Dosen Pembimbing:
Drs. M. Husen, M.Pd
Fitra Marsela, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 7
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah komunikasi antar pribadi, dengan judul: “Peranan Nilai-
Nilai Konselor Dalam Proses Konseling”. Kami mengucapkan terimakasih kepada
sebesar- besarnya kepada Bapak Drs. M. Husen, M.Pd dan Ibu Fitra Marsela, S.Pd., M.Pd
selaku dosen mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor. tugas yang di berikan
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
1.3. Metode.....................................................................................................................4
3.1. Kesimpulan............................................................................................................14
3.2. Rekomendasi.........................................................................................................14
3.3. Saran......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15
ii
1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN
Memahami nila-nilai pribadi serta asumsinya tentang perilaku manusia dan
mengenali bahwa tiap manusia berbeda.Dalam melaksanakan konseling dengan klien,
konselor harus sadar penuh terhadap nilai-nilai yang dimilikinya. Konselor harus sadar
bahwa dalam melaksanakan konseling, konselor tidak akan bisa lepas dari nilai-nilai
yang dibawa dari lingkungan di mana dia berada, juga nilai-nilai yang sesuai dengan
tugas perkembangannya. Nilai--nilai yang dibawa dari lingkungan di mana dia berasal
adalah nilai- nilai yang tidak akan bisa dilepaskannya, walaupun dia akan
berhubungan dengan klien yang berbeda latar belakangnya.
Menyadari hal tersebut di atas maka konselor sebaiknya juga menyadari bahwa
klien yang dibantunya juga berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
tentunya akan membawa seperangkat nilai- nilai yang berbeda pula. Klien akan
membawa seperangkat nilai-nilai yang berasal di mana klien itu berada dan tentunya
nilai- nilai klien ini tidak dapat dihilangkan begitu saja. Nilai nilai yang dibawa oleh
klien akan menentukan segenap perilaku klien pada saat berhadapan dengan konselor.
Sebagai seseorang yang mengetahui banyak tentang ilmu jiwa atau psikologi, konselor
tentu memahami adanya tugas tugas perkembangan yang harus dijalani oleh klien.
Selain itu, konselor juga harus mengetahui bahwa masing masing tugas perkembangan
yang dijalani oleh masing masing individu itu berbeda beda sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, konselor harus memandang individu
yang ada secara berbeda (individual differences).
1.3. C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Nilai- nilai Konselor dalam Proses Konseling.
3
1.4. D. Manfaat
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi baru, wawasan,
dan pengetahuan yang dapat memperkaya dan memperbanyak ilmu pengetahuan. Dan
diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber referensi dan pengetahuan baru yang
dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai “Peranan Nilai-Nilai Konselor
Dalam Proses Konseling”.
1.5. Metode
Metode yang dibuat dalam makalah ini yaitu dengan mengumpulkan data berbagai
sumber yang kami dapatkan. Baik itu didalam ebook, jurnal ilmiah,artikel, dan buku dan
makalah ini dibuat juga dengan metode blibliografi.
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Nilai
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap
suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku. Sistem nilai dalam
suatuorganisasi adalah tentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Nilai merupakan milik setiap pribadi yang mengatur langkah-
langkahyang seharusnya dilakukan karena merupakan cetusan dari hati nurani yang
dalam dandiperoleh seseorang sejak kecil.
Dari beberapa pengertian tentang nilai yang telah di paparkan diatas secara
sederhana dapat kita pahami bahwa nilai merupakan suatu penentu untuk menentukan
apa yang terbaik untuk individu maupun kelompok, nilai merupakan suatu sifat yang
ada dalam diri seseorang yang dapat dipengaruhi dengan berbagai cara, dan sifatnya
mudah berubah tergantung dengan cara apa yang dilakukan untuk menanamkan nilai
tersebut.
6
BAB III PEMBAHASAN
1. Konselor tidak mempengaruhi pandangan, keyakinan, dan tingkah laku konseli baik
secara langsung maupun tidak langsung
2. Konselor berperan sebagai pihak profesional menyediakan dari untuk membantu
konseli tanpa syarat
3. Pertentangan antar nilai-nilai yang dianut konselor dengan konseli tidak didapat
dilanjutkan, terutama jika menyangkut pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan nilai-nilai dasar kedua belah pihak
7
Nilai-nilai Konselor dalam proses konseling yaitu :
8
6. Memiliki kekuatan untuk mengayomi klien, kemampuan untuk membuat klien
merasa aman yang ditunjukkan dalam hal memiliki batasan yang beralasan dalam
berpikir,
9
dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer,
fleksibel dan menjaga jarak dengan klien (tidak terbawa emosi klien).
7. Kehangatan, merupakan komunikasi yang sering dilakukan secara nonverbal, dengan
tujuan untuk mencairkan kebekuan suasana, berbagi pengalaman emosional dan
memungkinkan klien menjadi peduli pada dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif, ditunjukkan dengan sikap dapat berkomunikasi dengan orang
di luar kalangannya sendiri, memberikan perlakukan kepada klien dengan cara yang
dapat memunculkan respons yang berarti, dan berbagi tanggung jawab secara
seimbang dengan klien.
9. Kesabaran, sikap sabar ditunjukkan dengan kemampuan konselor untuk bertoleransi
pada keadaan yang ambigu, mampu berdampingan secara psikologis dengan klien,
tidak merasa boros waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan disampaikan
pada sesi berikutnya.
10. Kepekaan, memiliki sensitivitas terhadap reaksi dirinya sendiri dalam proses
konseling, dapat mengajukan pertanyaan yang “mengancam” klien secara arif dan
peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya.
11. Kebebasan, sikap konselor yang mampu membedakan antara manipulasi dan edukasi
serta pemahaman perbedaan nilai kebebasan dan menghargai perbedaan.
12. Kesadaran menyeluruh, memiliki pandangan secara menyeluruh dalam hal
menyadari dimensi kepribadian dan kompleksitas keterkaitannya, terbuka terhadap
teori-teori perilaku.
Kualitas pribadi terkait erat dengan perilaku profesional. Perilaku profesional paling
tidak merefleksikan tiga hal, yaitu ; Pertama, perilaku tidak hanya dibatasi pada setting
konseling, tetapi situasi apa saja ketika konselor menampilkan perilakunya. Kedua, yang
dibicarakan adalah konteks yang seharusnya bukan sesuatu yang secara nyata
ditampilkan oleh konselor, Ketiga, siapapun yang mengklain sebagai konselor harus
tunduk pada kode etik konselor. Konselor profesional senantiasa terbentuk secara
ekologis dengan berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai (spiritual, sosial).
Perilaku profesional dilandasai oleh keyakinan dan values yang berpengaruh pada
integritas kepribadian konselor.
1
3.3. Peran Nilai dalam Pengembangan Tujuan-tujuan Konseling
Pemahaman terhadap Keyakinan dan Sistem nilai Klien Dalam proses konseling,
konselor berhak untuk mengintervensi perilaku untuk membantu memfasilitasi
klien menuju ke arah bagaimana seharusnya. Bahwa masalah dan sistem nilai
sebagai kondisi obyektif dari klien, konselor tidak dapat membiarkannya mereka
(klien) dalam situasi itu, namun demikian tindakan yang dapat diterima oleh klien
harus menunjukkan professional conduct yang merupakan perilaku standar yang
seharusnya ditampilkan oleh seorang konselor. Dalam suatu hubungan konseling
akan selalu terlibat unsur-unsur tentang ;
1) Masalah dan sistem nilai klien,
2) Filsafat dan sistem nilai konselor,
3) Tindakan konselor. Interaksi konseling tidak akan terlepas dari kondisi obyektif
klien yang dapat direfleksikan sebagai masalah keyakinan dan sistem nilai yang
dimiliki. Kondisi ini akan memberikan ruang bagi klien untuk menyampaikan
masalahnya dalam kerangka sistem nilai yang dianut (diyakini).
Bagi konselor untuk membangun sistem nilai dilandasi oleh kaidah-kaidah filosofis
dengan memahami kode etik secara profesional. Transferensi konselor yang
menjadi penyebab pada perbedaan sistem nilai, dasar filsafat dan tindakan konselor
adalah ;
Tendensi tersebut sering dijumpai pada proses-proses konseling, sehingga jika tidak
dicermati maka semakin menjauhkan sistem nilai klien dengan konselor dan akan
membawa dampak pada tindakan-tindakan etis konselor.
1
membawa mekanisme dan tanggung jawab pengambilan keputusan yang dilakukan
klien. Dalam memberikan pemahaman kepada klien konselor dituntut untuk dapat
bertindak intuitif, memberikan evaluasi secara kritis dan tidak meninggalkan
prinsip- prinsip etis.
Persolan pertama cukup jelas memberikan warning kepada konselor untuk berpikir
dan bertindak secara etis tentang kedalaman pemahaman aspek-aspek yang
menyangkut hal-hal pribadi dari klien. Jika kondisi ini tidak dikendalikan maka
konselor mempunyai tendensi pada intervensi yang mendalam tetapi tidak
menangkap substansi dari proses awal yang berjalan. Sedangkan pada persoalan
kedua tindakan yang berkaitan dengan konflik moral adalah perlu tidaknya body
contact yang dilakukan oleh konselor kepada klien, misalnya dalam upaya
attending dan warmth. Di sebagian besar negara barat isu tersebut cukup intensif
dilakukan oleh konselor sehingga persoalan etis yang menyangkut sexual contact
memberikan batasan pada hal-hal yang mengarah pada sexual intimacy. Namun
jika persoalan itu diangkat ke dalam budaya timur maka kondisi tersebut cukup
meresahkan dan menimbulkan konflik dengan klien. Standar moralitas budaya
timur tidak cukup untuk merekomendasikan hingga pada sexual contact. Persoalan
ketiga adalah, apakah cukup memadai seorang konselor melakukan konseling,
artinya bagaimana figur konselor yang sebenarnya mampu dikuasai oleh konselor.
Konselor profesional memiliki cara pandang dan mekanisme konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan akademik. Segala tindakan yang dilakukan
konselor dilandasi kaidah dan batasan etis yang akan memberikan jarak-jarak
persoalan etis dalam memfasilitasi pengambilan keputusan yang akan dilakukan
klien. Corey (2006:23) menjelaskan bahwa bagian terpenting dalam konseling
adalah
1
menjadi konselor yang efektif. Konselor yang efektif dapat dicapai dengan
mempelajari bagaimana memperhatikan perbedaan-perbedaan isu dan mampu
mempraktekkan konseling secara tepat dari sudut pandang klien.
Pertentangan nilai antara konselor dengan klien Dalam proses konseling hal penting
yang tidak dapat dipungkiri adalah, antara konselor dengan klien memiliki latar
belakang perbedaan keyakinan dan nilai.
Mengacu pada deskripsi tersebut maka salah satu kemampuan dasar konselor
adalah tidak memberikan nilai/cap tertentu (non-judgmental) karena klien memiliki
keyakinan dan nilai yang tidak sama dengan konselor. David Geldard (2001:351-
357) memberikan batasan tentang pengaruh keyakinan dan nilai konselor kepada
klien adalah :
1
c. Membangun sistem nilai konselor. Konselor yang efektif adalah konselor yang
mampu memahami sudut pandang klien, dengan tidak mengorbankan sistem
nilai yang telah diyakini. Membangun sistem nilai konselor merupakan usaha
untuk lebih memahami konteks pola berpikir dan budaya klien yang menjadi
panduan sitem nilainya.
d. Kebutuhan untuk supervisi oleh teman sejawat. Ketika memiliki perbedaan
sistem nilai dan keyakinan, konselor dapat mendiskusikannya dengan teman
sejawat atau konselor senior untuk memberikan masukan terhadap langkah-
langkah yang telah dilakukan bersama kliennya
1
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Kesimpulan
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan
hubungan konseling sebagai: “ interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat
menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”.
Nilai-nilai Konselor dalam proses konseling yaitu : Intuisi Personal, Kode Etik,
dan Prinsip Etik. Menurut Cavanagh (1982) merekomendasikan 12 kualitas pribadi
atau nilai seorang konselor Ketika proses konseling, yaitu: Pemahaman tentang diri
sendiri, Kompetensi, keadaan psikologis konselor yang baik, dan lainnya.
3.2. Rekomendasi
Makalah ini meberikan manfaat dalam pengembangan karakteristik dan
kemampuan dalam menjadi konselor yang baik dan efektif. Sebagai penulis makalah,
kami merekomendasikan makalah ini untuk dijadikan bahan diskusi dan bahan
belajar untuk mahasiswa bimbingan konseling dan konselor pemula
3.3. Saran
Penulis berharap agar pembaca dan penulis mendapatkan wawasan dan informasi
yang berkaitan dengan materi peranan nilai-nilai konselor dalam proses konseling.
Diharapkan penjelasan dari makalah ini dapat di mengerti dengan mudah.
1
DAFTAR PUSTAKA
AL-IRSYAD: Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Nilai dan Spiritual dalam Bimbingan
Konseling. Web Jurnal : http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/Irsyad.
Volume 2 Nomor 2, Desember 2020
Dra. Tri Hartini, M.Pd., Kons. 2021. Ppt Nilai-Nilai Konselor Dan Peran Nilai Dalam
Proses Konseling. https://www.materikonseling.com/2021/02/ppt-nilai-nilai-
konselor-dan-peran.html. Diakses pada 01 Februari 2023 pukul 11.00 WIB