
utama. Selama enam puluh tahun terakhir banyak peneliti telah mengusulkan model untuk
dikoreksi waktu mati. Model-model ini didasarkan pada asumsi bahwa distribusi Poisson ada
di masukan dari detektor. Dalam salah satu makalah paling awal tentang topik ini, Levert dan
Sheen [xii], menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pelepasan dihitung oleh Geiger-Muller.
Pencacah belum tentu merupakan distribusi Poisson. Melainkan tergantung pada waktu
penyelesaian, yang mungkin sebanding dengan interval observasi. Feller [xiii] dan Evans [ii]
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
memiliki mengembangkan dua tipe dasar model ideal untuk waktu mati, yaitu tipe I atau
(model nonparalyzable) dan tipe II (model paralyzable). Orang lumpuh sistem deteksi tidak
dapat memberikan pulsa keluaran kedua kecuali ada interval waktu sama dengan, setidaknya
waktu penyelesaian antara dua peristiwa nyata yang berurutan. Jika sebuah peristiwa kedua
terjadi sebelum waktu ini, kemudian waktu penyelesaian diperpanjang. Jadi, sistem
mengalami kelumpuhan terus menerus sampai selang waktu setidaknya selang waktu tanpa
acara radiasi. Interval ini memungkinkan relaksasi peralatan. Berdasarkan distribusi interval
peristiwa radiasi, pecahan peristiwa tersebut yang lebih panjang dari yang diberikan sebagai,
di mana n adalah jumlah rata-rata peristiwa yang benar per satuan waktu. (Patil, 2010)
Pada tahun 1928 dua asisten Laboratorium Rutherford, Hans Geiger dan W. Muller,
menghasilkan teknik yang berbeda untuk mendeteksi partikel. Mereka menemukan sesuatu
yang disebut detektor Geiger Muller. Detektor Geiger Muller adalah alat untuk mendeteksi
radiasiberdasarkan pasangan ion yang dibentuk di dalam tabung yang berisi gas. Detektor
isian gas yang terlihat pada gambar 1, biasanya terdiri dari sebuah tabung berdinding logam
yang diisi dengan gas dan mempunyai kawat di tengahnya. Dinding tabung merangkap
sebagai katoda sedang kawat sebagai anoda. Pada penelitian Spatz, Operasi pencacahan pada
Geiger Mullermenyebabkan perubahan karakteristik kurva plateau, setelah digunakan kurva
plateaudengan segera sedikit meningkat, dan setelah terus digunakan kurva plateaumenjadi
tajam. Perubahan pengamatan karakteristik kurva plateaukarena dekomposisi dari gas
detektor oleh muatan . Dan dalam penelitian Babak, sumber tegangan tinggi dirancang untuk
menciptakan tegangan nominal di anoda Geiger-Muller counterdi tengah perhitungantegangan
karakteristik (sekitar 400V).
Stabilisasi tegangan outputdilakukan dengan membatasi amplitudo yang keluarpada
sirkuit primer. Detektor isian gas prinsip kerjanya memanfaatkan terjadinya ionisasi gas isian
pada medium aktif dalam detektor akibat adanya interaksi dengan zarah radiasi maka akan
timbul pasangan ion-elektron. Dengan adanya beda potensial pada anoda dan katoda maka
akan timbul medan listrik, sehingga pasangan ion-elektron akan terpisahkan. Ion akan
bergerak ke arah katoda dan elektron bergerak ke anoda. Daerah tegangan operasionaldetektor
Geiger Mullerdisebut daerah plateau. Pada daerah plateauini kenaikan tegangan antara anoda
dan katodapada tabung detektor hampir tak mempengaruhijumlah cacah yang dihasilkan.
Panjang daerah plateaudetektor Geiger Mullermulai dari tegangan ambang sampai pada batas
permulaan tegangan menyebabkan terjadinya lucutan yang terkendali. Pada penelitian Feyves
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
dan Haiman menghasilkan panjang daerah plateaudetektor Geiger Muller adalah antara 50
sampai 300 Volt[7]. Daerah Geiger Mullermempunyai dua karakteristik penting, yaitu:
banyaknya elektron yang diproduksi tidak dipengaruhi oleh tegangan yang diberikan, dan
banyaknya elektron yang diproduksi tidakdipengaruhi oleh banyaknya elektron yang
diproduksi oleh radiasi awal. Tegangan diberikan antara anoda dan katoda yang diatur sesuai
dengan jenis gas dan aktivitas unsur yang diukur. Tegangan ini harus lebih tinggi daripada
nilai ambang, yang didasarkan pada gas dan geometri tabung [8].
Partikel yang dikaji dapat masuk melalui sebuah kaca tipis/jendela mika yang disebut
dengan window. Partikel ini lalu menumbuk atom-atom gas sehingga atom-atom gas akan
mengeluarkan elektron-elektron. Elektron yang terlepas saat tumbukan ditarik ke anoda.
Karena melepaskan elektron, atom- atom gas berubah menjadi ion-ion positif yang kemudian
ditarik ke arah katoda.Pada penelitian ini akan dilakukan penentuan tegangan operasional
pada detektor Geiger Muller dengan perbedaanjari-jari window. Penentuan ini diharapkan
detektor dapat digunakan secara optimal sesuai dengan tegangan operasionalnya. Tegangan
operasioanl yang digunakan pada detektor Geiger Muller untuk melakukan pencacahan ion
yang dibentuk oleh lintasan radiasi yang melalui detektor. Unsur radioaktif akan
memancarkan partikel radiasi ke segala arah secara acak. Jadi partikel radiasi yang memancar
dari inti belum tentu masuk ke dalam detektor dan belum tentu dapat tercacah oleh detektor.
Sehingga dengan interval waktu yang sama (per menit) nilai cacah terkadang naik dan turun,
untuk itu perlu adanya pencacahan ulang untuk menghasilkan nilai rata-rata dari cacah per
menit.
Pada tegangan rendah, detektor tidak akan dapat melakukan pencacahan, tetapi pada
tegangan tinggi detektor akan melakukan pencacahan secara kontinu. Ketika detektor diberi
sesuai tegangan operasionalnya, maka detektor akan bekerja secara optimal. Sebuah teknik
untuk produksi pencacah Geiger Muller terpercaya dijelaskan dalam penelitian Duffendack
[9] dengan tegangan operasonal400 Volt diproduksi. Perbedaan hasil tegangan operasional
pada detektor Geiger Muller dikarenakan perbedaan jari-jari windownya. Sehingga
dinyatakan bahwa semakin besar jari-jari window detektor Geiger Muller, maka semakin
besar pula tegangan operasionalnya. Hal ini dipengaruhi oleh efek ukuran dari detektor, yaitu
luas permukaan windowdetektor Geiger Muller, semakin luas ataubesar diameter detektor
GM, maka semakin banyak pancaran sumber radiasi yang terdeteksi. (Hilyana, 2017)
BAB III
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
METODOLOGI PERCOBAAN
1. Sr-90
Fungsi : Sebagai sumber radiasi
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
2. Tl-204
Fungsi : Sebagai sumber radiasi
BAB IV
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
= 33,7×10−5 detik
3. Berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas isotop radioaktif yang memiliki
waktu paruh t tahun untuk turun ke:
a. 3,311% dari awal
b. 1% dari nilai awalnya
Jawab:
Waktu paruh T1/2 = T tahun
Jumlah radioaktif awal = N0
a. Setelah pembusukan, jumlah isotop radioaktif menjadi = N. Diberikan hanya
3,311% N0 yang tersisa setelah pembusukan. Maka:
N
= 3,311%
No
3,311
= 100
1
= 30,20
N
= e− λt , maka
No
1
e− λt =
30,20
−λt = ln 1- ln 30,20
−λt = 0 – 3,4078
3,4078
T =t
0,693
t = 4,917 T tahun
waktu yang digunakan untuk berkurang 3,311% dari jumlah awalnya.
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
− λt 1
e =
100
−λt = ln 1- ln 100
−λt = 0 – 4,6052
BAB V
5.1 Kesimpulan
3. Daerah plato merupakan daerah tegangan kerja tabung Geiger Muller dimana
memanfaatkan ionisasi sekunder sehinggga setiap radiasi pengion yang datang akan
menghasilkan satu pulsa yang tinggi pulsa tersebut tetap sama tinggi dan tidak
bergantung pada besar kecilnya energi radiasi pengion. Daerah plato adalah tegangan
dalam rentang counter Geiger-Muller beroperasi. Di wilayah ini, potensi perbeedaan
di pencacahan cukup kuat untuk mengionisasi semua gas di dalam tabung, tergantung
pemicu radiasi ionisasi yang masuk (alfa, beta atau gamma). Kaitannya daerah plato
dengan karakteristik tabung Gm akan nampak pada daerah platonya. Dan hanya pada
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
daerah platonya laju pencacah per satuan waktu dapat terbaca untuk unsur TI-204 dan
Sr-90.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Patil, Amol. 2010. Dead time and count loss determination for radiation detection
systems in high count rate applications. Missouri : Library and Learning
Resources.
Pages : 4 – 17
Wiyono, Muji. 2015. Pengembangan Detektor Geiger Muller Dengan Isian Gas
Alkohol, Metana, dan Argon. Jatinangor : Bale Sawala Kampus UNPAD.
Halaman : 1 – 7
PENGAMATAN:
1. Tegangan operasi tabung GM = 220 Volt
2. Counter rate tanpa radioaktif pada awal = 15 getaran/menit
(b1)
3. Counter rate tanpa radioaktif pada awal(b2) = 16 getaran/menit
4. Rata – Rata counting rate = (b1 + b2) /2 = 15,5 getaran/menit
Rak tabung GM
Kabel Koaksial
Wadah Radioaktif
Pinset Serbet
Stopwatch
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
LAMPIRAN
Grafik CPM - Vs - HV
9000
8000
7000
6000
5000
CPM
4000
3000
2000
1000
0
250 270 302 323 350 377 406 422 453 474 501
HV (Volt)
Y 2−Y 1 5585,33−2784,33
Slope¿ = = 18,55 cpm
X 2−X 1 474−323
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
LAMPIRAN
LABORATORIUM FISIKA INTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jln. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155
TUGAS PERSIAPAN
RESPONSI
hitungan menit.