Anda di halaman 1dari 17

PENGERTIAN HUTANG

Pengertian Hutang menurut Kieso et. Al (2008:172) yang dimana menjelaskan hutang
merupakan kemungkinan pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari
kewajiban saat ini entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada
entitas lainnya dimasa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu.

Definisi hutang menurut kerangka dasar pengukuran dan pengungkapan laporan keuangan
(KDP2LK) dalam Dwi Martani, et. al. (2012:5) adalah sebagai berikut: “Liabilitas adalah
utang entitas masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi”.

Menurut Fahmi (2015:160) : “Hutang adalah kewajiban (liabilities). Maka liabilities atau
hutang merupakan kewajiban yang dimiliki oleh pihak perusahaan yang bersumber dari dana
eksternal baik yang berasal dari sumber pinjaman perbankan, leasing, penjualan obligasi dan
sejenisnya”.

Dari definisi tentang hutang diatas dapat disimpulkan bahwa hutang merupakan satu
sumber pembiayaan eksternal atau modal dari kreditur yang digunakan oleh perusahaan
untuk membiayai kegiatan kebutuhan perusahaan.

karakteristik yang melekat pada utang yaitu :

- Kewajiban Kepada pihak lain yang mungkin sekali dilunasi dengan menyerahkan
aktiva/aset seperti kas , barang dagangan/jasa pada tanggal tertentu diwaktu yang akan
datang.
- Kewajiban tersebut diatas melekat pada pihak/lembaga tertentu di waktu yang akan
datang
- Transaksi atau kejadian yang mennimbulkan Kewajiban tersebut telah

terjadi dimasa lalu

JENIS-JENIS HUTANG

Menurut Fahmi (2013), hutang dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Hutang jangka pendek (short-term liabilities)


Hutang jangka pendek atau hutang lancar adalah hutang yang diharapkan akan
dilunasi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan dengan
menggunakan sumber-sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan utang jangka
pendek yang baru. Disebut hutang lancar karena sumber hutang jangka pendek
dipakai untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendukung aktivitas
perusahaan yang segera dan tidak bisa ditunda. Hutang jangka pendek ini umumnya
harus dikembalikan kurang dari satu tahun.
Hutang jangka pendek memiliki dua kelebihan atau keunggulan, yaitu:
a) Fleksibilitas. Hutang jangka pendek bersifat fleksibel, dapat digunakan kapan saja
perusahaan membutuhkannya. Apalagi perusahaan lebih kerap dihadapkan pada
kebutuhan jangka pendek.
b) Biaya lebih murah. Pada umumnya suku bunga hutang jangka pendek lebih
rendah daripada hutang jangka panjang, karena semakin panjang periode hutang,
maka semakin besar bunganya.
Namun demikian hutang jangka pendek juga memiliki beberapa kekurangan atau
kelemahan, yaitu:
a) Likuiditas. Hutang jangka pendek memiliki likuiditas lebih buruk dibanding
jangka panjang. Likuiditas hutang jangka panjang lebih mantap terjamin,
sedangkan hutang jangka pendek debitur harus sering menyediakan dana untuk
melunasinya atau membayar bunganya dan memperpanjang pinjaman pokoknya
berulang-ulang.
b) Ketidakpastian biaya/bunga. Bunga hutang jangka panjang senantiasa mudah
berubah sesuai dengan suku bunga rata-rata pasar yang berlaku dan persepsi
kreditur terhadap tingkat risiko perusahaan debitur.
Jenis-jenis hutang jangka pendek adalah sebagai berikut:
- Hutang dagang atau account payable adalah jumlah uang yang masih harus
dibayarkan kepada pemasok, karena perusahaan melakukan pembelian barang
atau jasa.
- Hutang wesel adalah perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu
pada suatu tanggal tertentu di masa depan dan dapat berasal dari pembelian,
pembiayaan, atau transaksi lainnya.
- Biaya yang harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum
dilakukan pembayarannya.
- Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh
hutang jangka panjang, yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus
segera dilakukan pembayarannya.
- Penghasilan yang akan diterima di muka (deferred Revenue) adalah penerimaan
uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.
2) Hutang jangka panjang (long-term liabilities)
Hutang jangka panjang atau disebut juga hutang tidak lancar adalah hutang
yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan
sumber-sumber untuk melunasi utang jangka panjang adalah sumber bukan dari
kelompok aktiva lancar. Disebut hutang tidak lancar karena dana yang dipakai dari
dana sumber hutang ini dipergunakan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat
jangka panjang. Alokasi pembiayaan jangka panjang biasanya bersifat tangible asset
(aset yang bisa disentuh), dan memiliki nilai jual yang tinggi jika suatu saat dijual
kembali. Karena itu penggunaan dana utang jangka panjang ini dipakai untuk
kebutuhan jangka panjang, seperti pembangunan pabrik, pembelian tanah gedung, dan
sebagainya.
Pada umumnya hutang jangka panjang memiliki berbagai ketentuan atau
pembatasan untuk melindungi baik peminjam maupun pemberi pinjaman. Ketentuan
dan persyaratan persetujuan lainnya antara peminjam dan pemberi pinjaman
dinyatakan dalam indenture obligasi atau perjanjian wesel. Item-item yang seringkali
indenture atau perjanjian meliputi jumlah yang diotorisasi untuk diterbitkan, suku
bunga, tanggal jatuh tempo, provisi penarikan, properti yang digadaikan sebagai
jaminan, persyaratan dana pelunasan, modal kerja dan pembatasan dividen, serta
pembatasan yang berhubungan dengan asumsi hutang tambahan.
Kebijakan pemilihan hutang jangka panjang dapat dilakukan jika memenuhi
beberapa kondisi berikut ini:
a) Penjualan dan pendapatan relatif stabil, kenaikan besar dalam penjualan dan
pendapatan yang akan datang diharapkan memberikan keuntungan besar dari
penggunaan laverage.
b) Apabila diharapkan adanya kenaikan besar dalam tingkat harga di waktu yang
akan datang, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan keuntungan berhutang
yang akan dibayar kembali dengan uang yang lebih murah (karena inflasi).
c) Rasio hutang yang ada sekarang adalah relatif rendah bagi lini bisnis.
Manajemen berpendapat bahwa harga saham biasa dalam hubungannya dengan
obligasi, adalah ditekan untuk sementara. Penjualan saham biasa akan
menimbulkan persoalan mengenai pemeliharaan pola pengendalian yang berlaku
sekarang dalam perusahaan.
Adapun jenis-jenis hutang jangka panjang adalah sebagai berikut:
a) Hutang obligasi. Obligasi merupakan instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh
perusahaan dan dijual ke investor. Perusahaan mengeluarkan surat berharga yang
menjanjikan pembayaran pada periode tertentu dan surat tersebut memuat
beberapa perjanjian yang spesifik.
b) Saham. Saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Pemegang saham
memperoleh pendapatan dari dividen dan capital gain.
c) Hipotek. Hipotek merupakan instrumen utang dengan pemberian hak tanggungan
atas properti dan pinjaman kepada pemberi pinjaman sebagai jaminan terhadap
kewajibannya.
d) Hutang dari lembaga keuangan. Hutang bisa langsung diperoleh melalui bank
atau lembaga nonbank. Pinjaman dari lembaga keuangan memiliki karakteristik
adanya amortisasi dan jaminan. Pinjaman langsung dibayar dengan cara
amortisasi, yaitu secara bertahap sehingga akan mengurangi beban pembayaran
yang besar jika dilakukan pelunasan sekaligus.
e) Saham preferen. Saham preferen merupakan bentuk saham tetapi memiliki
karakteristik obligasi, saham preferen memperoleh dividen yang besarnya tetap.
Biasanya sejumlah persentase tertentu dari nominal saham preferen untuk setiap
periode.
f) Modal ventura. Modal ventura merupakan bentuk penyertaan modal dari
perusahaan pembiayaan kepada perusahaan yang membutuhkan dana untuk
jangka waktu tertentu.
Hutang jangka panjang memiliki beberapa kelebihan atau keunggulan, antara
lain yaitu (Pithaloka, 2009):
a) Biaya hutang terbatas, pemegang obligasi tidak ikut menikmati laba.
b) Tidak hanya biaya saja yang terbatas, tetapi juga hasil pengembalian yang
biasanya lebih rendah dibanding saham biasa.
c) Jika digunakan pembiayaan hutang, pemilik perusahaan (pemilik saham
mayoritas) tidak berbagi pengendalian pengelolaannya.
d) Pembayaran hutang bisa dikurangi sebagai beban pajak.
e) Keluwesan (fleksibilitas) dalam struktur pembiayaan perusahaan dapat dicapai
dengan pencantuman persyaratan opsi tarik dalam indenture obligasi.
Namun demikian hutang jangka panjang juga memiliki kekurangan atau
kelemahan, yaitu:
a) Hutang jangka panjang memiliki biaya tetap, jika laba perusahaan mengalami
kemunduran tajam, untuk membayar bunga hutang mungkin tidak dapat dipenuhi.
b) Tingkat laverage keuangan yang semakin tinggi memerlukan tingkat laba yang
semakin tinggi pula. Jadi, meskipun laverage keuangan mungkin cukup baik dan
mungkin meningkatkan laba per saham, tingkat laba yang diperlukan untuk
laverage itu akan semakin tinggi, yang dapat mendorong turunnya harga saham
biasa. Biaya tak langsung karena jumlah hutang yang lebih banyak mungkin akan
meningkatkan biaya permodalan.
c) Hutang jangka panjang biasanya memiliki masa jatuh tempo yang pasti, dan
sewajarnya jika perusahaan harus mampu melunasinya sesuai dengan waktu yang
ditetapkan.
d) utang jangka panjang merupakan suatu ikatan dalam waktu yang relatif lama,
bobot resiko yang tercakup didalamnya cukup tinggi. Harapan dan rencana yang
mendasari penarikan suatu hutang mungkin meleset, sehingga hutang tersebut
akan menjadi beban yang berat bagi perusahaan.
e) Dalam ikatan kontrak hutang jangka panjang, persyaratan indenture cenderung
lebih berat dibanding dengan persyaratan dalam kredit jangka pendek. Karena itu,
perusahaan yang meminjam hutang jangka panjang akan mengalami hambatan
yang lebih banyak dibanding dengan perusahaan yang meminjam hutang jangka
pendek atau yang menerbitkan saham biasa.
f) Selalu ada batasannya sampai seberapa besar dana bisa digali melalui hutang
jangka panjang. Biasanya standar rasio keuangan yang berlaku umum tetap
menentukan rasio hutang tertentu yang tidak boleh dilampaui. Jika rasio hutang
melewati batasan standar ini biayanya akan meningkat dengan cepat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN HUTANG

Kebijakan hutang adalah keputusan yang diambil oleh pihak manajemen dalam
rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk
membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kebijakan hutang berfungsi sebagai alat
monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan.

Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari


eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang
merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko
apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila
perusahaan menggunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai
tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional
perusahaan.

Menurut Mamduh (2004), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan


hutang, yaitu:

a) NDT (Non-Debt Tax Shield). Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang
yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi
pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun.
Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang
yang tinggi.
b) Struktur Aset. Besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya
penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan
sebagai jaminan pinjaman.
c) Profitabilitas. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya
akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah
memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
d) Risiko Bisnis. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan
hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.
e) Ukuran Perusahaan. Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga
menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah
dalam mendapatkan pendanaan eksternal.
f) Kondisi Internal Perusahaan. Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan
penggunaan hutang dalam suatu perusahaan.

PENGUKURAN HUTANG

Dasar pengukuran hutang adalah jumlah rupiah sumber ekonomi yang harus
dikorbankan apabila pada saat penilaian (pelaporan),hutang dilunasi. Hal ini disebabkan
tujuan penyajian hutang biasanya dikaitkan dengan masalah likuidasi. Besarnya nilai hutang
tersebut harus didiskontokan dengan tingkat bunga tertentu dengan rumus didiskontokan
dengan tingkat bunga tertentu dengan rumus sebagai berikut:
PV = F(1 + R)

PV = Nilai sekarang dari hutang pada tanggal penilaian

F = Aliran kas masa mendatang pada periode t dari tanggal penilaian

r = Tingkat bunga

Disamping itu ,Weil (1990) menyebutkan bahwa pendiskontoan terhadap elemen


laporan keuangan hanya dapat dilakukan bila :

a) Elemen tersebut menyebutkan klaim kepada atau kewajiban ditaksir untuk membayar
sejumlah tertentu yang dapat ditaksir dengan cukup pasti
b) Perusahaan akan membayar jumlah tersebut dalam periode lebih dari satu tahun
setelah tanggal neraca.
c) klaim/kewajiban timbul dari transaksi ,kecuali transaksi executory contrac
d) perusahaan telah merevaluasi elemen neraca karena adanya informasi baru.

PENYELESAIAN HUTANG

Hutang dianggap selesai /dilunasi apabila suatu perusahaan telah melakukan


kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa kepada pihak lain.

IAI (1994:paragraf 62 ) dalam SAK menyebutkan bahwa penyelesaian kewajiban


masa kini biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki
manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang
ada sekarang dapat dilakukan dengan cara, misalnya:

1. Pembayaran kas
2. Penyerahan aktiva
3. Pemberian jasa
4. Penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain atau,
5. Konversi kewajiban ekuitas.

Kewajiban juga dapat dihapus dengan cara lain seperti kreditor membebaskan atau
membatalkan haknya.

A. In-Substance Defeseance

Dalam FABS statement No.76 dijelaskan bahwa ada alternative lain yang dapat
dilakukan untuk melunasi hutang yaitu dengan cara yang dikenal dengan nama In-Substance
Defeseance. In-Substance Defeseance adalah suatu rencana perjanjian dimana seorang
debitur menempatkan sejumlah tertentu harta monoter secukupnya yang bebas resiko pada
kuasa badan perwalian (trust) tertentu untuk digunakan sebagai pembayaran hutang dimasa
mendatang.

Jadi menurut FABS, berdasarkan konsep economic substance over legal form,
seorang debitur dapt menghapus hutangnya dari neraca apabila debitur tersebut telah
menempatkan/ menyerahkan sejumlah tertentu kas atau aktiva moneter lainnya kepada badan
perwalia untuk digunakan sebagai pelunasan hutang. Dalam kondisi demikian, debitur
tersebut tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran di masa mendatang dan
hutangnya dianggap telah dilunasi sehingga dikeluarkan dari neraca.

Lebih lanjut dalam Technical Bulletin No.84-4, FABS menyatakan bahwa hutang
tidak dapat dianggap lunas melalui in-subtansce defeseance apabila aktiva yang
ditempatkan/diserahkan pada badan perwalian diperoleh pada saat yang sama dengan saat
terjadinya hutang. Di samping itu, aktiva yang ditempatkan harus benar-benar bebas resiko.
Meskipun in-subtansce defeseance tersebut dapat dikatakan sebagau pelunasan hutang pada
kreditor.

Gambaran tentang pelunasan hutang dengan cara in-subtansce defeseance dapat


dilihat pada contoh berikut ini. PT. A memiliki hutang obligasi sebesar Rp. 10.000.000
dengan tingkat bunga 8% per tahun, jangka waktu pelunasannya 10 tahun. Atas hutang
tersebut, PT. A membeli sertifikat Bank Indonesia senilai Rp. 10.000.000 dengan tingkat
bunga 8% dan jangka waktunya 10 tahun. Pembelian tersebut dilakukan secara tunai dengan
total pengeluaran Rp. 7.500.000. Sertifikat Bank Indonesia kemudian diserahkan pada Badan
Perwalian untuk digunakan sebagai pelunasan hutang.

Jurnal yang dibuat untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut:

Pada saat pembelian

Investasi pada Sertifikat Bank Indonesia Rp.10.000.000

Kas Rp. 10.000.000

Pada saat penempatan Sertifikat Bank Indonesia pada badan perwalian:

Hutang Obligasi Rp. 10.000.000


Investasi Sertifikat Bank Indonesia Rp. 7.500.000

Untung (extraordinary) Rp. 2.500.000

Manfaat apa yang diperoleh oleh PT. A dalam melakukan transaksi semacam itu?
Keuntungan PT. A dari tindakan tersebut adalah:

1. Hutang akan berkurang sehingga rasio debt-equity menjadi lebih baik.


2. Laba bersih tahun berjalan akan meningkat
3. Untuk tujuan pajak, untung tidak dapat diakui karena PT. A secara hukum masih
berkewajiban membayar hutang
4. Pendapatan bunga dari Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan untuk menutup
biaya bunga atas hutang obligasi.

Kasus in-subtansce defeseance sering menimbulkan masalah yaitu, kapan hutang akan
berhenti diakui? Dari definisi hutang terlihat bahwa hutang dapat dianggap lunas apabila ada
aktiva/jasa yang diserahkan pada pihak lain. Perlakuan terhadap in-subtansce defeseance ini
sering menimbulkan pro dan kontra.

Menurut suplemen Statement No.76, sebenarnya dalam in-subtansce defeseance,


perusahaan (debitur) telah menempatkan aktiva tertentu pada badan perwalian. Hal ini
menunjukan bahwa pengorbanan telah dilakukan karena perusahaan telah menyerahkan
aktiva tertentu. Sebaliknya pihak yang mengkritik Statement tersebut menyatakan bahwa
perusahaan (debitur) sebenarnya belum melakukan kewajiban sampai kreditur benar-benar
telah dibayar.

Beberapa akuntan juga meragukan perlakuan terhadap hutang yang dilunasi dengan
cara in-subtansce defeseance. Keraguan tersebut timbul terutama bila aktiva yang diserahkan
tidak sesuai atau hilang. Dalam kondisi demikian, bila ternyata aktiva yang diserahkan tidak
memenuhi syarat, maka hutang harus dicantumkan kembali dalam neraca.

B. Kredit Tangguhan (Deferred Credit)

Dalam APB Statement No.4, hutang didefinisikan sebagai kewajiban ekonomi yang
diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Definisi tersebut meliputi
juga kredit tangguhan yang bukan merupakan kewajiban ekonomi. Atas dasar hal tersebut,
kredit tangguhan yang bukan merupakan kewajiban juga harus dikelompokkan sebagai
hutang apabila kredit tangguhan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Contoh dari kasus ini adalah Deferred Taxes yang berasal dari alokasi pajak, Deferred
Pension Cost dan lain-lain.

Dalam laporan keuangan seringkali timbul masalah yang berkaitan dengan perlakuan
kredit tangguhan tertentu yang dimasukkan sebagai hutang. Misalnya uang muka yang
dibayar pembeli tetapi produk belum diserahkan kepada pembeli. Kasus demikian
menunjukan adanya kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa pada masa mendatang kepada
pembeli. Dengan demikian transaksi tersebut jelas dapat dianggap sebagai hutang.

Kredit tangguhan yang sering menjadi masalah laba kotor belum direalisir (deferred
gross profit) yang timbul dari penjualan angsuran. Apabila prinsip pengakuan pendapatan
atas penjualan angsuran tersebut. Laba kotor belum direalisir merupakan perbedaan antara
penjualan dengan cost barang terjual atas penjualan angsuran.

Laba kotor belum direalisir sebenarnya bukan merupakan hutang. Hal ini disebabkan
perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa kepada pihak lain
dimasa mendatang. Menurut FASB laba kotor belum direalisir tersebut sebaiknya dilakukan
sebagai pengurang piutang angsuran. Namun demikian, pendapat tersebut jarang/tidak
diterima dalam praktek secara umum.

C. Hutang Dan Rugi Kontinjensi (Contingent Loss/ Liabilities)

Dalam FABS Statement No.5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kontinjensi
adalah suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan ketidakpastian akan timbulnya
kemungkinan hutang/rugi suatu perusahaan,dimana timbulnya kemungkinan tersebut
tergantung pada terjadi/tidaknya suatu peristiwa atau lebih dimasa mendatang. Rugi
kontinjensi sering menjadi masalah dalam pengakuan hutang terutama menyangkut
kewajiban sekarang atau masa mendatang.

FASB menyatakan bahwa suatu hutang dapat dilaporkan apabila ada kemungkinan
yang cukup besar suatu kewajiban harus dibayar dimasa mendatang dan jumlah tersebut
dapat ditaksir secara cukup pasti. Hutang kontinjensi (bersyarat) harus diungkapkan dalam
laporan keuangan apabila kemungkinan pembayarannya tidak besar dan juga tidak kecil.
Hutang bersyarat yang memiliki probabilitas cukup tinggi antara lain berupa pemberian
garansi purna jual (hutang garansi) atas penjualan yang telah dilakukan.
PENGERTIAN EKUITAS

Pengertian ekuitas tidak dapat didefinisi secara independen terhadap asset dan
kewajiban. Ekuitas pemilik pada dasarnya bukan kewajiban, tetapi merupakan klaim sisa
(residual claim) terhadap aktiva. Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Indonesia (2002),
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisi ekuitas sebagai berikut (pasal 49): ekuitas adalah
hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Pada dasarnya
ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Ekuitas akan berkurang
dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan (deviden)
atau kerugian usaha. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa
ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomi masa
datang (Soewardjono, 2005).

Karena didefinisi atas dasar asset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada
bagaimana aset dan kewajiban diukur. FASB Statement of Financial Accounting Concepts
No. 6 mendefinisikan ekuitas sebagai "hak sisa terhadap aktiva suatu entitas setelah dikurangi
hutang". Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa dua karakteristik ekuitas adalah
sebagai berikut:

- Ekuitas sama dengan aktiva neto, yaitu selisih antara aktiva perusahaan dengan
hutang perusahaan.
- Ekuitas dapat bertambah atau berkurang karena kenaikan atau penurunan aktiva neto
baik yang berasal dari sumber bukan pemilik (pendapatan dan biaya) maupun
investasi oleh pemilik atau distribusi kepada pemilik.

KOMPONEN EKUITAS

Komponen ekuitas terdiri dari:

a) Modal Setoran (Contributed Capital)

Modal Setoran mencakup Modal Yuridis dan Modal Setoran Lainnya. Modal yuridis yang
dihitung berdasarkan nilai nominal (par value) saham menunjukkan aktiva neto yang tidak
dapat didistribusikan ke pemegang saham. Kelebihan nilai di atas nilai nominal diakui
sebagai agio saham (additional paid-in capital).

1. Modal Yuridis (Legal Capital), terdiri dari:


a. Nilai nominal dari saham preferen (Par Value of Preferred stock)
b. Nilai nominal saham biasa (Par Value of common stock)
c. Umum (atau saham preferen berlangganan) (Common (or preferred stock
subscribed)
d. Surat saham dan opsi (Stock Warrant and options)
e. Dividen saham yang akan dibagikan (Stock dividends to be distributed)
f. Saham biasa dari penerbitan kembali (common stock from the reissuance of)
2. Modal Setoran Lainnya (Paid-in Capital), terdiri dari:
a. Pada saham preferen (on preferred stock)
b. Pada saham biasa (on common stock)
c. Dari sumber lain (pemecahan saham, saham preferen, konversi, dll) saham. (from
other sources (stock splits, preferred stock, conversion, etc) stock.
b) Laba Ditahan (Retained Earnings)/(Earned Capital)

Laba ditahan terdiri dari Laporan Laba/Rugi, penyesuaian periode sebelumnya, dan
deviden. Oleh karena Laporan Laba/Rugi merupakan bagian dari laba ditahan, maka dapat
dikatakan bahwa ada hubungan saling terkait atau artikulasi (articulation) antara Laporan
Laba/Rugi dan Neraca.

c) Penyesuaian Modal Belum Terealisasi (Unrealized Capital Adjustment).


- Kerugian portofolio yang belum direalisasi untuk efek non-pasar (Unrealized
portfolio losses for non-market securities)
- Selisih kurs yang belum direalisasi dan rugi (Unrealized foreign exchange gains and
losses)
- Modal sumbangan (Donated capital).

TEORI EKUITAS

Teori ekuitas adalah teori yang menjelaskan sudut pandang yang digunakan dalam
akuntansi berkaitan dengan penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Denghan kata lain,
penyusunan dan penyajian laporan keuangan sangat tergantung pada sudut pandang yang
digunakan yaitu siapa yang dianggap paling berkepentingan terhadap laporan keuangan. Oleh
karena itu, teori ini membahas pihak yang dianggap paling dominan dan menjadi sudut
pandang dalam pelaporan keuangan. Pemakaian sudut pandang yang berbeda dapat
menghasilkan format pelaporan yang berbeda pula.

1) Teori Propietary
Pada awalnya teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan
berpasangan. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Jadi dalam
akuntansi, tujuan perusahaan, jenis modal, makna rekening dan lain-lain semuanya
dilihat dari sudut pandang pemilik. Dengan demikian tujuan perusahaan adalah
meningkatkan kemakmuran pemilik. Persamaan akuntansi yang digunakan adalah:
Aktiva – Hutang = Modal
Aktiva merupakan kekayaan pemilik, sementara hutang merupakan kewajiban
pemilik. Kepemilikan ini dianggap sebagai nilai bersih dari perusahaan untuk pemilik.
Ketika usaha baru dimulai, nilai ini sama dengan investasi pemilik. Selama
berjalanmya usaha maka nilai perusahaan sama dengan investasi awal ditambah
akumulasi laba bersih setelah dikurangi prive untuk pemilik. Jadi teori proprietary
menganut wealth concept.
Teori proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi perusahaan
perseorangan dan firma oleh karna dalam bentuk organisasi ini ada hubungan
personal antara manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Hal ini
disebabkan laba bersih atau net inocme ditambah setiap periode ke rekening modal
pemilik walaupun perhitungan laba bersih tidak mengukur kenaikan bersih kekayaan
(wealth).
Teori proprietary tidak dapat langsung digunakan untuk bentuk perusahaan
perseroan terbatas seperti halnya untuk perusahaan perseorangan dan firma. Namun
demikian, dalam praktek banyak yang memandang bahwa total modal saham yang
diinvestasikan dan laba ditahan dianggap sebagai kekayaan bersih pemilik dan hal ini
mengimplikasikan teori proprietary. Konsep laba komprehensif yang diadopsi oleh
FASB juga menggunakan dasar teori proprietary yaitu memasukkan semua item yang
mempengaruhi pemilik selama periode itu kecuali pengambilan dividen dan transaksi
modal.
Teori proprietary banyak mempengaruhi praktek-praktek akuntansi maupun
terminologi akuntansi perusahaan perseroan terbatas. Sebagai misal, laba bersih suatu
perusahaan sering dianggap sebagai laba bersih bagi pemilik. Labih jauh lagi laporan
keuangan harus menunjuk pada earning per share dan book value per share.
Pengertian "laba bersih bagi pemilik" dapat diinterpretasikan sebagai sisa laba bersih
yang dialokasikan kepada modal pemilik dan "book value per share" dapat
diinterpretasikan sebagai book equity per share menurut pendekatan entitas.
Oleh karena sudut pandang yang digunakan adalah pemilik, maka pengukuran
dengan menggunakan current value dipandang lebih relevan dibandingkan historical
cost.
2) Teori Entitas ( Kesatuan Usaha)
Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada teori
proprietary. Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan usaha
menyebabkan perusahaan menjadi unitusaha yang berdiri sendiri terpisah dari
identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisah antara kepentingan pribadi pemilik
dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan dianggap Bertindak atas nama dan
kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik. Teori entitas didasarkan atas persamaan
akuntansi:
Aktiva = Hutang = Modal
Atau
Aktiva = Modal ( Hutang = Modal Pemilik)
Elemen yang ada pada sisi kanan persamaan sering disebut hutang, tetapi
sesungguhnya adalah ekuitas dengan hak yang berbeda didalam perusahaan.
Perbedaan utama antara hutang dan ekuitas pemilik adalah hak kreditur dapat dinilai
secara independen dari penilaian yang lain jika perusahaan dalam keadaan solvent,
sedangkan hak pemegang saham atau pemilik diukur dari penilaian aktiva yang
diinvestasikan ditambah laba yang diinvestasikan kembali. Namun demikian, hak
pemegang saham untuk menerima diveiden dan bagian aktiva jika dilikuidasi adalah
hak sebagai pemegang saham bukan hak sebagai pemilik aktiva khusus.
Jadi hutang adalah kewajiban khusus perusahaan, dan aktiva menunjukkan hak
perusahaan menerima barang dan jasa khusus atau manfaat lainnya. Penilaian aktiva
harus menceminkan pengukuran manfaat yang diterima oleh perusahaan. Laba bersih
suatu perusahaan umumnya diekspresikan dalam bentuk perubahan bersih modal
pemilik, tidak termasuk perubahan yang berasal dari deklarasi deviden dan transaksi
modal. Hal ini tidak sama dengan teori proprietary yang mengatakan bahwa laba
bersih adalah laba bagi pemegang saham. Laba bersih dalam pendangan entitas
menggambarkan sisa perubahan posisi ekuitas setelah dikurangi semua klaim,
termasuk bunga hutang jangka panjang dan pajak penghasilan.
Teori entitas cocok diterapkan untuk organisasi yang berbentuk perseroan
terbatas (corporate), tetapi juga relevan untuk perusahaan lain yang memiliki
eksistensi yang terpisah dari individu pemilik. Teori entitas memiliki dua versi yaitu
versi tradisional dan versi baru. Perbedaan kedua versi tersebut terletak pada sudut
pandang yang digunakan dalam melihat entitas.
a. Versi Tradisional
Menurut pandangan tradisional perusahaan beroperasi untuk pemegang
ekuitas (equity holders) yaitu pihak yang memberi dana bagi perusahaan.
Dengan demikian perusahaan harus melaporkan status investasi dan
konsekuensiinvestasi yang dilakukan pemilik.
b. Versi Baru
Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya sendiri
dan berkentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri. Penyajian laporan
keuangan kepada pemegang ekuitas dimaksudkan untuk memenuhi syarat legal
dan menjaga hubungan baik dengan pemegang ekuitas dalam kaitannya dengan
kebutuhan dana yang diperlukan dimasa mendatang Meskipun kedua pandangan
diatas memusatkan perhatiannya pada kesehatan usaha (entitas yang
independen), namun pandangan tradisional melihat pemegang ekuitas sebagai
partner (associate) dalam kegiatan usaha yang dijalankan. Sedangkan pandangan
baru melihat pemegang ekuitas sebagai pihak luar perusahaan. Oleh karena
pemilik dan kreditor merupakan pemegang ekuitas yang memberi dana, maka
persamaan akuntansinya adalah:
Aktiva = Ekuitas
Ekuitas menunjukkan hak/klaim pemegang ekuitas terhadap aktiva suatu unit
suatu usaha. Kreditor memiliki klaim yang secara spesifik dapat ditentukan,
sementara pemegang saham memiliki klaim atas sisa aktiva dalam kasus
likuidasi. Pemegang saham memiliki hak terhadap total aktiva dan dividen
apabila diumumkan oleh dewan direktur. Meskipun demikian, hak yang
diterima didasarkan pada perjanjian kontraktual yang ada.
3) Teori Ekuitas Residual
Seorang teoritisi akuntansi William Paton (1962) menyatakan bahwa ekuitas
residual merupakan salah satu jenis ekuitas dalam kerangka teori entitas. Dalam
pandangan teori entitas, pemegang saham memiliki ekuitas di perusahaan seperti
pemegang ekuitas lainnyan, tetapi pemegang saham tidak dianggap sebagai pemilik.
Jadi, teori ekuitas residual merupakan pandangan antara teori proprietary dan teori
entitas. Dalam pandangan ini persamaan akuntansinya menjadi:
Aktiva – Ekuitas khusus = Ekuitas Residual
Ekuitas khusus meliputi klaim kreditur dan ekuitas pemegang saham preferen.
Namun demikian pada kasus khusus dimana kerugian begitu besar sehingga
perusahaan mengalami kebangkrutan, ekuitas pemegang saham biasa dapat hilang dan
pemegang saham preferen atau pemegang obligasi menjadi pemegang ekuitas
residual. Tujuan pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih
baik kepada pemegang saham biasa dalam rangka pengambilan keputusan investasi.
Pemegang saham biasa pada umumnya dianggap memiliki ekuitas residual di
dalam laba perusahaan dan di dalam aktiva bersih pada saat likuidasi. Oleh karena
laporan keuangan umumnya disusun tidak dalam rangka likuidasi, maka informasi
yang disajikan dalam kaitannya dengan ekuitas residual harys berguna untuk
memprediksi dividen masa datang bagi pemegang saham biasa.
4) Teori Enterprise
Teori enterprise suatu perusahaan merupakan konsep yang lebih luas
dibandingkan teori entitas. Di dalam teori entitas perusahaan dipandang sebagai unit
ekonomi terpisah yang dioperasikan dalam rangka memberikan manfaat bagi
pemegang saham. Sedangkan dalam teori enterprise perusahaan dipandang sebagai
lembaga dosial yang dioperasikan dalam rangka memberikan manfaat bagi banyak
pihak yang berkepentingan. Dalam arti luas pihak-pihak yang berkepentingan
meliputi pemegang saham, kreditur, pegawai, konsumen, pemerintah dan masyarakat
secara umum. Jadi bentuk luas dari teori enterprise dapat dipandang sebagai teori
akuntansi sosial.
Konsep ini cocok diterapkan untuk perusahaan skala besar dan modern dan
memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan pengaruh dari tindakannya kepada
beberapa kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Dari aspek akuntansi hal ini
berarti tanggungjawab pelaporan keuangan tidak hanya kepada pemegang saham dan
kreditur semata, tetapi lebih luas kepada semua kelompok lain yang berkepentingan
dan masyarakat keseluruhan. Konsep income yang paling relevan dengan teori
enterprise adalah laporan keuangan nilai tambah (value added statement) yaitu
laporan keuangan yang menunjukkan kontribusi pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan didalam menghasilkan nilai tambah perusahaan.
5) Teori Dana (Fund)
Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori proprietary
dan asumsi personifikasi perusahan sebagai unit ekonomi dan legal secara artifisal
dalam teori entitas. Menurut teori dana, unit aktivitas operasi merupakan dasar
akuntansi. Unit aktivitas operasi ini disebut dana yang meliputi sekelompokaktiva dan
restriksi atau batasan-batasan yang menggambarkan fungsi atau aktivitas ekonomi.
Teori dana berdasarkan pada persamaan akuntansi sebagai berikut:

Aktiva = Restriksi Aktiva

Aktiva menggambarkan jasa prospektif kepada dana atau unit operasi. Hutang
merupakan retriksi aktiva khusus atau umum dari dana. Modal yang diinvestasikan
mencerminkan retriksi legal atau financial untuk menggunakan aktiva. Konsep teori
dana ini banyak digunakan di sektor pemerintah dan lembaga nir-laba.
Didalam pemerintahan dana yang umunya digunakan meliputi dana umum
(general fund), dana pendapatan khusus (special revenuefund), dana proyek (capital
projectfund), dana pelunasan hutang jangka penjang (debt service fund). Setiap dana
ini memiliki restriksi penggunaan yang diatur dalam undang-undang atau peraturan
pemerintah lainnya. Masing-masing dana dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri
sehingga masing-masing memiliki pembukuan debit kredit sendiri dan memiliki
neraca dan laporan perubahan saldo dana

Referensi:

https://bukukas.co.id/hutang-pengertian-ciri-ciri-jenis-dan-cara-pengelolaannya/

Fahmi, Irham. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.

Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.

Pithaloka, D. Nina. 2009. Pengaruh Faktor-Faktor Intern Perusahaan terhadap Kebijakan


Hutang, dengan Pendekatan Pecking Order Theory. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Mamduh, Hanafi. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Anda mungkin juga menyukai