Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN MASYARAKAT MARITIM

PADA PENGELOLAAN CRISIS CENTER

Dosen :
Muh. Jasmin, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK VI :
KHUSNUL KHATIMAH NIM P222069
UMMU AIMAN NIM P222063
YANA NIM P222064
YUNISRAH NIM P222066
TITI AYU LESTARI NIM P222061
YULIANA NIM P222065
RIRIN NOVIANA NIM P222070
MUH HARUN FAISAL NIM P122037
EKA KRISTINA NINGSIH S. NIM P222068
RISKA NIM P222051
YUNITA NIM P222067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA KESEHATAN


PRODI S1 KEPERAWATAN
MATA KULIAH KEPERAWATAN MARITIM
KELAS NON REGULER
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Masyarakat Maritim

pada Pengelolaan Crisis Center” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk

maupun pedoman yang bermanfaat bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini

membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga

kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat

lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman

yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, saya harapkan kepada para

pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Penyusun,

Kendari, 16 Januari 2023

i
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1


A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 4


A. Definisi .................................................................................................................. 4
B. Frekuensi Kejadian ............................................................................................. 4
C. Kejadian Krisis ..................................................................................................... 6
D. Peran Crisis Center ............................................................................................. 7
E. Tahap dalam Penanggulangan Bencana ........................................................... 7
F. Aspek Kemaritiman ............................................................................................ 9
G. Masalah yang sering dihadapi ......................................................................... 10
H. Disaster Counseling ........................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................... 13


A. Pengkajian ......................................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 17
C. Intervensi Keperawatan .................................................................................... 17
D. Planning Of Action (POA) ................................................................................ 20
E. Implementasi Keperawatan ............................................................................. 20
F. Evaluasi Keperawatan ...................................................................................... 23

ii
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 24
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 24
B. Saran ..................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tidak terduga, artinya
organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul krisis yang dapat
mengancam keberada-anya. Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat
agar organisasi dapat berjalan normal kembali setelah itu. Untuk itu Holsti
melihat krisis sebagai “situations characterized by surprise, high threat to
important values, and a short decision time”. Krisis membawa keterkejutan dan
sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang
singkat untuk mengambil keputusan (Khadimul Ummah, 2017).
Krisis diasosiasikan dengan kerusakan yang berskala luas terhadap
kehidupan manusia, lingkungan alam dan institusi social dan politik. Krisis juga
merupakan “a disruption that physically affects a system as a whole and threaten
its basic assumptions, its subjective sense of self, its exixtential core”. Krisis
biasanya memiliki tiga dampak, yaitu pertama ancaman terhadap legitimasi
organisasi, adanya perlawanan terhadap misi organisasi, dan ketiga,
terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi.
Sedangkan membicarakan aspek penanggulangan bencana dari perspektif
ilmu sosial akan lebih mengarah pada pola behavioralisme seseorang dalam
mempersepsikan suatu bencana (Evita Riskiyya, 2016).
Cara pandang ini setidaknya menjadi penting untuk melihat dampak
bencana terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan. Penekanan terhadap aspek
sosial terhadap skema penanggulangan bencana sendiri dikarenakan adanya
perubahan paradigma ilmu bencana. Bencana kini bukan lagi dianggap sebagai
fenomena yang sporadis, namun sebisa mungkin bencana tersebut dikelola dan
direduksi. Oleh karena itulah, bencana bukan lagi dianggap sebagai hazard yang
menempatkan bencana sebagai sesuatu yang absurd untuk dikelola (Musiana,

1
2018). Akan tetapi, bagaimana kemudian kita menempatkan unsur keselamatan
(safety) dalam bencana tersebut.
Munculnya gagasan “kerentanan” (vulnerability) adalah untuk
mengakomodasi pranata mau-pun unit sosial sebagai bagian dari kajian bencana.
Khususnya terhadap eksistensi peradaban dan kehidupan manusia yang berada di
dunia. Bencana berikut faktor pemicu maupun implikasinya ter-hadap kehidupan
manusia perlu untuk direduksi maupun terdeteksi sedini mungkin, sehingga dari
situlah kemudian menciptakan skema manajemen bencana . Adapun penggunaan
istilah perspektif “cultural theory” yang digunakan dalam tulisan ini adalah
suatu cara bagaimana dan mengapa indi-vidu memberikan penilaian terhadap
bencana begitu juga potensi kerusakan yang ditimbulkannya. Hal ini terkait
dengan upaya pemenuhan hak keadilan sosial kepada masyarakat untuk
mengetahui informasi kebencanaan secara akurat dan mendetail (Musiana,
2018).
Pemenuhan hak tersebut menjadi penting utamanya dalam
mengkonstruksikan bencana tersebut karena isu penanggulangan bencana sendiri
tidak terlepas dari tiga premis utama yaknikekuasaan (power), keadilan (justice),
dan legitimasi kekuasaan (legitimacy) (Khadimul Ummah, 2017). Relasi
kekuasaan terhadap penanggulangan bencana adalah melihat bagaimana respons
negara dalam menanggu-langi dampak destruktif bencana baik dari segi sosial
maupun ekologis dan konstruksi informasi publik yang dihadirkan negara
terhadap bencana dan dampaknya kepada masyarakat. Isu keadi-lan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan sosial bagi masyarakat dan legitimasi sendiri
terkait dengan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam
menanggulangi bencana. Ketiga hal tersebut dikristalkan dalam bentuk
pemahaman risk regulatory regime yakni karakteristik rezim suatu negara dalam
menanggulangi bencana (Evita Riskiyya, 2016).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Crisis Center ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan maritim dalam pengelolaan Crisis Center?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari Crisis Center.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan maritim dalam pengelolaan Crisis
Center.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi mahasiswa, makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan reverensi untuk
materi pengelolaan crisis center pada wilayah maritim.
2. Bagi masyarakat, makalah ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat,
mengenai pengelolaan crisis center.
3. Bagi Ilmu pengetahuan keperawatan, makalah ini dapat dijadikan sebagai
update referensi mengenai pengelolaan crisis center pada wilayah maritim.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Krisis kesehatan adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam
kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan
berpotensi bencana (Safitri, 2018). Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan tampak psikologis.
Bencana tentu menimbulkan krisis dalam aspek komunikasi hingga
kebutuhan. Lembaga-lembaga bencana yang tersedia di setiap daerah berfungsi
mengulurkan tangan apabila krisis itu terjadi. Baik memberikan informasi
sebelum bencana melanda sebagai bentuk kesiapsiagaan, memberikan
pertolongan tertama pada saat bencana, hingga memenuhi kebutuhan masyarakat
korban bencana pasca bencana alam (Musiana, 2018).
Bencana alam adalah bencana yang di akibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi dan wabah penyakit (Evita Riskiyya, 2016).

B. Frekuensi Kejadian
Selama tahun 2016, terdapat 661 kejadian krisis kesehatan.Jumlah total
korban krisis kesehatan sebanyak 351.957 jiwa dengan rincian jumlah seluruh
korban meninggalsebanyak 817 jiwa, luka berat/rawat inap sebanyak 4.045, luka
ringan/rawat jalan sebanyak 60.718 dan pengungsi sebanyak

4
286.377.Berdasarkan data Sistem Informasi Pusat Krisis Kesehatan (SIPKK),
frekuensi kejadian krisis kesehatan pada tahun 2016 sebanyak 661 kejadian yang
tersebbardi 34 provinsi.

Gambar 1. Peta Frekuensi Kejadian Krisis Kesehatan Tahun 2016.

Frekuensi kejadian krisis kesehatan tertinggi (>30 kali) berada di 5


provinsi, yaitu Jawa Barat (130 kejadian), Jawa Timur (95 kejadian), Jawa
Tengah (85 kejadian), DKI Jakarta (44 kejadian) dan Sumatera Barat (40
kejadian). Berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRB) Provinsi tahun 2013,
kelima provinsi tersebut memiliki IRB dengan kategori tertinggi-sedang, dengan
masing-masing skor yaitu Jawa Barat:166 (Tinggi), Jawa Timur:171 (Tinggi),
Jawa Tengah: 158 (Tinggi), DKI Jakarta: 103 (Sedang) dan Sumatera Barat: 153
(Tinggi) (Musiana, 2018).
Frekuensi Kejadian krisis kesehatan tahun 2016 masih di dominasi oleh
bencana alam sebanyak 400 kejadian (60%). Sedangkan frekuensi bencana non
alam sebanyak 237 Kejadian (36%) dan benca social sebanyak (4%) (Musiana,
2018).

5
Gambar 2. Frekuensi Kejadian Krisis Kesehatan tahun 2016.

C. Kejadian Krisis
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya krisis pada
seseorang. Krisis dapat terjadi pada individu apabila mengalami beberapa hal
berikut ini:, bencana alam, seperti gempa, badai, banjir, gunung meletus, dan
badai tsunami, Kecelakaan, seperti kebakaran, tabrakan, tenggelam dalam air,
jatuh dari tempat tinggi, tertusuk pisau, dan tertembak, Penyakit yang menimpa
manusia seperti stroke, asma, kanker, operasi, sakit kaki, dan tidak berfungsinya
bahagian tubuh, Emosi yang terganggu, Hubungan sosial seperti hubungan yang
tidak berfungsi, putus hubungan, perceraian, perselingkuhan, pemutusan
hubungan kerja. Individu yang mengalami krisis atau bencana alam memiliki
respon yang berbeda-beda walaupun mengalami suatu kejadian atau peristiwa
yang sama (Safitri, 2018).
Krisis memiliki tingkat bahaya dan nilai antara lain yaitu, menaikkan
tingkat stres, orang yang mengalami krisis seringkali merasa tertekan
perasaannya dengan peristiwa yang terjadi, menghendaki tanggapan segera
mungkin untuk meminimalkannya, keadaan krisis memerlukan penanganan yang
cepat dan tepat sehingga dapat dihilangkan dan dikurangi tekanannya, merusak
emosi dan aspek psikologis lainnya, seperti: mengganggu perasaan, persepsi,
motivasi, sikap dan cara berpikir. Selain itu, American Counseling Association

6
memaparkan respon atau sikap negatif yang sering ditampilkan oleh individu
yang mengalami krisis atau bencana alam, yaitu kesulitan tidur, merasa sedih dan
tertekan, merasa marah, merasa tidak berdaya, sakit kepala, pusing, mati rasa,
merasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri, ingin menyakiti orang lain,
dan menyakiti diri sendiri.

D. Peran Crisis Center


Peran crisis center bagi korban bencana alam, orang yang mengalami
peristiwa traumatis mengalami berbagai gejolak jiwa. Dalam situasi seperti itu
mereka mengharapkan pelayanan kesehatan maupun dukungan emosional
{emotionalsupport) dariorang lain, keluarga, kawan-kawan dekat, dan relawan
(orangorang yang memiliki kerelaan membantu mereka) akan menghadirkan
dukungan emosional. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat telah mendirikan
berbagai crisis center (Safitri, 2018).
Kehadiran crisiscenterakan memiliki manfaatyang signifikan bagi korban
bencana. Pusat krisis ini dimaksudkan untuk memberikan pertolongan fisik,
psikologi, dan spiritual, yang bersifat segera bagi korban gempa,karenanya, perlu
melibatkan dokter dan perawat, psikolog dan psikiater, serta ustadz dan kyai,
atau pastor dan pendeta. Di harapkan pusat ini juga memberi psikoterapi bagi
mereka yang mengalami tekanan berat (Safitri, 2018).

E. Tahap dalam Penanggulangan Bencana


1. Tahap pencegahan
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak
buruk dari bencana alam. Beberapa kegiatan pada tahap ini adalah:
penyadaran masyarakat pentingnya reboisasi dan pentingnya pemahaman
bahaya penebangan hutan secara liar; juga soal pemahaman tekstur tanah,
khususnya keterkaitan dengan jenis tanaman (Khadimul Ummah, 2017).

7
2. Tahap tanggap darurat
Pada tahap tanggap darurat, hal paling pokok yang sebaiknya
dilaku-kan adalah penyelamatan korban bencana alam. Inilah sasaran utama
dari tahapan tanggap darurat. Selain itu, tahaptanggap darurat bertujuan
membantu masyarakat yang terkena ben-cana alam langsung untuk segera
dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Para ko-rban juga perlu
dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan ditampung di tempat
penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan pula
pengaturan dan pemba-gian logistik atau bahan makanan yang cepat dan
tepat sasaran kepada seluruh korban bencana alam (Khadimul Ummah,
2017).
Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini meliputi kegiatan: -
penanganan korban bencana alam termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka. -penanganan pengungsi, -pemberian
bantuan darurat, -pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih, -penyiapan
penampungan sementara, -pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum
sementara serta memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu
memberikan pelayanan yang memadai untuk para korban (Khadimul
Ummah, 2017).

3. Tahap Rehabilitasi
Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah perbaikan fisik
dan non fisik serta pemberdayaan dan pengembalian harkat korban. Tahap ini
bertujuan mengem-balikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap
darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan seko-lah,
infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang
sangat diperlu-kan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi adalah untuk
memperbaiki pelayanan masyarakat atau publik sampai pada tingkat yang

8
memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini juga diupayakan Penerapan
Manajemen Krisis dalam Pengelolaan Bencana Longsor penyelesaian
berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek kejiwaan/psikologis
melalui penanganan trauma korban bencana alam (Khadimul Ummah, 2017).

4. Tahap Rekonstruksi
Upaya yang dilakukan pada tahap rekonstruksi adalah pembangunan
kembali sarana, prasarana serta fasilitas umum yang rusak dengan tujuan
agar kehidupan ma-syarakat kembali berjalan normal. Biasanya melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lem-baga swadaya masyarakat, dan dunia
usaha. Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali masyarakat
dan kawasan. Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin juga melibat-kan
masyarakat dalam setiap proses (Khadimul Ummah, 2017).

F. Aspek Kemaritiman
Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah dalam hal gelar Hari
Nusantara membuat paket wisata kemaritiman terpadu dengan tujuan
pengembangan kepariwisataan nasional yang menitikberatkan pada destinasi
laut, pantai, dan pulau kecil. Dengan panjang pantai 99.093 kilometer (data
mutakhir Badan Informasi Geospasial), dan dengan potensi sumber daya
kelautan sebesar 3000 triliun rupiah per tahun yang belum tergarap secara
maksimal, NKRI memang berpeluang menjadi poros maritim dunia. Oleh karena
itu, paket tersebut tentu membutuhkan kapal pesiar untuk berkeliling Nusantara
yang ditunjang oleh perahu-perahu tradisional.
NKRI sebagai negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan
dan menjaga lautnya, karena memiliki sumber kehidupan, perdagangan, dan
kekuatan laut. Dengan demikian, jika kemudian masih ada pernyataan di luar
sana yang meragukan kemampuan NKRI sebagai poros maritim dunia, seraya
menggarisbawahi NKRI belum memiliki strategi maritim dalam bentuk ocean

9
policy, pernyataan ini secara perlokutif mengindikasikan bahwa penuturnya,
selain belum mampu memahami makna kontrak politik Hobes, juga
mempertegas masih kehilangan budaya bahari. Sebagai fokus NKRI abad ke-21,
visi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah diejawantahkan melalui lima
pilar pendukungnya, sebagaimana telah dikaji di atas.

G. Masalah yang sering dihadapi


Pada umumnya masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi korban
bencana alam lebihmenitikberatkan pada aspek fisik, yaitu: bantuan pengobatan,
sandang, pangan dan papan. Namun pada aspek psikis seperti, kejiwaan, metal,
psikologis yang mengarah pada gangguan stres pasca bencana alam yang
menyebabkan trauma mendalam kurang mendapat perhatian. Stres karena trauma
akibat bencana alam yang dialami oleh korban dapat menyebabkangangguan
jiwa seperti: kecemasan, depresi, psikosis, bahkan korban dapat melakukan
tindakan bunuh diri.
Para korban bencana yang berada di pengungsian terkadang mengalami
suasana yang mencekam dan rasa cemas yang tinggi dan berada pada kondisi
krisis. Kondisi tersebut membuat mereka mengalami gangguan emosional,
kognitif dan tingkah laku yang dapat merugikan dirinya sendiri, bahkan sangat
sensitif dari segi pikiran dan perasaan, kehilangan semangat, keceriaan,
kepercayaan terhadap lingkungan sosial, bahkan mejadi individu yang tidak
beriman kepada Allah.Korban bencana seringkali secara psikologis terjangkit
gangguan stres pasca trauma/bencana yang pada umumnya dalam dunia
kesehatan disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Bencana alam merupakan ujian/cobaan yang diberikan kepada seseorang
agar merekadapat mengambil hikmah dari setiap kejadian yang ada. Tetapi, tidak
semua korban bencana alam yang dapat menyikapi dengan bijaksana bahkan
sebagian besar mengalami gangguan psikis (stres atau trauma) yang
menjadikannya sebagai individu yang tidak beriman, menyalahkan Allah atas

10
terjadinya bencana tersebut. Oleh karena itu, korban bencana alam memerlukan
suatu bantuan khusus dari profesi yang khusus pula (individu/sekelompok
individu) yaitu salah satunya bantuan melalui pelayanan konseling untuk
menangani aspek psikis korban bencana alam sehingga para korban, baik orang
dewasa maupun anak-anak tidak mengalami trauma, rasa sakit karena tekanan
yang dirasakan akibat kehilangan anggota keluarga (orangtua, anak, dan saudara)
bahkan harta benda, dapat berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
kehidupan sehari-harinya dapat efektif kembali.

H. Disaster Counseling
Counseling (konseling) adalah upaya bantuan yang diberikan seorang
pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang
membutuhkanya agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal,
mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang selalu berubah.
Disaster counseling(konseling bencana) adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk membantu korban bencana alam untuk mengurangi dan
menghilangkan gangguan psikologis yang dialami akibat bencana dan
mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan keadaan setelah bencana. Menurut Ikatan Konselor Indonesia
(IKI), pelayanan konseling untuk korban yang selamat dari bencana alam
bertujuan untuk: Memberikan pelayanan konseling kepada para korban selamat
yang mengalami krisis, trauma, atau gangguan psikologis akut akibat bencana
alam, membantu pemulihan kondisi mental psikologis akut para korba bencana
alam sehingga dapat beraktivitas kembali secara normal (IKI, 2017) (Safitri,
2018).
Konselor memiliki peran penting dalam pemulihan kondisi psikologis,
krisis, trauma yang dialami oleh para korban yang selamat dari bencana alam.
Adapun peran konselor terhadap korban yang selamat dari bencana alam yaitu

11
dengan memberikan pelayanan koseling bencana, konseling krisis atau konseling
trauma (trauma healing) baik melalui format individu, kelompok, klasikal,
maupun lapangan. Beberapa materi yang dapat diberikan kepada korban yang
selamat dari bencana alam yaitu pengembangan hubungan sosio-emosional, Play
therapy, Self report and sharing, informasi tentang gempa, penenangan (relaksasi
dan disensitisasi), Spritual Emotional Freedom technique (SEFT), dan
pendalaman melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling.
Ada banyak pendekatan dan teknik yang dapat digunakan untuk
membantu korban bencana alam yang mengalami trauma. Oleh karena itu,
konselor dituntut untuk cermat dalam memilih dan menggunakan pendekatan,
teknik, dan format layanan yang sesuai dengan kondisi tauma yang dialami oleh
korban bencana alam (Evita Riskiyya, 2016).

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Gambar Lokasi Pengkajian

Gambar 3. Lokasi Kejadian.

Kelurahan Meluhu merupakan kelurahan yang terletak di Kecamatan


Meluhu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Luas kecamatan meluhu
adalah 20703 Ha, dan kelurahan meluhu seluas 2880 Ha dengan setiap
arahnya memiliki batasan. Di sebelah utara berbatasan dengan desa
kabupaten konawe utara, sebelah timur berbatasan dengan desa larowiu,
sebelah selatan berbatasan dengan desa lahambuti, sebelah barat berbatasan
dengan desa lamelai. Lokasi pengakjian yang digunakan adalah RW 01, Rt
01.

2. Data Demografis
Berdasarkan data administrasi pemerintah kelurahan meluhu tahun
2019 , keadaan demografi kelurahan meluhu dengan kondisi geografis
kelurahan jarak dari pemerintahan kecamatan >8 km dengan luas tanah
kelurahan yang terbagi dari 8 RT dan 10 dusun, yaitu 5,01 km. RT 01
merupakan suatu wilayah di kelurahan meluhu, Kecamatan Meluhu yang
letaknya di wilayah Kabupaten Konawe.

13
Batas wilayah RT 01:
1) Utara : konawe utara
2) Barat : Desa Lamelai
3) Timur : Rw 02
4) Selatan : Desa lahambuti
Kondisi geografis RT 01 merupakan wilayah dataran rendah dengan
curah hujan RT 01 tergolong sedang dan luas wilayah ± 2,7 Ha. Selanjutnya
data administrasi untuk kelurahan meluhu khususnya RT01 dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 27,dan jumlah kepemilikan rumah 27.

3. Data Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada masyarakat
kelurahan Meluhu khususnya RT 01 menggunakan metode kuisioner
berdasarkan prevalensinya data yang didapatkan oleh peneliti setelah
bencana banjir, sebanyak 2 rumah rusakan parah, 13 kerusakan ringan dan 7
lainnya dalam keadaan baik. Tidak ada korban nyawa dalam bencana.
Masyarakat sebagian mengngsikan barang-barang yang masih sempat
diselamatkan keposko-posko darurat karena merasa hawatir benca banjir
terjadi secara tiba-tiba. Ada juga beberapa penduduk yang meninggalkan
pemukiman kerumah kerabat terdekat yang aman dari bencana banji untuk
sementara waktu karena merasa hawatir dengan bencana alam yang terjadi.
Dari 27 kepala keluarga, sebanyak 7 keluarga memilih meninggalkan
lokasi bencana denga alasan hawatir akan bencana yang terjadi lagi secara
tiba-tiba.

4. Hasil Windshield Survey


1) Perumahan dan lingkungan (daerah)

14
a) Bangunan
Mayoritas bangunan rumah yang hancur adalah rumah non
permanen dan rumah semi permanen. Sedangkan 7 rumah yang
selamat adalah bangunan permanen.
b) Sumber air
Masyarakat menggunakan air hujan yang ditampung untuk
keperluan memasak, mencuci, makanan, perabot rumah tangga dan
air minum. Sedangkan untuk mandi masyarakat hanya kesungai yang
airnya mulai dangkal dan dirasa aman dari risiko tenggelam. Sumber
air yang sebelumnya berasal dari air gunung langsung mengalami
putus aliran akibat kerusakan sumbatan rumput akibat hujan deras
selama musibah banjir.

2) Pembuangan limbah
Tempat BAB/BAK, sebanyak 15 rumah melakukannya disungai
dan 10 rumah menggunakan jamban. Sedangkan untuk pembungan
sampah rumah tangga dan lain-lain, masyarakat yang membuang ke
sungai sebanyak 10 rumah, 8 rumah membuang kebelakang rumah dan
galian yang dibuat sendiri sebanyak 7 rumah.

3) Kondisi kesehatan
Setelah mengalami bencana banjir, masalah kesehatan yang
dihadapi berupa gangguan psikologis seperti stress trauma, berduka serta
gangguan kecemasan.

15
5. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah
Data Subjektif : Kehilangan Berduka
Menurut pak RT yang
membantu dalam
mengumpulkan data
dimasyarakat RT 01,
didapatkan data bahwa
masyarakat banyak yang
mengalami kerugian
akibat banjir, serta
banyak masyarakat
merasa sedih dengan
bencaana banjir ini

Data Objektif:
Data yang didapatkan
setelah bencana banjir,
sebanyak 2 rumah rusak
parah, 13 kerusakan
ringan dan 7 lainnnya
dalam keadaan baik.
Data Subjektif : Krisis Situasional Ansietas
Setelah mengalami
bencana banjir, masalah
kesehatan yang dihadapi
berupa gangguan
psikologis seperti stress

16
trauma, berduka serta
gangguan kecemasan

Data Objektif :
Dari 27 kepala keluarga,
sebanyak 7 keluarga
memilih meninggalkan
lokasi bencana denga
alasan hawatir akan
bencana yang terjadi
lagi secara tiba-tiba.

B. Diagnosa Keperawatan
Data yang terkumpul dan dianalisis, kemudian didaptkan diagnosa
keperawatan, sebagai berikut :
1. D.0081 (Berduka berhubungan dengan kehilangan)
2. D.0082 (Ansietas berhubungan dengan krisis situasional)
(PPNI, 2017)

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Luaran Intervensi


1. Berduka Prevensi Primer Prevensi Primer
berhubungan Tingkat Berduka Dukungan Proses Berduka
dengan kriteria hasil : Tindakan :
kehilangan - Verbalisasi menerima Observasi
kehilangan dari - Identifikasi proses
menurun menjadi berduka yang dialami
meningkat Terapeutik
- Verbalisasi perasaan - Fasilitasi
sedih dari meningkat mengekspresikan
menjadi menurun perasaan dengan cara
yang nyaman
Edukasi
- Anjurkan

17
mengekspersikan
perasaan tentang
kehilangan
- Ajarkan melewati proses
berduka secara bertahap
Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder
Dukungan Sosial Dukungan Kelompok
kriteria hasil : Tindakan :
- Kemampuan Observasi :
meminta bantuan - Identifikasi kelompok
kepada orang lain memiliki masalah yang
dari menurun sama
menjadi meningkat Terapeutik :
- Bentuk kelompok
dengan pengalaman dan
masalah yang sama
Edukasi :
- Anjurkan kelompok
untuk menuntaskan
ketidak puasan ,
keluhan, kirtik dalam
kelompok dengan cara
santun
Prevensi Tertier Prevensi Tertier
Harapan Konseling
kriteria hasil : Tindakan :
- Keterlibatan dalam Terapeutik :
aktivitas perawatan - Tetapkan tujuan dan
dari menurun lama hubungan
menjadi meningkat konseling
- Berikan penguatan
dalam keterampilan baru
- Anjurkan untuk
menunda pengambilan
keputusan saat stres
2. Ansietas Prevensi Primer Prevensi Primer
berhubungan Tingkat Ansietas Terapi Relaksasi
dengan krisis kriteria hasil : Tindakan :
situasional - Verbalisasi khawatir Observasi :
akibat kondisi yang - Identifikasi
dihadapi dari ketidakmampuan
meningkat menjadi berkonsetrasi

18
menurun
Terapeutik :
- Berikan informasi
tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik
relaksasi
Edukasi :
- Anjurkan mengambil
posisi nyaman
Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder
Kontrol diri Reduksi Ansietas :
kriteria hasil : Tindakan :
- Alam perasaan Observasi :
depresi dari - Identifikasi kemampuan
meningkat menjadi mengambil keputusan
menurun Terapeutik :
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi :
- Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien
- Latih teknik relaksasi
Prevensi Tertier Prevensi Tertier
Dukungan Sosial Konseling
kriteria hasil : Tindakan :
- Kekmampuan Observasi :
meminta bantuan - Identifikasi kemampuan
kepad orang lain dari dan beri penguatan
menurun menjadi Terapeutik :
meningkat - Tetapkan tujuan dan
lama hubungan
konseling
Edukasi :
- Anjurkan
mengekspresikan
prasaan

19
D. Planning Of Action (POA)

Sasaran
Kegiata

Pelaksa
Tujuan

tempat
Waktu

naan

dana

PJ
No Diagnosa

n
1. Berduka Mengura Lomba Anak- Senin, Balai - Kepala
ngi stres makan anak 16 keluraha lurah dan
kerupu dari RT Januari n mahasiswa
k 01 2023
kelurah
an
meluhu

E. Implementasi Keperawatan
Respon Komunitas
Implementasi

Penghambat
Pendukung
Formatif
Evaluasi
dan jam
Tanggal

Faktor

Faktor

Nama
TTD
No. Diagnosa

1. Berduka Senin Prevensi Primer Satu S: - Kemampuan - penyesu


orang
berhubun , 16 - Mengidentifi kader dari data mahasiswa aian
gan Janua kasi proses yang yang baik budaya
dengan ri berduka yang didapatkan dalam perawat
kehilanga 2023 dialami dari ketua menjalankan dengan
n - Memfasilitasi RT 01, asuhan budaya
mengekspresi masyarakat keperawatan lokasi
kan perasaan saling - Respon pengkaji
dengan cara mendukung masyarakat an
yang nyaman satu sama yang baik - pendataa
- Menganjurka lain dalam n
n bekerja masyara
mengespresik O: sama kat yang
an perasaan Dari hasil menerapkan tidak
dengan benar Observasi asuhan akurat
- Menganjarka masyarakat keperawatan akibat
n proses mulai - Pemerintah masyara
berduka membiasaka yang kat

20
secara n diri mendukung sebagian
bertahap dengan program memilih
Prevensi kejadian asuhan untuk
sekunder bencana keperawatan menungs
- Mengidentifi i ke kota
kasi lain
kelompok
memiliki
masalah yang
sama
- Membentuk
kelompok
dengan
pengalaman
dan masalah
yang sama.
- Menganjurka
n kelompok
untuk
menuntaskan
ketidak
puasan ,
keluhan,
kirtik dalam
kelompok
dengan cara
santun
Prevensi tertier
- Menetapkan
tujuan dan
lama
hubungan
konseling
- Memberikan
penguatan
dalam
keterampilan
baru
- Menganjurka
n untuk
menunda
mengambil

21
keputusan
saat strees
2. Ansietas Senin Prevensi Primer Satu S: - Kemampuan
orang
berhubun , 16 - Mengidentifi kader dari data mahasiswa
gan Janua kasi yang yang baik
dengan ri ketidakmamp didapatkan dalam
krisis 2023 uan dari ketua menjalankan
situasion berkonsetrasi RT 01, asuhan
al - Memberikan masyarakat keperawatan
informasi saling - Respon
tertulis mendukung masyarakat
tentang satu sama yang baik
prosedur dan lain dalam
kesiapan bekerja
prosedur O: sama
teknok Dari hasil menerapkan
relaksasi Observasi asuhan
- Menganjurka masyarakat keperawatan
n mengambil mulai - Pemerintah
posisi membiasaka yang
nyaman n diri mendukung
Prevensi dengan program
sekundee kejadian asuhan
- Mengidentifi bencana keperawatan
kasi
kemampuan
mengambil
keputusan
- Menggunaka
n pendekatan
yang tenang
dan
meyakinkan
- Menganjurka
n keluarga
untuk tetap
bersama
klien
- Melatih
teknik
relaksasi

22
Prevensi tertier
- Mengidentifi
kasi
kemampuan
dan beri
penguatan
- Menetapkan
tujuan dan
lama
konseling
- Menganjurka
n
mengekspresi
perasaan

F. Evaluasi Keperawatan
1. Relevansi : intervensi ini mendukung program pemerintah mengenai
bencana yang tertuang dalam peraturan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
2. Efisiensi : kegiatan ini dapat dilakasanakan bersamaan dengan bakti sosial
yang sering dilaksanakan pada jumat bersih.
3. Efektifitas : tujuan dari intervensi yang diberikan tercapai yaitu: Verbalisasi
menerima kehilangan, kemampuan meminta dukungan pada orang lain serta
keterlibatan dalam aktivitas perawatan.
4. Hasil : masyarakat mulai menerima keadaan setelah bencana banjir
5. Dampak : masyarakat dapat menerima keadaan yang terjadi serta tidak
berputus asa untuk menata kembali aktifitas yang sering dilakukan sebelum
bencana banjir terjadi, masyarakat juga mampu mengembangkan
kemampuan dalam menghadapi bencana alam yang terjadi.
6. Keberlanjutan : program ini akan dilanjukkan oleh pemerintah utamanya
pada karang taruna dan kader-kader dipuskesmas.

23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Krisis kesehatan adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam
kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan
berpotensi bencana. Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat agar
organisasi dapat berjalan normal kembali setelah itu. Sedangkan membicarakan
aspek penanggulangan bencana dari perspektif ilmu sosial akan lebih mengarah
pada pola behavioralisme seseorang dalam mempersepsikan suatu bencana.
Cara pandang ini setidaknya menjadi penting untuk melihat dampak
bencana terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan. Penekanan terhadap aspek
sosial terhadap skema penanggulangan bencana sendiri dikarenakan adanya
perubahan paradigma ilmu bencana. Bencana kini bukan lagi dianggap sebagai
fenomena yang sporadis, namun sebisa mungkin bencana tersebut dikelola dan
direduksi. Oleh karena itulah, bencana bukan lagi dianggap sebagai hazard yang
menempatkan bencana sebagai sesuatu yang absurd untuk dikelola. Akan tetapi,
bagaimana kemudian kita menempatkan unsur keselamatan (safety) dalam
bencana tersebut. Akibat dari bencana dikawasan maritim menyebabkan korban
jiwa, kerugian, luka, serta stres. Dalam hal ini, pada pengelolaan crisis center
dikawasan maritim, maka dapat dilakukan asuhan keperawatan maritim agar
dapat mencegah bertambahnya korban.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami harapkan dapat membantu pembaca
dalam memahami mengenai Asuhan Keperawatan Masyarakat Maritim pada
Pengelolaan Crisis Center.

24
DAFTAR PUSTAKA

Evita Riskiyya. (2016). Upaya Mengurangi Risiko Bencana (Mitigasi Bencana).


Jurnal Seminar.
Khadimul Ummah. (2017). Penerapan Manajemen Krisis dalam Pengelolaan
Bencana Longsor Banaran, Pulung, Ponorogo.
Musiana. (2018). Studi kualitatif ancaman, kerentanan dan kemampuan mitigasi
bencana masyarakat di pesisir bandar lampung. http://Ejurnal.Poltekkes-
Tjk.Ac.Id/Index.Php/JKEP/Article/View/581.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Safitri. (2018). Crisis and Disaster Counseling : Peran Konselor terhadap Korban
yang selamat dari bencana alam.

25

Anda mungkin juga menyukai