Anda di halaman 1dari 102

Kegiatan Ekstramural Tanggal Pelaksanaan

FKH 150B
Rumah Potong Hewan dan Kedinasan 29/08/2022-10/09/2022

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK


RUMAH POTONG HEWAN DAN KEDINASAN
DI DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN, DAN
PERIKANAN, KOTA DEPOK

Disusun oleh:
KELOMPOK G1
PPDH Periode 2 Semester 2 Tahun Ajaran 2021/2022

Muhammad Fajul Falah, S.K.H. B9404212095


Mukhsin Syafaat, S.K.H. B9404212128
Omar Mikhale, S.K.H. B9404212164
Jason Selvaratnam Jeremiah, S.K.H. B9404212828
Nur Indah Andini, S.K.H. B9404212161
Yola Salsabila Hidayah, S.K.H. B9404212168
Anyla Patisya, S.K.H. B9404212140
Junia Putri, S.K.H. B9404212117
Joanna Anggita, S.K.H. B9404212160
Ayustina Juniarti, S.K.H. B9404212090

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
IPB UNIVERSITY
2022
Kegiatan Ekstramural Tanggal Pelaksanaan
FKH 150B
Rumah Potong Hewan dan Kedinasan 29/08/2022-10/09/2022

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK


RUMAH POTONG HEWAN DAN KEDINASAN
DI DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN, DAN
PERIKANAN, KOTA DEPOK

Disusun oleh:
KELOMPOK G1
PPDH Periode 2 Semester 2 Tahun Ajaran 2021/2022

Muhammad Fajul Falah, S.K.H. B9404212095


Mukhsin Syafaat, S.K.H. B9404212128
Omar Mikhale, S.K.H. B9404212164
Jason Selvaratnam Jeremiah, S.K.H. B9404212828
Nur Indah Andini, S.K.H. B9404212161
Yola Salsabila Hidayah, S.K.H. B9404212168
Anyla Patisya, S.K.H. B9404212140
Junia Putri, S.K.H. B9404212117
Joanna Anggita, S.K.H. B9404212160
Ayustina Juniarti, S.K.H. B9404212090

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
IPB UNIVERSITY
2022
Kegiatan Ekstramural Tanggal Pelaksanaan
FKH 150B
Rumah Potong Hewan dan Kedinasan 29/08/2022-10/09/2022

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Laporan Kegiatan Praktik Rumah Potong Hewan dan


Kedinasan di Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan
Perikanan, Kota Depok
Nama dan NIM : Muhammad Fajul Falah, S.K.H. B9404212095
Mukhsin Syafaat, S.K.H. B9404212128
Omar Mikhale, S.K.H. B9404212164
Jason Selvaratnam Jeremiah, S.K.H. B9404212828
Nur Indah Andini, S.K.H. B9404212161
Yola Salsabila Hidayah, S.K.H. B9404212168
Anyla Patisya, S.K.H. B9404212140
Junia Putri, S.K.H. B9404212117
Joanna Anggita, S.K.H. B9404212160
Ayustina Juniarti, S.K.H. B9404212090

Disetujui oleh:

Pembimbing Praktik Rumah Potong Hewan


Prof. Dr. med. vet. Drh. Mirnawati B. Sudarwanto

Pembimbing Praktik Kedinasan


Drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si.

Pembimbing Lapang
Drh. Fetty Dinya Nurbara S

Diketahui oleh:

Koordinator Mata Kuliah


Praktik Rumah Potong Hewan dan Kedinasan
Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi
NIP. 19600422198903 1 002

Wakil Dekan FKH IPB Bidang Akademik dan


Kemahasiswaan
Prof. Drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD
NIP. 19690207 199601 2 001

Tanggal Pengesahan :
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan berkahnya sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan laporan
praktik lapang di Rumah Potong Hewan Tapos dan Dinas Ketahanan Pangan,
Pertanian dan Perikanan di Kota Depok yang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus
hingga 10 September 2022.
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan dan pengalaman
selama praktik lapang di rumah potong hewan dan kedinasan kepada:

1. Prof. Dr. med. vet. Drh. Mirnawati B. Sudarwanto dan Drh Abdul Zahid
Ilyas, MSi selaku dosen pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan praktik
lapang di Kota Depok
2. Drh Alvian, Drh Fetty DNS, Drh Aresa Setiawati, Drh Junandar, Drh Arif
Rahman, Drh Diyah Eni S, Drh Hendra, Drh Wanda, Drh Oktavianto, Drh
Diah, Paramedis Wildan, Paramedis Ana, Paramedia Tatang, Paramedis
Herdiyas yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama kami
praktik di Rumah Pemotongan Hewan Tapos, DKP3 dan Puskeswan Kota
Depok.
3. Seluruh staf DKP3 Kota Depok, Staf UPTD RPH Tapos Kota Depok dan
Puskeswan Sawangan Kota Depok, serta semua pihak yang telah
memberikan pengalaman serta ilmu di lapangan

Laporan ini merupakan paparan tertulis saat kami melaksanakan kegiatan


praktik lapang di lingkungan Kota Depok. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pihak dan pembaca.

Depok, September 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

1. Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapang Rumah Potong Hewan Ruminansia


di UPTD RPH-R Tapos, Kota Depok
2. Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapang Kedinasan di Dinas Ketahanan
Pangan, Pertanian, dan Perikanan, Kota Depok.
LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG
RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA
DI UPTD RPH TAPOS, KOTA DEPOK

Disusun oleh:
KELOMPOK G1
PPDH Periode 2 Semester 2 Tahun Ajaran 2021/2022

Muhammad Fajul Falah, S.K.H. B9404212095


Mukhsin Syafaat, S.K.H. B9404212128
Omar Mikhale, S.K.H. B9404212164
Jason Selvaratnam Jeremiah, S.K.H. B9404212828
Nur Indah Andini, S.K.H. B9404212161
Yola Salsabila Hidayah, S.K.H. B9404212168
Anyla Patisya, S.K.H. B9404212140
Junia Putri, S.K.H. B9404212117
Joanna Anggita, S.K.H. B9404212160
Ayustina Juniarti, S.K.H. B9404212090

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
IPB UNIVERSITY
2022
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


DAFTAR TABEL .................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... i
I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Tujuan ......................................................................................................1
1.3 Manfaat ....................................................................................................2
1.4 Waktu dan Tempat Kegiatan ...................................................................2
1.5 Profil Tempat Rumah Potong Hewan Ruminansia..................................2
II HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................3
2.1 Struktur Bangunan ...................................................................................3
2.2 Kondisi Higiene Sanitasi .........................................................................4
2.3 Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem ............................................5
2.4 Pemantauan Penerapan Kesejahteraan Hewan ......................................11
2.5 Proses Pemotongan ................................................................................13
2.6 Pengawasan Betina Produktif ................................................................14
2.7 Proses Pengolahan Limbah ....................................................................15
III SIMPULAN DAN SARAN...................................................................16
3.1 Simpulan ................................................................................................16
3.2 Saran ......................................................................................................16
IV DAFTAR PUSTAKA ............................................................................16
LAMPIRAN ...........................................................................................................18

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil pemeriksaan antemortem sapi di RPH Tapos ....................................7


Tabel 2 Hasil pemeriksaan postmortem sapi di RPH Tapos ....................................8
Tabel 3 Hasil identifikasi permasalahan kesrawan dan saran pada RPH-R Tapos 11
Tabel 4 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi.......15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kelainan-kelainan yang ditemukan (a) lesio pada paha, (b) lesio pada
kuku, (c) pembesaran ambing 7
Gambar 2 (a) Nodul paru-paru; (b) Hepatomgaly; (c) Fasciola spp. 10
Gambar 3 (d) Tiger heart; (e) Lesio pada kuku; (f) Lesio pada lidah 11
ii
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging adalah bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan merupakan
salah satu komoditas sumber protein hewani yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan. Peningkatan populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup
masyarakat Indonesia mendorong peningkatan kebutuhan pangan dan konsumsi
protein hewani. Untuk itu pemerintah perlu mempersiapkan sarana dan prasarana
agar masyarakat bisa mendapatkan daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal
(ASUH). Sarana utama yang perlu dipersiapkan dalam penyediaan daging yang
berkualitas adalah Rumah Pemotongan Hewan (RPH).
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan
desain tertentu yang dipergunakan sebagai tempat memotong hewan secara benar
bagi konsumsi masyarakat luas serta harus memenuhi persyaratan teknis tertentu,
termasuk dalam hal penerapan kesejahteraan hewan sebagai upaya untuk
mendukung tercapainya produk pangan yang ASUH (Mandala 2016). Indonesia
telah menentukan SNI untuk hasil produksi RPH, yaitu daging yang berkualitas
Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH). Atas dasar tersebut RPH dituntut untuk
melakukan proses produksi yang bersih dan aman demi menjaga kualitas daging
olahannya (Susanawati et al. 2015).
Selain menghasilkan daging yang ASUH, RPH juga berfungsi sebagai
sarana untuk melaksanakan: (1) penyembelihan hewan secara benar (sesuai dengan
persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah
agama); (2) tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong
(antemortem), pemeriksaan karkas dan jeroan (postmortem) untuk mencegah
zoonosis; dan (3) tempat pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis
guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular
(Subadyo 2018).
Dalam kaitannya dengan kesejahteraan hewan, praktik pemotongan hewan
di lapangan masih banyak yang tidak menerapkan kaidah kesejahteraan hewan.
Penanganan hewan sebelum dan selama proses pemotongan berpotensi adanya
pelanggaran kesejahteraan hewan. Padahal status kesejahteraan hewan pada ternak
yang akan dipotong sangat penting diperhatikan diantaranya karena menyebabkan
penurunan mutu produk hewan hasil pemotongan. Atas dasar-dasar tersebut RPH
dituntut untuk melakukan proses produksi yang bersih dan aman, serta
memperhatikan kaidah kesejahteraan hewan demi menjaga kualitas daging
(Susanawati et al. 2015).

1.2 Tujuan
Kegiatan praktik lapang di UPTD RPH Tapos Kota Depok bertujuan
melatih keterampilan mahasiswa PPDH SKHB IPB dalam melakukan pemeriksaan
antemortem dan postmortem, memahami keseluruhan proses pemotongan yang
dilakukan di Rumah Potong Hewan, mengetahui penerapan kesejahteraan hewan di
Rumah Potong Hewan, mengetahui proses pengolahan limbah di Rumah Potong
Hewan, serta mengetahui penerapan higiene dan sanitasi di Rumah Potong Hewan.
2

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan praktik lapang ini adalah
meningkatkan keterampilan mahasiswa PPDH SKHB IPB dalam melakukan
pemeriksaan antemortem dan postmortem, serta menambah pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa PPDH SKHB IPB terkait peranan dokter hewan dalam tata
laksana Rumah Potong Hewan untuk menghasilkan produk pangan asal hewan
yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

1.4 Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan praktik Rumah Potong Hewan dilaksanakan pada tanggal 29
Agustus hingga 9 September 2022 di Rumah Potong Hewan Tapos, Kota Depok,
Jawa Barat. Sejumlah 10 orang mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok
1 melaksanakan kegiatan RPH pada tanggal 29 Agustus hingga 3 September 2022,
dilanjutkan dengan kelompok 2 dari tanggal 4 - 9 September 2022.

1.5 Profil Tempat Rumah Potong Hewan Ruminansia


1.5.1 Lokasi RPH Tapos
RPH Tapos berada di jalan raya Tapos, Kelurahan Tapos,
Kecamatan Tapos, Kota Depok Provinsi Jawa Barat, Secara Geografis
terletak pada 06˚26’02”LS - 06˚26’17”LS dan 106˚53’20”BT. Luas lahan
RPH Tapos ini adalah 4,5 Ha dengan pada tahap awal pembangunan sudah
tersedia 2,1 ha dan sisanya dibeli dari lingkungan sekitarnya. Sumber dana
pembangunan RPH ini dari pemerintah pusat dan dari APBD tahun
anggaran 2007.

1.5.2 Pengelolaan dan Sertifikasi RPH Tapos


Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan khusus atau
complex bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan
sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum
(Peraturan Menteri Pertanian No 13 Pasal 1 2010). Dengan demikian produk
daging yang dihasilkan memiliki nilai jual yang baik dan memenuhi unsur
Kesehatan (higienis) serta sanitasi lingkungan yang baik.
Rumah Potong Hewan (RPH) Tapos berdiri sejak tahun 2010 dari
memiliki perizinan berupa surat Keputusan Pembentukan RPH yang
dikeluarkan oleh Wali Kota Depok Nomor 58 Tahun 2004 tentang
pembentukan, susunan organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi unit
Pelaksanaan Teknis Daerah Rumah Pemotongan Hewan pada dinas
Pertanian Kota Depok. Rumah Potong Hewan (RPH) ini bertujuan melayani
penyembelihan tingkat regional Kota Depok sehingga mempermudah
pengawasan sebelum hewan disembelih (antemortem) dan setelah hewan
disembelih (postmortem) dan juga menyediakan jasa bagi para pengusaha
yang akan melakukan pemotongan hewan. Pemotongan hewan tidak hanya
dilakukan oleh karyawan RPH Tapos saja akan tetapi dilakukan oleh
beberapa pengusaha sapi. Jumlah karyawan di RPH Tapos sampai saat ini
berkisar 30 orang yang terdiri dari Kepala UPTD, Kasubag TU, Bendahara
Pengeluaran Pembantu, Bendahara Penerimaan, Petugas Medis Veteriner,
Paramedis Veteriner, Pos Pemeriksaan Hewan, Penyembelih Halal,
Operator Splitting Saw, Kebersihan Pagi, Kebersihan Malam, dan Petugas
3

Mekanik. Fasilitas yang dimiliki oleh RPH Tapos meliputi tempat


pemotongan sapi impor dan lokal, kandang sapi untuk stok pemotongan,
ruang pendingin (cool storage), dan mobil pendingin untuk pengiriman
daging ke lokasi tujuan.
RPH Tapos Kota Depok memproduksi jenis-jenis daging potong,
dengan kapasitas produksi maksimum sesuai dengan kapasitas kendang
yang tersedia sebesar 300 ekor/hari dengan rata-rata 40-50 ekor/hari dan
saat mendekati Hari Raya Idul FItri dan Hari Raya Idul Adha jumlah
pemotongan semakin meningkat. Status halal milik RPH Tapos dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jawa Barat dengan Nomor
01021189430517 bertanggal 31 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei 2019
(statusnya belum diperpanjang). Status NKV RPH Tapos sudah ada dengan
Nomor RPH-3276041-106.

II HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Struktur Bangunan


Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Potong Hewan (UPTD RPH) berada
di Jalan Raya Tapos, Kelurahan Tapos, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat.
Lokasi RPH R sudah dibuat menjadi bangunan permanen, dengan lokasi ini
merupakan daerah yang bebas banjir, tidak mencemari lingkungan, tidak dekat
dengan wilayah fasilitas kesehatan, tidak dekat dengan lokasi tempat ibadah,
sekolah, dan industri logam, kimia, namun bangunannya dibuat terbuka sehingga
memungkinkan warga bebas berlalu lalang. Lahan RPH Tapos cukup luas untuk
pengembangan RPH. Bangunan RPH-R Tapos terdiri dari beberapa bangunan
terpisah, yaitu kantor, laboratorium, mushola, kamar mandi, WC, ruang jaga, rumah
dinas, tempat parkir yang luas, pos satpam, tempat penampungan dan peristirahatan
hewan, area penurunan hewan, tempat isolasi hewan, tempat pemotongan, area
pemuatan karkas/daging, dan tempat pengolahan limbah. Lokasi RPH-R ungaran
juga memiliki lapangan parkir yang luas, dengan terdapat area penurunan hewan,
instalasi pengolahan air limbah. Hal-hal tersebut menunjukkan menunjukkan
bahwa lokasi RPH Tapos telah memenuhi SNI 01-6159-1999 dan Permentan No.
13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging atau meat cutting plant. Berdasarkan Permentan tersebut, unsur
pengelolaan unit usaha jasa RPH-R adalah unsur infrastruktur dan unsur sumber
daya. Unsur infrastruktur meliputi prasarana ketersediaan air dan pembuangan air
serta limbah, laboratorium untuk pemeriksaan antemortem dan postmortem.
Sedangkan unsur sumber daya manusia meliputi juru sembelih, petugas pemeriksa
daging, dan petugas kesejahteraan hewan (Maharani 2015). Fasilitas-fasilitas di
RPH Tapos sudah cukup lengkap dan memenuhi unsur-unsur tersebut.
Ruang potong hewan sudah dipisahkan antara area bersih dan kotor. Saat
memasuki area kotor terdapat fasilitas foot dipping. Area kotor terdapat ujung
gangway yang tersambung dengan restraining box tipe mark I dan IV. Jenis
restraining box mark IV digunakan untuk sapi lokal yang tidak memerlukan
stunning, sementara restraining box mark I digunakan untuk sapi impor seperti
Australian Brahman Cross yang memerlukan proses stunning. Area kotor juga
terdapat area khusus untuk melakukan pembersihan jeroan hijau dan penanganan
karkas serta pengulitan. Area bersih terdiri atas ruang pendingin cepat (blast
4

freezer), ruang pelepasan daging dengan tulang (deboning room), ruang


pemotongan daging (cutting room), ruang pelayuan berpendingin (chilling room),
dan gudang dingin (cold storage). Namun demikian, meskipun area pemotongan
sudah dipisah antara area bersih dan kotor, tetapi para pekerja area kotor masih
berlalu lalang ke area kotor begitu pula sebaliknya.
Penerangan di dalam bangunan RPH-R cukup baik, akan tetapi lampu tidak
diberi pelindung. Lantai RPH yang baik terbuat dari bahan kedap air, dialasi semen
yang sudah dilapis poles, tidak mudah korosif, tidak licin, mudah untuk
dibersihkan, dan sudut pertemuan antara dinding dan lantai melengkung. Hasil
pengamatan terhadap lantai di tempat pemotongan, sudut pertemuan antara dinding
dan lantai sudah dibuat melengkung, tetapi lapisan epoksi pada lantai bangunan
utama sudah licin dan banyak yang terkelupas sehingga sering membuat pekerja
terpeleset dan hampir jatuh.
Area penurunan ternak sudah disesuaikan dengan ketinggian kendaraan
angkut hewan dengan lantai area penurunan dialasi sekam untuk membuat lantai
tidak licin, sehingga meminimalisir terjadinya kecelakaan proses penurunan ternak.
Area penurunan ternak terhubung dengan kandang penampungan melalui gangway.
Kandang penampungan sapi terletak berdekatan dengan bangunan pemotongan.
Kandang penampungan memiliki pertukaran udara yang baik, pencahayaan yang
baik, dan beratap, tetapi beberapa kandang atapnya sudah mulai rusak dan
berlubang. Kandang berukuran cukup luas dengan masing-masing kandang berisi
ternak yang tidak terlalu padat. Kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum, terdapat pula jalur penggiringan hewan (gangway) yang terbuat dari besi.
Peralatan di bangunan RPH-R Tapos ini sudah memenuhi standar, yaitu
terdapat restraining box, cradle, hoist, rel penggantung karkas, katrol penggantung
karkas, timbangan digital, pisau pengasah, chainsaw, dan meja peletakkan daging.
Alat-alat tersebut masih dalam kondisi baik. Sumber air di RPH Tapos berasal dari
sumur artesis dan ketersediaannya mencukupi kebutuhan pemotongan, dan
pembersihan karkas atau jeroan serta area RPH. RPH Tapos juga dilengkapi sumber
listrik cadangan berupa genset sehingga tidak mengganggu proses pemotongan
hewan ketika listrik padam.

2.2 Kondisi Higiene Sanitasi


World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sanitasi lingkungan
(environmental sanitation) merupakan upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia yang dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi
perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia, sedangkan higiene
adalah kondisi dan praktik yang membantu menjaga kesehatan dan mencegah
penyebaran penyakit (WHO 2015). RPH Tapos telah memiliki fasilitas cuci tangan,
foot dipping, tidak menggunakan bahan kimia berbahaya pada setiap proses yang
dilakukan, serta menggunakan air bersih untuk sanitasi bangunan, pisau, dan
peralatan yang digunakan. Air yang berkualitas adalah air yang memenuhi
persyaratan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi
air bersih di RPH dapat dilihat berdasarkan baku mutu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap higiene dan sanitasi di UPTD RPH
Tapos cukup baik, meskipun ada beberapa hal yang belum diperhatikan serius oleh
para pekerja RPH Tapos. RPH Tapos telah memiliki pemisahan ruang yang jelas
5

secara fisik antara area kotor dan area bersih, namun masih terlihat adanya
pertukaran karyawan pada kedua daerah tersebut. RPH-R Tapos dilengkapi dengan
sistem rel dan alat penggantung untuk karkas di dalam bangunan utama RPH-R,
namun karkas yang digantung umumnya masih bersentuhan dengan lantai dan
dinding tempat pemotongan. Pekerja tidak menggunakan sistem rel untuk
memindahkan karkas, melainkan pekerja menggotong karkas dengan punggung
mereka.
Higiene personal pekerja RPH-R Tapos juga masih banyak kekurangan.
Pekerja yang terlibat langsung dengan karkas tidak mengenakan pakaian khusus
yang bersih (APD/apron), masker, penutup kepala, ataupun sarung tangan. Pekerja
masih ditemukan merokok didalam ruang pemotongan dan membuang sampah
rokok di area pemotongan. Direktorat Kesmavet dan Pascapanen (2010)
menyatakan pekerja harus mengenakan pakaian yang bersih, menghindari perilaku
yang buruk seperti merokok, meludah sembarangan, batuk/bersin di hadapan
produk, memasukkan jari ke dalam mulut, maupun menggigit kuku, kemudian
menanggalkan perhiasan. Kucing liar juga masih berkeliaran di area pemotongan,
dan bahkan sesekali terlihat memakan daging yang tergantung. Kondisi ini dapat
menjadi sumber utama pencemaran pada daging.

2.3 Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem


Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong
yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang seperti dokter hewan atau
paramedik veteriner dibawah pengawasan dokter hewan sebelum disembelih
(Dikeman dan Devin 2014). Pemeriksaan antemortem dilakukan maksimal 24 jam
sebelum pemotongan, meliputi pemeriksaan fisik kesehatan hewan, yaitu umur
hewan, jenis kelamin, keadaan abnormal serta tanda-tanda penyakit
(patognomonis), sikap dan tingkah laku serta kebersihan hewan (Apritya et al.
2021). Pemeriksaan antemortem sangat vital karena melalui inspeksi hewan
sebelum pemotongan dapat membantu untuk melakukan screening pada hewan
yang bakal dipotong, dan memastikan hewan dalam keadaan yang sehat dan aman
untuk dipotong, sehingga kualitas dan keamanan hasil pemotongan dapat terjamin
(Gupta et al. 2016). Menurut Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (2020),
hasil dari pemeriksaan antemortem menentukan apakah sapi tersebut dalam
keadaan sehat atau tidak sehat/abnormal, selanjutnya diputuskan apakah hewan
boleh dipotong, segera dipotong/darurat, dipotong dengan kondisi khusus, ditunda,
atau dilarang dipotong.
Pemeriksaan antemortem pada sapi dilakukan satu kali sehari di kandang
penampungan RPH-R Tapos, yaitu pada pagi hari pukul 09.00 WIB. Pemeriksaan
dilakukan secara umum dengan inspeksi per kandang sapi untuk melihat apakah
terjadi kelainan atau ada sapi yang sakit. Sapi yang terlihat sakit atau adanya
kelainan diperiksa lebih lanjut dengan mengukur suhu, denyut jantung, frekuensi
respirasi kemudian dilaporkan kepada dokter hewan yang bertugas dan petugas
kandang. Beberapa kelainan yang ditemukan yaitu, lesio pada paha, pembesaran
ambing, dan lesio pada kuku.
Lesio adalah kerusakan atau perubahan abnormal pada jaringan suatu
organisme, biasanya disebabkan oleh penyakit atau trauma. Ada dua istilah dalam
glosarium dermatologi untuk deskripsi lesio, yaitu lesio primer dan lesio sekunder.
Istilah "primer" digunakan untuk menggambarkan lesio seperti yang pertama kali
6

muncul, misalnya makula. Lesi "sekunder" dihasilkan dari perubahan lesio primer
baik dalam perjalanan penyakit alami atau sebagai akibat dari manipulasi atau
pengobatan, misalnya bekas luka (Mortazavi et al. 2019). Lesio terlihat pada paha
kiri belakang berupa bekas luka. Lesio ini bisa terbentuk akibat gesekan sapi dengan
truk selama pengangkutan sapi dari asal peternakan ke RPH-R. Kemudian terdapat
lesio pada kuku sapi yang diduga sapi suspect pmk. Penyakit Mulut dan Kuku
(PMK) adalah salah satu penyakit penting yang menginfeksi hewan sapi,
kambing, domba dan babi serta beberapa jenis hewan liar. Penyakit ini penting
secara ekonomi karena selain mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi pada
hewan muda, penurunan produksi susu maupun bahan asal hewan lainnya serta
dapat mengakibatkan pembatasan perdagangan internasional bagi negara yang
terinfeksi PMK (Gelolodo 2017). Hewan yang terinfeksi PMK akan mengalami
lesio pada lidah, moncong, rongga mulut, kuku, dan puting susu. Gejala lain yang
sering diamati adalah demam, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
hipersalivasi, depresi, dan penurunan produksi susu yang parah, yang dapat
bertahan setelah pemulihan (Wong et al. 2020). Beberapa bulan terakhir ini,
Indonesia terserang wabah PMK dan banyak sapi yang terserang, kemungkinan sapi
yang suspect ini terserang penyakit selama pengangkutan sapi ke RPH-R dan gejala
klinis muncul saat di RPH-R.
Pembesaran ambing terjadi pada sapi Australian Brahman Cross.
Pembesaran ini bisa terjadi karena adanya masalah pada ambing seperti mastitis.
Menurut Riyanto et al. (2017) mastitis klinis menampakkan gejala kebengkakan
ambing, terasa panas jika disentuh, warnanya merah, peningkatan suhu tubuh,
penurunan nafsu makan dan ternak akan merasa kesakitan jika diperah. Sapi-sapi
Australian Brahman Cross tersebut sudah tidak produktif lagi dan boleh dipotong
karena sudah memiliki surat keterangan status reproduksi. Surat Keterangan Status
Reproduksi merupakan surat keterangan mengenai status reproduksi ternak yang
diterbitkan oleh dokter hewan berwenang setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan
reproduksi. Hasil pemeriksaan antemortem pada sapi di kandang penampungan
RPH-R Tapos secara umum sehat dan layak untuk dipotong. Kelainan-kelainan
yang terjadi bisa dilihat pada Gambar 1 dibawah ini, sedangkan hasil pemeriksaan
antemortem yang menunjukkan kelainan terdapat pada Tabel 1 dibawah ini.

(a) (b) (c)


Gambar 1. Kelainan-kelainan yang ditemukan (a) lesio pada paha, (b) lesio pada
kuku, (c) pembesaran ambing
7

Tabel 1 Hasil pemeriksaan antemortem sapi di RPH Tapos


Hasil antemortem
No Hari, tanggal Jenis sapi
Kelainan Keputusan

Rabu,
1 Lokal Lesio pada paha Dipotong (SL)
31/08/2022

Rabu, Australian Brahman Pembesaran pada


2 Dipotong (SL)
31/08/2022 Cross ambing

Rabu, Australian Brahman Pembesaran pada


3 Dipotong (SL)
31/08/2022 Cross ambing

Kamis, Australian Brahman Pembesaran pada


4 Dipotong (SL)
01/09/2022 Cross ambing

Jumat, Australian Brahman


5 Lesio pada kuku Segera dipotong
02/09/2022 Cross

Jumat, Australian Brahman


6 Lesio pada kuku Segera dipotong
02/09/2022 Cross

Jumat, Australian Brahman


7 Lesio pada kuku Segera dipotong
02/09/2022 Cross

Pemeriksaan postmortem terhadap sapi yang telah disembelih di RPH-R


Tapos dilakukan setiap hari dari pukul 20.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Hasil
pengamatan yang dicatat dan dibahas pada laporan ini dimulai dari hari Senin
tanggal 29 Agustus 2022 sampai dengan hari Rabu tanggal 7 September 2022.
Jumlah sapi yang dipotong bervariasi dengan jumlah ± 30 ekor. Jenis sapi yang
dipotong adalah sapi lokal bali, sapi madura limosin (madrasin), sapi peranakan
ongole (PO) dan sapi brahman cross (BX). Pemeriksaan postmortem dilakukan
dengan pemeriksaan organoleptik, yaitu melihat/inspeksi, meraba/palpasi, serta
penyayatan/insisi terhadap kondisi karkas dan organ-organ internal seperti hati,
paru-paru, jantung, dan limpa diperiksa untuk memastikan daging dan jeroan aman
untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Pemeriksaan postmortem meliputi inspeksi terhadap seluruh bagian karkas,
pemantauan proses penyembelihan dan pengulitan, dan pemeriksaan keadaan
jeroan untuk memutuskan apakah jeroannya layak untuk didistribusi (Scanlan
2016). Tujuan pemeriksaan postmortem adalah memberikan jaminan bahwa karkas,
daging, dan jeroan yang dihasilkan aman dan layak dikonsumsi serta dapat
memberikan informasi penelusuran penyakit serta mencegah beredarnya
bagian/jaringan hewan yang terdeteksi mengandung agen penyakit ke masyarakat
luas (Awah-Ndukum et al. 2012). Petugas yang dapat melakukan pemeriksaan
kesehatan ternak setelah dipotong postmortem adalah dokter hewan berwenang
8

yang ditunjuk dan keurmaster/juru uji daging yang ditunjuk dan di bawah
pengawasan dokter hewan berwenang. Keputusan yang bisa diambil berdasarkan
hasil pemeriksaan postmortem termasuk baik untuk dikonsumsi manusia, ditolak
untuk konsumsi manusia, dapat dikonsumsi manusia setelah bagian yang tidak
layak dibuang, atau dapat dikonsumsi manusia setelah mendapat perlakuan
pemanasan sebelum diedarkan (Ditjen PKH 2020). Hasil kelainan yang ditemukan
pada pemeriksaan postmortem di RPH-R Tapos dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan postmortem sapi di RPH Tapos


Hasil postmortem
No Hari, tanggal Jenis sapi
Kelainan Keputusan

Senin, Australian Brahman Dapat


1 Hepatomegaly
29/08/2022 Cross dikonsumsi

Senin, Australian Brahman Dapat


2 Hepatomegaly
29/08/2022 Cross dikonsumsi

Dapat
dikonsumsi
Selasa, Cacing Fasciola setelah cacing
3 Lokal
30/08/2022 gigantica pada hati dan bagian yang
tidak layak
dibuang

Selasa, Australian Brahman Dapat


4 Hepatomegaly
30/08/2022 Cross dikonsumsi

Selasa, Australian Brahman Dapat


5 Hepatomegaly
30/08/2022 Cross dikonsumsi

Rabu, Australian Brahman Dapat


6 Hepatomegaly
31/08/2022 Cross dikonsumsi

Rabu, Australian Brahman Dapat


7 Hepatomegaly
31/08/2022 Cross dikonsumsi

Rabu, Australian Brahman Dapat


8 Hepatomegaly
31/08/2022 Cross dikonsumsi

Dapat
Nodul pada paru-paru
dikonsumsi
Kamis, Australian Brahman yang sudah
9 setelah bagian
01/09/2022 Cross membentuk jaringan
yang tidak layak
ikat
dibuang

Kamis, Australian Brahman Dapat


10 Hepatomegaly
01/09/2022 Cross dikonsumsi
9

Kamis, Australian Brahman Dapat


11 Hepatomegaly
01/09/2022 Cross dikonsumsi

Suspect PMK,
dapat
Tiger heart, lesio
Jumat, Australian Brahman dikonsumsi
12 pada lidah dan kuku,
02/09/2022 Cross setelah
hati berwarna pucat
perebusan
kepala, kaki

Jumat, Australian Brahman Dapat


13 Hepatomegaly
02/09/2022 Cross dikonsumsi

Jumat, Australian Brahman Dapat


14 Hepatomegaly
02/09/2022 Cross dikonsumsi

Jumat, Australian Brahman Dapat


15 Hepatomegaly
02/09/2022 Cross dikonsumsi

Sabtu, Australian Brahman Dapat


16 Hepatomegaly
03/09/2022 Cross dikonsumsi

Sabtu, Australian Brahman Dapat


17 Hepatomegaly
03/09/2022 Cross dikonsumsi

Sabtu, Australian Brahman Dapat


18 Hepatomegaly
03/09/2022 Cross dikonsumsi

Dapat
Nodul pada paru-paru
dikonsumsi
Sabtu, Australian Brahman yang sudah
19 setelah bagian
03/09/2022 Cross membentuk jaringan
yang tidak layak
ikat
dibuang

Kamis, Australian Brahman Dapat


20 Hepatomegaly
01/09/2022 Cross dikonsumsi

Dapat
dikonsumsi
Senin, Cacing Fasciola
21 Lokal setelah bagian
05/09/2022 gigantica pada hati
yang tidak layak
dibuang

Pada saat pemeriksaan postmortem, didapatkan 21 (dua puluh satu) kasus


kelainan pada jeroan sapi, yaitu pada organ paru-paru, hati, dan jantung. Kelainan
yang ditemukan pada paru-paru antara lain adanya nodul yang sudah membentuk
jaringan ikat pada sapi BX (Gambar 2a). Hepatomegaly (Gambar 2b) dan Fasciola
spp. (Gambar 2c) merupakan kelainan yang ditemukan pada hati sapi BX dan sapi
lokal. Kelainan yang dapat ditemukan pada jantung yaitu tiger heart (Gambar 3d),
serta ada lesio di lidah dan kuku pada sapi BX (Gambar 3e, f). Namun jeroan-jeroan
tersebut masih layak di distribusi untuk konsumsi masyarakat.
10

Seekor sapi pada pemeriksaan postmortem menunjukkan adannya


perubahan paru-paru berupa nodul-nodul dengan konsistensi keras dan terdapat di
beberapa bagian paru-paru. Menurut Retnowati dan Nugroho (2014). Beberapa
penyakit bakteri diketahui dapat mengakibatkan perubahan patologi pada paru-paru
sapi misalnya seperti penyakit ngorok sapi atau sering dikenal juga dengan
Septicemia epizotica (SE), Tuberkulosis (TBC) dan penyakit lain yang disebabkan
oleh bakteri flora normal saluran pernafasan seperti Streptococcus sp.,
Staphylococcus sp., Klebsiela sp. dan lain sebagainya atau bisa juga akibat dari
bakteri saluran pencernaan seperti golongan bakteri Enterobacteriaceae sp..
Mycoplasma bovis juga bisa menyebabkan perubahan pada paru-paru.

a b c
Gambar 2 (a) Nodul paru-paru; (b) Hepatomgaly; (c) Fasciola spp.

d e f
Gambar 3 (d) Tiger heart; (e) Lesio pada kuku; (f) Lesio pada lidah

Pembesaran hati secara difus (hepatomegali) dapat terlihat pada berbagai


kondisi di mana terdapat pembengkakan difus hepatosit dan pengumpulan darah.
Hepatomegali dengan kongesti adalah temuan postmortem yang umum karena
hipostasis terminal dengan rigor mortis dan gas usus yang mendorong darah
bergerak ke hati dari otot dan usus. Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah
penyakit virus yang sangat menular dan transboundary viral disease pada hewan
peliharaan dan satwa liar yang menunjukkan gejala demam, erosi dan ulserasi pada
kuku, bibir, mulut, puting susu, moncong dan lidah. Karakteristik lesi miokard yang
dikenal sebagai 'tiger heart disease’ sering terjadi pada sapi yang mati karena PMK
(Islam et al. 2017).
Kelainan pada hati disebabkan oleh beberapa kausa, antara lain infeksi
patogen, peradangan, dan infestasi endoparasit seperti Fasciola spp. Pemeriksaan
11

postmortem organ hati ditemukan kasus umum yang sering terjadi pada sapi-sapi
di Indonesia yaitu kasus infeksi cacing hati (fascioliosis). Organ hati yang
mengalami fascioliosis sebanyak 2 organ dengan tingkat keparahan yang bervariasi
dari ringan sampai berat. Hari Selasa, 30 Agustsus hati sapi yang terinfeksi cacing
Fasciola sp. menunjukkan tidak ada perubahan anatomi yang signifikan karena
infestasi cacing masih sedikit pada saluran empedu yakni sebanyak 3 cacing. Hari
Senin, 5 September 2022, ditemukan lesio berupa fibrosis fokal pada permukaan
hati. Setelah dilakukan insisi, terlihat adanya abses dan beberapa cacing Fasciola
gigantica. Menurut Mohamed (2021), fasciolosis adalah salah satu penemuan yang
paling sering diamati pada hati sapi saat postmortem. Hasil pemeriksaan patologi
anatomi sampel organ hati yang menderita fasciolosis ditandai adanya lesi berupa
peradangan dan pengapuran (Purwono 2019). Keputusan hasil pemeriksaan
postmortem untuk organ hati yang terinfeksi fasciolosis adalah diafkir sebagian.

2.4 Pemantauan Penerapan Kesejahteraan Hewan


Pengamatan konsep kesejahteraan hewan (kesrawan) di RPH Tapos
dilakukan sepanjang kegiatan PKL, yaitu mulai hari Senin, 29 Agustus 2022 sampai
dengan hari Rabu, 7 September 2022. Pengamatan yang dilakukan mulai dari
penurunan (unloading) hewan dari truk ke kandang penampungan, kondisi kandang
penampungan, penggiringan hewan dari kandang penampungan hewan menuju
ruang pemotongan, perebahan hewan, proses penyembelihan hewan hingga
penentuan kematian hewan. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh enam kasus
permasalahan kesrawan yang terjadi di RPH-R Tapos. Identifikasi permasalahan
kesrawan dan saran perbaikan pada RPH-R Tapos dicantumkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil identifikasi permasalahan kesrawan dan saran pada RPH-R Tapos
No Masalah Kesrawan Saran

1. Truk pengangkut sapi Truk yang digunakan untuk mengangkut sapi


tidak memiliki sebaiknya disertai dengan atap/penutup
atap/penutup

2. Penanganan dan Sebaiknya untuk menggiring ternak menggunakan


penggiringan ternak alat penghalau atau tongkat pengibas pada saat
dengan cara dipukul atau penurunan yang tidak melukai sapi
ditarik ekornya.

3. Tali pengikat sapi kurang Tali pengikat lebih dipanjangkan agar sapi dapat
panjang sehingga berbaring dengan nyaman
pergerakan terhambat

4. Lantai kandang Kandang dibersihkan secara rutin setiap hari serta


penampungan licin dan menaburkan jerami atau serbuk gergaji pada lantai
kotor kandang
12

5. Atap kandang berlubang Melakukan perbaikan pada atap kandang.


sehingga kandang mudah
basah ketika hujan.

6. Proses pemisahan kepala Proses pemisahan kepala dan kaki hewan


dan kaki hewan terlalu menunggu sampai hewan mati sempurna dengan
cepat melihat 3 indikator, yaitu reflex pupil, nafas, dan
darah yang memancar.

7. Pisau untuk Juleha hendaknya menggunakan pisau yang


menyembelih kurang berkualitas sesuai standar dan selalu memastikan
dijaga ketajamannya ketajaman pisau yang akan digunakan untuk
menyembelih

Animal welfare atau kesejahteraan hewan merupakan suatu usaha


kepedulian yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan kenyamanan
kehidupan terhadap hewan. Dalam konsep animal welfare terdapat lima aspek
kebebasan hewan yang telah diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi
semua hewan yakni kebebasan dari kelaparan dan kehausan, kebebasan dari
ketidaknyamanan, kebebasan dari kesakitan, cedera, dan penyakit, kebebasan untuk
mengekspresikan tingkah laku secara alamiah, kebebasan dari ketakutan dan stres
(Wenno et al. 2015). Penerapan kesrawan pada ternak sangat penting karena stres
sebelum pemotongan hewan dapat berdampak negatif terhadap kualitas daging sapi
secara signifikan. Penerapan animal welfare pada RPH diharapkan dapat
memberikan keuntungan ekonomi dan daging yang berkualitas. Sebaliknya dengan
tidak menerapkan animal welfare maka berdampak kerugian ekonomi dan kualitas
daging yang dihasilkan tidak baik.
Permasalahan kesrawan yang pertama yaitu truk pengangkut sapi tidak
memiliki penutup sehingga menyebabkan ketidaknyamanan pada sapi. Truk
pengangkut seharusnya memiliki atap yang bertujuan untuk melindungi hewan dari
suhu ekstrim, kelembaban ekstrim, hujan, terik matahari, dan angin. Hal tersebut
masih belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 Pasal 89 di
mana pengangkutan dilakukan dengan cara tidak menyakiti, melukai, dan/atau
mengakibatkan stres, serta harus dapat melindungi hewan dari panas matahari dan
hujan. Sebaiknya truk yang digunakan untuk mengangkut sapi disertai dengan atap
untuk berteduh (PPRI 2012).
Masalah kesrawan kedua, didapati bahwa penjaga sapi seringkali
menangani dan menggiring sapi dengan cara dipukul dan ditarik ekornya. Perlakuan
kasar pada hewan yang akan disembelih menyebabkan penderitaan pada hewan
sehingga dapat meningkatkan terjadinya stres. Efek stres dan kelelahan pada hewan
sebelum dipotong akan berdampak buruk pada kualitas daging yang disebut Dark
Firm Dry (DFD). DFD terjadi akibat dari stres, luka, penyakit, atau kelelahan pada
hewan sebelum disembelih (AHAW 2013). Penggunaan tali pengikat sapi yang
kurang panjang dapat membuat pergerakan hewan terbatas. Beberapa sapi juga
mengalami iritasi mata akibat gesekan dari tali pengikat. Hal ini mungkin dapat
13

dihindari dengan menggunakan tali pengikat yang lebih panjang. Hewan ternak
juga dapat berbaring dengan lebih nyaman dan pergerakannya tidak terhambat.
Kondisi kandang penampungan di RPH-R Tapos tidak terlalu padat, sapi
masih bisa bergerak maupun duduk. Air dan makan tersedia dengan cukup. Akan
tetapi, kondisi atap pada beberapa kandang berlubang, sehingga jika hujan turun
maka sapi akan terkena air hujan yang masuk melalui celah-celah lubang di atap.
Atap kandang seharusnya melindungi ternak dari hujan dan sinar matahari. Selain
itu, lantai pada beberapa kandang terlihat jarang dibersihkan sehingga menjadi
kotor, licin, dan lembab. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan pada sapi. Selain
itu lingkungan yang kotor dapat menjadi sumber dari penyakit.
Permasalahan kesrawan yang terakhir adalah proses pemisahan kepala dan
kaki hewan yang terlalu cepat yaitu kurang dari 2 menit dan kurang memperhatikan
apakah hewan telah mati sempurna atau belum. Menurut Mandala et al. (2016),
sebaiknya proses pemisahan kepala dan kaki dilakukan setelah sapi mati secara
sempura. Penentuan kematian hewan secara sempurna adalah dengan mengecek
refleks kornea. Prosedur pengulitan selanjutnya dapat dilakukan dalam waktu 2
menit setelah penyembelihan.

2.5 Proses Pemotongan


Proses pemotongan dan produksi daging di rumah pemotongan hewan
ruminansia dimulai dari kedatangan hewan dengan melihat kelengkapan
administrasi meliputi surat keterangan kesehatan hewan (SKKH), surat keterangan
kepemilikan hewan (surat jalan), surat keterangan karantina (khusus luar pulau),
dan surat keterangan afkir/betina tidak produktif. Setelah pemeriksaan administrasi
selesai, truk pengangkut sapi menuju tempat penurunan sapi (unloading). Sapi yang
sudah masuk kandang diistirahatkan minimal 12 jam sebelum dipotong. Jenis sapi
lokal diistirahatkan minimal 12 jam dan 24 jam untuk sapi Brahman Cross (BX).
Selama pengistirahatan di kandang sapi disediakan pakan dan minum air bersih.
Selanjutnya pemeriksaan antemortem dilakukan pada setiap kandang.
Pemeriksaan antemortem di RPH Tapos dilakukan pada pagi hari dengan
melihat ternak secara berkelompok pada setiap kandang. Pemeriksaan antemortem
yang dilakukan yakni dengan mengamati kondisi dan sikap sapi seperti sika berdiri,
berjalan, status gizi, lubang kumlah, kebersihan individu sapi, dan jenis kelamin.
Sehingga apabila ditemukan adanya temuan kelainan pada pemeriksaan
antemortem dapat segera diambil keputusan apakah sapi ditunda, ditolak atau
dipotong paksa.
Pemotongan sapi pada RPH Tapos dimulai pada pukul 20.00 - 03.00 WIB.
Sapi digiring dari kandang menuju restraining box melalui gangway yang sudah
terhubung ujungnya ke restraining box. Penyembelihan sapi lokal dilakukan tanpa
proses stunning (pemingsanan) pada restraining box tipe Mark IV. Sedangkan sapi
impor BX penyembelihan dilakukan dengan proses stunning pada restraining box
tipe Mark I. Stunning pada sapi BX dilakukan dengan non-penetrating captive bolt
stun gun atau pneumatic percussive gun stunner. Gun stunner tipe non-penetrating
captive bolt stun menggunakan peluru hampa yang terdiri atas 4 jenis warna yang
disesuaikan dengan bobot badan sapi dan bangsanya. Bobot sapi yang kurang dari
400 kg menggunakan peluru hampa berwarna kuning, 400-500 kg menggunakan
warna hitam, 501-550 kg menggunakan warna hijau dan diatas 551 kg
menggunakan warna merah.
14

Sebelum penyembelihan sapi BX, proses stunning dilakukan pada garis


imajiner yang ditarik dari pangkal tanduk ke sudut luar mata secara bersebrangan
dan dilakukan pada 2 cm diatas titik persilangan imajiner. Tanda-tanda sapi yang
pingsan antara lain hewan kolaps seketika, mata melotot, keempat kaki kaku lurus
ke depan. Setelah stunning dilakukan proses penyembelihan dilakukan oleh juru
sembelih halal (JULEHA). Waktu antara stunning hingga proses penyembelihan
adalah 10 detik. Penyembelihan sapi BX pada RPH Tapos dilakukan oleh JULEHA
dari perusahaan penyedia sapi. Sedangkan sapi lokal penyembelihan dilakukan oleh
JULEHA dari RPH Tapos. Setelah penyembelihan darah dibiarkan keluar secara
sempurna pada sapi lokal 2-3 menit dan 4-5 menit untuk sapi BX. Setelah itu kepala
sapi dipisahkan dengan tubuhnya setelah sapi dinyatakan mati setelah melihat
refleks kornea, pergerakan nafas dari abdomen dan dada, dan pergerakan sapi.
Kepala yang sudah terpisah dimasukkan kedalam keranjang dan tubuh sapi
dipindahkan menggunakan cradle beroda. Saat sapi di atas cradle dilakukan
pemisahan pada keempat kaki yang dimulai dari persendian metacarpus dan
metarsus hingga kuku. Setelah itu tubuh sapi digantung dengan hoist crane untuk
dilakukan pengulitan dan pemisahan karkas dari kaki dan jeroan. Kulit sapi yang
sudah terpisah dari tubuh kemudian ditimbang. Pemisahan jeroan dimulai dari
jeroan hijau kemudian jeroan merah dan dilanjutkan pemisahan ekor dan
pemotongan karkas sebelah kanan dan kiri. Jeroan merah yang sudah dikeluarkan
langsung dilakukan pemeriksaan postmortem oleh dokter hewan.

2.6 Pengawasan Betina Produktif


Ternak ruminansia betina produktif menurut Peraturan Menteri Pertanian
No. 35 Tahun 2011 merupakan ruminansia besar, sapi dan kerbau, yang melahirkan
kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 8 tahun, serta ruminansia kecil, domba
dan kambing, yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 4 tahun 6
bulan.Pemerintah melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting
(UPSUS SIWAB) mencanangkan percepatan target pemenuhan populasi sapi
potong dalam negeri. Penerapan UPSUS SIWAB perlu memperhatikan
pengendalian pemotongan sapi betina produktif untuk mencapai keberhasilan
program yang telah dicanangkan. Larangan terhadap pemotongan sapi betina
produktif tertuang di UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan pasal 18 ayat (5) bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang
disembelih kecuali untuk kepentingan penelitian, pemuliaan, atau untuk
pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Status ternak ruminansia betina
yang produktif berdasarkan UU Nomor 41 tahun 2014 Pasal 18 ayat (2) ditentukan
oleh dokter hewan yang berwenang. Pelanggaran terhadap aturan tersebut
dikenakan sanksi yang tercantum dalam UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan pasal 18 ayat (4) yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 3 tahun serta denda paling sedikit Rp Rp100.000.000 dan paling
banyak Rp300.000.000.
RPH sebagai tempat pemotongan hewan berperan besar dalam
mengendalikan dan mencegah pemotongan sapi-sapi betina produktif
(Soejosopoetro 2012). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari tanggal 29
Agustus hingga 9 September 2022, pemotongan sapi betina hanya dilakukan pada
sapi impor (Australian Brahman Cross) karena tidak ada larangan untuk memotong
hewan betina impor yang dimaksudkan sebagai sapi penggemukan. Setiap sapi
15

betina yang datang ke RPH juga dilengkapi Surat Kesehatan Status Reproduksi
yang menyatakan sapi memiliki gangguan reproduksi atau berusia lebih dari 8 tahun
sehingga dapat dipotong. Sapi betina lokal yang tidak dilengkapi dengan Surat
Kesehatan Status Reproduksi umumnya ditolak masuk ke RPH.

2.7 Proses Pengolahan Limbah


Limbah yang dihasilkan dari RPH Tapos diolah menggunakan IPAL
(Instalasi Pembuangan Air Limbah). Air limbah yang dihasilkan oleh RPH
umumnya banyak mengandung padatan organik berupa darah, sisa lemak, feses, isi
rumah, dan isis usus yang sangat berpotensi menyebabkan pencemaran jika
pembuangan di perairan melebihi ketentuan yang berlaku. Limbah dari tempat
penampungan hewan (stock yar), tempat penyembelihan hewan (slaughter room),
dan tempat pengolahan karkas atau daging (packing house) dialirkan menuju satu
tempat khusus pengolahan limbah melalui saluran pembuang dan dilewatkan
melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar
seperti bulu, daun, kertas, plastik, dan lain-lain. Fasilitas pengolahan limbah berupa
bak penyaring limbah sejumlah 8 bak ditambah 3 toren dan blower. Proses
pengelolaan air limbah di RPH Tapos terdiri dari sedimentasi, penambahan bakteri
anaerob, bakteri aerob, dan sedimentasi kembali hingga didapatkan hasil olahan
limbah yang jernih. Proses sedimentasi dilakukan pada bak 1 dan 2, yaitu suatu bak
pemisah lemak atau minyak yang berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak
yang berasal dari kegiatan pemotongan hewan, serta untuk mengendapkan kotoran
pasir, tanah, atau senyawa padatan yang tidak dapat terurai secara biologis,
kemudian di bak 3 dan 4 dilakukan penambahan bakteri anaerob kurang lebih 1 liter
per hari dengan kondisi bak 3 dan 4 ditutup untuk meminimalisir pasokan oksigen
sehingga bakteri anaerob dapat bekerja optimal. Selanjutnya air olahan masuk ke
bak 5 dan 6 untuk proses Aerasi Kontak (Contact Aeration), yaitu penambahan
bakteri aerob kurang lebih 1 liter dengan kondisi bak dibuka sehingga bakteri aerob
dapat bekerja optimal. Selanjutnya air limbah melalui proses sedimentasi kembali
di bak 7, 8 hingga toren 1, 2, dan 3. Setelah itu, limbah dibuang ke sungai Cikeas.
Kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut dapat menurunkan zat organik
(Biochemical Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand), ammonia, total
suspended solid (TSS), fosfat, dan lainnya (Subadyo 2018). Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) di RPH Tapos mampu menampung hingga 1000 m3. Proses
pengolahan air limbah di RPH Tapos membutuhkan waktu paling cepat 14 hari
untuk dibuang ke sungai. Hasil olahan limbah tersebut dicek secara berkala oleh
Dinas Lingkungan Hidup untuk memastikan hasil olahan sudah sesuai dengan baku
mutu yang ditetapkan. Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH diatur dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Peternakan Sapi (Tabel 4).

Tabel 4 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi
No Parameter Kadar paling tinggi (mg/L)

1 Biological Oxygen Demand (BOD) 100

2 Chemical Oxygen Demand (COD) 200


16

3 Total Suspended Solid (TSS) 100

4 NH3-N 25

5 pH 6–9

Hasil pengujian terbaru oleh Dinas Lingkungan Hidup terhadap pengolahan


limbah di RPH Tapos belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Nilai
BOD, COD, TSS, dan NH3 masih diatas nilai standar, sehingga perlu dilakukan
perbaikan dalam hal pengolahan limbah.

III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Kegiatan praktik rumah pemotongan hewan yang dilaksanakan di RPH
Tapos Kota Depok pada tanggal 29 Agustus 2022 hingga 8 September 2022
berjalan dengan baik dan menambah wawasan serta pemahaman mengenai peran
penting dari RPH dalam proses pemotongan hewan, penerapan kesejahteraan
hewan, pemeriksaan antemortem dan postmortem, hingga dihasilkan daging yang
ASUH. Dari segi fasilitas, RPH Tapos sudah baik dan lengkap, hanya saja
diperlukan sosialisasi dan penertiban pekerja lebih lanjut agar proses pemotongan
hewan, kesejahteraan hewan, higiene dan sanitasi dapat terpenuhi dengan baik.

3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan terhadap RPH Tapos Kota Depok adalah (1)
meningkatkan sosialisasi kepada para pekerja agar memperhatikan higiene dan
sanitasi, baik higiene personal, alat-alat, maupun lingkungan ketika melakukan
pemotongan, (2) meningkatkan sosialisasi terkait pembagian kerja dalam kaitannya
dengan daerah bersih dan daerah kotor, (3) meningkatkan sosialisasi kepada para
pekerja terkait kesejahteraan hewan ternak yang akan dipotong seperti penggunaan
peluru stunning yang sesuai, (4) memastikan hewan yang sudah dipotong benar-
benar mati sebelum lanjut ke proses berikutnya, (5) memastikan pisau yang akan
digunakan untuk pemotongan tajam, dan lain sebagainya, (6) meningkatkan
pengelolaan IPAL, (7) selain itu, diperlukan pula penyempurnaan dan pengawasan
yang lebih baik dari pihak UPTD RPH terhadap setiap kegiatan dan fasilitas yang
ada di RPH terutama jika terdapat penyimpangan diharapkan pihak UPTD RPH
selalu mengingatkan dan bila peringatan tersebut tidak kunjung diindahkan pihak
UPTD dapat bersikap lebih tegas.

IV DAFTAR PUSTAKA

[AHAW]. 2013. Scientific Opinion on monitoring procedures at slaughterhouses


for bovines. EFSA J. 11(12):1–65. doi:10.2903/j.efsa.2013.3460.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
17

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020.


Pedoman Teknis Pemeriksaan Ante-mortem dan Post-mortem di Rumah
Potong Hewan Ruminansia (RPH-R). Jakarta (ID): Kementerian
Pertanian.
Gupta RK, Dudeja, Minhas S. 2016. Food Safety in the 21st Century: Public Health
Perspective. Amsterdam (NL): Elsevier.
Apritya D, Yanestria SM, Hermawan IP. 2021. Deteksi kasus fasciolosis dan
eurytrematosis pada pemeriksaan antemortem dan postmortem hewan
qurban saat masa pandemi Covid 19 di Surabaya. Jurnal Ilmiah Fillia
Cendekia 6(1) : 41-45.
Awah-Ndukum J, Kudi AC, Bradley G, Ane-Anyangwe I, Titanji VPK, Fon-
Tebung S, Tchoumboue J. 2012. Prevalence of Bovine Tuberculosis In
Cattlein The Highlands of Cameroon Based On The Detectionof Lesions
In Slaughtered Cattle and Tuberculin Skin Tests of Live
Cattle.Veterinarni Medicina 57(2): 59-76.
Dikeman M dan Devin C. 2014. Encyclopedia of Meat Sciences . Netherlands (NL)
: Academic Press.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku
Mutu Air Limbah untuk Peternakan Sapi.
Mandala AY, Swacita IBN, Suada IK. 2016. Penilaian Penerapan Animal Welfare
pada Proses Pemotongan. Indones Med Veterinus. 5(1):1–12.
Mohamed DK. 2021. A study on causes of cattle liver condemnation at an abattoir
in Omdurman area, Khartoum State, Sudan. BMC Vet Research. 17(1):1-
6.
Islam MI, Habib MA, Islam MR, Mahmud MS, Saha PC, Ruba T, Das PM, Khan
MAH. 2017. Clinicopathological Investigation of Foot and Mouth Disease
and Serotype Identification of the Viruses in Cattle of Bangladesh.
Immunology and Infectious Diseases 5(2): 16-23, 2017
http://www.hrpub.org DOI: 10.13189/iid.2017.050202.
PPRI. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012
Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Purwono E. 2019. Gambaran Kasus Fasciolosis (Cacing Hati) Pada Sapi Bali
Berdasarkan Data Hasil Pemeriksaan Hewan Qurban Di Kabupaten
Manokwari Tahun 2018. J Trit. 10 (1) : 69–74.
https://jurnal.polbangtanmanokwari.ac.id/index.php/jt/article/view/13.
Retnowati Y, Nugroho TAE. 2014. Pemeriksaan Mikroba dan Patologi Organ
Paru-paru Sapi yang Mengalami Pneumoni di Kota Gorontalo.
Gorontalo(ID):Universitas Negeri Gorontalo.
Soejosopoetro B. 2011. Studi tentang pemotongan sapi betina produktif di RPH
Malang. Ternak Tropika. 12(1): 22-26.
18

Subadyo AT. 2018. Pengelolaan dampak pembangunan rumah potong hewan


ruminansia di kota Batu. J Pengabdi Masy Univ Merdeka Malang. 2(2):
15- 20.
Susanawati Liliya Dewi, Wirosoedarmo Ruslan, Nasfhia Siti Desiree. 2015.
Analisa Potensi Penerapan Produksi Bersih di Rumah Pemotongan Hewan
Kota Malang. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 22-30.
Wenno C, Swacita I, Suada I. 2015. Penerapan animal welfare pada proses
pemotongan sapi Bali di rumah pemotongan hewan Pesanggaran.
Denpasar Bali. Indonesia Medicus Veterinus. 4(3): 238-248

LAMPIRAN

Lampiran I Hasil Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem Sapi di RPH Tapos

Hari : Senin, 29 Agustus 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis/ras Jenis
No Hasil
Sapi Kelamin
Stuning AM PM
(Level)

1 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

2 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

3 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madura kelainan kelainan
Limosin
(Madrasi
n)

4 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

5 Sapi ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


Brahma kelainan kelainan
n Cross
(BX)
19

6 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegal


kelainan y

12 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
20

19 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegal


kelainan y

22 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

28 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

29 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

30 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

31 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
21

32 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

33 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

34 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

35 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari : Selasa, 30 Agustus 2022

Pengawasan Dokter Hewan


N Jenis/ras Jenis
o Sapi Kelamin Hasil
Stuning AM PM
(Level)

1 Sapi Bali ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

2 Sapi Bali ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

3 Sapi Bali ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

4 Sapi Bali ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

5 Sapi ♂ - Tidak ada Terdapat


Madrasin kelainan Fasciola
gigantica

6 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
22

8 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

14 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

15 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
23

21 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

28 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

29 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

30 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

31 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

32 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

33 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
24

Hari : Rabu, 31 Agustus 2022

Pengawasan Dokter Hewan


N Jenis/ra Jenis
o s Sapi Kelamin Hasil
Stunning AM PM
(Level)

1 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

2 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

3 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

4 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

5 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

6 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9 Sapi BX ♀ 1 Pembesaran Tidak ada


ambing kelainan

10 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan
25

12 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14 Sapi BX ♂ 3 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17 Sapi BX ♀ 1 Pembesaran Tidak ada


ambing kelainan

18 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
26

25 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

28 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

29 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

30 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

Hari : Kamis, 1 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


N Jenis/ra Jenis
o s Sapi Kelamin Hasil
Stunning AM PM
(Level)

1 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

2 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

3 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

4 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n
27

5 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

6 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7 Sapi BX ♀ 1 Pembesaran Tidak ada


ambing kelainan

8 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Nodul pada


kelainan paru-paru
yang sudah
membentuk
jaringan ikat

11 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

16 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
28

18 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

26 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari : Jumat, 2 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis/ras Jenis
No Hasil
Sapi Kelamin
Stunning AM PM
(Level)
29

1 Sapi PO ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

2 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Limosin kelainan kelainan

3 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

4 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

5 Sapi BX ♂ 3 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

6 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8 Sapi BX ♀ 1 Suspect Tiger Heart


PMK

9 Sapi BX ♀ Tidak ada Tidak ada


1 kelainan kelainan

10 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
30

14 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

17 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan
31

27 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

28 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

29 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

30 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari: Sabtu, 3 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis/ras Jenis
No Hasil
Sapi Kelamin
Stunning AM PM
(Level)

1 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

2 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Bali kelainan kelainan

3 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

4 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

5 Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasi kelainan kelainan
n

6 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
32

7 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9 Sapi BX ♂ Tidak ada Tidak ada


1 kelainan kelainan

10 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

11 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12 Sapi BX ♀ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

18 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
33

20 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Hepatomegaly


kelainan

23 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24 Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27 Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Nodul pada


kelainan paru-paru
yang sudah
membentuk
jaringan ikat

28 Sapi BX ♀ 1 Tidak ada


kelainan

Hari Minggu, 4 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis
No. Jenis Sapi
Kelamin Hasil Stunning
AM PM
(Level)

1. Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasin kelainan kelainan
34

2. Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasin kelainan kelainan

3. Sapi Angus ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

4. Sapi ♀ - Tidak ada Tidak ada


Madrasin kelainan kelainan

5. Sapi ♂ - Tidak ada Tidak ada


Madrasin kelainan kelainan

6. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Multifocal pada


kelainan paru (3 buah)

7. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Focal pada paru


kelainan

14. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
35

15. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
36

28. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

29. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari Senin, 5 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis
No. Jenis Sapi
Kelamin Hasil Stunning
AM PM
(Level)

1. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

2. Sapi Lokal ♀ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

3. Sapi Lokal ♀ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

4. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

5. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Cacing fasciola


kelainan di hati

6. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
37

10. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

22. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
38

23. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari Selasa, 6 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis
No. Jenis Sapi
Kelamin Hasil Stunning
AM PM
(Level)

1. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

2. Sapi Lokal ♀ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

3. Sapi Lokal ♀ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

4. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

5. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

6. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
39

9. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

18. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

21. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
40

22. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

23. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

24. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

25. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

26. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

27. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

Hari Rabu, 7 September 2022

Pengawasan Dokter Hewan


Jenis
No. Jenis Sapi
Kelamin Hasil Stunning
AM PM
(Level)

1. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

2. Sapi Lokal ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

3. Sapi BX ♂ - Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

4. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
41

5. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

6. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

7. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

8. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

9. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

10. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

11. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

12. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

13. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

14. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

15. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

16. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

17. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
42

18. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

19. Sapi BX ♂ 1 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan

20. Sapi BX ♂ 2 Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan
43
LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG
KEDINASAN DI DINAS KETAHAN PANGAN, PERTANIAN,
DAN PERIKANAN, KOTA DEPOK

Disusun oleh:
KELOMPOK G1
PPDH Periode 2 Semester 2 Tahun Ajaran 2021/2022

Muhammad Fajul Falah, S.K.H. B9404212095


Mukhsin Syafaat, S.K.H. B9404212128
Omar Mikhale, S.K.H. B9404212164
Jason Selvaratnam Jeremiah, S.K.H. B9404212828
Nur Indah Andini, S.K.H. B9404212161
Yola Salsabila Hidayah, S.K.H. B9404212168
Anyla Patisya, S.K.H. B9404212140
Junia Putri, S.K.H. B9404212117
Joanna Anggita, S.K.H. B9404212160
Ayustina Juniarti, S.K.H. B9404212090

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
IPB UNIVERSITY
2022
i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Tujuan ......................................................................................................2
1.3 Manfaat ....................................................................................................2
1.4 Waktu Kegiatan .......................................................................................2
II PROFIL DINAS ......................................................................................2
2.1 Struktur Organisasi ..................................................................................2
2.2 Visi...........................................................................................................4
2.3 Misi ..........................................................................................................5
2.4 Tugas dan Fungsi .....................................................................................5
2.5 Potensi dan Permasalahan Peternakan Kota Depok ................................7
2.5.1 Potensi dan Permasalahan Peternakan Unggas di Kota Depok ........ 8
2.5.2 Potensi dan Permasalahan Peternakan Sapi Potong di Kota Depok . 9
2.5.3 Potensi dan Permasalahan Peternakan Sapi Perah di Kota Depok . 10
2.5.4 Potensi dan Permasalahan Peternakan Domba dan Kambing di Kota
Depok 10
III KEGIATAN BIDANG KESEHATAN HEWAN .................................11
3.1 Program Dinas .......................................................................................11
3.1.1 Pelayanan Pasif Puskeswan............................................................. 11
3.1.2 Pelayanan Aktif Puskeswan ............................................................ 13
3.1.3 Survei dan Vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ................ 13
3.1.4 Program Sterilisasi 77 Kucing Jantan ............................................. 15
3.2 Program Praktik Mahasiswa ..................................................................15
3.2.1 Pembuatan Poster Mengenai Perawatan Pasca Sterilisasi Kucing.. 15
3.2.2 Sosialisasi Toksoplasmosis kepada Masyarakat Kota Depok......... 17
3.2.3 Kampanye Animal Pain Awareness ................................................ 18
3.2.4 Kunjungan ke UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kota Depok ............ 19
IV KEGIATAN BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
...............................................................................................................19
4.1 Program Dinas .......................................................................................19
4.1.1 Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada Unit Usaha
Gudang Pendingin ......................................................................................... 20
4.2 Program Praktik Mahasiswa ..................................................................21
4.2.1 Pengawasan Daging Ayam ............................................................. 21
V ANALISIS PROGRAM PENGENDALIAN FASCIOLOSIS PADA
SAPI POTONG DI KOTA DEPOK......................................................25
5.1 Penyusunan Rencana Survei..................................................................25
5.2 Populasi Target ......................................................................................25
5.3 Teknik Sampling....................................................................................26
5.4 Pengamatan dan Pengukuran yang Relevan ..........................................28
5.5 Analisis Statistik ....................................................................................28
ii

5.6
Aspek Keorganisasian ........................................................................... 29
5.7
Rancangan Anggaran Dana ................................................................... 29
5.8
Waktu Pelaksanaan ............................................................................... 30
5.9
Program Pengendalian Penyakit ........................................................... 31
5.10
Analisis Biaya dan Manfaat .................................................................. 33
VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 34
5.1 Simpulan ............................................................................................... 34
5.2 Saran...................................................................................................... 34
VI DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 34
LAMPIRAN .......................................................................................................... 36

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Populasi ternak menurut jenis ternak (ekor) di Kota Depok tahun 2019-
2021......................................................................................................... 8
Tabel 2 Data kasus penyakit hewan menular strategis di Kota Depok pada tahun
2021 (DKP3 Kota Depok) ...................................................................... 8
Tabel 3 Program DKP3 bidang Kesehatan Hewan ............................................... 11
Tabel 4 Program DKP3 bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner ........................ 20
Tabel 5 Hasil wawancara penjual daging ayam di Pasar Cisalak.......................... 22
Tabel 6 Hasil wawancara konsumen daging ayam di Pasar Cisalak ..................... 25
Tabel 7 Populasi Sapi Potong di Kota Depok ....................................................... 26
Tabel 8 Data distrik yang terpilih untuk pengambilan sampel .............................. 27
Tabel 9 Jumlah peternakan dalam setiap kecamatan di Kota Depok .................... 28
Tabel 10 Aspek keorganisasian dalam survei pengendalian penyakit .................. 29
Tabel 11 Rancangan Anggaran Biaya ................................................................... 29
Tabel 12 Jadwal kegiatan survei di Kota Depok, Jawa Barat ............................... 30
Tabel 13 Program pengendalian penyakit Fasciolosis .......................................... 31
Tabel 14 Benefit Program Pengendalian ............................................................... 33

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kegiatan pelayanan pasif Puskeswan ................................................... 11
Gambar 2 Rekapitulasi data pasien Puskeswan..................................................... 12
Gambar 3 Pelayanan aktif Puskeswan berupa pemberian vitamin pada ternak .... 13
Gambar 4 Pemeriksaan kesehatan dan pendataan ternak (a);................................ 14
vaksinasi pada ternak (b) ....................................................................................... 14
iii

Gambar 5 (a) Poster sosialisasi tentang perawatan kucing setelah sterilisasi; (b)
Kegiatan penyebaran poster dan sosialisasi mahasiswa kepada warga
Kota Depok ............................................................................................16
Gambar 6 Poster Toxoplasmosis............................................................................17
Gambar 7 Poster animal pain awarness .................................................................18
Gambar 8 Kunjungan Mahasiswa ke UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kota Depok
...............................................................................................................19
Gambar 9 Audit NKV di PT Del Vaio Indonesia ..................................................21
Gambar 10 Kegiatan pengawasan daging ayam di Pasar Cisalak..........................22
Gambar 11 Preferensi konsumen dalam memilih daging ayam.............................24
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan posisi geografis, Kota Depok terletak di bagian selatan
Provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta di utara,
Kabupaten Bogor di bagian timur dan selatan, dan Kota Tangerang Selatan di
bagian barat. Secara astronomis, Kota Depok terletak antara 6’ 19’ s.d. 6’ 28’
Lintang Selatan dan antara 106’ 43’ s.d. 106’ 55’ Bujur Timur dengan luas wilayah
berupa daratan seluas 200,29 km2. Kota Depok terdiri dari 11 kecamatan yaitu
Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Pancoran Mas,
Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan
Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Beji, Kecamatan Limo, dan Kecamatan
Cinere. Kecamatan Tapos merupakan kecamatan terluas dengan wilayah seluas
33,26 km2, sedangkan Kecamatan Cinere menjadi yang terkecil dengan luas
wilayah 10,55 km2 (BPS 2022). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2021, populasi
penduduk Kota Depok sebanyak 2.085.935 jiwa terdiri atas penduduk laki-laki
sebanyak 1.052.652 jiwa dan perempuan 1.033.283 jiwa. Kepadatan Penduduk di
11 kecamatan bervariasi, dengan kepadatan tertinggi terletak di kecamatan
Cipayung yaitu sebesar 15.371 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Sawangan
sebesar 7.060 jiwa/km2. Wilayah Kota Depok yang berbatasan langsung dengan
DKI Jakarta menjadikan wilayah ini sebagai penyangga dan pendukung
perekonomian dan sangat strategis sebagai wilayah pemukiman, jasa, perdagangan,
dan industri. Selain itu, secara biogeografis Kota Depok juga merupakan bagian
dari berbagai daerah aliran sungai yang berpusat di pegunungan di Kabupaten
Bogor dan Cianjur, menjadikan curah hujan di Kota Depok cukup tinggi sehingga
memiliki potensi flora dan fauna yang beragam.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, populasi ternak
yang ada di Kota Depok terdiri dari sapi perah sebanyak 540 ekor, sapi potong
sebanyak 2.546 ekor, kerbau sebanyak 102 ekor, kuda sebanyak 250 ekor, kambing
sebanyak 3.658 ekor, domba sebanyak 3.214 ekor, ayam buras sebanyak 23.100
ekor, itik sebanyak 739 ekor, anjing sebanyak 513 ekor, ayam broiler sebanyak
400.000 ekor, dan ayam petelur sebanyak 40.000 ekor. Jumlah produksi daging di
Kota Depok pada tahun 2021 sebanyak 12.542.077 kg terdiri dari daging sapi
sebanyak 6.282.638 kg, daging kerbau sebanyak 34.299 kg, daging kambing
sebanyak 160.453 kg, daging domba sebanyak 139.801 kg, daging ayam ras petelur
sebanyak 37.250 kg, daging ayam ras broiler sebanyak 5.852.304 kg, daging ayam
kampung sebanyak 23.620 kg, dan daging itik sebanyak 11.712 kg. Jumlah
produksi susu pada tahun 2021 di Kota Depok sebanyak 1.307.809 liter. Sedangkan
produksi telur pada tahun yang sama sebanyak 7.545.204 butir telur ayam ras,
979.994 butir telur ayam kampung, dan 433.126 butir telur itik.
Menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian
(Kementan) pada tahun 2020, konsumsi protein penduduk Indonesia mencapai
62,05 gram per kapita setiap harinya (gram/kap/hari). Dari jumlah tersebut,
konsumsi protein asal pangan hewani tercatat sebesar 21,29 gram atau mengalami
peningkatan 1,14% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 21,05 gram. Bidang
peternakan memiliki peran yang sangat penting dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat akan sumber protein dari pangan asal hewan. Pelaksanaan
segala urusan pemerintahan bidang pertanian, perikanan, dan peternakan di Kota
Depok menjadi tugas dan wewenang Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan
Perikanan (DKP3) Kota Depok. Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, Dinas Ketahanan Pangan,
Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kota Depok memiliki seksi Kesehatan Hewan
dan Masyarakat Veteriner yang memiliki peran diantaranya dalam perencanaan,
pemberantasan, pencegahan penyakit hewan dan zoonosis, memberikan pelayanan
kesehatan hewan dan penjaminan produk asal hewan, serta pengawasan, perijinan,
dan sertifikasi obat hewan dan produk asal hewan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan PPDH bagian kedinasan mengenai Dinas Pertanian,
Perikanan dan Pangan Kota Depok adalah memahami tugas dan fungsi dari dinas
tersebut dalam bidang Kesehatan hewan dan Kesehatan masyarakat veteriner.

1.3 Manfaat
Manfaat dari kegiatan PPDH bagian kedinasan mengenai Dinas Pertanian,
Perikanan, dan Pangan Kota Depok mampu memahami tugas dan fungsi serta
program kerja di bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.
Mahasiswa PPDH juga mendapatkan wawasan tambahan dalam menghadapi
masalah terkait kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner serta
mengetahui manajemen pengendalian dan pemberantasan penyakit strategis dan
zoonosis.

1.4 Waktu Kegiatan


Kegiatan magang profesi kedinasan DKP3 Kota Depok mahasiswa
Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus-
9 September.

II PROFIL DINAS

2.1 Struktur Organisasi


Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian dibentuk berdasarkan ketentuan
pasal 4 Peraturan Daerah Kota Depok No. 10 tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah dan Peraturan Walikota Depok No. 78 tahun 2016
tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Dinas
Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan dengan tugas membantu Walikota
dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang pertanian, perikanan dan
peternakan. Adapun susunan organisasi Dinas terdiri atas:
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris
2.1 Kepala Sub Bagian Umum Kepegawaian
2.2 Kepala Sub Bagian Keuangan dan Aset
2.3 Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
3. Kepala Bidang Ketahanan Pangan dan Hortikultura
3.1 Kepala Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
3.2 Kepala Seksi ketersediaan dan Distribusi Pangan
3.3 Kepala Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
4. Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan
3

4.1 Koordinator Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner


4.2 Koordinator Peternakan
5. Kepala Bidang Perikanan
5.1 Koordinator Penguatan Daya Saing Perikanan
5.2 Koordinator Budidaya Perikanan
6. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan (UPTD RPH)
6.1 Kepala Sub Bagian TU UPT RPH
7. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Benih Ikan (UPTD BBI)
7.1 Kepala Sub Bagian TU UPT BBI
8. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Hewan (UPTD
Puskeswan)
8.1 Kepala Sub Bagian TU UPT Puskeswan
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS KETAHANAN PANGAN,
PERTANIAN, DAN PERIKANAN KOTA DEPOK TAHUN 2022

2.2 Visi
Kota Depok yang Unggul, Nyaman dan Religius
5

2.3 Misi
Misi dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Depok
antara lain:
1. Meningkatkan kualitas Pelayanan Publik yang Profesional dan
Transparan
2. Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang Religius, Kreatif dan
Berdaya Saing
3. Mengembangkan Ekonomi yang Ekonomi yang Mandiri, Kokoh dan
Berkeadilan berbasis Ekonomi Kreatif
4. Membangun Infrastruktur yang Merata, Berwawasan Lingkungan dan
Ramah Keluarga
5. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat dalam melaksanakan Nilai-nilai
Agama dan menjaga Kerukunan antar Umat Beragama serta
meningkatkan Kesadaran Hidup Berbangsa dan Bernegara

2.4 Tugas dan Fungsi


Perangkat Daerah Kota Depok dan Peraturan Walikota Depok nomor 78
tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata
Kerja Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan dalam tugas
melaksanakan urusan Pemerintahan dan tugas pembantuan di bidang Ketahanan
Pangan, Pertanian, Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Perikanan mempunyai
fungsi:
1. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Penyusunan Rencana Strategis
(Renstra) Dinas sesuai dengan Renstra Kota
2. Perumusan Kebijakan Teknis di bidang Ketahanan Pangan, Pertanian,
Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Perikanan
3. Pelaksanaan Kebijakan Teknis di bidang Ketahanan Pangan, Pertanian,
Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Perikanan
4. Koordinasi penyediaan Infrastruktur dan pendukung di bidang Ketersediaan
Pangan, Kerawanan Pangan, Distribusi Pangan, Cadangan Pangan,
Penganekaragaman konsumsi dan Keamanan Pangan
5. Penyusunan Program Penyuluhan
6. Penataan Prasarana Pertanian
7. Penyelenggaraan Kebutuhan Sarana Produksi bidang Pertanian, Peternakan
dan Perikanan
8. Pengawasan peredaran Sarana Pertanian Peternakan dan Perikanan
9. Pembinaan Produksi di bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan
10. Pengendalian dan Penanggulangan hama penyakit tanaman dan penyakit
hewan
11. Pengendalian dan Penanggulangan Bencana alam bidang Pertanian,
Peternakan dan Perikanan
12. Pembinaan Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian
13. Penyelenggaraan Penyuluhan di bidang Pertanian, Peternakan dan
Perikanan
14. Pemberian Izin Usaha/Rekomendasi Teknis Pertanian, Peternakan dan
Perikanan
15. Pembinaan Kelembagaan di bidang pertanian, Peternakan dan Perikanan
16. Melaksanakan kerjasama dengan Lembaga dan Instansi lain di bidang
Pertanian, Peternakan dan Perikanan
17. Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian urusan
Kesekretariatan, Kepegawaian dan Rumah Tangga Dinas
18. Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian kegiatan bidang
teknis meliputi bidang Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan
Hortikultura, bidang Perikanan dan bidang Peternakan dan Kesehatan
Hewan
19. Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)
20. Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Produk Hukum
sesuai dengan bidang tugasnya
21. Pembinaan sikap perilaku dan Disiplin, peningkatan Kompetensi dan
penilaian Kinerja setiap Pegawai pada Dinas
22. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan bidang
tugasnya.

Seksi Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner di Dinas Ketahanan


Pangan, Pertanian dan Perikanan mempunyai tugas dan fungsi dalam melaksanakan
urusan Pemerintahan dibidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner, yaitu:
1. Penyusunan rencana kegiatan Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner mengacu pada Rencana Kerja Bidang Peternakan
2. Penyiapan bahan koordinasi, pengumpulan, Pengolahan data dan informasi,
Inventarisasi Permasalahan Permasalahan serta melaksanakan pemecahan
permasalahan yang berkaitan dengan urusan kesehatan hewan dan
Kesehatan masyarakat Veteriner
3. Penyusunan dan penyiapan bahan dan Data dalam rangka Perencanaan,
pelaksanaan, Pengendalian, pengawasan, Pembinaan, Evaluasi dan
pelaporan Program dan kegiatan Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner
4. Penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik dan Standar
Operasional prosedur di Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner
5. Penyiapan bahan Penyusunan Kebijakan dan Petunjuk teknis
penyelenggaraan kegiatan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
Veteriner
6. Penyiapan bahan Koordinasi dan Kerjasama dengan Lembaga dan Instansi
lain di bidang Kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat Veteriner
7. Pelaksanaan penerapan Kebijakan dan Standar, Identifikasi dan
Inventarisasi, Pembinaan, Pengembangan dan Pengawasan serta kerjasama
dengan Lembaga Teknologi yang berkaitan dengan alat dan mesin
peternakan dan Kesehatan hewan dan Kesehatan masyarakat Veteriner
(Kesmavet)
8. Pelaksanaan Bimbingan Pemanfaatan air dan Penerapan Teknologi
Optimalisasi Pengelolaan pemanfaatan air untuk peternakan dan kesehatan
hewan dan kesmavet
7

9. Pelaksanaan Penerapan Kebijakan dan Standar, Identifikasi Kebutuhan,


pelaksanaan bimbingan, Pengawasan serta Pengendalian dan Pengawasan
pemberian Rekomendasi perizinan obat hewan, vaksin, sera dan sediaan
Biologis
10. Pelaksanaan pengendalian, Pengawasan dan pemberian rekomendasi ijin
rumah sakit hewan, praktek dokter hewan, laboratorium keswan dan
Laboratorium kesmavet, usaha RPH/RPU, usaha obat hewan di tingkat
depo, toko, kios dan pengecer obat hewan, poultry shop dan pet shop
11. Pelaksanaan pemberian surat keterangan asal hewan dan Produk hewan,
asal/kesehatan bahan asal ternak dan hasil bahan asal ternak, pemberian
Rekomendasi Instalasi karantina hewan serta pelaksanaan bimbingan
pelaksanaan penerapan Nomor Kontrol Veteriner Wilayah kota
12. Pelaksanaan pedoman, penerapan Kebijakan, Pengaturan, Pembinaan,
pengawasan, monitoring, pemantauan kesehatan dan kesejahteraan hewan,
Kesehatan masyarakat veteriner serta Pencegahan penyakit hewan; m.
pelaksanaan pengawasan dan Pembinaan kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner
13. Pembinaan sikap Perilaku dan Disiplin Pegawai, peningkatan kompetensi
dan penilaian Kinerja setiap Pegawai pada Seksi Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner
14. Pelaksanaan monitoring, Evaluasi dan pelaporan secara Periodik hasil
kegiatan seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
15. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan dalam rangka
mendukung tugas pokok dan fungsi Dinas sesuai dengan bidang tugasnya

2.5 Potensi dan Permasalahan Peternakan Kota Depok


Depok merupakan salah satu Kota Pemerintahan di Provinsi Jawa Barat,
sebagai daerah yang berbatasan dengan ibukota negara. Depok dituntut untuk terus
berbenah guna mengimbangi laju percepatan pembangunan di wilayah ibukota.
Tentunya tantangan terberat dari daerah ini adalah bagaimana pemerintah daerah
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pertambahan jumlah
penduduk, kebutuhan produk peternakan untuk penduduk kota juga semakin
meningkat. Peningkatan permintaan pada akhirnya meningkatkan potensi
peternakan kota untuk dikembangkan (Kurniawan 2011). Berdasarkan data Dinas
Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Depok, jenis ternak unggas yang
paling banyak diusahakan di Kota Depok pada tahun 2021 adalah ayam buras yaitu
sebanyak 23.101 ekor. Populasi ternak menurut jenis ternaknya di Kota Depok
tahun 2019-2021 disajikan pada Tabel 1.
Wilayah peternakan yang bersisian ataupun dekat dengan pemukiman
warga menyebabkan pembatasan kontak antara ternak dan aspek di luar kandang
sulit dilakukan, sehingga penerapan biosekuriti di lingkungan peternakan di daerah
perkotaan masih tergolong rendah (Anggraeni dan Mariana 2016). Pembuangan
limbah yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku menyebabkan pencemaran
lingkungan, mengganggu kenyamanan masyarakat, dan berbahaya bagi manusia
maupun ternak (Indri et al. 2015). Mikroorganisme patogen yang terdapat pada
limbah ternak dapat mengancam kesehatan hewan ternak itu sendiri, lingkungan
dan manusia, karena mengandung banyak bakteri penyebab penyakit (Triatmojo et
al. 2016). Kasus penyakit hewan menular strategis di Kota Depok pada tahun 2021
ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1 Populasi ternak menurut jenis ternak (ekor) di Kota Depok tahun 2019-
2021
Populasi (Ekor)
No. Jenis Komoditas
2019 2020 2021

1. Sapi Perah 507 506 510

2. Sapi Potong 2.516 2.526 2.546

3. Kerbau 115 110 102

4. Kuda 210 248 250

5. Kambing 3.670 3.638 3.658

6. Domba 3.210 3.204 3.214

7. Ayam Buras 23.020 23.480 23.101

8. Ayam Layer 120.300 213.716 -

9. Ayam Broiler 2.826.000 3.144.208 -

10. Itik 30.500 30.000 7.500

Tabel 2 Data kasus penyakit hewan menular strategis di Kota Depok pada tahun
2021 (DKP3 Kota Depok)
Tanggal Spesies Lokasi Diagnosa

Ayam dan Bojongsari, Duren Avian Influenza-


17 Mei 2021
bebek Mekar HPAI

22 Oktober
Sapi perah Seluruh Kota Depok Brucellosis
2021

2.5.1 Potensi dan Permasalahan Peternakan Unggas di Kota Depok


Jenis pangan sumber protein hewani yang lebih sering dikonsumsi
yaitu telur (82%) dan daging ayam (59%) dari total responden. Kebutuhan
masyarakat akan protein hewani yang murah dan terjangkau. Saluran
distribusi komoditas pangan di Kota Depok secara umum dari petani ke
produsen (pengepul) kemudian ke distributor (pedagang besar) dan terakhir
kepada konsumen akhir. Peredaran ayam sehat di pasar tradisional Kota
Depok berasal dari RPU (Rumah Potong Unggas), antara lain di HBTB Arja
9

Mukti Depok, Kranggan dan Cilangkap yang berasal langsung dari petani.
Stok daging ayam ras perhari di Kota Depok adalah 31.417 ekor
perputarannya sehingga dalam pertahun sebanyak 11.310.000 ekor
(Setiawati 2020).
Kegiatan surveilans Avian Influenza salah satu kegiatan
pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis.
Kegiatan ini dilakukan oleh Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas
Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Sasaran dari
kegiatan ini adalah masyarakat pemilik unggas yang difokuskan ke daerah
pemukiman padat di Kota Depok. Surveilans diutamakan untuk deteksi dini
kasus penyakit Avian Influenza dan menjadi sarana sosialisasi kepada
masyarakat mengenai penyakit dan pencegahan Avian Influenza. Surveilans
Avian Influenza merupakan program rutin dari pihak Dinas Ketahanan
Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Depok. Mengingat
banyaknya peternak dari keseluruhan 12 kecamatan yaitu 190 peternak,
harapannya kegiatan surveilans ini tetap terus dilakukan sehingga deteksi
dini terhadap penyakit Avian Influenza dapat dilakukan dan peternak juga
teredukasi terkait penyakit Avian Influenza.

2.5.2 Potensi dan Permasalahan Peternakan Sapi Potong di Kota Depok


Distribusi daging sapi potong di Kota Depok berasal dari Rumah
Potong Hewan (RPH), antara lain di RPH Tapos dan Cibinong. Stok daging
sapi potong perhari Kota Depok adalah 12.070 kg/hari perputarannya
sehingga dalam pertahun sebanyak 4.346.200 kg. Depok merupakan salah
satu Kota Pemerintahan di Provinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang
berbatasan dengan ibukota negara sehingga dituntut untuk terus berbenah
dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Setiawati 2020).
Salah satu program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari
DKP3 pada bulan Juni 2021 yaitu surveilans dan vaksinasi antraks pada
daerah dengan populasi ternak dan lalu lintas yang tinggi. Sedangkan pada
bulan Mei 2022 surveilans dan edukasi peternak terkait penyakit PMK
untuk mencegah penyebaran penyakit PMK karena sedang terjadi wabah di
Indonesia.
Berdasarkan hasil surveilans dan vaksinasi antraks tahap I pada
tahun 2021, jumlah populasi sapi potong yang disurvei 1.843 ekor dengan
hasil sapi potong yang divaksinasi berjumlah 749 ekor. Terbatasnya
cakupan sapi potong yang divaksinasi disebabkan karena terdapat pemilik
yang tidak mau hewannya divaksinasi meskipun petugas sudah memberikan
pemahaman mengenai penyakit antraks. Penyebab lainnya karena kondisi
hewan yang tidak memungkinkan untuk divaksinasi karena bunting, laktasi,
galak, dan belum cukup umur. Berdasarkan hasil surveilans dan vaksinasi
antraks tahap II tahun 2021, populasi sapi potong yang disurvei berjumlah
691 dan sapi potong yang divaksinasi berjumlah 318 ekor. Jumlah total
vaksinasi tahap II menurun dibandingkan tahap I karena adanya penurunan
populasi ternak. Hal ini karena pada tahap I merupakan periode persiapan
kurban sehingga populasi meningkat. Berdasarkan data tersebut,
harapannya kegiatan surveilans dan vaksinasi dapat terus berlanjut sehingga
pencegahan terhadap antraks dapat dilakukan dan peternak dapat teredukasi
terkait penyakit antraks.

2.5.3 Potensi dan Permasalahan Peternakan Sapi Perah di Kota Depok


Usaha peternakan sapi perah mempunyai pasar yang cukup besar
dan potensial di daerah perkotaan karena konsumsi susu masyarakat
perkotaan yang lebih tinggi serta sarana transportasi yang memadai
(Prastiwi dan Setiyawan 2016). Susu yang berasal dari peternakan sapi
perah, baik dari dalam maupun luar Kota Depok dapat diolah oleh
masyarakat dan di pasarkan. Tidak menutup kemungkinan jika bisnis susu
berkembang, masyarakat Kota Depok dapat membeli lahan potensial di
sekitar Kota Depok untuk pengembangan Peternakan Sapi Perah. Produksi
susu sapi dipengaruhi oleh siklus kesehatan reproduksi. Brucellosis
merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan
reproduksi pada sapi betina.
Berdasarkan data surveilans Brucellosis DKP3 Kota Depok tahun
2021 terdapat satu laporan Brucellosis pada 6 ekor sapi perah yang tersebar
di Kota Depok. Berdasarkan observasi ketika pelayanan aktif Puskeswan di
Kelurahan Pasir Gunung Selatan pada tanggal 28 Januari 2022 terdapat satu
ekor sapi yang mengalami abortus di trisemester awal dan diduga
disebabkan infeksi Brucellosis. Pemberian pakan sapi yang kurang baik
akan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Lokasi
peternakan akan mempengaruhi jenis pakan yang diberikan pada ternak.
Berdasarkan observasi di lapang pakan sapi perah didominasi oleh ampas
tahu dan sisa hijauan dari pasar karena lokasi peternakan berdekatan dengan
beberapa titik pasar tradisional. Tidak terdapat gudang penyimpanan pakan
ternak dan pakan hanya diletakan di ruangan terbuka sehingga
meningkatkan kelembaban dan kerentanan terhadap infeksi bakteri maupun
jamur. Kedua hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah gejala bloat
pada sapi perah. Praktik higiene dan sanitasi di kandang ketika proses
pemerahan juga menjadi hal yang patut diperhatikan karena akan
mempengaruhi kualitas cemaran mikroba susu.

2.5.4 Potensi dan Permasalahan Peternakan Domba dan Kambing di


Kota Depok
Jenis sumber protein daging merah seperti daging domba dan
kambing masih jarang dikonsumsi oleh masyarakat kota Depok. Konsumsi
daging domba dan kambing meningkat ketika hari besar keagamaan seperti
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. RPH Tapos menyediakan retribusi untuk
pemotongan domba dan kambing meskipun peminatnya tidak banyak.
Mayoritas pemotongan domba dan kambing dilakukan secara mandiri oleh
pedagang skala kecil dan rumah makan. Permasalahan umum yang ditemui
pada ternak kambing dan domba yaitu kasus cacingan dan diare.
11

III KEGIATAN BIDANG KESEHATAN HEWAN

3.1 Program Dinas


Program DKP3 Kota Depok dalam bidang kesehatan hewan kurun waktu
2022. Adapun program akan disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3 Program DKP3 bidang Kesehatan Hewan


Waktu pelaksanaan Program

Maret 2022 Vaksinasi/surveilans rabies


Mei 2022 Surveilans anthraks
September 2022 Vaksinasi/surveilans rabies
Oktober 2022 Surveilans brucellosis

Program DKP3 khususnya pengendalian dan pengawasan penyakit hewan


seperti rabies, anthraks, dan brucellosis dipilih berdasarkan skala prioritas penyakit
zoonosis yang ada di Indonesia. Laporan masyarakat terhadap kematian ternak atau
kasus penyakit, gigitan hewan penular rabies (HPR), dan laporan mengenai hewan
liar turut menjadi bagian pelayanan bidang kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner (kesmavet).

3.1.1 Pelayanan Pasif Puskeswan


Mahasiswa melakukan pelayanan pasif pada hari Senin, 29 Agustus
2022 hingga Rabu, 31 Agustus 2022 di UPTD puskeswan di Jl. Raya
Pengasinan, Sawangan Lama, Kecamatan Sawangan dan pada hari Jumat, 2
Agustus 2022 di RPH Tapos. Pelayanan pasif merupakan pelayanan yang
diberikan oleh dokter hewan dan staf UPTD puskeswan dengan
dikhususkan pelayanan hewan kecil seperti kucing dan anjing. Pemilik
membawa hewan ke puskeswan untuk mendapatkan pelayanan. Pelayanan
pasif berupa konsultasi, pemeriksaan, pengobatan rawat jalan, USG, dan
vaksinasi rabies.

Gambar 1 Kegiatan pelayanan pasif Puskeswan


Alur pelayanan pasif puskeswan adalah sebagai berikut:1) pemilik
hewan melakukan registrasi melalui gform H-1 sebelum pelayanan
puskeswan dan diinfokan mengenai waktu kedatangan; 2) pemilik
membawa hewan dan identitas diri, melakukan pendaftaran ulang pada
petugas administrasi; 3) petugas memasukkan data hewan dan data pemilik
pada kartu pasien; 4) petugas memberikan kartu rekam medik pasien pada
medik dan paramedik veteriner; 5) petugas medik veteriner dibantu
paramedis veteriner melakukan pemeriksaan kesehatan hewan; 6) petugas
medik veteriner memberikan diagnosa dan pengobatan/ tindakan/ resep
sesuai diagnosa; 7) petugas medik veteriner memberikan saran terkait
perawatan hewan. Pelayanan puskeswan tidak dipungut biaya.

Gambar 2 Rekapitulasi data pasien Puskeswan

Data kasus Puskeswan Kota Depok dari tanggal 29 – 31 Agustus


2022 didapatkan bahwa kasus paling banyak ditemui adalah scabies dan cat
flu (Gambar 3). Sarcoptes scabiei merupakan salah satu ektoparasit yang
menyebabkan penyakit skabies pada hewan. Skabies dapat ditularkan
melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau tungau yang
berada di sekitar hewan. Gejala yang tampak jika hewan terinfeksi adalah
rasa gatal, terdapat bintik bintik merah, papula, dan vesikula. Apabila tidak
segera diobati, maka akan terjadi penebalan dan pelipatan kulit yang disertai
timbulnya kerak/ keropeng (Prayogi dan Kurniawan 2016). Kucing yang
terserang penyakit ini dapat mengalami penurunan kondisi tubuh, memicu
terjadinya reaksi alergi dan meningkatkan jumlah leukosit pada tubuh.
Selain menimbulkan ketidaknyamanan pada hewan yang terinfeksi, infeksi
tungau ini dapat ditularkan hewan ke manusia karena sifatnya zoonosis
(Susanto et al. 2020).
Selain skabies, kasus yang paling banyak ditemukan di Puskeswan
Kota Depok adalah cat flu. Cat flu adalah penyakit saluran pernafasan yang
dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Gejala klinis yang tampak dari
penyakit ini adalah pilek, sariawan, rhinosinusitis, konjungtivitis, salivasi
13

dan kadang disertai adanya ulkus pada rongga mulut. Cat flu sendiri
termasuk ke dalam klasifikasi feline viral rhinotracheitis (FVR), feline
calicivirus (FCV), feline pneumonitis (chlamydia), reovirus dan
mycoplasma. Calicivirus dan rhinotracheitis menyebabkan sekitar 85-90%
dari seluruh penyakit pernafasan pada kucing (Indahsari dan Zuhdi 2018).

3.1.2 Pelayanan Aktif Puskeswan


Mahasiswa melakukan pelayanan aktif pada hari Rabu, 31 Agustus
2022. Pelayanan aktif merupakan pelayanan yang diberikan oleh staf UPTD
puskeswan pada peternak yang berada di daerah sekitar Kubah Emas. Staff
UPTD puskeswan melakukan pelayanan aktif dengan cara mendatangi
lokasi hewan secara langsung dan tanpa permintaan (bersifat inisiatif) dan
biasanya dilakukan pada hewan besar. Selain melaksanakan pelayanan
kesehatan hewan puskeswan juga menyelenggarakan fungsi kesehatan
masyarakat veteriner, pelaksanaan epidemiologi, pelaksanaan informasi
veteriner dan kesiagaan darurat wabah; dan pemberian pelayanan jasa
veteriner. Kegiatan mahasiswa saat mengikuti pelayanan aktif adalah
dengan pemberian vitamin pada ternak, serta mengontrol kondisi ternak
yang telah divaksin sebelumnya, serta memberi informasi terkait vaksinasi
selanjutnya (Gambar 1).

Gambar 3 Pelayanan aktif Puskeswan berupa pemberian vitamin pada


ternak

3.1.3 Survei dan Vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)


Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit infeksi virus
(famili Picornaviridae) yang bersifat akut pada hewan berkuku genap/belah
(cloven-hoofed). PMK memiliki implikasi yang sangat parah terhadap
peternakan karena sangat menular dan dapat disebarkan oleh hewan yang
terinfeksi dengan mudah melalui udara atau kontak dengan peralatan
peternakan yang terkontaminasi. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang
bersifat merusak jaringan sel. Gejala klinis yang ditimbulkan dari PMK
adalah demam, luka pada kuku, hipersalivasi, erosi pada lidah, kehilangan
berat badan, dan pada kondisi parah dapat menyebabkan kematian (Ristiani
2022).
PMK adalah salah satu penyakit ternak yang paling berdampak
buruk terhadap ekonomi peternakan di dunia. Kerugian pertahun yang
disebabkan penyakit ini dilaporkan mencapai Rp 86.7 triliun hingga Rp
279.6 triliun dalam hal kerugian produksi dan vaksinasi di daerah endemik.
Jumlah tersebut belum termasuk dampak dari hilangnya peluang
perdagangan atau pembatasan pengembangan sektor peternakan. Kejadian
wabah PMK di daerah-daerah yang berstatus bebas PMK dapat
menyebabkan kerugian lebih dari Rp 20 triliun per tahun (Naipospos dan
Suseno 2017).
Salah satu program kesehatan hewan yang dilaksanakan oleh Dinas
Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Depok ialah
kegiatan monitoring dan vaksinasi penyakit mulut dan kuku (PMK) pada
ternak di Kota Depok. Tujuan dari pemberian vaksin PMK ini untuk
memberikan pencegahan dan kekebalan kepada hewan ternak. Hewan yang
diberikan vaksin harus dalam keadaan sehat, tidak menunjukan gejala klinis.
Pemberian vaksin dosis pertama diberikan kepada seluruh hewan sehat dan
dilanjutkan pemberian vaksin dosis kedua setelah 4 sampai 5 minggu
setelah vaksin pertama. Kemudian, vaksin booster diberikan kembali setiap
6 bulan pada ternak.

a b
(a) (b)
Gambar 4 Pemeriksaan kesehatan dan pendataan ternak (a);
vaksinasi pada ternak (b)

Kegiatan vaksinasi penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak


sapi, kerbau, domba, dan kambing dilaksanakan pada tanggal 1 dan 2
September 2022 meliputi kegiatan survei dan pemberian vaksin pada ternak.
Vaksin PMK yang dipakai memiliki merek dagang aptofor dengan dosis
pemberian 2 ml/ekor pada sapi dan kerbau. Sedangkan, pada domba dan
kambing diberikan dosis 1 ml/ekor. Penyuntikan vaksin dilakukan pada
bagian leher dengan rute pemberian secara intramuskular (IM) yaitu pada
m. deltoideus. Ternak yang akan mendapatkan vaksin PMK harus dipastikan
merupakan hewan sehat dan pada lingkungan atau kandang hewan tersebut
tidak terdapat ternak lain yang terinfeksi serta telah sembuh dari penyakit
mulut dan kuku minimal empat bulan sebelum vaksinasi. Pemeriksaan
kesehatan dan pendataan ternak dilakukan pada hari pertama. Vaksinasi
dilakukan pada hari kedua di peternakan milik Bapak Yuyun di wilayah
Kelurahan Jatimulya dengan total ternak yang divaksinasi sebanyak 50 ekor
15

kambing, dan 1 sapi. Vaksinasi juga dilakukan di peternakan milik Bapak


Sujiman di wilayah Sukatani sebanyak 103 ekor kambing.

3.1.4 Program Sterilisasi 77 Kucing Jantan


Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau
menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina). Sterilisasi pada hewan
jantan atau biasa disebut dengan kastrasi (Orchiectomy/Orchidectomy)
adalah prosedur pembedahan untuk membuang testis dan spermatic cord
(corda spermatica). Tujuan dilakukan pembedahan ini diantaranya untuk
sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat traumatik
(Widyaputri et al. 2014). Sterilisasi merupakan salah satu cara yang bisa
dilakukan untuk mengendalikan populasi kucing, dimana hewan yang sudah
steril tidak bisa lagi berkembang biak dan sumber hormon untuk birahi juga
hilang sehingga keinginan untuk kawin juga hilang. Kucing yang sudah
disterilisasi cenderung lebih jinak, nafsu makan meningkat, dan lebih
gemuk (Sardjana 2013).
Program sterilisasi ini dilakukan oleh UPTD Puskeswan Kota
Depok selama 5 hari dari tanggal 5 September 2022 - 9 September 2022 di
Alun-Alun Kota Depok. Program ini dilakukan dalam rangka memeriahkan
acara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 77 dengan
mensterilisasi 77 ekor kucing jantan domestik secara gratis. Sterilisasi ini
dibatasi dengan kuota 15-16 ekor kucing per hari. Program ini disambut
antusiasme oleh masyarakat Kota Depok yang ditandai dengan penuhnya
link google form pendaftaran dalam hitungan menit. Masyarakat yang ingin
mendaftarkan kucingnya untuk sterilisasi wajib memenuhi syarat yang
ditentukan yaitu, persyaratan administrasi seperti fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) untuk membuktikan pendaftar
warga asli Depok dan hanya boleh 1 kucing dalam 1 KK. Kemudian syarat
untuk hewannya yaitu, kucing jantan domestik berumur minimal 9 bulan
dalam kondisi sehat.
Sterilisasi dilakukan oleh dokter hewan UPTD Puskeswan dibantu
oleh paramedik dan mahasiswa PPDH IPB University. Alur sterilisasi
dimulai dari pendaftaran dibagian administrasi dengan dilakukan
pencocokan data, kemudian penomoran kucing dan dibawa masuk kedalam
ruangan. Kucing ditimbang bobot badan dan diukur suhunya kemudian
dilakukan anastesi dengan kombinasi ketamine-xylazine. Setelah efek
anastesi bekerja, kucing dicukur dan dilakukan sterilisasi oleh dokter hewan
dibantu paramedik dan mahasiswa PPDH dan juga dilakukan eartip pada
telinga. Kucing yang telah selesai dikastrasi dimasukkan kembali ke
kandang dan diantarkan kepada owner kemudian dijelaskan perawatan
pasca sterilisasi oleh mahasiswa PPDH.

3.2 Program Praktik Mahasiswa

3.2.1 Pembuatan Poster Mengenai Perawatan Pasca Sterilisasi Kucing


Menurut UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, hewan kesayangan adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai
hewan olahraga, kesenangan, dan keindahan. Hewan kesayangan seperti
anjing dan kucing dapat menularkan berbagai agen penyakit secara
langsung karena kontak yang sangat dekat dengan manusia dan begitu juga
sebaliknya, atau yang disebut juga zoonosis, misalnya penyakit
toksoplasmosis yang dapat ditularkan melalui kucing liar yang dapat
menyebabkan keguguran ibu hamil (Suparman 2021). Peningkatan populasi
kucing dapat meningkatkan penyakit zoonosis. Peningkatan populasi
kucing dapat diatasi dengan cara melakukan pengendalian populasi salah
satunya melalui kastrasi atau ovariohisterektomi.
Sterilisasi adalah operasi pengangkatan organ reproduksi agar
hewan tidak dapat berkembang biak. Sterilisasi pada hewan jantan disebut
kastrasi atau orchiectomy, sedangkan pada hewan betina disebut
ovariohysterectomy (OH). Kastrasi adalah suatu tindakan pembedahan di
bawah anestesi umum untuk mengangkat (menghilangkan) testikel dan
korda spermatika dengan tujuan menghasilkan sterilitas. Manfaat kastrasi
pada kucing dan anjing jantan antara lain mengurangi spraying dan
marking, mengurangi dan mencegah penyakit hormonal dan tumor testis,
hernia, dan gangguan kelenjar prostat dan mengurangi lonjakan populasi
kucing liar (Abdurrahman et al. 2017).
Keberhasilan kastrasi ditentukan oleh pengobatan dan perawatan
luka pasca operasi. Luka pasca operasi harus diobati agar lekas kering dan
hewan dapat kembali sehat seperti semula. Manajemen perawatan luka yang
tepat diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah
kerusakan kulit dan jaringan sekitarnya, mengurangi risiko infeksi, dan juga
meningkatkan kenyamanan pasien (Aryanti dan Romadhiyati 2021).
Sehingga, mahasiswa membuat brosur mengenai cara perawatan kucing
pasca sterilisasi agar (Gambar 5a). Penyebaran poster dilakukan bersamaan
dengan kegiatan sterilisasi dari Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan)
tanggal 5-9 September 2022. Poster dibagikan oleh mahasiswa kepada
seluruh pemilik saat akan mengambil anabulnya pasca disteril (Gambar 5b).

(a) (b)
Gambar 5 (a) Poster sosialisasi tentang perawatan kucing setelah sterilisasi;
(b) Kegiatan penyebaran poster dan sosialisasi mahasiswa kepada warga
Kota Depok
17

Secara umum perawatan pasca sterilisasi tidak terlalu rumit, namun


ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemilik agar kucing dapat
pulih lebih cepat. Hal yang harus diketahui oleh pemilik adalah efek anestesi
yang dapat bertahan hingga 2-3 jam pasca sterilisasi. Menurut Plumb
(2008), pemulihan efek anestesi mungkin terjadi 2 - 4 jam pada anjing dan
kucing. Kucing akan merasa pusing setelah bangun dari operasi, sehingga
kucing wajib dikandangkan/dikamarkan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Kucing juga diusahakan tidak berkontak dengan tanah
karena lingkungan kotor dapat mengganggu penyembuhan luka operasi.
Selama masa penyembuhan, biarkan kucing beristirahat di ruangan yang
nyaman agar terhindar dari stress. Pastikan kucing tidak menjilat dan
menggigit luka untuk menghindari infeksi, sehingga kucing perlu
dipakaikan collar. Luka dibersihkan setiap hari dengan kapas bersih dan
diberikan obat merah (betadine) untuk membantu penyembuhan luka dan
mencegah infeksi. Waktu penyembuhan luka pasca kastrasi dapat
berlangsung hingga 5 hari (Aryanti dan Romadhiyati 2021).

3.2.2 Sosialisasi Toksoplasmosis kepada Masyarakat Kota Depok


Penyakit yang diakibatkan oleh parasit banyak ditemukan di
Indonesia karena memiliki iklim tropis yang sesuai dengan perkembangan
parasit. Salah satu penyakit yang diakibatkan oleh parasit adalah
toksoplasmosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis
merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan yang ditularkan kepada
manusia. Di Indonesia, sekitar 2-51% penduduknya mengalami infeksi
toksoplasmosis yang terbagi di beberapa daerah yaitu 58% di Sulawesi
Utara, 10-12% di Jakarta, 9% di Surabaya, 20% di Yogyakarta, 2% di
Boyolali, 9% di Sumatera Utara, 3% di Kalimantan Barat, 31% di
Kalimantan Selatan, 27% di Sulawesi Tengah, 16% di Palu, dan 51% di
Jawa Barat (Tuda et al. 2017).

Gambar 6 Poster Toxoplasmosis


Penyakit toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
parasit Toxoplasma gondii yang dapat menginfeksi manusia maupun hewan
(zoonosis) melalui kucing (Felidae) sebagai hospes definitifnya. Prevalensi
T. gondii yang terjadi pada hewan di Indonesia cukup tinggi. Prevalensi
infeksi toksoplasmosis pada kucing 6-40%, sebanyak 41% kucing liar di
Banjarnegara positif terkena toksoplasmosis (Tahilli 2017). Kondisi ini
umumnya dialami oleh kucing liar atau kucing peliharaan yang dilepas
mencari makan sendiri, misalnya tikus, daging mentah, atau air yang
terdapat ookista. Dalam usus kucing terjadi perkembangbiakan T. gondii
secara seksual dengan menghasilkan ookista yang akan masuk ke dalam
lumen usus dan keluar dari tubuh kucing bersama dengan kotoran kucing
(Lee et al. 2011).Penyuluhan ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat
dapat mengetahui etiologi/penyebab, siklus hidup, hewan apa saja yang
dapat terinfeksi, bagaimana penularan dan bahaya Toxoplasma pada
manusia serta langkah-langkah pencegahan terhadap Toxoplasmosis.
Luaran kegiatan sosialisasi diharapkan masyarakat menjadi lebih paham
dan mengerti bagaimana mencegah, menghadapi dan mengantisipasi
penyebaran toxoplasmosis khususnya di Kota Depok. Sosialisasi mengenai
Toksoplasmosis pada hewan kesayangan dilakukan dengan membuat materi
berupa poster yang akan diunggah pada Instagram Puskeswan Kota Depok
(Gambar 6). Media sosial dipilih untuk menyebarluaskan informasi serta
edukasi karena dapat menjangkau masyarakat secara luas dengan mudah.

3.2.3 Kampanye Animal Pain Awareness


Bulan September diperingati sebagai hari animal pain awarness.
Peringatan animal pain awarness oleh UPTD Puskeswan dilakukan dengan
mensosialisasikan tanda-tanda kesakitan yang di alami hewan peliharaan
ketika sakit. Sosialisasi dilakukan melalui media brosur kepada warga
Depok yang datang sbagai pesrta sterilisasi kucing di alun-alun di Kota
Depok. Selain itu, sosialisasi dilakukan melalui media sosial UPTD
Puskeswan. Kampanye dilakukan mulai dari tanggal 7 September 2022.

Gambar 7 Poster animal pain awarness


19

3.2.4 Kunjungan ke UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kota Depok


UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kota Depok dibentuk pada bulan Juli
tahun 2015. Sesuai Peraturan Walikota Depok Nomor 96 Tahun 2016,
UPTD BBI merupakan unsur pelaksana untuk menunjang operasional Dinas
Ketahanann Pangan, Pertanian dan Perikanan dalam melaksanakan
sebagian urusan Pemerintahan bidang Pangan, Pertanian, Kelautan dan
Perikanan dibidang Pembenihan Ikan Konsumsi. Tugas pokok dan fungsi
dari BBI sendiri adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
khususnya dalam bidang perbenihan ikan konsumsi, serta tugas pembantuan
yang diberikan oleh kepala dinas. UPTD BBI Kota Depok berlokasi di Kp,
Jl. Parung Poncol, RT.03/RW.02, Duren Mekar, Kecamatan Bojongsari.
Benih ikan yang dibudidayakan di BBI yaitu ikan konsumsi yaitu
jenis nila hitam (nirwana) generasi ke-3 yang dipanen tiap 3 bulan sekali,
nila merah, gurame, tawes, mas arwana, dan lele. Terdapat 3 jenis kolam
yang ada di BBI, yaitu kolam tembok, kolam semi permanen dan kolam
tanah. Selain benih ikan konsumsi, BBI juga membudidayakan ikan hias,
yaitu ikan hias bala shark asal sumatra dan kalimantan yang merupakan ikan
langka dan dilindungi. Selain itu ada juga ikan belida jawa (Notopterus
notopterus).
Benih dari UPTD BBI dapat diperoleh secara gratis oleh
pembudidaya dengan mengajukan proposal atas nama pembudidaya sebagai
bentuk permohonan benih ke dinas kemudian penyuluh melakukan
pemeriksaan ke pengaju untuk memastikan bibit tidak disalahgunakan.
Benih yang didistribusikan berusia 0-1 minggu dan dihasilkan melalui tahap
pemijahan yang juga dilakukan sendiri di BBI Kota Depok. Pengiriman ikan
keluar kota membutuhkan Surat Keterangan Asal (SKA) yang
ditandatangani oleh dokter hewan yang berwenang.

Gambar 8 Kunjungan Mahasiswa ke UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Kota Depok

IV KEGIATAN BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT


VETERINER

4.1 Program Dinas


Program DKP3 Kota Depok dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner
kurun waktu 2022. Adapun program akan disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4 Program DKP3 bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
Waktu pelaksanaan Program

April 2022 Pengawasan produk hewan


Juni 2022 Sosialisasi kurban
Juni 2022 Pengawasan hewan kurban di lapak penjual
Juli 2022 Pengawasan kurban di hari tasyrik
Oktober 2022 Pengawasan produk hewan

Program DKP3 dalam bidang kesmavet meliputi pengawasan produk


hewan yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan akhir tahun menjelang
Hari Raya Natal dan pergantian tahun. Saat pelaksanaan pengawasan produk hewan
dilakukan pula pembinaan unit usaha produk hewan. Selain itu, program DKP3
dalam bidang kesmavet yakni sosialisasi serta pengawasan pada Hari Raya Idul
Adha (kurban). Berikut merupakan program dinas yang kami ikuti selama 2 minggu
PKL di DKP3 Kota Depok.

4.1.1 Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada Unit Usaha


Gudang Pendingin
Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner yang biasa disebut Nomor
Kontrol Veteriner (NKV) merupakan sertifikat sebagai bukti tertulis yang
sah telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan
keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan sesuai yang
tercantum dalam Permentan RI no 11 tahun 2020. Jenis unit usaha produk
hewan yang wajib mengajukan NKV yakni rumah potong hewan
ruminansia, rumah potong hewan unggas, rumah potong hewan babi, usaha
pengolahan daging, usaha pengolahan susu, usaha pengolahan telur, ritel,
kios daging, gudang berpendingin, gudang kering, dan lainnya.
Sertifikat NKV menjadi salah satu upaya pemerintah dalam
menjawab tantangan masyarakat sebagai konsumen mengenai penyediaan
produk pangan hewani yang ASUH. Konsumen perlu dilindungi oleh
hokum karena posisinya yang lemah. Oleh sebab itu, jaminan mutu yang
terkait dengan pemasaran hasil produk peternakan menjadi hal penting.
Penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan dilakukan dengan cara
panduan checklist (Lestariningsih et al. 2020). Penerbitan sertifikat NKV
bagi unit usaha adalah memberikan jaminan dan perlindungan pangan asal
hewan yang dikonsumsi, memastikan bahwaunit usaha telah memenuhi
persyaratan higiene sanitasi dan tertib ukum serta administrasi dalam
pengolahan usaha produk hewan (Hadianti et al. 2020).
Hari rabu tanggal 7 September 2022 tim auditor NKV dinas kota
Depok mengadakan pemeriksaan ke PT. Del Vaio Indonesia. PT. Del Vaio
Indonesia akan mengimpor daging dari New Zealand sehingga
membutuhkan NKV sebagai sarat atas pemenuhan higene dan sanitasi. Tim
21

auditor memeriksa bangunan sesuai format cheklist pada peraturan


Permentan no 11 tahun 2020. Higiene dan sanitasi kurang terpenuhi karena
tidak ada tempat cuci tangan bagian depan bangunan, tidak ada penangkap
serangga, serta tidak ada genset untuk membantu alat-alat seperti pendingin
tetap menyala ketika listrik padam.
Auditor melakukan audit pada perusahaan pemohon, jika
perusahaan sudah sudah sesuai standar, Dinas kota dapat memberikan surat
rekomendasi, jika masih banyak yang belum sesuai standar, auditor
memberitahu pengaju NKV mengenai temuan-temuan yang harus
diperbaiki dengan tenggang waktu 1 bulan. Pengaju NKV selanjutnya
mengirimkan bukti before and after supaya mendapat surat rekomendasi
dari dinas kota, kemudian diajukan ke dinas daerah provinsi yang akan
meneruskan kepada pejabat Otoritas Veteriner provinsi untuk dapat
diberikan Nomor Kontrol Veteriner.

Gambar 9 Audit NKV di PT Del Vaio Indonesia

4.2 Program Praktik Mahasiswa


4.2.1 Pengawasan Daging Ayam
Bahan pangan seperti ayam memerlukan pengawasan karena rentan
terhadap bahaya biologi yang dapat menimbulkan masalah karena dapat
menyebabkan foodborne disease (Aerita 2014). Kegiatan ini dilakukan di
Pasar Cisalak Depok pada hari Selasa, 6 September 2022. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang mengenai
Nomor Kontrol Veteriner (NKV), melihat langsung kelayakan tempat
penjualan, dan mengetahui preferensi konsumen dalam membeli daging
ayam di Pasar Cisalak. Kegiatan ini terdiri dari wawancara singkat terhadap
penjual dan pembeli daging ayam, serta pengamatan terhadap proses dan
tempat penjualan daging ayam.
Wawancara dilakukan terhadap 10 orang pedagang dan 10 orang
konsumen. Pedagang yang diwawancarai terdiri dari 2 orang laki-laki dan 8
orang perempuan dengan usia berkisar antara 27 - 60 tahun. Sementara
konsumen yang diwawancarai terdiri dari 10 orang perempuan dengan usia
berkisar antara 16 - 49 tahun. Hasil wawancara pedagang dan konsumen
daging ayam dapat dilihat pada Tabel 5, 6, dan Gambar 10.
Gambar 10 Kegiatan pengawasan daging ayam di Pasar Cisalak

Tabel 5 Hasil wawancara penjual daging ayam di Pasar Cisalak


Persentase
No Pertanyaan
Ya Tidak

1 Apakah penjual memiliki izin usaha yang 100% 0%


diterbitkan oleh Pemerintah Daerah?

2 Apakah Anda tahu yang dimaksud dengan 0% 100%


Nomor Kontrol Veteriner?

3 Apakah daging ayam yang dijual sudah memiliki 0% 100%


Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV)?

4 Apakah ada pendataan sumber produk hewan? 30% 70%

5 Apakah sarana dan prasarana di tempat 50% 50%


penjualan memenuhi sesuai kapasitas?

6 Apakah penanganan barang dilakukan dengan 40% 60%


baik di tempat penjualan?

7 Apakah terdapat pemisahan antar produk di 70% 30%


tempat penjualan?

8 Apakah produk yang dijual disimpan di sarana 20% 80%


penyimpanan dingin?

9 Apakah dilakukan program pemeliharaan 100% 0%


kebersihan sarana dan prasarana penyimpanan
dan produk?

10 Apakah sarana dan prasarana untuk kebersihan 70% 30%


personal memadai?

11 Apakah dilakukan program pengendalian hama 100% 0%


dan serangga?

12 Apakah dilakukan pengolahan limbah produk? 100% 0%


23

13 Apakah ada pengawasan atau pembinaan yang 100% 0%


dilakukan oleh petugas dinas berwenang secara
berkala?

Pedagang menyewa kios yang disediakan oleh pihak pasar dengan


sistem pembayaran adalah sewa tahunan. Hasil wawancara (Tabel 3)
menunjukkan bahwa 100% pedagang memiliki izin usaha yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah setempat dan berada diatur oleh Dinas Perdagangan
dan Perindustrian Kota Depok. Namun, belum memiliki sertifikasi nomor
kontrol veteriner (NKV) dan pengetahuan penjual terkait NKV juga sangat
minim. Menurut Lestariningsih et al. (2020), NKV dapat menjamin suatu
unit usaha dapat menyediakan produk hewan yang telah memenuhi kaidah
aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH), memberikan ketenangan batin
konsumen terhadap produk hewan, meningkatkan daya saing produk hewan
domestik, dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha produk
hewan. Selain itu, tertera pada Permentan No.11 Tahun 2020 tentang
Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV), setiap orang yang mempunyai
unit usaha produk pangan hewan seperti kios daging ayam, wajib
mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Kontrol Veteriner
(Permen 2020), sehingga diperlukan sosialisasi lebih gencar lagi terkait
sertifikasi NKV karena hal ini sangat penting dilakukan.
Sistem dagang pada kios daging ayam adalah pedagang pengecer.
Pengecer mendapatkan pasokan daging ayam setiap hari dari para pemasok
besar. Hasil wawancara terkait pendataan sumber hewan, hanya 30% yang
melakukan pendataan sumber hewan. Pendataan ini penting dilakukan
untuk mengetahui sistem pemeliharaan hewan dan proses pemotongan
hewannya, sehingga diharapkan kedepannya para penjual daging ayam di
Pasar Cisalak dapat lebih memperhatikan lagi pendataan sumber hewan
yang dijual.
Kelayakan kios daging menurut standar NKV adalah lantai terbuat
dari bahan kedap air, mudah dibersihkan, dan tidak berlubang. Tersedia
pasokan air bersih yang memadai, sumber listrik dan penerangan yang
memadai, sirkulasi udara dan saluran pembuangan baik, peralatan dan
wadah untuk menangani daging terbuat dari bahan yang kedap air, tidak
toksik, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan (Permen 2020). Hasil
pengamatan di sekitar kios daging ayam untuk mengetahui proses
penanganan produk pangan hewan didapatkan hanya sebesar 50% saja
penjual yang memenuhi sarana dan prasarana di tempat penjualan sesuai
kapasitas.
Pemisahan terhadap karkas utuh dan daging potong beserta jeroan
ayam dilakukan untuk menghindari kontaminasi dan memudahkan pembeli
untuk memilih produk. Hasil pengamatan terhadap aspek ini menunjukkan
sebesar 70% penjual menempatkan karkas, daging potong, dan jeroan di
tempat yang berbeda.
Daging ayam yang dijual di kios-kios adalah daging ayam segar atau
bukan daging ayam beku. Namun, terdapat fasilitas refrigerator sebagai
tempat penyimpanan sementara apabila daging ayam yang dijual tidak laku
dan akan dijual lagi keesokan harinya.
Terkait kebersihan tempat penjualan, program pemeliharaan
kebersihan sarana dan prasarana penyimpanan dan produksi dilakukan
100% penjual daging ayam. Pedagang rutin membersihkan area kios seperti
meja berjualan dan lantai sekitar kios. Namun, untuk higiene personal baru
70% penjual yang memenuhi. Program pengendalian hama dan serangga
berdasarkan informasi dari UPTD Pasar Cisalak dilakukan oleh pihak
UPTD 2 kali dalam seminggu.
Limbah-limbah hasil penjualan pengolahannya dilakukan oleh pihak
pasar dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL
tersebut berfungsi untuk pengolahan air limbah bekas pencucian kegiatan
perdagangan yang disimpan ke dalam tangki agar bisa olah kembali menjadi
air bersih. Pengawasan atau pembinaan yang dilakukan oleh petugas dinas
berwenang dilakukan secara berkala terhadap 100% pedagang kios daging
ayam. Pengawasan ini berfungsi untuk menjamin keamanan produk dan
juga pengamatan terhadap harga jual produk di pasaran.
Ciri-ciri daging ayam yang baik adalah warna putih kemerahan dan
cerah, bau tidak menyimpang (tidak berbau amis, menyengat, dan asam),
tekstur permukaan daging lembab, permukaan daging bersih dan tidak ada
darah. Preferensi konsumen dalam memilih daging ayam disajikan pada
Gambar 7. Preferensi terhadap cara pemilihan daging ayam yang paling
banyak dipilih adalah konsistensi sebanyak 30%, diikuti dengan ukuran
sebanyak 20%, warna sebanyak 20%, dan keberadaan lalat sebanyak 10%.
Konsumen yang tidak mengetahui mengenai karakteristik dan cara
pemilihan daging ayam yang baik memilih untuk dipilihkan oleh penjual
yaitu sebanyak 20%.

Gambar 11 Preferensi konsumen dalam memilih daging ayam

Preferensi konsumen terhadap proses pengolahan daging ayam


disajikan pada tabel 4. Sebanyak 80% pembeli memilih mencuci daging
ayam terlebih dahulu sebelum diolah atau disimpan. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan kotoran, sisa darah, atau kontaminasi lainnya pada
daging ayam. Sebanyak 40% konsumen memilih untuk menyimpan daging
ayam dan sebanyak 60% memilih untuk langsung mengolah daging
25

tersebut. Konsumen yang memilih menyimpan daging sebanyak 100%


menyimpan daging tersebut di lemari pendingin. Penyimpanan daging ayam
dapat dilakukan pada suhu dingin seperti refrigerator (± 4 ºC) atau freezer
(± -15 ºC) untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk. Penyimpanan
juga dapat mempengaruhi daya simpan dan mencegah penurunan kualitas
daging selama penyimpanan di lemari es (Risnajati 2010).

Tabel 6 Hasil wawancara konsumen daging ayam di Pasar Cisalak


Persentase
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah daging dicuci terlebih dahulu 80% 20%
sebelum diolah atau disimpan?
2 Apakah daging langsung diolah atau 60% 40%
disimpan dahulu?
3 Apakah disimpan di lemari pendingin? 100% 0%

V ANALISIS PROGRAM PENGENDALIAN FASCIOLOSIS


PADA SAPI POTONG DI KOTA DEPOK

Fasciolosis yang disebabkan oleh infeksi cacing Fasciola gigantica,


penyakit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat produktivitas ternak
hingga menyebabkan kematian pada sapi (Kusumarini et al. 2020). Fasciolosis
memang tidak secara langsung menyebabkan kematian, namun berakibat pada
kerugian dari segi ekonomi yang cukup besar, sehingga kondisi penyakit parasit ini
tergolong sebagai penyakit ekonomi. Di Indonesia, secara ekonomi kerugian yang
diakibatkan mencapai Rp513,6 miliar/tahun. Kerugian ini dapat berupa kematian,
penurunan bobot badan, hilangnya karkas atau hati karena mengalami sirosis dan
kanker, hilangnya tenaga kerja, hilangnya produksi susu, dan biaya pengobatan
(Valero et al. 2003). Tingginya prevalensi penyakit Fasciolosis pada ternak yang
berada di Indonesia, seperti di Jawa Barat dapat mencapai 90% (Suhardono 1997)
dan di Daerah Istimewa Yogyakarta kasus kejadiannya antara 40-90% (Estuningsih
et al. 2004).

5.1 Penyusunan Rencana Survei


Jenis data yang akan dikumpulkan adalah data prevalensi kejadian penyakit
dan faktor-faktor risiko penyakit Fasciolosis di kecamatan di Kota Depok.
Sedangkan data faktor risiko diperoleh berdasarkan kuesioner.

5.2 Populasi Target


Populasi total sapi potong kecamatan di Kota Depok pada tahun 2021 adalah
2546 ekor. Jumlah populasi sapi potong kecamatan di Kota Depok dapat
ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Populasi Sapi Potong di Kota Depok
Populasi
No. Kecamatan/ Distrik
Ternak (ekor) Kumulatif (ekor)

1 Sawangan 261 261

2 Bojong Sari 301 561

3 Pancoran Mas 262 824

4 Cipayung 204 1028

5 Sukmajaya 344 1372

6 Cilodong 262 1634

7 Cimanggis 280 1914

8 Tapos 450 2364

9 Beji 25 2389

10 Limo 126 2515

11 Cinere 31 2546

Total 2546 2546


Sumber: BPS Populasi Ternak Sapi Potong di Kota Depok (Ekor) 2021

5.3 Teknik Sampling


Jumlah populasi sapi di Kota Depok yaitu sebesar 2546 ekor. Penggunaan
metode Cluter sampling dengan menggunakan (Probability Proportional to Size)
PPS diawali dengan menghitung populasi kumulatif peternakan pada 11
kecamatan/distrik di Kota Depok. Besaran gerombolan diambil sebanyak 5
kecamatan (55%) dengan ukuran sampel sebanyak 2546, kemudian interval sampel
dihitung untuk menentukan distrik yang dipilih untuk pengambilan sampel. Rumus
perhitungan selang interval (K) menggunakan rumus berikut:
27

𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
K=
𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
2546
K=
5

K = 509,2
K = 509

Angka awal gerombolan digunakan dalam pemilihan data. Penentuan angka


dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013. Penggunaan
program ini bertujuan agar pemilihan angka terjadi secara acak. Rumus pemilihan
angka awal gerombolan menggunakan rumus sebagai berikut:

Angka awal gerombolan = RANDBETWEEN (bottom;top)


= RANDBETWEEN (1;509)
= 89

Angka kedua diperoleh dengan cara menjumlahkan angka gerombol


pertama dengan sampling interval, dan seterusnya untuk angka selanjutnya. Angka-
angka yang didapatkan disesuaikan dengan populasi kumulatif desa dan diperoleh
5 kecamatan berbeda. Kecamatan terpilih adalah kecamatan yang terdapat angka-
angka hasil penambahan angka awal dengan sampling interval yang telah diperoleh.
Data kecamatan yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Data distrik yang terpilih untuk pengambilan sampel


Populasi
Sampel
No. Kecamatan/ Distrik Ternak
Kumulatif (ekor) Kecamatan
(ekor)

1 Sawangan 261 261 1


2 Bojong Sari 301 561
3 Pancoran Mas 262 824 2
4 Cipayung 204 1028
5 Sukmajaya 344 1372 3
6 Cilodong 262 1634 4
7 Cimanggis 280 1914
8 Tapos 450 2364 5

9 Beji 25 2389
10 Limo 126 2515
11 Cinere 31 2546
Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui jumlah sampel yang akan
diambil dari populasi sapi potong Kota Depok dilakukan menggunakan aplikasi
WinEpi.net. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besaran jumlah sampel sapi
potong yang akan diambil yaitu 132 sampel dengan perkiraan prevalensi hewan
yang sakit 90% dan selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan jumlah sampel yang sudah didapatkan yaitu 132. Jumlah


besaran sampel (n) yang akan diambil pada masing masing kecamatan
menggunakan rumus berikut:
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
n=
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ
132
n=
5
n = 26,4
n = 26

Tabel 9 Jumlah peternakan dalam setiap kecamatan di Kota Depok

Kecamatan/ Populasi
No. Total Sampel (ekor)
Distrik Ternak (ekor) Kumulatif (ekor)

1 Sawangan 261 261 26


3 Pancoran Mas 262 824 26
5 Sukmajaya 344 1372 26
6 Cilodong 262 1634 26
8 Tapos 450 2364 26

5.4 Pengamatan dan Pengukuran yang Relevan


Pengamatan dilakukan dengan melihat hasil pengujian untuk melihat
tingkat prevalensi terjadinya Fasciolosis pada sapi potong di Kacamatan Depok.
Faktor risiko penyebab terjadinya penyakit tersebut diketahui dengan melakukan
pengamatan peternakan dan surveilans serta pengujian feses terhadap sampel.
Identifikasi telur cacing secara kualitatif menggunakan metode apung
(flotation method). Telur cacing diidentifikasi menggunakan manual book dan buku
identifikasi (Muthiadin et al. 2018).

5.5 Analisis Statistik


29

Data diolah dengan menghitung rataan sampel positif dibandingkan dengan


seluruh sampel yang diambil. Hasil pengolahan data pengujian sampel tersebut
digunakan untuk menentukan nilai prevalensi Fasciolosis di Kota Depok.

5.6 Aspek Keorganisasian


Target kerja ada di 5 Kecamatan Depok sehingga membutuhkan 4 tim. Satu
tim terdiri atas satu supervisior, dua dokter hewan, dan satu paramedik. Susunan
organisasi yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Aspek keorganisasian dalam survei pengendalian penyakit


No Aspek keorganisasian Jumlah orang Keterangan

Supervisor Dokter Hewan


1 5
berwenang
(1 orang/tim)
Dokter Hewan Dokter Hewan
2 10
berwenang
(2 orang/tim)
Paramedis
Membantu Dokter
3 5
Hewan
(1 orang/tim)

5.7 Rancangan Anggaran Dana


Biaya yang dikeluarkan untuk program pengendalian penyakit Fasciolosis
di Kota Depok, Jawa Barat terdiri atas biaya survei, penyuluhan, pengendalian
biologis dengan pemberian itik, serta biaya pengobatan. Total biaya yang
dikeluarkan (cost) untuk program ini setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 11
dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 11 Rancangan Anggaran Biaya


Tahun ke- Kegiatan Biaya (Rp)

Survei 67.573.500

Penyuluhan 10.500.000

Pemberian itik 2.500.000


1
Pengobatan 180.750.000

Subtotal tahun 1 (Rp) 261.323.500

Survei untuk monitoring 67.573.500


2
Penyuluhan 10.500.000
Pengobatan 19.110.000

Anggaran itik 2.500.000

Subtotal tahun 2 (Rp) 99.683.500

3 Survei untuk monitoring 67.573.500

Penyuluhan 10.500.000

Anggaran itik 2.500.000

Pengobatan 11.460.000

Subtotal tahun 3 (Rp) 92.033.500

4 Survei untuk monitoring 67.573.500

Penyuluhan 10.500.000

Pengobatan 3.810.000

Subtotal tahun 4 (Rp) 81.883.500

Total Anggaran 4 Tahun 534.924.000

5.8 Waktu Pelaksanaan


Kegiatan survei direncanakan umtuk dilaksankan selama 2 minggu.
Kegiatan Jadwal kegiatan survei dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jadwal kegiatan survei di Kota Depok, Jawa Barat

Kegiatan Agustus 2022

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Persiapan

Koordinasi

Persiapan
administrasi,
logistik dan
akomodasi

Survey

Pengambilan
sampel

Pemeriksaan
sampel di
laboratorium
31

Analisis dan
interpretasi data

5.9 Program Pengendalian Penyakit


Program pengendalian Fasciolosis akan dilakukan di Kota Depok. Program
berikut akan terdiri dari bagian-bagian yang terpisah termasuk program preventif,
kuratif dan monitoring yang dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 13 Program pengendalian penyakit Fasciolosis


No. Program Intervensi Aktivitas

1. Preventif Manajemen Pastikan sapi, kambing, dan


penggembalaan domba tidak boleh merumput di
padang rumput berisiko tinggi.
Identifikasi daerah basah,
berawa, berlumpur ini, sering
kali dengan banyak semak
tumbuh di sana, dan beri tahu
petani setempat untuk
menghindari daerah ini.
Kurangi populasi Pengeringan daerah rawa
inang perantara dataran rendah, jika
memungkinkan, untuk
mengurangi habitat siput dapat
menjadi metode yang efektif
untuk mengurangi lingkungan
siput.
Peternak lokal juga dapat
didorong untuk memelihara itik
sebagai kontrol biologis
Fasciola, karena itik dapat
efektif asalkan sumbernya
terbatas.
Karantina stok Membeli dalam stok membawa
serta risiko penyakit ke
peternakan yang tidak ada
sebelumnya. Ini termasuk
pengenalan parasit resistensi.
Pembingkai yang telah
membeli stok baru harus selalu
dikarantina sebagai tindakan
biosekuriti dan jika ada
keraguan atas status kebetulan,
pengobatan harus
dipertimbangkan.
2 Kuratif Pemberian Pengobatan dengan
anthelmintics triclabendazole, clorsulon (sapi
dan domba saja), albendazole,
netobimin, nitroxinil, closantel,
rafoxanide, dan oxyclozanide.
Perlu dicatat bahwa sebagian
besar memiliki periode
penarikan yang lama sebelum
penyembelihan jika digunakan
pada hewan penghasil daging
dan sebelum susu dari hewan
produksi yang dirawat dapat
digunakan untuk konsumsi
manusia.

3 Monitoring Surveilans Sampel feses biasa harus


diambil dari ternak untuk
menentukan beban cacing hati
di peternakan. Sampel tinja
hanya akan menentukan apakah
infeksi sedang terjadi.
Pemeriksaan postmortem hati
juga harus dilakukan untuk
meningkatkan beban infeksi
ternak

Tujuan dari pelaksanaan program pengendalian penyakit Fasciolosis ini


adalah untuk menekan prevalensi kejadian penyakit Fasciolosis secara bertahap di
Kota Depok, Jawa Barat. Intervensi preventif dan kuratif dalam program
pengendalian diharapkan dapat mengurangi penurunan bobot badan terhadap ternak
sapi potong yang disebabkan oleh penyakit Fasciolosis. Prevalensi penyakit
Fasciolosis berdasarkan survei pada tahun pertama adalah 35%. Target dari
program pengendalian penyakit jembrana diharapkan terjadi penurunan prevalensi
dalam 4 tahun menjadi 5%. Penurunan prevalensi akibat dari program pengendalian
penyakit Fasciolosis bertujuan untuk menekan angka kerugian ekonomi akibat
penurunan bobot badan yang berdampak pada harga jual karkas di masyarakat.
Asumsi yang digunakan dalam penyusunan dan analisis program pengendalian
penyakit Fasciolosis di Kota Depok, Jawa Barat antara lain:
1. Populasi sapi potong di Kota Depok sebanyak 2546 ekor.
2. Prevalensi penyakit Fasciolosis pada tahun pertama berdasarkan hasil survei
sebesar 35%. Setelah dilakukan pengendalian selama 4 tahun terjadi
penurunan pada setiap tahunnya menjadi 25%, 15%, dan 5%.
3. Berat sapi potong sehat diasumsikan memiliki berat 400 kg per ekor dengan
asumsi harga daging per-kg senilai Rp.60.000.
4. Asumsi sapi potong yang teridentifikasi Fasciolosis mengalami penurunan
bobot badan sebesar 5% dari total berat badan atau senilai 20kg/ekor.
33

5. Manfaat didapatkan dari banyaknya sapi potong yang sembuh dari


Fasciolosis sehingga mengalami penambahan bobot badan yang berdampak
pada nilai jual sapi tersebut.
6. Tingkat suku bunga (discount rate) yang digunakan adalah 12%.

Tabel 14 Benefit Program Pengendalian


Tahun ke- Benefit yang dihasilkan Penambahan (Rp)

1 Keuntungan nilai jual daging 0


2 Keuntungan nilai jual daging 306.000.000
3 Keuntungan nilai jual daging 306.000.000
4 Keuntungan nilai jual daging 306.000.000

Total benefit Rp. 918.000.000

5.10 Analisis Biaya dan Manfaat


Analisis terhadap biaya dan manfaat dilakukan untuk kelayakan suatu
program. Analisis diawali dengan menghitung nilai Present Value Benefit (PVB)
dan nilai Present Value Cost (PVC) yang dapat dilihat di lampiran 4. PVB dan PVC
kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai Net Present Value (NPV), Benefit
Cost Ratio (B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan NPV, B/C, dan
IRR yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Parameter NPV dihitung dengan rumus berikut:


NPV = PVB – PVC
= Rp430.305.925,57– Rp Rp656.214.614,35
= Rp225.908.688,78

Parameter BCR dihitung dengan rumus berikut:


𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
BCR =
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
𝑅𝑅𝑅𝑅430.305.925,57
=
𝑅𝑅𝑅𝑅656.214.614,35
= 1,52

Parameter IRR dihitung dengan rumus berikut


(𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 −𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟ℎ) 𝑥𝑥 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟ℎ
IRR = DR Rendah +
ǀ 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟ℎ ǀ + ǀ −(𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡)ǀ

(63 −62) 𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅177.870


IRR= 62 +
ǀ 𝑅𝑅𝑅𝑅177.870 ǀ + ǀ −(−𝑅𝑅𝑅𝑅1.506.103)ǀ
= 62 + 0,10
= 62,10 %
Berdasarkan analisis ekonomi, hasil perhitungan yang diperoleh
menunjukan nilai NPV>0 dan nilai BCR>1, sehingga program pengendalian
penyakit Fasciolosis pada sapi potong yang akan dilaksanakan selama 4 tahun ini
dapat diterima. Hal ini menunjukan program pengendalian program pengendalian
yang akan dilaksanakan tersebut dapat menghasilkan keuntungan. Nilai IRR yang
dihasilkan untuk program pengendalian penyakit jembrana di Kota Depok, Jawa
Barat adalah sebesar 62,10 % untuk mencapai nilai NPV=0 dan BCR=1. Nilai
tersebut menggambarkan tingkat keuntungan yang didapatkan dari modal awal
yang diinvestasikan pada program pengendalian selama empat tahun. Syarat
program dapat diterima jika nilai IRR>12%. Dari hasil perhitungan di atas, dapat
disimpulkan bahwa program pengendalian penyakit Fasciolosis di Kota Depok,
Jawa Barat dapat diterima karena memenuhi syarat.

VI SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Dokter Hewan yang bekerja di bagian pemerintahan khususnya di DKP3
Kota Depok memiliki peran dan tanggung jawab dalam merumuskan,
melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kebijakan dan program-program
terkait kesehatan dan keamanan produk hewan, sesuai dengan amanat tugas dinas.
Potensi komoditas ternak di daerah Depok cukup besar dan menyebar di berbagai
wilayah Kota Depok, sehingga dibentuklah beberapa UPTD untuk memaksimalkan
tugas pelayanan veteriner kepada masyarakat Kota Depok dengan cara penyuluhan,
pemantauan dan evaluasi teknis terhadap kesesuaian program dan kebijakan yang
diterapkan.

5.2 Saran
Beberapa masukan yang dapat kami berikan untuk DKP3 Kota Depok yaitu:
1. Penambahan SDM pada UPTD puskeswan depok. Rasa antusias
masyarakat terhadap kesehatan hewan sudah mulai meningkat, sehingga
puskeswan menjadi tempat yang tepat bagi masyarakat untuk menjaga
kesehatan hewan mereka. Dengan adanya penambahan SDM, praktek
puskeswan di RPH Tapos bisa beroperasi hari Senin hingga Kamis, sama
seperti puskeswan yang berada di Pengasinan agar masyarakat depok bagian
timur tidak perlu pergi terlalu jauh menuju Pengasinan untuk mendapat
pelayanan kesehatan hewan.
2. Manajemen rekam medik pada puskeswan dilakukan secara digital agar
lebih teratur dan mudah diakses.
3. Sediakan anggaran untuk melakukan promosi akun media sosial agar
informasi terkait kegiatan dinas kota Depok dapat tersebar baik kepada
masyarakat Depok (contoh: mempromosikan instagram puskeswan kota
Depok dengan penggunaan instagram ads)

VI DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. 2022. Kota Depok Dalam Angka 2022. Depok (ID): BPS Kota Depok.
35

[Permen]. 2020. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 11 Tahun


2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk
Hewan.
Abdurrahman H, Dharmawan T, Pangestu AS. 2017. Castrate : Solusi Menekan
Ledakan Populasi Kucing Lokal. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
Mada.
Aerita AN. 2014. Hubungan higiene pedagang dan sanitasi dengan kontaminasi
Salmonella pada daging ayam potong. Unnes J. Public Health. 3(4).
Aryanti F, Romadhiyati F. 2021. Penyembuhan luka pasca kastrasi pada kucing
jantan dengan menggunakan sediaan propolis cair. AgroSainTa:
Widyaiswara Mandiri Membangun Bangsa. 5(1): 1-8.
Estuningsih, S.E.. Adiwinata, G., Widjajanti, S., dan Piedrafita, D., 1997.
Evaluation of Antigens of Fasciola gigantica as Vaccines Against Tropical
Fasciolosis in Cattle. Int. J. Par., 27, 1419 - 1428.
Indahsari RD, Zuhdi I. 2018. Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Penyakit Pada
Kucing Persia. Jurnal Spirit. 9(2): 40-47.
Kusumarini SR, Permata FS, Widyaputri T, Prasetyo D. 2020. Prevalence of
fasciolosis emphasis on age, origin, body condition and post mortem by
geographic information systems on sacrificial examination in Malang
District – East Java. Journal of Physics: Conference Series 1430:1-7.
Lee SE, Kim NH, Chae HS, Cho SH, Nam HW, Lee WJ, Kim SH, Lee JH. 2011.
Prevalence of Toxoplasma gondii infection in feral cats in Seoul, Korea. J
Parasitol. 97: 153-155.
Lestariningsih L, Nada MS, Yasin MY, Ropida S, Abidin MK. 2020. Peranan
Nomor Kontrol Veteriner Terhadap Jaminan Mutu Keamanan Produk
Hasil Peternakan. Briliant J. Ris. Dan Konseptual. 5(1):180–188.
Naipospos TSP, Suseno PP.2017. Cost Benefit Analysis of Maintaining FMD
Freedom Status in Indonesia. Report to the World Organisation for Animal
Health.
Plumb DC. 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook6th Edition. Ames (US): The
Iowa State University Press.
Prayogi S, Kurniawan B. 2016. Pengaruh personal hygiene dalam pencegahan
penyakit skabies. Jurnal Majority. 5(5): 140-143.
Ristiani NM. 2022. Upaya Pencegahan Dan Penanganan Penyakit Mulut Dan Kuku
(PMK). Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. Retrieved
September 6, 2022, from https://distanpangan.baliprov.go.id/upaya-
pencegahan-dan-penangananpenyakit-mulut-dan-kuku-pmk/
Suhardono. 1997. Epidemiology and control of fasciolosis by Fasciola gigantica in
ongole cattle in West Java. [tesis]. Queensland (AU): James Cook University
of North Queensland.
Susanto H, Kartikaningrum M, Wahjuni RS, Warsito SH, Yuliani MGA. 2020.
Kasus scabies (Sarcoptes scabiei) pada kucing di klinik Intimedipet
Surabaya. Jurnal Biosains Pascasarjana. 22(1) : 37-45.
Tahililli S. Prevalensi Toxoplasma gondii pada inang definitif kucing (Felis
domestica) di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat. J Sangkareang
Mataram. 3(4): 52-55.
Tuda J, Adiani S, Ichikawa-Seki M, Umeda K, Nishikawa Y. 2017. Seroprevalence
of Toxoplasma gondii in humans and pigs in North Sulawesi, Indonesia.
Parasitol Int. 66(5): 615-618.
Valero MA, Santana M, Morales M, Hernandez JL, Mas-Coma S. 2003. Risk of
gallstone disease in advanced chronic phase of fasciolosis an experimental
study in a rat model. J. Infect. Dis. 188(5):787-790

LAMPIRAN

Lampiran I Rincian biaya program pengendalian Fasciolosis selama 4 tahun


Tahun Harga
Jenis Biaya Jumlah Frekuensi Total (Rp)
ke (Rp)
1 Program Survei
Penanggung jawab 1 14 350.000 4.900.000
Dokter hewan 5 10 500.000 25.000.000
Paramedik 5 10 300.000 15.000.000
Petugas laboratorium 10 1 250.000 2.500.000
Operasional
Transportasi 14 100.000 1.400.000
Pulsa 14 100.000 1.400.000
Konsumsi (makan &
cemilan) H1 37 50.000 1.850.000
Konsumsi (makan &
cemilan) H2-11 27 50.000 1.350.000
Konsumsi (makan &
cemilan) H12 10 50.000 500.000
Logistik
Kertas Label 1 pack 4 2.500 10.000
Nota Kwitansi 1 pack 2 5000 10.000
Tisu 1 kg 5 35.000 175.000
1 kotak
Alkohol (5000 ml) 2 73.000 146.000
Gloves 1 kotak 5 40.000 200.000
Kapas 1 kotak 3 25.000 75.000
Masker 1 plastik 5 11.500 57.500
Uji Flotase Sederhana 1 sample 130 100.000 13.000.000
Program penyuluhan
Pembuatan poster 100 1 15.000 1.500.000
Operasional penyuluhan 9 1 1.000.000 9.000.000
Pengendalian biologis
Itik 50 1 50.000 2.500.000
Pengobatan
Ivomec 180 3 300.000 162.000.000
Jasa dokter hewan 53 750.000 11.250.000
Jasa paramedis 53 500.000 7.500.000
Total Anggaran 261.323.500
2 Program Survei 67.573.500
Program penyuluhan 10.500.000
Pengandalian Biologis 2.500.000
Pengobatan
Wormzol 637 3 10.000 19.110.000
Total Anggaran 99.683.500
3 Program Survei 67.573.500
Program penyuluhan 10.500.000
Pengandalian Biologis 2.500.000
Pengobatan
Wormzol 382 3 10.000 11.460.000
Total Anggaran 92.033.500

4 Program Survei 67.573.500


Program penyuluhan 10.500.000
Pengobatan
Wormzol 127 3 10.000 3.810.000
Total Anggaran 81.883.500
Total Anggaran 534.924.000

Lampiran II Benefit terhadap prevalsi penyakit di 4 tahun


Tahun ke-1 Prevalensi 35%

Indikator Penurunan Total Harga Benefit (Rp)


prevalensi (Rp)
Populasi total sapi potong 1654
sehat

Kenaikan nilai jual ternak - 0 60.000/kg BELUM ADA


KEUNTUNGAN

Tahun ke-2 Prevalensi 25%

Indikator Penurunan Total Harga Benefit (Rp)


prevalensi (Rp)

Populasi total sapi potong 1909


sehat

Kenaikan nilai jual ternak 10% 5100 60.000 306.000.000


(sapi yang sembuh) kg

Tahun ke-3 Prevalensi 15%

Indikator Penurunan Total Harga Benefit (Rp)


prevalensi (Rp)

Populasi total sapi potong 2164


sehat

Kenaikan nilai jual ternak 10% 5100kg 60.000 306.000.000

Tahun ke-4 Prevalensi 5%

Indikator Penurunan Total Harga Benefit (Rp)


prevalensi (Rp)

Populasi total sapi potong 2418


sehat

Kenaikan nilai jual ternak 10% 5100kg 60.000 306.000.000

Total benefit tahun 1-4 Rp. 918.000.000

Anda mungkin juga menyukai