Anda di halaman 1dari 7

A.

Jumlah Uang Beredar (JUB)


Yang dimaksud dengan jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada
di tangan masyarakat. Jumlah yang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah
jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral.
M1 =C+D…………………………………………………………...….(7.6)
Dimana:
M1 = jumlah uang beredar dalam arti sempit
C = uang kartal = uang kertas + uang logam
D = uang giral atau cek
Uang beredar dalam arti luas (M2) adalah M1 ditambah deposito berjangka (time
deposit),
M2 = M1+ TD………………………………………………………….(7.7)
Dimana:
M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas
TD = deposito berjangka (time deposit)
Secara teknis, yang dihitung sebagai uang beredar adalah uang yang benar- benar
berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di tangan bank (bank umum dan bank
sentral), serta uang kertas dan logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung
sebagai uang beredar.
Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan
perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan berkembang,
jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya berubah. Bila perekonomian
makin maju, porsi penggunaan uang kartal (kertas dan logam) makin sedikit, digantikan
uang giral atau near money. Biasanya juga bila perekonomian makin meningkat,
komposisi M1 dalam peredaran uang makin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar.
Gejala tersebut di atas juga terjadi di Indonesia, dilihat dari pertambahan jumlah uang
beredar dan perubahan komposisinya.

B. Jumlah Uang Beredar di Indonesia


Dengan menggunakan label di atas, kita membuat analisis sederhana tentang
hubungan perkembangan output dan jumlah uang beredar dalam perekonomian Indonesia.
Yang pertama ingin dilihat adalah adanya gerakan searah antara pertumbuhan output
dan jumlah uang beredar. Bila PDB dianggap memberikan gambaran tentang kegiatan
ekonomi, maka terlihat bila perekonomian membesar, jumlah uang beredar juga
meningkat. Di tahun 1970 nilai PDB atas harga berlaku (PDB Nominal atau PDBN)
adalah Rp 3.340 miliar, sedangkan jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) Rp 241
miliar dan jumlah uang beredar dalam arti luas (Ma) Rp 321 miliar. Di tahun 1995 PDBN
meningkat 135 kali lipat menjadi Rp 452.281, M1 meningkat 195 kali lipat menjadi Rp
47.135, sedangkan M2 meningkat 680 kali lipat menjadi Rp 218.392 miliar.

Tabel 7.2
Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia.
1970-1999
Komposisi
Jumlah uang beredar Velositas Uang
Tingkat Jumlah Uang
PDB
Tahun M2 = Bunga M1 TD PDBN PDBN
Nominal M1 TD
M1 + TD (5) M2 M2 M1 M2
(2) (3)
(4)=(2) + (3) (6) (7) (1)/(2) (1)/(4)
1970 30.349 241 80 321 21% 0.75 0.25 14 10

1980 45.446 5.011 2.696 7.707 6% 0.65 0.35 9 6


1983 77.623 7.576 7.093 14.670 18% 0.52 0.48 10 5
1984 89.885 8.581 9.358 17.937 20.81% 0.48 0.52 10 5
1985 96.997 10.124 13.054 23.177 16.7% 0.44 0.56 10 4
1993 195.597 23.819 60.811 84.630 6% 0.27 0.73 8 3
1995 452.281 47.135 171.257 218.392 18% 0.22 0.78 10 2

1999 1.119.442 124.663 521.572 646.205 27.5% 0.19 0.81 9 2

Selama 1970-1995 PDBN bertumbuh rata-rata 22% per tahun, sedangkan


pertumbuhan PDB riil (pertumbuhan ekonomi) berdasarkan harga konstan 1990 sekitar
7% per tahun. Dengan demikian inflasi selama 1970-1995 mencapai rata-rata 15% per
tahun. Ditinjau dari sisi pandang ilmu ekonomi, salah satu penyemodul tingginya inflasi
periode 1970-1995 adalah tingginya pertambahan jumlah uang beredar (M1), yang
mencapai sekitar 24% per tahun.
Komposisi jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) baru mengalami perubahan di
tahun 1984. Sampai tahun 1984 jumlah uang beredar (M2) didominasi uang kartal dan
giral. Misalnya di tahun 1970 porsi uang kartal dan giral atau M] adalah 75% dari jumlah
uang beredar (M2), sedangkan tahun 1980 porsi M1 65% dari M2 Barulah di tahun 1983
komposisi uang beredar hampir berimbang, yaitu 52% adalah M1 dan 48% adalah
deposito berjangka (TD).
Di tahun 1983 pemerintah melakukan liberalisasi perbankan, di mana bank- bank
diberi keleluasaan menentukan tingkat bunga untuk menarik dana dari masyarakat.
Liberalisasi ini melambungkan tingkat bunga deposito dari hanya 6% per tahun menjadi
18% per tahun. Tingginya tingkat bunga deposito menjadi daya tarik bagi para pemilik
uang untuk menyimpan uang di bank. Jumlah deposito berjangka meningkat terus,
sehingga sejak tahun 1984 deposito berjangka mendominasi jumlah uang beredar (56%
M2). Di tahun 1995 deposito berjangka merupakan 78% M2.
Pada periode krisis (1999) deposito berjangka merupakan 83% M2. Yang menarik
diamati selama Periode krisis adalah jumian uang beredar bertambah sangat cepat dari Rp
47.135 miliar (Mi) di tahun 1995 (sebelum krisis ekonomi), menjadi Rp 124.663 miliar di
tahun 1999 atau bertumbuh 28% per tahun. Padahal di tahun 1999 nilai PDB riil menurun
jauh, sehingga hanya sebesar PDB riil 1994. Bahkan bila dibandingkan dengan M2 yang
di tahun 1999 jumlahnya Rp 646.205 miliar. Pada saat itu nilai PDB riil 1999 berdasarkan
harga konstan 1993 adalah Rp 378.000 miliar. Bila PDB riil menggambarkan jumlah unit
output yang tersedia, maka di tahun 1999 jumlah uang beredar jauh lebih banyak dari unit
output.
Sementara itu velositas uang (PDBN/M1) selama periode 1970-1995 umumnya relatif
stabil, yaitu berkisar antara 9-10 kali per tahun. Tetapi rasio PDBN/M2 terus mengalami
penurunan, bahkan memasuki 1990-an rasionya hanya di sekitar angka dua. Hal ini
disebabkan oleh makin besarnya porsi deposito berjangka dalam M2.

C. Proses Penciptaan Uang


Proses penciptaan uang terjadi di dalam sistem perbankan, di mana bank yang
pertama kali memperoleh deposito akan menyalurkannya kepada bank berikutnya (bank
kedua) sebagai pinjaman. Bank kedua akan menyalurkan pinjaman yang diperolehnya
dari bank pertama kepada bank ketiga. Begitu seterusnya hingga jumlah tak terhingga.
Besarnya deposito yang dapat diubah menjadi pinjaman tergantung dari ketentuan
besarnya giro wajib minimum, disingkat GWM (reserve requirement ratio, disingkat
RRR). Jika ketentuan giro wajib minimumnya (GWM atau RRR) 10%, maka dari setiap
10 unit deposito yang diterima bank, hanya 90%-nya yang boleh disalurkan sebagai
pinjaman. Bila RRR 20%, maka hanya 80% dari deposito yang dapat disalurkan sebagai
pinjaman. Dengan segera terlihat bila ketentuan persentase RRR makin rendah, daya
ekspansi kredit perbankan makin besar.
Contoh di bawah ini memberikan penjelasan sederhana tentang proses penciptaan
uang (money creation) oleh sistem perbankan, dengan memberikan perhatian agak khusus
tentang hubungan jumlah uang beredar dengan ketentuan RRR. Asumsi yang digunakan
dalam contoh ini adalah jumlah bank dalam perekonomian tidak terbatas, ketentuan RRR
= 20% neraca bank sangat sederhana: terdiri atas cadangan wajib minimum di sisi aset,
sedangkan setiap tambahan deposito akan memperbesar nilai kewajiban (habilities).
Misalkan bank pertama menerima deposito sebesar 1.000 unit, maka deposito tersebut
meningkatkan kewajiban bank sebesar 1.000. Namun di sisi lain, deposito yang diterima
dapat menambah aset bila diubah, disalurkan menjadi pinjaman. Karena RRR 20% atau
0,2, maka jumlah kredit yang diizinkan adalah 80% atau 800 unit. Karena itu komposisi
aset seperti yang terlihat dalam neraca bank pertama adalah cadangan wajib 200 dan
pinjaman sebesar 800.
Neraca Bank Pertama
Aset (Assets) Kewajiban (Liabilities)
Cadangan wajib 200 Deposito 1000
Kredit 800

Oleh penerima pinjaman, pinjaman dari bank pertama disimpan dalam bentuk
deposito di bank kedua. Simpanan tersebut menaikkan kewajiban bank kedua sebesar
800. Oleh bank kedua deposito tersebut disalurkan lagi kepada peminjam yang lain.
Berdasarkan ketentuan RRR, Jumlah pinjaman yang diizinkan disalurkan oleh bank
kedua adalah 80% x 800 - 640 sehingga komposisi aset bank kedua terdiri dari cadangan
wajib sebesar 160 (yaitu 20% x 800) dan kredit sebesar 640.

Neraca Bank Kedua


Aset (Assets) Kewajiban (Liabilities)
Cadangan wajib 160 Deposito 800
Kredit 640

Oleh penerima pinjaman dari bank kedua, uang tersebut didepositokan kembali ke
bank ketiga, yang menyebabkan kewajiban bank ketiga meningkat sebesar 640. Oleh
bank ketiga deposito tersebut disalurkan sebagai kredit kepada nasabahnya. Karena RRR
adalah 0,2, maka kredit yang dapat disalurkan oleh bank ketiga hanya sebesar 512, yaitu
0,8 x 640. Komposisi aset bank ketiga sekarang adalah cadangan wajib sebesar 128 dan
kredit sebesar 512.
Neraca Bank Ketiga
Aset (Assets) Kewajiban (Liabilities)
Cadangan wajib 128 Deposito 640
Kredit 512

Selanjutnya oleh penerima pinjaman dari bank ketiga, uang tersebyt didepositokan di
bank keempat yang menyebabkan kewajiban bank keempat meningkat sebesar 512.
Seperti yang terjadi sebelumnya, deposito ini disalurkan sebagai kredit, sebesar 409,6
sesuai ketentuan RRR. Dengan demikian komposisi aset bank keempat adalah cadangan
wajib sebesar 102,4 dan kredit sebesar 409,6.

Neraca Bank Keempat


Aset (Assets) Kewajiban (Liabilities)
Cadangan wajib 102,4 Deposito 512
Kredit 409,6

Bila proses di atas terjadi berulang-ulang sampai tak terhingga, maka efek dari
bertambahnya deposito sebesar 1.000 sampai putaran tak terhingga adalah seperti terlihat
dalam tabel di bawah ini.
Bank Penambahan Deposito
Bank Pertama 1.000
Bank Kedua 800 = 1.000 (1-RRR)
Bank Ketiga 640 = 1.000 (1-RRR)2
Bank Keempat 512 = 1.000 (1-RRR)3
Bank Kelima 409,6 = 1.000 (1-RRR)4
Dan Seterusnya
Total Akumulasi 5.000
1) Uang primer (monetary base) dengan notasi B adalah jumlah uang yang dipegang
masyarakat dalam bentuk uang kartal (C) dan cadangan wajib (R). Uang primer
dikontrol oleh bank sentral.
2) Giro wajib minimum (reserve-deposit ratio atau reserve requirement ratio, dimuka
telah disingkat RRR), yang besarnya ditentukan oleh bank sentral.
Notasinya adalah rr
3) Rasio uang kartal-giral (cuirency-deposit ratio) dinotasikan er, yang menggambarkan
pilihan bentuk uang yang dipegang masyarakat, dalam arti dari jumlah uang beredar,
beberapa bagian (%) yang disimpan dalam bentuk uang kartal dan berapa bagian (%)
yang disimpan dalam bentuk uang giral.
C = cr x D…………………………………………………………………..(7.8)
Persamaan (7.8) disubstitusikan ke persamaan (7.6.):
M1 = (cr x D) + D
= (cr + 1) D2 atau
M1
D= ………………………………………………………………...(7.9)
(1+cr )
Persamaan (7.9) menunjukkan hubungan proporsional jumlah uang giral dengan jumlah
uang beredar.
Uang primer (monetary base):
B = C+R……………………………………………………………….…....(7.10)
Dimana:
B = uang primer
R = cadangan wajib
Cadangan wajib (R) adalah rr dikalikan uang giral
R = rr x D.......................................................................................................(7.11)
Dengan demikian persamaan matematis dari uang primer adalah
B = (cr x D) + (rr x D)
= (cr + rr) D………………………………………………………......….(7.12)
Persamaan diatas dapat juga ditulis sebagai:
B
D= ...............................................................................................(7.13)
(cr + rr )
Persamaan (7.13) menunjukkan hubungan proposional antara uang giral dengan uang
primer. Untuk penyelesaian persamaan matematis jumlah uang beredar, dua persamaan
tentang uang giral yaitu persamaan (7.9) dan persamaan (7.13) kita sederhanakan :
M1 B
=D=
(1+cr ) (cr + rr )
(cr +1)
M1 =
(cr + rr)
M1 = m x B………………………………………………………………...(7.14)
Dimana :
(cr +1)
m=
(cr + rr )
(0,3+1)
=
(0,3+ 0,2)
= 2,6
sehingga jumlah uang beredar (M1) adalah 2,6 x Rp 300 miliar sama dengan Rp 780
miliar.
Dalam contoh tentang proses penciptaan uang, nilai cr = 0 dan rr = 0,2, sehingga
besarnya angka multiplier uang adalah:
(cr +1)
m=
(cr + rr )
(0+ 1)
=
(0+ 0,2)
=5
Dengan demikian penambahan uang primer sebesar 1.000 menambah jumlah uang
beredar sebesar 5.000.

Anda mungkin juga menyukai