Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN ANALISIS RESEP

DARI RSUD. Dr. H. ABDUL MOELOEK

Disusun Oleh :

1. Restu Lila Fadilah 2214947

2. Sabila Azzahra Susafdo 2214949

3. Vivia Alpha Chalista 2214950

4. Giska Olivia Febrianti 2214937

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SMK MUHAMMADIYAH 3 METRO LAMPUNG
TERAKREDITASI “A”
TAHUN 2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ANALISIS RESEP

DARI RSUD. Dr. H. ABDUL MOELOEK

Makalah ini kami susun dan diterima sebagai bukti kegiatan pembuatan makalah
Laporan Analisis Resep dari RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek

Disetujui oleh :

Kepala Sekolah Guru


SMK Muhammadiyah 3 Metro Mata Pelajaran

Khoeroni, S.Sos (apt. Herjanti R.,S.Far.,M.Farm)


NBM. 837323 NBM:1198505

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan


rahmat ,taufiq ,hidayah,serta inayahnya karena hanya Dengan limpahan
rahmatnya dan hidayahnya penulis ini dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul etika bergaul dalam islam . Sholawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada rasulullah SAW beserta para pengikutnya hingga hari ini dan
semoga dapat mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir .

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Apt.Herjanti
ratna winingsih,S.farm,M.farm selaku guru pengampau mata pelajaran ilmu resep
dan teman teman seperjuangan tanpa mereka Tentunya, saya tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dan bantuan dari mereka

Penulis menyadari sepenuhnya ,bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna ,kendati demikian penulis telah brusaha semaksimal mungkin .oleh
karena itu krItik dan saran yang bersifat membangun kearah yang lebih baik
senantiasa penulis harapkan.

Metro , 14 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................iii

DAFTAR ISI..................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Gastritis...........................................................................................1

1. Definisi.......................................................................................1

2. Patofisiologi................................................................................3

3. Etiologi.......................................................................................4

4. Terapi..........................................................................................5

BAB II KASUS...............................................................................................7

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................10

BAB IV PENUTUP.......................................................................................12

A. Kesimpulan.........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Gastritis

1. Definisi

Gastritis atau yang dikenal dengan penyakit maag ini merupakan

suatu peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang disebabkan

oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya

telat makan, makan terlalu banyak, makan cepat, makan makanan yang

terlalu banyak bumbu dan pedas (Huzaifah, 2017). Gastritis merupakan

penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan sehingga menyebabkan

pasien harus berulang kali berobat (Suryono dan Meilani, 2016).

Gastritis merupakan gangguan kesehatan terkait proses pencernaan

terutama lambung. Lambung bisa mengalami kerusakan karena proses

peremasan yang terjadi secara terur menerus selama hidupnya (Novitayanti,

2020). Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.

Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung

sampai terlepasnya epitel mukosa superfisal yang menjadi penyebab

terpenting dalam gangguan saluran pencernaan (Ernawati dkk, 2019).

Tingginya angka kejadian penyakit gastritis dapat diakibatkan oleh

beberapa faktor pemicu baik faktor risiko yang masih dapat

dikendalikan maupun faktor yang tidak dapat dikendalikan lagi.

Sehingga menyebabkan kejadian gastritis hingga saat ini masih menjadi

salah satu penyebab penyakit besar didunia dan diperkirakan, jumlah

1
penderita gastritis akan terus meningkat seiring dengan jumlah

penduduk yang membesar khususnya pada remaja (Marliyana dan Suharti,

2021).

Gastritis adalah radang pada jaringan dinding lambung paling sering

diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak,

terlalu cepat, makan-makanan terlalu banyak bumbu atau makanan yang

terinfeksi penyebab yang lain termasuk alkohol, aspirin, refluk empedu atau

terapi radiasi (Mulat, 2016). Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat

menyimpulkan bahwa gastristis adalah peradangan atau luka pada dinding

lambung yang dapat bersifat akut dan kronik yang dapat mengganggu system

pencernaan kita terutama pada lambung.

Insiden Gastritis di dunia sekitar 1,8 - 2,1 juta dari jumlah penduduk

setiap tahun. Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun

2004, persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris

22,0%, China 31,0%, Jepang 14,5%, Kanada 35,0%, dan Perancis 29,5%

(Ilham dkk, 2019). Angka kejadian gastritis berdasarkan data WHO

South-East region menyatakan bahwa India tertinggi mencapai 43% dan

Indonesia menjadi negara dengan gastritis terbesar ke-2 di asia mencapai

40,8% (Farishal dkk, 2018).

Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup

tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk

(Siregar, 2016). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes

RI) menyatakan bahwa angka kejadian gastritis di beberapa kota di

Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di

2
beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta

50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%

(Farishal dkk 2018).

2. Patofisiologi

Secara patofisiologi, mukosa barier lambung umumnya melindungi

lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses

auto digesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika

mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis (Rujiantie, 2018). Kejadian

gastritis dapat dipicu oleh pola makan yang kurang baik, saat terjadi

peningkatkan sekresi HCl yang dapat mengiritasi mukosa dinding lambung

(Sitompul dan Wulandari, 2021).

Gastritis dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara

faktor penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif (pepsin dan

HCl) dan faktor defensif (mukus bikarbonat) (Amrullah dan Utami, 2016).

Penyebab gastritis adalah pemakaian obat antiinflamasi nonstreroid seperti

aspirin, asam mafenamat, dalam jumlah besar, konsumsi alkohol berlebih,

banyak merokok, pemeriksaan kemotrapi, stress berat, konsumsi kimia

peroral yang bersifat asam basa dan iskemik syok (Siregar, 2016).

Gastritis disebakan oleh hipersekresi asam hingga dinding lambung

dirangsang secara kontinu akhirnya terjadi peradangan lambung atau

gastritis (Tandi, 2017). Kejadian penyakit gastritis disebabkan karena pola

makan yang tidak sehat seperti konsumsi alkohol, pola makan yang tidak

teratur, merokok, konsumsi kopi, konsumsi obat penghilang nyeri, stres fisik,

stres psikologis, kelainan autoimun (Novitayanti, 2020).

3
3. Etiologi

Gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronis :

1) Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung

dengan kerusakan pada superfisial (Suryono dan Meilani, 2016). Gastritis

akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan

tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan inflamasi akut (Megawati

dan Nosi, 2014).

2) Gastritis Kronis

Gastritis kronis merupakan peradangan permukaan mukosa lambung yang

bersifat menahun, resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang

dikatakan meningkat setelah 10 tahun gastritis kronik (Suryono dan

Meilani, 2016). Gastritis kronis merupakan gastritis penyebab yang tidak

jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi.

Gastristis kronis berkaitan erat dengan infeksi Helicobacteri pylori

(Megawati dan Nosi, 2014).

Manifestasi klinik dari Gastritis dikenal dengan sindrom dispepsia

menurut kriteria Roma III adalah suatu penyakit dengan satu atau lebih

gejala yang berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal seperti:

nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh atau tidak

nyaman setelah makan, rasa cepat kenyang (Rifzian, 2021). Manifestasi

klinis gastritis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan

manifestasi tersering yaitu heartburn, dispepsia,abdominal discomfort dan

4
nausea, hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, dan perforasi

(Amrulloh dan Utami, 2016).

4. Terapi

Terapi atau pengobatan pada gastritis dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu terapi farmakologi dan nonfarmakologi (Umaroh dan Sulistyanto,

2021). Pengobatan untuk mengatasi gangguan lambung dapat

dilakukan secara farmakologi dengan pemberian obat-obat sintetik

golongan PPI, H2-Blocker, antasida dan sukralfat (Widayat dkk, 2018).

Pasien gastritis mengalami peningkatan sekresi asam lambung,

untuk itu digunakan obat antiulcer dengan tujuan menghambat atau

menurunkan sekresi asam lambung. Ranitidin dan antasida merupakan

obat antiulcer yang paling banyak digunakan dalam terapi gastriti

(Rondonuwu dkk, 2014). Pemberian metode kompres hangat pada bagian

tubuh adalah salah satu upaya seseorang untuk mengurangi gejala

nyeri akut maupun gejala nyeri kronis. Kompres hangat menjadi salah

satu tindakan mandiri sekaligus efektif untuk meredakan segala jenis

nyeri termasuk nyeri ulu hati yang dirasakan pasien gastritis ( Labagow

dkk, 2022).

Pemberian tehnik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri pada

penyakit gastritis ( Nadirahsyahla dan Paizer, 2019).Untuk pasien yang

pertama kali dikatakan terkena gastritis diberikan antasida terlebih

dahulu untuk meminimalisir keluhan yang dirasakan pasien atau bisa

dikombinasikan dengan obat antiemetik untuk menghilangkan mual

5
ataupun dikombinasikan dengan golongan antagonis reseptor H2

histamin (Listiana dkk, 2021).

6
BAB II

KASUS

AMOXSAN

Golongan : Penicillin

Khasiat : Antibakteri

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri

Indikasi : Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, tifoid dan paratifoid,

karier/pembawa tifoid, gonore, infeksi saluran kemih tanpa

komplikasi, meningitis, sifilis abses gigi, otitis media.

7
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas atau Riwayat reaksi alergi berat,

mononucleosis menular

Efek Samping : Nyeri kepala, diare, mual, muntah dan sulit tidur.

CLARITHROMYCIN

Golongan : Makrolida

Khasiat : Antibakteri

Mekanisme Kerja : Menghambat pembentukan protein yang dibutuhkan bakteri

untuk hidup dan berkembang biak

Indikasi : Infeksi saluran pernafasan, otitis media akut, infeksi kulit

dan struktur kulit

Kontra Indikasi : Disfungsi hati, Riwayat aritmia jantung ventrikel, Riwayat

penyakit kuning kolestatik

Efek Samping : Diare, mual, sakit dan ketidaknyamanan pada perut,

pengecapan yang abnormal, dyspepsia, sakit kepala

OMEPRAZOLE

Golongan : Proton Pump Inhibitor (PPI)

Khaisat : Antitukak

Mekanisme Kerja : Menghambat pompa ATP H+/K+ sel parietal yang

mensekresi asam

Indikasi : Tukak lambung, tukak duodenum, refluks gastroesofagus

Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, konsumsi nelfinavir

Efek Samping : Sakit kepala, sakit perut/perut kembung, mual/muntah, diare,

8
sembelit, gejala flu seperti demam, sakit tenggorokan atau

pilek.

MUCOSTA

Golongan : Antasida dan ulkus antibusa

Kasiat : Antitukak

Mekanisme Kerja : Meningkatkan system pertahanan mukosa dan menangkal

radikal bebas

Indikasi : Pengobatan gastritis dan ulkus gester

Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, hamil dan menyusui

Efek Samping : Hipersensitivitas, konstipasi dan perut terasa membesar

9
BAB III

PEMBAHASAN

Jika dilihat dari resep yang terdapat pada bab 2 dapat diidentifikasi

bahwa pasien yang mendapat resep tersebut menderita penyakit gastritis kronis.

Gastritis kronis adalah penyakit yang disebabkan oleh benigna atau maglina dari

lambung atau oleh bakteri Helicobacter pylori (Novitayanti, 2020).

Pada resep tersebut terdapat obat antibiotik. Antibiotik adalah golongan

senyawa sintesis atau alami yang mampu menghentikan atau menekan proses

biokimia yang terdapat pada suatu organisme, khususnya pada proses infeksi

bakteri (Anggraini dkk,2020). Tujuan pemberian antibiotik pada pasien yang

mendapat resep tersebut adalah untuk menghentikan atau membunuh bakteri

Helicobacter pylori disaluran pencernaan.

Pada resep tersebut dokter mengkombinasikan 2 macam antibiotik yaitu

Amoxsan yang memiliki spektrum luas dan Clarithromycin yang memiliki

spektrum sempit. Kedua obat tersebut berasal dari golongan yang berbeda yaitu

golongan penisilin dan golongan makrolida. Obat yang berbeda dapat saling

meningkatkan efektifitasnya jika diberikan bersama.

Pasien juga dianjurkan untuk menghabiskan antibiotik yang diresepkan

oleh dokter. Meski gejala penyakit atau keluhan yang dirasakan sudah

mereda,bakteri penyebab penyakit ditubuh belum tentu sudah hilang sepenuhnya.

Alasan utama mengapa antibiotik harus dihabiskan adalah untuk membasmi

bakteri penyebab penyakit hingga tuntas dan mencegah terjadinya resistensi

antibiotik yang berbahaya.

10
Pada resep tersebut terdapat obat omeprazole. Omeprazole adalah obat

yang mampu menurunkan kadar asam yang diproduksi didalam lambung. Obat

yang masuk kedalam jenis menghambat pompa proton ini mengobati beberapa

kondisi, yaitu nyeri ulu hati, penyakit asam lambung, atau GERD dan infeksi H.

Pylori yang menyebabkan tukak lambung (Dewi dan Indah,2019).

Omeprazole merupakan penghambat pompa proton pertama yang

digunakan dalam terapi gastritis dan memiliki potensi yang sangat kuat dalam

menurunkan asam lambung (Sholihah dkk, 2019). Omeprazole menurunkan asam

lambung dengan cara menghambat pompa proton yang berperan besar dalam

produksi asam lambung. Obat ini juga dapat meningkatkan efektifitas antibiotik

untuk melawan infeksi Helicobacter pylory yang menyebabkan tukak lambung.

Pada resep tersebut juga terdapat obat Mucosta. Mucosta merupakan

obat dengan kandungan Rebamipide. Rebamipide adalah obat sitoprotektor

turunan quinolinon yang dapat menstimulus sekresi mucus dan sintesis

prostaglandin (Mardhiyah, 2015).

Mucosta merupakan obat yang digunakan untuk mengobati tukak dan

peradangan pada mukosa lambung (gastritis) akibat produksi asam lambung yang

berlebihan. Mucosta juga dapat meningkatkan jumlah lendir lambung dan

merangsang aliran darah pada mukosa supaya membantu menekan peradangan

dan memperbaiki mukosa lambung.

11
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obat antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh bakteri

yang ada di dalam tubuh. Omeprazole adalah obat golongan PPI yg digunakan

untuk menghambat produksi asam lambung. Mucosta adalah obat yang

mengandung zat aktif Rebamipide yang digunakan untuk menetralkan asam

lambung. Dapat diidentifikasi bahwa pasien yang mendapatkan resep yang tertera

pada bab III menderita penyakit gastritis kronis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amrulloh, F. M., & Utami, N. (2016). Hubungan Konsumsi OAINS Terhadap

Gastritis. Jurnal Majority, 5, 18-21.

Anggraini, W., Puspitasari, M. R., Atmaja, R. R., & Sugihantoro, H. (2020).

Pengaruh Pemberian Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan Pasien

Rawat Jalan Tentang Penggunaan Antibiotik di RSUD Kanjuruhan

Kabupaten Malang. Pharmaceutical Journal Of Indonesia, 6, 58-62.

Dewi , S. F., & Indah, M. (2019). Rancangan Sistem Pakar Mendiagnosa

Penyakit Lambung Menggunakan Metode Forward Chaining. Journal of

Informatics and Computer Science, 5, 10-19.

Ernawati, Istianah, Hapipah, & Badriah, L. (2019). Penyuluhan Kesehatan

Tentang Gastritis Pada Santriwati Di Ponpes Darul Falah Pagutan Kota

Mataram Tahun 2019. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada

Masyarakat, 2, 105-111.

Farishal, A., Vidia, E. R., & Kriswiyastiny, R. (2018). Diagnosis Dan

Penatalaksanaan Kasus Gastritis Erosif Kronik Pada Geriatri Dengan

Riwayat Konsumsi NSAID. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran

Indonesia, 6, 22-34.

Huzaifah, Z. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Penyebab Gastritis Dengan

Perilaku Pencegahan Gastritis. Healthy-Mu Journal, 1, 28-31.

13
Ilham, M. I., Haniarti, & Usman. (2019). Hubungan Pola Komsumsi Kopi

Terhadap Kejadian Gastritis Pada Mahasiswa Muhammadiyah Pare Pare.

Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2, 433-446.

Labagow, N., Rantiasa, I. M., & Suranata, F. M. (2022). Pengaruh Kompres

Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Gastritis di IGD Rumah

Sakit Bhayangkara TK. III Kota Manado. Jurnal Kesehatan : Amanah

Prodi Ilmu Keperawatan STIKES MUHAMMADIYAH MANADO, 6, 66-

74.

Listina, O., Prasetyo, Y., Solikhati, D. K., & Megawati, F. (2021). Evaluasi

Penggunaan Obat Pada Pasien Gastritis di Puskesmas Kaladawa Periode

Oktober-Desember 2018. Jurnal Ilmiah Medicamento, 7, 129-135.

Mardhiyah, R., Fauzi , A., & Syam , A. F. (2015). Diagnosis dan Tata Laksana

Enteropati Akibat Obat Anti Inflamasi Non Steroit (OAINS). Jurnal

Penyakit Dalam Indonesia, 2, 190-197.

Marliyana, & Suharti, S. (2021). Penyuluhan Kesehatan Tentang Penyakit

Gastritis Pada Remaja. JOURNAL OF Public Health Concerns, 1, 16-24.

Megawati , A., & Nosi, H. H. (2014). Beberapa Faktor yang Berhubungan

Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien yang di Rawat di RSUD Labuang

Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 4, 709-715.

Mulat, T. C. (2016). Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap

Penyakit Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Barombong Kota

Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 1, 884-891.

14
Nadirahsyahla, S., & Paizer, D. (2019). Penerapan Terapi Tehnik Relaksasi Nafas

Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Pada Gastritis. Jurnal Kesehatan, 8, 35-

42.

Novitayanti, E. (2020). Identifikasi Kejadian Gastritis Pada Siswa SMU

Muhammadiyah 3 Masaran. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika

Kesehatan, 10, 18-22.

Rifzian , M. R. (2021). Efek Protektif Ekstrak Daun Alpukat (Persea Americana

Mill.) Terhadap Gastritis yang di Induksi Oleh Aspirin. Jurnal Medika

Utama, 03, 1480-1487.

Rondonuwu , A. A., Wullur, A., & Lolo, W. A. (2014). Kajian Penatalaksanaan

Terapi Pada Pasien Gatritis di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof Dr. R. D.

Kandou Manado Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi, 3, 303-309.

Rujiantie , F., Richard, S. D., & Sulistyarini, T. (2018). Pengetahuan Pasien

Tentang Faktor Penyebab Gastritis. JURNAL STIKES(11), 1-12.

Sholihah, N. A., Oetari, & Sunarti. (2019). Efektivitas Biaya Penggunaan

Omeprazole dan Ranitidiin Pada Pasien Gastritis. Jurnal Kesehatan,

Kebidanan, dan Keperawatan, 12, 86-96.

Siregar, I. S. (2016). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Gastritis di

RS Umum Bangkatan Binjai Tahun 2016. Jurnal Riset Hesti Medan, 1,

105-109.

Sitompul, R., & Wulandari, I. S. (2021). Hubungan Tingkat Kecemasan dan Pola

Makan Terhadap Kejadian Gastritis Pada Mahasiswa Profesi Ners

15
Universitas Advent Indonesia. Community of Publishing in Nurshing, 9,

258-265.

Suryono, & Meilani , R. D. (2016). Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis Tentang

Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Jurnal AKP, 7, 34-39.

Tandi, J. (2017). Tinjauan Pola Pengobatan Gastritis Pada Pasien Rawat Inap

RSUD Luwuk. Jurnal Ilmiah Farmasi, 6, 355-363.

Umaroh, V., & Sulistyanto, B. A. (2021). Pengaruh Terapi Guided Imagery

Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Gastritis. Prosiding Seminar

Nasional Kesehatan, 1, 1071-1078.

Widayat , W., Ghassani, I. K., & Rijai, L. (2018). Profil Pengobatan dan DRP'S

Pada Pasien Gangguan Lambung (Dyspepsia, Gastritis,Peptic Ulcer) di

RSUD Samarinda. Jurnal Sains dan Kesehatan, 1, 539-547.

16

Anda mungkin juga menyukai