Anda di halaman 1dari 17

PERANAN NILAI-NILAI KONSELOR DALAM PROSES KONSELING

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengembangan Pribadi Konselor

Dosen Pembimbing:
Drs. M. Husen, M.Pd
Fitra Marsela, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 7

Elsa Widhi Astuti 2006104030034


Nurul Madani 2006104030037
Ulanta Sabilla 2006104030030

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah komunikasi antar pribadi, dengan judul: “Peranan Nilai-
Nilai Konselor Dalam Proses Konseling”. Kami mengucapkan terimakasih kepada
sebesar- besarnya kepada Bapak Drs. M. Husen, M.Pd dan Ibu Fitra Marsela, S.Pd., M.Pd
selaku dosen mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor. tugas yang di berikan
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang ini.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu


penyusunan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna di karenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karea itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membanguan dari dari berbagai pihak.semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh,01 Februari 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3

1.1. Latar Belakang.........................................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................3

1.3. Metode.....................................................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................7

2.1. Nilai- Nilai Konselor dalam Proses Konseling.......................................................7

2.2. Peran dan Proses Konseling....................................................................................8

2.3. Peran Nilai dalam Pengembangan Tujuan-tujuan Konseling................................10

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI..............................................................14

3.1. Kesimpulan............................................................................................................14

3.2. Rekomendasi.........................................................................................................14

3.3. Saran......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

ii
1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN
Memahami nila-nilai pribadi serta asumsinya tentang perilaku manusia dan
mengenali bahwa tiap manusia berbeda.Dalam melaksanakan konseling dengan klien,
konselor harus sadar penuh terhadap nilai-nilai yang dimilikinya. Konselor harus sadar
bahwa dalam melaksanakan konseling, konselor tidak akan bisa lepas dari nilai-nilai
yang dibawa dari lingkungan di mana dia berada, juga nilai-nilai yang sesuai dengan
tugas perkembangannya. Nilai--nilai yang dibawa dari lingkungan di mana dia berasal
adalah nilai- nilai yang tidak akan bisa dilepaskannya, walaupun dia akan
berhubungan dengan klien yang berbeda latar belakangnya.
Menyadari hal tersebut di atas maka konselor sebaiknya juga menyadari bahwa
klien yang dibantunya juga berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
tentunya akan membawa seperangkat nilai- nilai yang berbeda pula. Klien akan
membawa seperangkat nilai-nilai yang berasal di mana klien itu berada dan tentunya
nilai- nilai klien ini tidak dapat dihilangkan begitu saja. Nilai nilai yang dibawa oleh
klien akan menentukan segenap perilaku klien pada saat berhadapan dengan konselor.
Sebagai seseorang yang mengetahui banyak tentang ilmu jiwa atau psikologi, konselor
tentu memahami adanya tugas tugas perkembangan yang harus dijalani oleh klien.
Selain itu, konselor juga harus mengetahui bahwa masing masing tugas perkembangan
yang dijalani oleh masing masing individu itu berbeda beda sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, konselor harus memandang individu
yang ada secara berbeda (individual differences).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian dari Nilai- nilai Konselor dalam Proses Konseling?

2. Bagaimana Peran Nilai dalam Proses Konseling?


3. Bagaimana Peran Nilai dalam Pengembangan Tujuan-tujuan Konseling?

1.3. C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Nilai- nilai Konselor dalam Proses Konseling.

2. Untuk Mengetahui Peran Nilai dalam Proses Konseling.


3. Untuk Mengetahui Peran Nilai dalam Pengembangan Tujuan-tujuan Konseling.

3
1.4. D. Manfaat
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi baru, wawasan,
dan pengetahuan yang dapat memperkaya dan memperbanyak ilmu pengetahuan. Dan
diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber referensi dan pengetahuan baru yang
dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai “Peranan Nilai-Nilai Konselor
Dalam Proses Konseling”.

1.5. Metode
Metode yang dibuat dalam makalah ini yaitu dengan mengumpulkan data berbagai
sumber yang kami dapatkan. Baik itu didalam ebook, jurnal ilmiah,artikel, dan buku dan
makalah ini dibuat juga dengan metode blibliografi.

4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Nilai
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap
suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku. Sistem nilai dalam
suatuorganisasi adalah tentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Nilai merupakan milik setiap pribadi yang mengatur langkah-
langkahyang seharusnya dilakukan karena merupakan cetusan dari hati nurani yang
dalam dandiperoleh seseorang sejak kecil.

Dari beberapa pengertian tentang nilai yang telah di paparkan diatas secara
sederhana dapat kita pahami bahwa nilai merupakan suatu penentu untuk menentukan
apa yang terbaik untuk individu maupun kelompok, nilai merupakan suatu sifat yang
ada dalam diri seseorang yang dapat dipengaruhi dengan berbagai cara, dan sifatnya
mudah berubah tergantung dengan cara apa yang dilakukan untuk menanamkan nilai
tersebut.

2.2. Pengertian Konselor


Konselor adalah orang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling.
Konselor bergerak terutama di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang
industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di
masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan
pendidikan(sering disebut dengan guru BK atau guru Pembimbing).

2.3. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Mengenai bimbingan dan konseling para ahli sudah banyak yang memberikan
defenisi, yang pada hakikatnya semua memiliki kesamaan dan saling mendukung satu
dengan yang lainnya pada pembahasan ini akan di jelaskan beberapa pengertian
bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh para ahli bimbingan dan konseling
diantaranya sebagai berikut.

 Menurut Prayitno bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan dari


seorang ahli yang disebut dengan konselor kepada klien (konseli) baik secara
individu maupun kelompok, anak anak ataupun dewasa dan orang tua dengan tujuan
menjadikan mereka menjalani kehidupan yang berkembang secara mandiri dan
terarah, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
5
 Moh. Surya bahwa bimbingan adalah suatu usaha yang dilakukan secara rutin dan
terus menerus dalam memberikan bantuan secara sistematis kepada orang- orang
yang ingin mengembangkan dirinya secara mandiri untuk mewujudkan kehidupan
yang lebih optimal yang sesuai dengan keadaan lingkungannya.
 Konseling menurut Said dalam Jurnal Hafizh memaparkan, secara terminologi
konseling dapat diartikan sebagai proses pemberian arahan maupun petunjuk bagi
individu ataupun kelompok yang membutuhkan bantuan baik berupa pemikiran,
informasi, orientasi kejiwaan serta pengalaman diri berdasarkan etika dan sesuai
dengan ketentuan- ketentuan yang berlaku yang dapat menjadikan kehidupan klien
lebih baik dari sebelumnya serta menjauhkan klien dari bahaya yang mengancam
kehidupannya.
 A.Edward Hoffman memberikan pengertian mengenai konseling merupakan
perjumpaan secara tatap muka antara konselor dengan konseli ataupun orang orang
yang dibimbing dalam pelayanan konseling. Konseling dapat di katakan sebagai inti
dari pemberian pertolongan yang esensial bagi usaha

6
BAB III PEMBAHASAN

3.1. Nilai- Nilai Konselor dalam Proses Konseling


Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan hubungan
konseling sebagai: “ interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang
dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”. Selanjutnya Rogers
mendefinisikan hubungan konseling sebagai : “ Hubungan seorang dengan orang lain
yang datang dengan maksud tertentu”. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan, kematangan,memperbaiki fungsi dan memperbaiki
kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai terbuka,
fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber
informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Benyamin (dalam Shertzer &
Stone,1981) mengartikan hubungan konseling adalah interaksi antara seorang
profesional dengan konseli, dengan syarat bahwa profesional itu mempunyai waktu,
kemampuan untuk memahami dan mendengarkan, serta mempunyai minat, pengetahuan
dan keterampilan. Hubungan konseling yang terjadi harus memudahkan dan
memungkinkan orang yang dibantu untuk hidup lebih mawas diri dan harmonis. Sofyan
S. Willis (2004) menjelaskan sejumlah karakteristik dari hubungan konseling, yang
dapat membedakan antara hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai Konselor dan Konseli yaitu :

1. Konselor tidak mempengaruhi pandangan, keyakinan, dan tingkah laku konseli baik
secara langsung maupun tidak langsung
2. Konselor berperan sebagai pihak profesional menyediakan dari untuk membantu
konseli tanpa syarat
3. Pertentangan antar nilai-nilai yang dianut konselor dengan konseli tidak didapat
dilanjutkan, terutama jika menyangkut pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan nilai-nilai dasar kedua belah pihak

7
Nilai-nilai Konselor dalam proses konseling yaitu :

1. Intuisi Personal: Pada pelaksanaan konseling, konselor sering bersandar pada


penilaian moral intuitifnya tentang “apa yang sebenarnya terjadi” daripada panduan
eksplisit lainnya
2. Kode Etik : Yang dikembangkan oleh organisasi profesi. pengaturan konseling oleh
badan profesi sebagian besar negara semakin meningkat, namun meskipun kode
etik ini sangat membantu tetapi masih terdapat dilema sulitnya menerapkan kode
etik.
3. Prinsip Etik :
 Otonomi: yaitu Seseorang dipahami memiliki hal untuk bebas bertindak
memilih, selama dalam usahanya mencapai kebebasan ini tidak menghalangi
kebebasan orang lain.
 Non-malefience: yaitu menekankan kode praktik yang mengharuskan konselor
untuk yakin bahwa mereka harus memonitor dan mempertahankan kompetensi
mereka melalui supervisi, konsultan, dan batasan kompetensi mereka

3.2. Peran nilai dalan Proses Konseling


Menurut Cavanagh (1982) merekomendasikan 12 kualitas pribadi atau nilai
seorang konselor Ketika proses konseling, yaitu:

1. Pemahaman tentang diri sendiri ; karakteristik yang ditunjukkan adalah menyadari


kebutuhannya, menyadari perasaannya, menyadari faktor yang membuat kecemasan
dalam konseling dan cara yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan, dan
menyadari akan kelebihan dan kekurangan diri.
2. Kompetensi, upaya mendapatkan kualitas secara fisik, intelektual, emosional, sosial
dan kualitas moral yang harus dimiliki oleh konselor.
3. Keadaan psikologis konselor yang baik, konselor yang memiliki kesehatan
psikologis yang baik memiliki karakteristik, mencapai kepuasan akan kebutuhannya,
proses konseling tidak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan pengalaman
pribadi di luar proses konseling yang tidak memilliki implikasi penting dalam
konseling.
4. Dapat dipercaya, konselor dituntut untuk konsisten dalam ucapan dan perbuatan,
memakai ungkapan verbal dan nonverbal untuk menyatakan jaminan kerahasiaan,
tidak pernah membuat seseorang menyesal telah membuka rahasianya.
5. Kejujuran, konseor bersifat terbuka, otentik dan penuh keihklasan.

8
6. Memiliki kekuatan untuk mengayomi klien, kemampuan untuk membuat klien
merasa aman yang ditunjukkan dalam hal memiliki batasan yang beralasan dalam
berpikir,

9
dapat mengatakan sesuatu yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer,
fleksibel dan menjaga jarak dengan klien (tidak terbawa emosi klien).
7. Kehangatan, merupakan komunikasi yang sering dilakukan secara nonverbal, dengan
tujuan untuk mencairkan kebekuan suasana, berbagi pengalaman emosional dan
memungkinkan klien menjadi peduli pada dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif, ditunjukkan dengan sikap dapat berkomunikasi dengan orang
di luar kalangannya sendiri, memberikan perlakukan kepada klien dengan cara yang
dapat memunculkan respons yang berarti, dan berbagi tanggung jawab secara
seimbang dengan klien.
9. Kesabaran, sikap sabar ditunjukkan dengan kemampuan konselor untuk bertoleransi
pada keadaan yang ambigu, mampu berdampingan secara psikologis dengan klien,
tidak merasa boros waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan disampaikan
pada sesi berikutnya.
10. Kepekaan, memiliki sensitivitas terhadap reaksi dirinya sendiri dalam proses
konseling, dapat mengajukan pertanyaan yang “mengancam” klien secara arif dan
peka terhadap hal-hal yang mudah tersentuh dalam dirinya.
11. Kebebasan, sikap konselor yang mampu membedakan antara manipulasi dan edukasi
serta pemahaman perbedaan nilai kebebasan dan menghargai perbedaan.
12. Kesadaran menyeluruh, memiliki pandangan secara menyeluruh dalam hal
menyadari dimensi kepribadian dan kompleksitas keterkaitannya, terbuka terhadap
teori-teori perilaku.

Kualitas pribadi terkait erat dengan perilaku profesional. Perilaku profesional paling
tidak merefleksikan tiga hal, yaitu ; Pertama, perilaku tidak hanya dibatasi pada setting
konseling, tetapi situasi apa saja ketika konselor menampilkan perilakunya. Kedua, yang
dibicarakan adalah konteks yang seharusnya bukan sesuatu yang secara nyata
ditampilkan oleh konselor, Ketiga, siapapun yang mengklain sebagai konselor harus
tunduk pada kode etik konselor. Konselor profesional senantiasa terbentuk secara
ekologis dengan berpegang teguh pada norma-norma dan nilai-nilai (spiritual, sosial).
Perilaku profesional dilandasai oleh keyakinan dan values yang berpengaruh pada
integritas kepribadian konselor.

1
3.3. Peran Nilai dalam Pengembangan Tujuan-tujuan Konseling
Pemahaman terhadap Keyakinan dan Sistem nilai Klien Dalam proses konseling,
konselor berhak untuk mengintervensi perilaku untuk membantu memfasilitasi
klien menuju ke arah bagaimana seharusnya. Bahwa masalah dan sistem nilai
sebagai kondisi obyektif dari klien, konselor tidak dapat membiarkannya mereka
(klien) dalam situasi itu, namun demikian tindakan yang dapat diterima oleh klien
harus menunjukkan professional conduct yang merupakan perilaku standar yang
seharusnya ditampilkan oleh seorang konselor. Dalam suatu hubungan konseling
akan selalu terlibat unsur-unsur tentang ;
1) Masalah dan sistem nilai klien,
2) Filsafat dan sistem nilai konselor,
3) Tindakan konselor. Interaksi konseling tidak akan terlepas dari kondisi obyektif
klien yang dapat direfleksikan sebagai masalah keyakinan dan sistem nilai yang
dimiliki. Kondisi ini akan memberikan ruang bagi klien untuk menyampaikan
masalahnya dalam kerangka sistem nilai yang dianut (diyakini).

Bagi konselor untuk membangun sistem nilai dilandasi oleh kaidah-kaidah filosofis
dengan memahami kode etik secara profesional. Transferensi konselor yang
menjadi penyebab pada perbedaan sistem nilai, dasar filsafat dan tindakan konselor
adalah ;

1) Pandangan bahwa konselor sebagai figur yang memiliki idealisme tinggi,


2) Konselor dianggap memiliki keahlian yang sempurna di segala bidang,
3) Konselor menganggap bahwa klien merupakan individu yang memiliki regresi,
4) Konselor membuat klien menjadi frustrasi.

Tendensi tersebut sering dijumpai pada proses-proses konseling, sehingga jika tidak
dicermati maka semakin menjauhkan sistem nilai klien dengan konselor dan akan
membawa dampak pada tindakan-tindakan etis konselor.

Pengambilan keputusan etis oleh konselor dilandasi pertimbangan intuitif serta


evaluasi kritis terhadap situasi nyata dan prinsip etis. Implikasi terhadap sistem nilai
konselor dan terhadap pemecahan konflik moral yang mungkin dihadapi oleh
konselor dalam proses konseling adalah dengan memahami bahwa proses konseling
ditandai dengan kemampuan klien untuk menentukan keputusan dan bertanggung
jawab atas keputusan yang ditetapkan, proses ini berimplikasi pada keterlibatan
konselor dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan konselor akan

1
membawa mekanisme dan tanggung jawab pengambilan keputusan yang dilakukan
klien. Dalam memberikan pemahaman kepada klien konselor dituntut untuk dapat
bertindak intuitif, memberikan evaluasi secara kritis dan tidak meninggalkan
prinsip- prinsip etis.

Tindakan-tindakakan yang dilandasi prinsip-prinsip etis akan membawa persoalan-


persoalan yang cukup krusial, seperti digambarkan dalam ;

1) Sejauh mana konselor diperbolehkan untuk mengetahui kepribadian klien


2) Aspek-aspek kultural dan multikultural yang mempengaruhi konsep nilai,
filosofi dan tindakan dari klien – konselor,
3) Apakah figur konselor merupakan implikasi dari dari profesionalisasi konselor?

Persolan pertama cukup jelas memberikan warning kepada konselor untuk berpikir
dan bertindak secara etis tentang kedalaman pemahaman aspek-aspek yang
menyangkut hal-hal pribadi dari klien. Jika kondisi ini tidak dikendalikan maka
konselor mempunyai tendensi pada intervensi yang mendalam tetapi tidak
menangkap substansi dari proses awal yang berjalan. Sedangkan pada persoalan
kedua tindakan yang berkaitan dengan konflik moral adalah perlu tidaknya body
contact yang dilakukan oleh konselor kepada klien, misalnya dalam upaya
attending dan warmth. Di sebagian besar negara barat isu tersebut cukup intensif
dilakukan oleh konselor sehingga persoalan etis yang menyangkut sexual contact
memberikan batasan pada hal-hal yang mengarah pada sexual intimacy. Namun
jika persoalan itu diangkat ke dalam budaya timur maka kondisi tersebut cukup
meresahkan dan menimbulkan konflik dengan klien. Standar moralitas budaya
timur tidak cukup untuk merekomendasikan hingga pada sexual contact. Persoalan
ketiga adalah, apakah cukup memadai seorang konselor melakukan konseling,
artinya bagaimana figur konselor yang sebenarnya mampu dikuasai oleh konselor.

Konselor profesional memiliki cara pandang dan mekanisme konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan akademik. Segala tindakan yang dilakukan
konselor dilandasi kaidah dan batasan etis yang akan memberikan jarak-jarak
persoalan etis dalam memfasilitasi pengambilan keputusan yang akan dilakukan
klien. Corey (2006:23) menjelaskan bahwa bagian terpenting dalam konseling
adalah

1
menjadi konselor yang efektif. Konselor yang efektif dapat dicapai dengan
mempelajari bagaimana memperhatikan perbedaan-perbedaan isu dan mampu
mempraktekkan konseling secara tepat dari sudut pandang klien.

Peranan konselor adalah membantu membuat keputusan sesuai dengan sudut


pandang klien. Konselor yang memiliki perspektif multikultural akan secara efektif
memahami kondisi budaya dan sosial politik klien. Pemahaman ini dimulai dengan
membangun kesadaran nilai-nilai budaya, bias dan sikap yang ditunjukkan klien.

Pertentangan nilai antara konselor dengan klien Dalam proses konseling hal penting
yang tidak dapat dipungkiri adalah, antara konselor dengan klien memiliki latar
belakang perbedaan keyakinan dan nilai.

Mengacu pada deskripsi tersebut maka salah satu kemampuan dasar konselor
adalah tidak memberikan nilai/cap tertentu (non-judgmental) karena klien memiliki
keyakinan dan nilai yang tidak sama dengan konselor. David Geldard (2001:351-
357) memberikan batasan tentang pengaruh keyakinan dan nilai konselor kepada
klien adalah :

a. Mengubah individu adalah dengan memahami mereka secara baik. Proses


konseling merupakan mekanisme pengubahan perilaku yang didasarkan pada
sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki klien. Konselor membantu klien
untuk menentukan pilihan-pilihan dan membuat keputusan dengan dilandasi
komitmen serta pemahaman sepenuhnya akan kemampuan (potensi) dirinya.
Dengan memahami klien sesuai dengan kebutuhan mereka dilandasi dengan
sistem nilai dan keyakinan dalam perspektif mereka (klien), klien merasa
terfasilitasi, dihargai dan tumbuh kepercayaan diri.
b. Bersikap untuk non-judgmental. Reaksi konselor muncul ketika terlibat sharing
dengan klien, reaksi positif merupakan reaksi yang seharusnya dilakukan
namun seringkali reaksi negatif muncul ketika proses konseling berlangsung.
Hal ini dapat disebabkan karena konselor belum sepenuhnya menerima klien
tanpa syarat atau bahkan perbedaan nilai diantara mereka. Respon negatif
adalah wajar tetapi yang lebih penting adalah tidak menampakkan respons
negatif tersebut sehingga klien merasa tidak diterima atau ditolak.

1
c. Membangun sistem nilai konselor. Konselor yang efektif adalah konselor yang
mampu memahami sudut pandang klien, dengan tidak mengorbankan sistem
nilai yang telah diyakini. Membangun sistem nilai konselor merupakan usaha
untuk lebih memahami konteks pola berpikir dan budaya klien yang menjadi
panduan sitem nilainya.
d. Kebutuhan untuk supervisi oleh teman sejawat. Ketika memiliki perbedaan
sistem nilai dan keyakinan, konselor dapat mendiskusikannya dengan teman
sejawat atau konselor senior untuk memberikan masukan terhadap langkah-
langkah yang telah dilakukan bersama kliennya

1
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1. Kesimpulan
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat
membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh,
berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan
hubungan konseling sebagai: “ interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat
menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”.

Nilai-nilai Konselor dalam proses konseling yaitu : Intuisi Personal, Kode Etik,
dan Prinsip Etik. Menurut Cavanagh (1982) merekomendasikan 12 kualitas pribadi
atau nilai seorang konselor Ketika proses konseling, yaitu: Pemahaman tentang diri
sendiri, Kompetensi, keadaan psikologis konselor yang baik, dan lainnya.

3.2. Rekomendasi
Makalah ini meberikan manfaat dalam pengembangan karakteristik dan
kemampuan dalam menjadi konselor yang baik dan efektif. Sebagai penulis makalah,
kami merekomendasikan makalah ini untuk dijadikan bahan diskusi dan bahan
belajar untuk mahasiswa bimbingan konseling dan konselor pemula

3.3. Saran
Penulis berharap agar pembaca dan penulis mendapatkan wawasan dan informasi
yang berkaitan dengan materi peranan nilai-nilai konselor dalam proses konseling.
Diharapkan penjelasan dari makalah ini dapat di mengerti dengan mudah.

1
DAFTAR PUSTAKA
AL-IRSYAD: Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Nilai dan Spiritual dalam Bimbingan
Konseling. Web Jurnal : http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/Irsyad.
Volume 2 Nomor 2, Desember 2020

Awalyana. 2012. Buku Ajar Pengembangan Pribadi Konselor. Semarang

Dewi Gayatri. 2012. Teori-teori konseling. http://teori-


teorikonseling.blogspot.com/2012/01/pengembangan-pribadi-konselor.html. Diakses
pada 01 Februari 2023 pukul 11.00 WIB

Dra. Tri Hartini, M.Pd., Kons. 2021. Ppt Nilai-Nilai Konselor Dan Peran Nilai Dalam
Proses Konseling. https://www.materikonseling.com/2021/02/ppt-nilai-nilai-
konselor-dan-peran.html. Diakses pada 01 Februari 2023 pukul 11.00 WIB

Sanyata, S. (2006). Perspektif Nilai Dalam Konseling : Membangun Interaksi Efektif


Antara Konselor - Klien. Paradigma, 76

Sanyata, S. (2006). Perspektif Nilai Dalam Konseling : Membangun Interaksi Efektif


Antara Konselor - Klien. Paradigma, No. 02 Th. I, 80-82

Anda mungkin juga menyukai