BAB I
Mukadimah
A. Latar Belakang
Keprihatinan penulis terhadap metode penelitian tafsir disebabkan oleh tidak
terkumpulnya pembahasan metode penelitian tafsir dalam satu buku. Hal itu menyebabkan
terkendalanya pengembangan penafsiran Al-Quran oleh para mahasiswa baik di tingkat S-
1, S-2, maupun S-3. Padahal, permasalahan di tengah masyarakat tidak pernah berkurang
bahkan cenderung meningkat dan rumit pemecahannya.
B. Tahapan Penelitian
Ada tiga tahapan dalam metode penelitian tafsir ini, yaitu :
1. Persiapan
Sebelum melakukan penelitian, hendaknya peneliti sudah mengetahui secara
memadai apa saja yang akan dihadapinya di lapangan pada saat pelaksanaan
penelitian; baik kendala-kendala komunikasi, administrasi, keuangan, maupun
hambatan-hambatan psikologis, bahasa, dsb. Untuk mengetahui hal itu semua, perlu
dilakukan studi pendahuluan agar dalam pelaksanaan penelitian, seorang peneliti tidak
kebingungan bak berjalan di hutan tanpa tahu arah sehingga terhambat sampai tujuan.
Seorang peneliti harus banyak membaca dan menelaah berbagai literatur yang
berkenaan dengan topik yang diteliti. Hal itu perlu adanya sebab kegiatan penelitian
selalu bertolak dari pengetahuan yang sudah ada sebagaimana pengakuan dari
researcher.
Pada semua ilmu pengetahuan, ilmuwan selalu memulai penelitiannya dengan
menggali apa-apa yang sudah dikemukakan oleh para ahli. Maksudnya adalah ia harus
mengkaji secara cermat dan mendalam topik yang akan ditelitinya. Hal itu bertujuan
agar mengetahui topik yang akan ditelitinya itu sudah pernah diteliti atau belum, dan
kalaupun sudah diteliti maka akan diketahui pada aspek mana saja yang sudah diteliti
dan pada aspek apa saja yang belum. Sehingga orisinalitas penelitian akan terjaga dan
tidak tumpang tindih, dengan demikian tidak menutup kemungkinan desain
penelitiannya akan menjadi semakin baik bahkan mengganti judul baru yang lebih
tepat. Maka dari itu, kematangan peneliti dalam mempersiapkan penelitian dapat
dilihat dalam proposalnya, yang mana memuat semua hal yang berhubungan dengan
penelitian yang akan di lakukan sejak awal hingga akhir.
2. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan substansi dari semua tahapan penelitian. Kadar keberhasilan
dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat jika penelitiannya memberikan kontribusi
yang signifikan dalam pengembangan akademik maupun pembinaan dan
pembangunan masyarakat. Kuncinya adalah jika proposalnya telah baku niscaya
dalam proses penelitiannya tidak akan menghadapi kendala yang berarti. Dengan
catatan peneliti konsisten dalam melaksanakan aturan dan prosedur penelitian yang
ditetapkan itu.
3. Pelaporan
Tahap ini merupakan bagian dari finalisasi dalam pelaksanaan penelitian. Wajib
hukumnya laporan penelitian disajikan apa adanya sesuai realita di lapangan dan
disertai analisis yang mendalam dan saksama sesuai data yang didapat. Oleh
karenanya, perlu adanya unsur kejujuran dalam setiap goresan tinta pelaporan hasil
penelitian, tidak boleh ada sepatah kata pun dimodifikasi, direvisi, dsb. sesuai
subjektifitas sang peneliti.
C. Urgensi Penguasaan Metodologi Penelitian Tafsir
Pentingnya penguasaan metodologi penelitian tafsir ini membuat penulis membahas
metodologi penelitian tafsir dalam buku khusus. Hal itu bertujuan untuk mempermudah
para peneliti dalam pelaksanaan penelitian tafsir. Selain itu secara prinsip, kajian
metodologis penelitian tafsir hanya dapat dikembangkan dengan berpikir logis dan
sistematis oleh seseorang yang bilamana sudah sangat menguasai metodologi dengan baik
dan benar. Hematnya, metodologi dan pembahasan harus berjalan beriringan agar tidak
ada penelitian yang fiktif atau dipalsukan sehingga mengurangi keautentikan Al Quran
BAB II
Kerangka Umum Metodologi Penelitian Tafsir
A. Pengertian
Metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Jika dalam konteks penelitian tafsir, metode penelitian tafsir adalah suatu cara
yang teratur dan terpikir baik-baik untuk menelusuri kembali berbagai penafsiran ayat-
ayat Al -Quran yang pernah diberikan oleh ulama atau untuk mendapatkan penafsiran baru
yang cocok dengan perkembangan zaman, tidak keluar dari yang dimaksudkan Allah di
dalam ayat-ayat Al-Quran. Oleh karenanya, dapat ditarik benang merah bahwa penelitian
tafsir bertujuan untuk menemukan model penafsiran Al-Quran yang baik, benar, dan
akurat serta responsif terhadap tuntutan perkembangan zaman yang semakin modern.
B. Perbedaan Metodologi Penelitian Tafsir dari Metodologi Penelitian Humaniora
Metode penelitian tafsir tidak jauh berbeda dari metode penelitian humaniora pada
umumnya, namun dari sudut ruang lingkup kajian, subjek dan objek penelitian sebagai
telah disebut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara keduanya. Karena itu, maka
ketiga unsur itu akan dibahas di sini.
1. Ruang Lingkup Kajian
Batasan wilayah kajian penelitian model tafsir pada umumnya membahas
permasalahan yang kompleks dan komplit menyangkut permasalahan umat manusia
dari zaman dulu, kini, hingga akan datang. Selain itu, muatan dalam Al-Quran tidak
hanya menjadi tuntunan hidup di dunia, namun juga kebahagiaan akhirat. Hal itulah
yang menyebabkan larangan mengubah, merevisi, atau mengutak-atik ayat secara
tekstual maupun kontekstual karena dapat merusak keautentikan dan kesakralan dari
Al-Quran itu sendiri. Oleh karenanya, sangat logis jika ruang lingkup metodologi
penelitian model tafsir sangat berbeda dengan disiplin metodologi penelitian yang lain
baik dari segi substansi maupun pembahasannya.
2. Subjek Penelitian
Seperti yang kita pahami bersama bahwa tafsir Al-Quran adalah penjelasan terhadap
ayat-ayat yang termaktub di dalam mushaf dari surah al-Fatihah hingga an-Nas.
Sehingga baik ayat maupun tafsirannya menjadi subjek pokok bagi penelitian tafsir.
Sebagaimana yang dilakukan Sayyiduna Abu Bakar Ra. dan Sayyiduna Utsman bin
Affan Ra. dalam membukukan Al-Quran dan menyatukan bacaan Al-Quran. Penelitian
yang dilakukan oleh kedua khalifah tersebut termasuk dalam penelitian filologis
(penelitian teks). Selain ayat yang menjadi subjek penelitian, materi tafsiran itu sendiri
juga menjadi subjek penelitian tafsir ini. Sebagaimana yang kita temui bersama, karya-
karya penelitian metodologi tafsir yang memenuhi perpustakaan baik dalam skala
besar maupun kecil, baik yang diterbitkan maupun yang tidak, sampai yang berbentuk
manuskrip sekalipun. Selain itu juga tafsiran yang disampaikan oleh mufassir secara
lisan (oral) kepada santri/ masyarakat itu semua dapat dijadikan sebagai subjek
penelitian tafsir.
3. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian metodologi tafsir ini adalah tujuan dari suatu penelitian itu
sendiri. Misal, subjeknya ayat-ayat yang berkaitan dengan shalat maka objek
penelitiannya adalah “Pengaruh Shalat Dhuha dalam Membentuk Karakter Moral
Spiritual dan Intelektual Peserta Didik ....”.
BAB III
Jenis Penelitian Tafsir
Adapun karena tafsir (kajian keagamaan) ini tergolong pada kajian metafisik, maka dapat
diteliti melalui dua jenis penelitian yaitu kepustakaan (library research) dan lapangan (field
research). Untuk lebih jelasnya, berikut uraian mengenai kedua penelitian di atas:
A. Penelitian Kepustakaan
1. Pengertian
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang semua datanya berasal dari bahan-bahan
tertulis berupa buku, naskah, dokumen, foto, dll. Karena penelitian ini berkaitan
dengan tafsir maka semuanya itu harus berkenaan dengan Al-Quran dan tafsirannya,
itulah yang membedakan model tafsir dengan model humaniora biasa. Penelitian
kepustakaan muatannya bersifat teoritis, konseptual, ataupun gagasan, ide-ide, dsb.
2. Langkah-langkah
Prosedur/ langkah-langkah menjadi indikator penting lancar atau tidaknya sebuah
penelitian. Oleh karenanya agar penelitian itu dapat berjalan dengan lancar tanpa
kendala dan dapat terselesaikan sesuai time schedule yang telah ditetapkan maka harus
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Penetapan Judul
Penetapan judul harus menarik untuk diteliti, singkat, lugas, tidak bermakna ganda,
tidak bertele-tele atau berbelit-belit, kemudian yang perlu diperhatikan adalah tidak
boleh sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain. Jika pun
judulnya sama namun secara substansi berbeda maka masih diperbolehkan.
b. Persiapan Penelitian
Di antara persiapan penelitian selain proposal yakni instrumen yang akan
digunakan dalam proses penelitian seperti kartu kutipan, time schedule, dsb.
Mengenai kartu kutipan itu sendiri biasanya berukuran 10 x 15 cm berbahan kertas
manila warna-warni sesuai kebutuhan. Fungsi warna tersebut berguna sebagai
pembeda topik bahasan tiap bab nya. Untuk bab I misalnya berwarna putih, maka
bab II, bab III, dst. harus menggunakan warna yang berbeda satu sama lain. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan peneliti menemukan kembali data atau informasi
yang telah terkumpul itu ketika mengolah dan menganalisanya pada waktu
menulis laporan penelitian. Oleh karenanya kartu-kartu itu harus ditata sedemikian
rupa; baik isinya, maupun menempatannya. Isi kartu, misalnya, memuat identitas
buku (referensi) yang dikutip seperti pengarang, judul buku/artikel, penerbit,
tempat terbit, volume/jilid, tahun terbit, nomor halaman, dsb. Semua data/identitas
rujukan ini ditempatkan paling atas sekitar 3 x 15 cm pada kartu yang telah
disediakan. Kemudian sisa kartu 7 x 15 cm digunakan untuk menuliskan kutipan.
Di antara kutipan dan identitas rujukan itu biasanya dibatasi dengan garis
horizontal dari kiri ke kanan. Kartu-kartu yang sudah terisi harus ditempatkan atau
ditumpuk sesuai warna yang telah ditetapkan; tidak boleh tertukar, apalagi
bercampur aduk satu sama lain. Untuk itu perlu dibuat kotak khusus bagi
penyimpanan masing-masing kartu sesuai warnanya. Untuk lebih jelas dapat
digambarkan di bawah ini :
Gambar 1
Model Kartu Blibiografi
Dengan telah disisipkannya kartu ini, peneliti kemudian mulai melacak referensi
yang diperlukan sesuai topik penelitian yang diangkat. Cara pengisian kartu
bibliografi di atas sesuai penjelasan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1
Pengisian Kartu Bibliografi dari Buku
Gambar 2
Pengisian Kartu Bibliografi dari Majalah, Jurnal, Surat Kabar
٤٣ :ﱊﱋﱌﱍﱎﱏﱐﱑ انلحل
“Bertanyalah kepada orang yang tahu jika kalian tidak tahu” (Q.S. An-Nahl
:43)
Ayat ini memberi isyarat pada kita bahwa dalam mencari informasi harus
akurat dan kredibel agar data yang diperoleh valid dan represntatif. Untuk itu
penetapan suatu sampel penelitian tidak boleh dilakukan secara serampangan
dan sembarangan, melainkan harus benar-benar melalui kajian dan
pertimbangan yang matang dan proporsional.
3) Metode Interviu
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa metode ini sangat berbeda dari yang
metode-metode yang lain. Metode ini memiliki keunggulan yang tidak dimiliki
oleh metode lain yakni bersifat fleksibel dan rileks dalam proses pengumpulan
datanya. Sedangkan kelemahannya adalah sulitnya menemui responden, harus
menyediakan waktu yang relatif lama, dsb. Contoh penggunaan metode
interviu dalam metode penelitian tafsir yaitu apakah ada korelasi antara
pemahaman dengan surah Hud ayat 6 dengan perilaku malas bekerja di
kalangan sebagian umat Islam?
ﱂﱃﱄﱅﱆﱇﱈﱉﱊﱋﱌﱍﱎ
٦ :ﱏﱐﱑﱒﱓ هود
Tidak ada satu pun yang melata di bumi ini, melainkan Allahlah yang
menjamin rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdomisilinya dan tempat
penyimpanan rezkinya. Semuanya telah tertulis dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh)”. (Q.S. Hud: 6)
Untuk menemukan jawaban bagi persoalan ini dapat dilacak dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan dalam wawancara sebagai berikut.:
*Apakah Anda pernah mendengar/membaca ayat 6 dari surat Hud itu?
*Apakah Anda paham maksud ayat tsb.?
*Apakah orang Islam yang malas bekerja karena meyakini rezki telah
dijamin Allah
sebagaimana ditegaskan dalam ayat itu?
Itu sejumlah pertanyaan yang terstruktur. Kemudian diikuti dengan
pertanyaan yang lebih rinci dan tidak terstruktur sbb.:
*Apakah orang yang malas bekerja itu memahami ayat itu dengan baik?
*Apakah yang malas bekerja itu berdasarkan pemahaman ayat itu?
*Ataukah karena dipengaruhi paham Jabariah?
*Apakah masyarakat di sini umumnya penganut paham Jabariah?
*Apakah ada tokoh karismatik yang berpaham Jabariah di sini?
*Apakah masyarakat di sini penganut agama yang taat?
Apabila empat pertanyaan terakhir itu, jawabannya “ya”, maka berarti
kemalasan mereka dalam bekerja tidak ada korelasinya dengan pemahaman
ayat secara langsung, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh paham
Jabariah.
( امللل والنحل1/ 85)
هي اليت ال تثبت: فاجلربية اخلالصة. واجلربية أصناف،اجلرب هو نفي الفعل حقيقة عن العبد وإضافته إىل الرب تعاىل
هي اليت تثبت للعبد قدرة غري مؤثرة أصل: واجلربية املتوسطة،للعيد فعال وال قدرة على الفعل أصال
برتقيم الشاملة آليا) أن العباد ال قدرة هلم على الفعل وإمنا، 181 /1( الدرر السنية- موسوعة الفرق املنتسبة لإلسالم
هم كريشة يف مهب الريح وأن اخلالق والفاعل معا هو هللا تعال
Gambar 3
Ilustrasi Variabel
BAB IV
Model-Model Penelitian Tafsir
A. Penelitian Dasar
Penelitian dasar yang dimaksud ialah untuk menemukan dan mengembangkan teori atau
kaedah yang dapat digunakan dalam pengembangan ilmu tafsir tersebut; baik dari sudut
ontologis, epistemologis, maupun aksiologisnya. Penelitian dasar ini sebenarnya sudah ada
sejak zaman sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan ulama muta’akhirin meskipun dalam tahap
sederhana namun substansinya sama. Sebagai contoh, kita simak pernyataan Ibnu Abbas,
tokoh sahabat yang mu’jiz (memperoleh ijazah) spesialis tafsir dari Rasulullah Saw.
ujarnya sebagai dikutip adz-Dzahabî: “Ada tafsir yang dapat diketahui oleh ulama seperti
merinci pengertian yang global, mengkhususkan pengertian yang umum, dll; dan ada pula
tafsir yang hanya Allah yang tahu”. Temuan Ibn ‘Abbâs ini kemudian dilanjutkan oleh
Mujâhid, seorang tâbi’în, sebagai dikatakannya: “Tidak halal bagi orang yang mengaku
beriman kepada Allah dan hari akhirat, mengatakan sesuatu tentang Kitabullah tanpa
mengerti bahasanya, karena sering dijumpai satu kosakata mempunyai banyak arti. Lalu
dikarenakan pengetahuannya dangkal tentang hal itu, maka makna yang lain terabaikan”
dan masih banyak lagi mengenai contoh tafsir penelitian dasar ini khususnya pada zaman
sahabat, tabi’in, atba’ut tabi’in, dan ulama muta’akhirin.
B. Penelitian Terapan
Penelitian terapan bertujuan untuk menemukan hal-hal yang bersifat aplikatif. Penelitian
terapan dikenal juga dengan penelitian aplikatif (applied research). Sebagai contoh
pemerintah akan menerbitkan regulasi tentang zakat agar sumber ekonomi umat dapat
dikelola dengan baik dan profesional. Untuk mendapatkan keyakinan yang mantap dan
tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaannya, maka diperlukan suatu penelitian yang
menyeluruh; baik menyangkut para wajib zakat (muzakki), maupun penerima zakat.
Demikian pula perlu dikaji porsi yang harus dikeluarkan; dan kapan jatuh temponya, dsb.
Ahli tafsir dapat menyumbangkan pemikirannya dengan melakukan penelitian zakat
perspektif Al-Quran. Hasil penelitiannya itu akan dijadikan bahan pertimbangan dalam
penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan diterbitkan pemerintah.
Itulah salah satu bentuk penelitian aplikatif dalam bidang tafsir. Tolak ukur penelitian ini
adalah terletak pada sesuatu aplikatif yang dapat memecahkan masalah umat. Kemudian
contoh lain lagi adalah penelitian tentang bayi tabung, kloning, shalat di daerah kutub, dsb.
C. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Dalam penelitian metode tafsir biasanya menggunakan penelitian kualitatif, namun juga
tidak menutup kemungkinan penelitian metode tafsir juga menggunakan penelitian
kuantitatif. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui jumlah pesantren dan madrasah di
Indonesia yang mempelajari tafsir Al-Quran maka bisa menggunakan penelitian
kuantitatif. Kemudian jika ingin mengetahui mengapa akhir-akhir ini lulusan pesantren
dan madrasah, khususnya dalam bidang studi Al-Quran dan tafsir menurun nilainya maka
bisa menggunakan penelitian kualitatif, dsb.
D. Penelitian Verifikatif, Evaluatif, dan Pendidikan
Penelitian verifikatif ialah sebuah penelitian yang bertujuan melakukan pemeriksaan
kembali terhadap konsepsi atau teori yang sudah berkembang di tengah masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan kajian tafsir, maka berarti meneliti kembali paham atau
intrerpretasi terhadap ayat Alqur'ân yang berkembang di tengah masyarakat: apakah
penafsiran tersebut sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berlaku, atau melenceng
darinya, dsb. Penelitian evaluatif merupakan suatu proses yang dilakukan dalam rangka
menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan
keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses dan teknik yang telah
digunakan untuk melakukan penilaian.
E. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah pemaparan atau penggambaran tentang sesuatu secara
gamblang dan transparan. Apabila definisi ini dipakaikan pada penelitian tafsir, maka
dapat diformulasikan bahwa yang dimaksud ialah mendapatkan informasi yang jelas dan
rinci berkenaan dengan pemahaman dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran baik dilakukan
oleh orang per-orang secara individual, maupun secara kolektif.
BAB V
METODE, SISTEM DAN KONSISTENSI BERPIKIR ILMIAH
Dari dulu hingga sekarang para ilmuan mengembangkan metode berpikir imiyah dalam dua
model :
A. Metode Deduktif
Berpikir deduktif ialah pola pikir yang berangkat dari hal-hal yang bersifat umum seperti
dalam siologisme yang dikembangkan oleh para ilmuwan di masa lampau itu, misalnya
dikatakan “Semua manusia akan mati; Socrates adalah manusia, maka Socrates juga akan
mati” Tampak dengan jelas pola pikir ini dibangun atas dua premis (qadhiyah) yaitu
premis mayor(semua manusia akan mati) dan premis minor(Socrates adalah manusia).
Kemudian ditarik kesimpulam umum(Socrates juga akan mati) seperti dalam contoh itu.
Berdasarkan kaedah atau teori itu lalu diamati kenyataannya di tengah masyarakat, maka
ternyata hal itu benar adanya.
ﱨﱩﱪﱫﱬﱭﱮﱯﱰﱱﱲﱳﱴ
ﲄﲆ
ﲅ ﱵﱶﱷﱸﱹﱺﱻﱼﱽﱾﱿﲀﲁﲂﲃ
١٤٣ - ١٤٢ :ﲇﲈﲉﲊﲋﲌﲍ النساء
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian
(iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak
(pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah,
maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.
Dari data itu dapat diketahui prosentase siapa yang munafik dan siapa pula yang benar-
benar mukmin. Apabila pola pikir semacam ini diterapkan pada kajian tafsir, maka ayat-
ayat Alqur'an ditempatkan pada posisi kaedah atau teori; lalu dari situ diamati kenyataan
yang ada di lapangan atau di tengah masyarakat. Jadi metode ini didapat ketika kita
mengamati sesuatu dengan menghubungkannya dngan kebiasaan lampau yang terjadi
lagi, dan menghadapinya dengan mengambil hikmah dari pedoman kita yaitu al quran.
1. Metode Induktf
Berpikir induktif adalah kebalikan berpikir deduktif yakni diawali dari hal-hal yang
rinci dan bersifat individual di lapangan, kemudian menghasilkan suatu kesimpulan
yang bersifat umum .
2. Sistem Berfikir
Sistem berpikir ilmiah yang diterapkan dalam penelitian tafsir ialah suatu pemikiran
terpadu yang merupakan satu kesatuan yang utuh, yaitu berpikir rasional objektif
argumentatif termasuk penelitiannya harus mengacu pada tiga asas itu sekaligus tanpa
parsial. Jadi tidak cukup hanya berpikir rasional, melainkan harus dimuati dengan sikap
objektif dan didasarkan pada argumen yang kuat dan atau fakta yang valid , Dengan
demikian dia akan mampu.
3. Berpikir Konsisten
Seorang mufasir harus mempunyai prinsip dan pendirian yang kokoh, tidak mudah
terpengaruh oleh pikiran orang lain. Namun tidak berarti hasil pemikiran atau produk
yang dihasilkannya harus selalu berbeda dengan yang ditemukan oleh pihak lain.
Bolehjadi prosedur dan metode berargumen (tharȋqat al-istidlȃl) yang diterapkannya
berbeda dari yang lain, tapi hasil yang didapatnya tidak harus berbeda dari yang
ditemukan oleh orang lain itu.Jadi dalam berpikir konsisten yang menjadi tolok ukurnya
ialah pijakan yang dijadikan dasar untuk menetapkan suatu produk hukum atau hasil
pemikiran. Selama seseorang konsisten pada dasar pijakan yang telah ditetapkannya,
maka dia tetap dapat disebut konsisten berpikir sekalipun hasil temuannya berbeda dari
yang dulu pernah dia dapatkan.
BAB VI
PERMASALAHAN PENELITIAN TAFSIR
Salah satu prinsip yang paling asasi dalam suatu penelitian ialah adanya ‘masalah’. Tanpa
‘masalah’, penelitian tidak akan pernah ada. Olehkarana itu peneliti harus mengetahui secara
pasti apa yang menjadi ‘masalah’ yang akan dicarikan solusinya melalui penelitian ilmiah yang
akan dilakukannya.
A. Pengertian Masalah
Sesuatu yang problematik atau dalam bahasa Arab disebut ‘musykilah’, yakni suatu
kondisi, jika tidak segera dicarikan solusinya, maka dapat merusak sistem yang ada.
B. Metode Merumuskan Masalah
Dalam merumuskan suatu permasalahan tidak ada aturan khusus atau baku, apa dan
bagaimana cara merumuskannya diserahkan kepada sang peneliti; demikian pula pola
susunan kalimatnya, mau menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan, itu semuanya
diserahkan kepada peneliti tersebut. Namun sebelum merumuskan suatu permasalahan,
peneliti harus tahu persis apa sebenarnya yang problematik dalam kasus yang akan
dijadikannya objek penelitian.
Dalam buku ini tertulis tiga poin perumusal masalah yang bisa dikaji , pertama objek
masalah harus logis dan dapat diukur. Kedua Rumusan diungkapkan dalam redaksi yang
mudah dipahami, singkat, padat dan akurat. Ketiga sesuaikan dengan jangka waktu yang
tersedia. Artinya merumuskan masalah jangan muluk-muluk, tapi simpel dan dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang disediakan.
C. Urgensi Perumusan Masalah
Merumuskan suatu permasalahan adalah suatu keniscayaan karena sebuah rumusan bagi
penelitian ibaratnya membuka jalan untuk mencapai tujuan.
BAB VII
DESAIN PENELITIAN TAFSIR
A. Judul penelitian
B. Latar Belakang Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
2. Menjelaskan ciri khas atau model bagi suatu penelitian.
3. Pelaku, Subyek dan Objek Penelitian
4. Metode Pengumpulan Data
a. Melacak keberadaan ayat-ayat yang kontradiktif itu di dalam mushhaf untuk
mengetahui jumlah dan posisinya di tengah ayat-ayat Alqur'an yang lain.
b. Seleksi terhadap ayat-ayat yang telah terhimpun sesuai kriteria ke-ta’ârudh-
annya.
c. ayat-ayat yang sesuai kriteria itu dimasukkan ke dalam tabel yang telah
disediakan.
d. Sebelum dilakukan analisa terhadap ayat-ayat tersebut, maka terlebih dahulu
dirujuk penafsirannya di dalam kitab-kitab tafsir; baik yang klasik, maupun yang
modern.
E. Metode Analisa
Dalam melakukan analisa terhadap ayat-ayat yang dijadikan objek penelitian
diterapkan langkah-langkah sbb.: Melakukan analisa komparatif antara dua redaksi
yang kontradiktif yang meliputi: 1)susunan kalimat(frase); 2)pemakaian kosakata
(mufradât); dan 3)menempatannya (terdahulu atau terkemudiankan) dalam satu
kalimat.
F. Populasi dan Sampel
Mengetahui dan menetapkan populasi adalah suatu keniscayaan bagi suatu penelitian;
baik datanya kuantitatif, maupun kualitiatif. Dalam hal ini tidak berbeda penelitian
lapangan atau penelitian kepustakaan. Hal itu dikarenakan populasi merupakan sumber
informasi sebagai bahan baku penelitian; tanpa itu penelitian tidak akan dapat
menghasilkan apa-apa.
G. Tinjauan Pustaka
Melakukan pengkajian secara saksama dan menyeluruh terhadap karya tulis yang
pernah dipuplikasikan berkenaan dangan judul yang diangkat dalam penelitian ini.
Dalam hal ini perlu dijelaskan judul, penulis, tahun terbit dan penerbitnya. Terakhir
diberikan gambaran singkat tentang kontennya, sehingga jelas perbedaannya dari
penelitian yang diajukan di sini.
H. Kerangka Teori
Kerangka teoritis atau boleh pula disebut kerangka konseptual. Sub bahasan ini
dimaksudkan untuk menjelaskan teori atau kaedah yang digunakan dalam penelitian.
Hal ini sangat penting dalam suatu penelitian agar proses yang dilalui tidak salah; ibarat
berjalan menuju ke suatu tempat, kita harus yakin sepenuhnya bahwa jalan yang
ditempuh itu benar-benar mengarah ke tujuan yang hendak dicapai tsb.
I. Penulisan Laporan
Laporan penelitan harus dibuat serapi dan sesistimatis mungkin. Hal ini amat penting
agar laporan penelitian itu mudah dibaca dan dicerna oleh pembaca atau pendengarnya.
J. Daftar Pustaka Awal
Daftar pustaka awal yang dimaksud ialah menghimpun sejumlah buku dalam sebuah
daftar yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini.
BAB VIII
PENUTUP
Di dalam penutup penulis menyatakan syukurnya karena telah selesai dan diberi kelancaran
dalam proses penulisan buku ini, dan yang terkhir beliau juga berdoa agar buku yang telah
ditulis membawa manfaat bagi kita semua.untuk lebih jelasnya penulis juga melampirkan
contoh proposal penelitian pada akhir buku setelah penutup inti sistematikanya seperti berikut
:
KONSEPSI JIHAD
A. Bab I : Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah.
2. Rumusan Masalah.
3. Metode Penelitian.
a. Subyek dan Objek Penelitian.
b. Jenis, Sifat Penelitian.
c. Populasi dan Sampel Penelitian.
4. Kerangka Teori
5. Tinjauan Pustaka.
B. Bab II: Lokasi Penelitian
1. Aspek Geografi.
2. Aspek Demografi.
3. Aspek Pendidikan, status sosial, dsb.
C. Bab III: Penyajian Data Penelitian
1. Kelasifikasi Data.
a. Ayat-ayat jihad.
b. Data lapangan.
2. Analisa Data.
a. a.Interpretasi ayat-ayat jihad.
b. b.Interpretasi data lapangan.
D. Bab IV: Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pemahaman masyarakat Soloraya terhadap ayat jihad.
2. Sikap dan perilaku mereka menghadapi jihad.
3. Latar belakang yang mempengaruhi sikap dan perilaku mereka tersebut.
E. Bab V: Penutup
1. Kesimpulan.
2. Rekomendasi.
F. Daftar Pustaka
G. Lampiran
H. Riwayat Hidup Penelit