Anda di halaman 1dari 24

MODUL LATIHAN KADER I

(BASIC TRAINING)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


KOMISARIAT STAI PUI MAJALENGKA
CABANG MAJALENGKA
1444 H/ 2022 M
Konsep Latihan Kader I (Basic Training)
Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat STAI PUI MAJALENGKA
Cabang Majalengka
1444 H/ 2022 M

A. Dasar Pemikiran
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan.” (Al- Baqarah : 164).
Semua kejadian yang terjadi pada manusia maupun alam disebut dengan
sunatullah. Sunatullah dapat dipahami sebagai kebiasaan-kebiasaan yang
diberlakukan Tuhan pada alam dan manusia. Sunnatullāh ini berlaku untuk
semua masyarakat, baik masyarakat pada masa Nabi, maupun masyarakat kita
sekarang dan masyarakat yang akan datang. Kemajuan dan keruntuhan suatu
masyarakat tentunya termasuk dalam sunnatullāh yang tidak mengalami
perubahan ini.
Perubahan yang terjadi pada alam dan kehidupan manusia merupakan
sebuah kepastian yang tidak dapat di pungkiri kembali. Alam semesta berasal
dari ketiadaan menjadi ada dan berkembang secara terus menerus. Dari semua
kejadian yang terjadi pada alam dan manusia terdapat tanda-tanda kekuasaan
Tuhan yang mana hanya dapat dimengerti oleh orang - orang yang
mempergunakan akalnya.
Heraclitus, seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa satu-satunya hal
yang konstan di dunia ini adalah perubahan. Saat ini kita sedang berada pada
kondisi dimana peradaban manusia dan alam secara bersamaan mendorong ke
arah perubahan dari kebiasaan masyarakat terdahulu. Revolusi industri sebuah
perubahan yang dibuat manusia telah mempengaruhi terhadap kehidupan
manusia. Revolusi industri yang berawal di Britania Raya dan kemudian dengan
cepat menyebar ke seluruh dunia. Selama ratusan tahun, kehidupan Eropa
terfokus pada pertanian telah berubah sejak pertengahan abad ke18. “Jika
menengok kembali ke tahun 1800an, semua orang dimasa itu sangat miskin.
Revolusi industri datang mendobrak keadaan dan banyak negara mendapat
keuntungan, namun tidak berarti semua orang diuntungkan.”(Bill Gates).
Revolusi industri pertama telah mengubah masyarakat pertanian menjadi
masyarakat urban.
Saat ini kita telah sampai pada revolusi industri 4.0 yang dibangun di
atas revolusi digital (revolusi industri 3.0). Revolusi industri keempat ditandai
dengan munculnya terobosan teknologi di sejumlah bidang termasuk robotika,
kecerdasan buatan, nanoteknologi, komputasi kuantum,
bioteknologi dan Internet of Things (IoT). Revolusi industri ke empat
mengubah cara hidup manusia, bekerja dan berkomunikasi. Oleh karena itu,
revolusi industri 4.0 membentuk ulang sistem dalam bermasyarakat, ekonomi,
politik, pendidikan serta hampir setiap aspek kehidupan manusia. Setiap priode
revolusi industri selalu bersamaan dengan fenomena disrupsi. Disrupsi dalam
artian perubahan yang signifikan dalam jangka waktu yang relatif cepat.
Dampak revolusi industri keempat di Indonesia semakin dirasakan
setelah alam yang mengaruskan setiap individu masyarakat masuk kepada
lingkaran disrupsi tersebut. Mewabahnya virus korona membuat aktivitas
masyarakat dalam perekonomian, pendidikan, sosial dan hampir seluruh aspek
lumpuh. Semua orang terasa kaget dan kewalahan ketika virus tersebut pertama
kali muncul. Hal itu terjadi karena belum siap nya masyarakat Indonesia secara
umum untuk mengubah pola hidup yang sebelumnya dijalankan secara luring
(luar jaringan). Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat Indonesia pada
dasarnya belum terpengaruhi revolusi industri keempat sebelum adanya virus
corona.
Disrupsi karena revolusi industri keempat, ditambah mewabahnya virus
korona membuat masyarakat Indonesia harus melek terhadap teknologi. Meski
demikian, tidak semua ranah kehidupan manusia dapat di pindahkan ke dalam
media teknologi sepenuhnya. Dalam menanggapi fenomena tersebut, maka
pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat meminimalisir
terjangkitnya virus tersebut dan aktivitas di luar jaringan tetap dapat
dilaksanakan. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan new normal /
adaptasi kebiasaan baru (AKB) , akan tetapi belum menjadi titik terang bagi
aktivitas mahasiswa di kampus. Kegitan pembelajaran tetap dilaksanakan
melalui daring mengakibatkan kegiatan kemahasiswaan diluar pembelajaran
hampir lumpuh.
Himpunan mahasiswa Islam (HmI) merupakan salah satu organisasi
mahasiswa yang eksistensi nya ada hampir diseluruh wilayah Indosesia.
Sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar (AD) HmI pasal 8 bahwa
HmI berfungsi sebagai organisasi kader yang berarti proses kaderisasi menjadi
keharusan dalam kondisi seperti apapun. Perkaderan di ibaratkan sebagai
nyawa bagi organisasi yang menjadikannya selalu hidup dan berkembang.
Perkaderan HmI menjadi salah satu yang terdampak atas mewabahnya
virus korona. Setiap elemen organisasi kesulitan melakukan kaderisasi ketika
pertama kali dihadapkan dengan fenomena alam tersebut.
Meski demikian, HmI secara historis telah terbukti dapat melewati dan
keluar sebagai pemenang dari seluruh tantangan perubahan zaman. HmI tetap
berhasil menjalankan tugas perkaderan organisasi meskipun di tengah
tantangan perang melawan penjajah, pemberontakan PKI sampai pada
kebijakan-kebijakan orde lama dan orde baru. Melihat dari sejarah tersebut
maka terdapat spirit yang akan tetap ada pada jiwa kader HmI untuk bisa
melewati tantangan disrupsi saat ini.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para fungsionaris HmI mulai dari
tingkatan komisariat sampai pengurus besar untuk tetap melakukan perkaderan
dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang berbasis online. Akan tetapi tidak
semua kegiatan perkaderan bisa dilakukan secara daring. Dalam pedoman
perkaderan HmI tercantum bahwa perkaderan dibagi menjadi perkaderan formal
dan informal. Diantara perkaderan formal terdapat jenjamg training formal yang
tidak mungkin apabila dilaksanakan secara daring. HmI memiliki sistem
training formal yang tertatur dan sistematis dengan indikator penilaian yang
jelas serta penciptaan suasana training yang baik. Kegiatan tersebut hanya bisa
dilaksanakan secara langsung apabila ingin terlaksana secara maksimal.
Oleh karena itu, HmI Komisariat STAI PUI MAJALENGKA Cabang
Majalengka hendak melaksanakan Basic Training (LK1) dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan diadakan Basic Training ditengah-tengah mewabahnya COVID-19 ini
maka diharapkan HmI menjadi organisasi yang adaptif sehingga tetap ada
produktifitas dari para kadernya.

B. Landasan Perkaderan
Landasan perkaderan merupakan pijakan dasar bagi aktivitas HmI di
dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi perkaderan. Nilai-nilai yang
termaktub di dalam landasan ini tiada lain merupakan spirit yang harus dijiwai
baik oleh HmI secara kolektif maupun kader HmI secara individual. Dengan
demikian, aktivitas kaderisasi di HmI tidak akan keluar dari nilai- nilai yang
dimaksud, agar setiap aktivitasnya selalu mengarahkan pada tujuan tujuan yang
bersifat jangka panjang dan terarah. Maka landasan - landasan yang dimaksud,
terbagi menjadi empat pokok landasan :
1. Landasan Teologis
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Dia adalah makhluk
yang menurut alam hakikatnya sendiri, yaitu sejak masa primordialnya
selalu mencari dan merindukan Tuhan. Inilah fitrah atau kejadian asal
sucinya, dan dorongan alaminya untuk senantiasa merindukan, mencari, dan
menemukan Tuhan. Agama menyebutnya sebagai kecenderungan yang hanif
(Hanafiyah al-samhah), yaitu “sikap mencari kebenaran secara tulus dan
murni, lapang, toleran, tidak sempit dan tidak membelenggu jiwa.
Selain itu pula, bahwa fitrah bagi manusia adalah adanya sifat dasar
kesucian yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan
baik kepada sesamanya. Sifat dasar kesucian itu disebut dengan hanafiyyah,
dan sebagai makhluk yang hanif itu manusia memiliki dorongan kearah
kebaikan, kebenaran, dan kesucian. Pusat dorongan hanafiyyah itu terdapat
dalam dirinya yang paling mendalam dan paling murni, yang disebut hati
nurani, artinya bersifat nur atau cahaya (luminous). Kesucian manusia
merupakan kelanjutan perjanjian primordial antara manusia (ruh) dan
Tuhan, yaitu suatu perjanjian atau
ikatan janji antara manusia sebelum lahir ke dunia dengan Tuhan, bahwa
manusia akan mengakui Tuhan sebagai pelindung dan pemelihara (rabb)
satu-satunya baginya.
Oleh sebab itu, ruh manusia dijiwai oleh kesadaran tentang yang
Mutlak dan Maha Suci (Transenden, Munazzah), kesadaran tentang
kekuatan yang Maha Tinggi yang merupakan asal dan tujuan semua yang
ada dan yang berada diatas alam raya. Kesadaran ini merupakan kemampuan
intelek (‘Aql), sebuah piranti pada manusia untuk mempersepsi sesuatu yang
ada diatas dan diluar dataran jasad ini. Juga atas dasar perjanjian primordial
itu pula, manusia diberikan amanah sebagai wakil Tuhan (Khalifah) di muka
bumi ini, yang berfungsi untuk mengatur dan mengelola alam raya dengan
sebaik-baiknya, disertai dengan peniruan terhadap sifat-sifat Tuhan sebagai
Rabb Al-amin.
Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan, manusia seringkali
memiliki kecenderungan dan godaan untuk mencari “jalan pintas” yang
gampang dengan mengabaikan pesan dan mandat dari Tuhan. Sebaliknya,
kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup dan keinsyafan akan
datangnya masa Pertanggungjawaban mutlak kelak diakhirat, membuat
manusia terlindungi dirinya dari ketelanjangan spritual dan moral yang
tercela. Itulah pakaian taqwa yang mesti dikenakan manusia setiap saat dan
tempat. Taqwa itu sendiri memiliki arti God Consiousness, atau “kesadaran
ketuhanan”, dan itulah sebaik- baik proteksi dari noda ruhani.
Sebagai bentuk dasar akan adanya “kesadaran ketuhanan” tersebut,
maka manusia harus pula dapat menginternalisasi konsepsi tawhid yang
merupakan perwujudan kemerdekaan yang ada padanya. Implikasi logis dari
tawhid itu sendiri adalah meneguhkan sikap dan langkahnya sebagai
khalifah, dengan cara tidak memperserikatkan-Nya kepada sesuatu apapun
juga dengan cara meninggalkan praktek mengangkat sesama manusia
sebagai “tuhan-tuhan” (arbab), selain kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Mengangkat sesama manusia sebagai “tuhan-tuhan” ialah menjadikan
sesama manusia sebagai sasaran penyembahan, dedikasi, devosi, atau sikap
pasrah total. Dengan demikian maka tawhid mengharuskan adanya
pembebasan diri dari objek-objek yang membelenggu dan menjerat ruhani.
Ini adalah sejajar dan identik dengan semangat dan makna dari bagian
pertama kalimat persaksian, “Aku bersaksi bahwasanya tiada suatu tuhan
(ilah)...” yakni, aku menyatakan diri bebas dari kukungan kepercayaan-
kepercayaan palsu yang membelenggu dan menjeret ruhaniku. Kemudian
untuk menyempurnakannya, maka pernyataan kedua diteruskan sebagai
proses pembebasan “...kecuali Allah, (Al-Ilah,Al-Lah, yakni Tuhan yang
sebenarnya, yang dipahami dalam kerangka semangat ajaran ketuhanan yang
maha esa atau tauhid uluhiyya, monoteisme murni-strict monotheisme).
Maka dari itu, tawhid bukan hanya melahirkan taqwa, melainkan
inspirasi dan peneguhan fungsi dasar manusia sebagai khalifah di muka
bumi. Dan sebagai akhir dari pada fungsi manusia tersebut, maka di hari
akhirat kelak manusia akan di mintai Pertanggungjawaban secara pribadi,
yaitu Pertanggungjawaban atas setiap pilihan yang ditentukannya secara
pribadi di dunia. Sehingga tidak ada pembelaan berdasarkan hubungan
solidaritas, perkawinan, kawan-karib maupun sanak-saudara. Manusia
disebut berharkat dan bermartabat tiada lain merupakan konsekuensi dari
adanya hak dasar manusia untuk memilih dan menentukan sendiri prilaku
moral dan etisnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa manusia harus
senantiasa memberi makna atas hidup di dunia ini melampaui tujuan-tujuan
duniawi (terrestrial), menembus tujuan-tujuan hidup ukhrawi (celestial).
Dalam dimensi terrestrial manusia dituntut untuk terus berikhtiar
dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia tanpa mengenyampingkan
kebahagiaan hidup di akhirat. Keharusan untuk terus berusaha tercantum
pada Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 11 : ” Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa
yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”.
2. Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai transformatif yang secara sadar dipilih
untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab persoalan yang terjadi dalam
masyarakat. Islam mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan
idealisme yang dicita- citakan. Untuk tujuan dan idealisme tersebut maka
umat Islam akan ikhlas berjuang dan berkorban demi keyakinannya.
Ideologi Islam senantiasa mengilhami, memimpin, mengorganisir
perjuangan, perlawanan, dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan
semua status quo, belenggu dan penindasan terhadap umat manusia.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad telah memperkenalkan Islam
sebagai ideologi perjuangan dan mengubahnya menjadi keyakinan yang
tinggi, serta memimpin rakyat melawan kaum penindas. Nabi Muhammad
lahir dan muncul dari tengah masyarakat kebanyakan yang oleh Al- Qur’an
dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” yang disifatkan kepada Nabi
Muhammad menurut Ali Syari’ati dalam karyanya Ideologi Kaum
Intelektual, berarti bahwa beliau berasal dari kelas rakyat. Kelas ini terdiri
atas orang- orang awam yang buta huruf, para budak, anak yatim, janda dan
orang- orang miskin (mustadh’afin) yang menderita, dan bukan berasal dari
kalangan borjuis dan elite penguasa. Dari kalangan inilah Muhammad
memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita- cita Islam.
Cita- cita Islam adalah adanya transformasi terhadap ajaran dasar
Islam tentang persaudaraan universal (Universal Brotherhood),
kesetaraan (Equality), keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan ekonomi
(Economical Justice). Ini adalah cita- cita yang memiliki aspek liberatif
sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya tentu membutuhkan
keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen. Hal ini disebabkan
sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita, pertama, persaudaraan
universal dan kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan
manusia (unity of mankinco yang ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Hai
manusia ! kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kami jadikan
kanu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling, mengenaL
Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling
bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha Mengetahui. “ (QS Al-Hujarat) : 13).
Ayat ini secara jelas membantah sernua konsep superioritas rasial, kesukuan,
kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan
pentingnya kesalehan, baik keshalehan ritual maupun keshalehan sosial,
sebagaimana Al-Qur’an menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadisaksi dengan keadilan.
Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak
berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa
dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al-Maidah : 8).
Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek
kehidupan. Dan keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan
masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan
kepada mereka (kaum mustadh’afin) untuk menjadi pemimpin. Menurut Al-
Qur’an mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia. “Kami hendak
memberikan karunia kepada orang-orang tertindas dirnuka burni. Kami akan
menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al-Qashash: 5) “Dan
kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh
baratnya yang kami berkati. “ (QS. Al-A’raf : 37).
Di tengah-tengah suatu bangsa, ketika orang-orang kaya hidup
mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak-budak merintih
dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak
berdaya hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak pemilik
kekayaan dan penguasa, mereka memasukkan orang-orang kecil yang tidak
berdosa ke penjara. Muhammad SAW menyampaikan pesan
Rabbulliflustadha’afin : “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah
dan membela orang yang tertindas, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak
yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang
penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan
dari sisi Engkau.” (QS. An- Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut Asghar Ali
Engineer (dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an
mengungkapkan teori “kekerasan yang
membebaskan”, “Perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-
Anfal : 39) Al-Qur’an dengan tegas mengutuk Zulm (penindasan). Allah
tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas.
“Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi
orang yang teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148).
Ketika Al- Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi berarti Al-
Qur’an seratus persen menentang penumpukan dan penimbunan harta
kekayaan. Al- Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang- orang kaya
hartanya untuk anak yatim, janda- janda dan fakir miskin. “Adakah engkau
ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin.
Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang mereka itu lalai dari sholatnya,
dan mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS.AI- Maun: 1- 7).
Al-Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di
antara orangorang kaya saja. “Apa-apa (harla rarnpasan) yang diberikan
Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk negeri (orang- orang kafir), maka
adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu
beredar antara orang-orang kaya saja diantara kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7).
Al-Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung-
hitung harta kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan
kehidupan yang kekal. Orang yang suka menumpuk-numpuk dan
menghitung-hitung harta benar-benar akan dilemparkan kedalam bencana
yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala (QS. Al-
Humazah :1-9). Kemudian juga pada Surat At- Taubah : 34 AI-Qur’an
memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun
harta dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak
membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW banyak sekali orang yang terjerat dalam
perangkap hutang karena praktek riba. Al- Qur’an dengan tegas melarang
riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan diperangi oleh
Allah dan Rasul- Nya (Iihat, QS. AlBaqarah: 275- 279 dan Ar- Rum: 39).
Demikianlah Allah dan Rasul- Nya telah mewajibkan untuk melakukan
perjuangan membela kaum yang tertindas dan mereka (Allah dan Rasul-
Nya) telah memposisikan diri sebagai pembela para mustadh’afin.
Dalam keseluruhan proses aktifitas manusia di dunia ini, Islam selalu
mendorong manusia untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan,
menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI- Qur’an
memberikan penegasan:”Kamu adalah sebaik- baik umat yang dilahirkan
bagi manusia supaya kamu menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan
melarang berbuat kejahatan (mungkar) serta beriman kepada Allah (QS. Ali-
Imran: 110). Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia
memiliki kebebasan dalam
mengartikulasikan Islam sesuai dengan konteks lingkungannya agar tidak
terjebak pada hal- hal yang bersifat mekanis dan dogmatis. Menjalankan
ajaran Islam yang bersumber pada Al- Qur’an dan As- Sunnah berarti
menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan
persoalan kehidupan yang serba kompleks sesuai dengan kemampuannya.
Demikianlah cita- cita Islam yang senantiasa harus selalu
diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan suatu tatanan
masyarakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban. Dalam
memperjuangkan cita- cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia
(commited) terhadap ajaran Islam seraya memohon petunjuk Allah SWT,
ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam
setiap pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin). [Ayat] "Sesungguhnya
sholatku, perjuanganku, hidup dan matiku, semata- mata hanya untuk Allah,
Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi- Nya dan aku diperintah untuk
itu, serta aku termasuk orang yang pertama berserah diri. " (QS. AI- An'am:
162- 163).
3. Landasan Sosio-Historis
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah
kultur masyarakat terutama di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi
kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil
menguasai hampir seluruh kepulauan nusantara. Tentunya hal tersebut
dikarenakan agama Islam memiliki nilai- nilai universal yang tidak
mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat
Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang
dan para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang bersifat persuasif.
Masuknya Islam secara damai berhasil mendamaikan kultur Islam
dengan kultur masyarakat nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya
sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat, ekonomi dan politik
yang didominasi oleh kultur tradisional, feodalisme, hinduisme dan
budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada
perkembangan selanjutnya, Islam tumbuh seiring dengan karakter
keindonesiaan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur
Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka
kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi social
dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian wacana
kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya
Indonesia meniscayakan transformasi total nilai- nilai universal Islam
menuju cita- cita mewujudkan peradaban Islam.
Secara sosiologis dan historis, kelahiran HmI pada tanggal 5
Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang di
dalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa
Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru
diproklamirkan. Kenyataan itu merupakan motivasi kelahiran HmI sekaligus
dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu: pertama,
mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat
rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar ajaran
Islam. Ini menunjukkan bahwa HmI bertanggung jawab terhadap
permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan
nilainilai Islam dalam kehidupan manusia secara total.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan
langkah perjuangan HmI ke depan yang terintegrasi dalam dua aspek
keislaman dan aspek kebangsaan. Aspek keislaman tercermin melalui
komitmen HmI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh
dalam kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban peran
kekhalifahan manusia, sedangkan aspek kebangsaan adalah komitmen HmI
untuk senantiasa bersama-sama seluruh rakyat Indonesia merealisasikan
cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi terwujudnya
cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban.
Dalam sejarah perjalanan HmI, pelaksanaan komitmen keislaman dan
kebangsaan merupakan garis perjuangan dan misi HmI yang pada akhirnya
akan membentuk kepribadian HmI dalam totalitas perjuangan bangsa
Indonesia ke depan.
Melihat komitmen HmI dalam wawasan sosiologis dan historis
berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam
sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan
kader HmI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi
kader yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di
muka bumi dan pada saat yang sama kader tersebut harus menyadari pula
keberadannya sebagai kader bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.
Dalam proses perkaderannya, HmI adalah oranisasi modern yang
dapat survive dalam berbagai perubahan zaman. HmI tercatat tetap dapat
melakukan kaderisasi disaat perang melawan kolonialisme asing saat terjadi
agresi militer, melawan pemberontakan PKI, dibawah tekanan orde lama
dan orde baru. Maka disat kondisi dunia saat ini dimana sedang terjadi
pandemi covid-19, HmI dengan optimis akan tetap bisa melakukan
kaderisasi.
4. Landasan Konstitusi
Dalam rangka mewujudkan cita- cita perjuangan HmI di masa depan,
HmI harus mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa
dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh
rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Dalam pasal tiga (3) tentang azas ditegaskan
bahwa HmI adalah organisasi berazaskan Islam
dan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Penegasan pasal ini
memberikan cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HmI senantiasa
mengemban tugas dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang
tidak mengesampingkan semangat kebangsaan. Dalam dinamika tersebut,
HmI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai
organisasi mahasiswa yang independen (Pasal 6 AD HmI), berstatus sebagai
organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HmI), memiliki fungsi sebagai organisasi
kader (Pasal 8 AD HmI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal
9 AD HmI).
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya secara
berkelanjutan yang berorientasi futuristik maka HmI menetapkan tujuannya
dalam pasal empat (4) AD HmI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang
akan dibentuk ini kemudian dirumuskan dalam tafsir tujuan HmI. Oleh
karena itu, tugas pokok HmI adalah perkaderan yang diarahkan kepada
perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan
berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan
sebagai amal saleh.
Pembentukan kualitas dimaksud diaktualisasikan dalam fase- fase
perkaderan HmI, yakni fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase
pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi Muslim, kualitas
intelektual serta mampu melaksanakan kerjakerja kemanusiaan secara
profesional dalam segala segi kehidupan, dan fase pengabdian kader, dimana
sebagai output maka kader HmI harus mampu berkiprah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan berjuang bersama- sama dalam
mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah
SWT.
Untuk merespon akan adanya pandemi covid-19, maka HmI
Komisariat STAI PUI MAJALENGKA kepada HmI Cabang Majalengka
agar dapat mengeluarkan “REGULASI DARURAT PERKADERAN DI
MASA PANDEMI COVID-19”. Dengan regulasi
tersebut, maka komisariat tetap dapat melaksanakan LK 1 (Basic Training)
di tengah mewabahnya virus corona dengan memperhatikan standar protokol
kesehatan.

C. Pola Dasar Perkaderan


1. Pengertian Umum
a. Kader
Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced
Learner's Dictionary) dikatakan bahwa "Cadre is a small group of People
who are specially chosen and trained for a particular purpose, atau
“cadre is a member of this kind of group; they were to become the cadres
of the new community party". Jadi pengertian kader adalah "sekelompok
orang yang terorganisasir secara terus menerus
dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar".
Hal ini dapat dijelaskan, pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk
dalam organisasi, mengenal aturan-aturan permainan organisasi dan
tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Bagi HmI
aturanaturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai Dasar Perjuangan
(NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk
mentransformasikan nilai-nilai ke-Islam-an yang membebaskan
(liberation force), dan memiliki kerberpihakan yang jelas terhadap kaum
tertindas (mustadhafin).Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi
adalah AD/ART HmI, pedoman perkaderan dan pedoman serta
ketentuan organisasi lainnya. Kedua, seorang kader mempunyai
komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat
musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan
dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan
kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu
menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar.Jadi fokus
penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang
Kader rneiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika
sosial lingkungannya dan mampu melakukan "social engineering".
Kader HmI adalah anggota HmI yang telah melalui proses perkaderan
sehingga meiniliki ciri kader sebagaimana dikemukakan di atas dan
memiliki integritas kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan
beramal shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Lihat Pedoman
Perkaderan)
b. Perkaderan
Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara
sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga
memungkinkan seorang anggota HmI mengaktualisasikan potensi
dirinya menjadi seorang kader Muslim
- Intelegensia, yang memiliki kualitas insan cita.
2. Rekrutmen Kader
Sebagai konsekuensi dari organisasi kader, maka aspek kualitas
kader merupakan fokus perhatian dalam proses perkaderan HmI guna
menjamin terbentuknya out put yang berkualitas sebagaimana yang
disyaratkan dalam tujuan organisasi, maka selain kualitas proses perkaderan
itu sendiri, kualitas input calon kader menjadi faktor penentu yang tidak
kalah pentingnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya pola pola perencanaan dan pola
rekrutmen yang lebih memprioritaskan kepada tersedianya input calon kader
yang berkualitas. Dengan demikian rekrutmen kader adalah merupakan
upaya aktif dan terencana sebagai ikhtiar untuk mendapatkan input calon
kader yang berkualitas bagi proses perkaderan HmI dalam mencapai tujuan
organisasi.
a. Kriteria Rekrutmen
Rekrutmen kader yang lebih memperioritaskan pada pengadaan kader yang
berkualitas tanpa mengabaikan aspek kuantitas, Prioritas dalam rekrutmen
kader tersebut memperhatikan kriteria sebagai berikut :
1) Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang
menjalani skorsing akademik
2) Muslim/muslimah (bisa baca Al-Qur’an)
3) Memiliki integritas
4) Akademis (cerdas, intelektual)
5) Memiliki potensi kepemimpinan
6) Berprestasi
7) Mau aktif berorganisasi
b. Proses Pendaftaran
Proses memperkenalkan organisasi kepada mahasiswa secara umum
dilakukan dengan menggunakan media online oleh seluruh kader HmI
Komisariat STAI. Adapun proses pendaftaran dan screening sebagai
berikut :
1) Pendaftaran dilaksanakan pada sejak disebarkannya pamflet informasi
dengan persyaratan sebagai berikut :
 Mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan oleh panitia.
 Menyiapkan surat keterangan sehat dari puskesmas/ rumah sakit.
2) Seleksi dilakukan dengan cara wawancara secara langsung, berfungsi
untuk menguji konsistensi jawaban, dan menggali lebih dalam
pengetahuan calon peserta serta menggali motivasi dan potensi calon
peserta. Apabila motivasi ada “distorsi” maka pewawancara bertugas
untuk meluruskannya. Screening diadakan secara langsung meliputi
BTQ, ke-HMI an dan kemahasiswaan yang dilaksanakan pada tanggal
23 Desember 2022.
3. Pembentukan dan Pengembangan Kader
Pembentukan kader merupakan sekumpulan aktivitas perkaderan
yang terintegrasi dalam upaya mencapai tujuan HmI :
a. Pelaksanaan Latihan Kader 1 (Basic Training)
Basic training HmI komisariat STAI priode 2022 – 2023
dilaksanakan selama 3 hari mulai dari tanggal 23 Desember sampai 25
Desember 2022 dengan memperhatikan standar protokol kesehatan COVID
19.
b. Follow Up
Follow Up training merupakan kagiatan perkaderan HMI yang
bersifat pengembangan, tetapi juga tetap merujuk pada Anggaran Dasar
HMI dalam hal ini pasal 5 tentang usaha. Rencana tindak lanjut ini
dimaksudkan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas diri anggota
setelah mengikuti jenjang training formal (latihan kader-1). Namun
demikian pedoman ini jangan diartikan sebagai aktivitas seorang kader,
tetapi hanya batas minimal yang harus dilakukan seorang kader setelah
mengkuti jenjang training formal tertentu. Adapun follow up dilakukan
secara luring yang disusun meliputi :
1. Sejarah Peradaban Islam
2. Sejarah Perjuangan HMI
3. Konstitusi
4. Mission HMI
5. MKO
6. NDP

D. Masalah
1. Analisis Masalah
Pengurus HmI Komisariat STAI Cabang Majalengka telah
mengadakan penelitian terhadap mahasiswa Majalengka. Penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui permasalahan pada aktivitas mahasiswa
serta kader HmI cabang Majalengka di era disrupsi. Teknik penelitian
menggunakan angket yang diisi oleh 30 mahasiswa intra kampus. Dengan
mengolah data peneitian tersebut maka dapat diketahui bahwa permasalahan
mahasiswa Majalengka dan kader HmI Komisariat STAI di era disrupsi 4.0
sebagai berikut :
a. Masalah Mahasiswa
1) Kurang menumnuhkan jiwa Mahasiswa
2) Kurang memiliki kebiasaan membaca buku (Intelektual)
3) Intoleran antara aliran yang lain
4) Kurangnya penggunaan media dalam pengembangan literasi
(Teknologi)
5) Kurang berani dalam mengungkapkan ide atau gagasan (Mental)
6) Kurang menumbuhkan rasa sosialisme antara mahasiswa lain
7) Kurang menumbuhkan rasa royalitas terhadap kampus dan lembaga
2. Klasifikasi Masalah
a. Klasifikasi Masalah Mahasiswa
Berdasarkan masalah diatas yang harus segera diselesaikan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Kesadaran Intelektual
2) Kesadaran Akhlak
3) Kesadaran Mental
4) Kesadaran Teknologi

Berdasarkan Analisis permasalahan yang terjadi pada mahasiswa dan


kader secara umum, maka yang menjadi akar permasalahan dalam
klasifikasi diatas berada pada ranah KESADARAN yang berdampak pada
kurangnya PRODUKTIVITAS di era disrupsi. Tidak akan terjadi
permasalahan diatas bilamana kader dan mahasiswa telah memiliki
kesadaran yang utuh terhadap identitasnya
yang hidup di era disrupsi sehingga menuntut untuk produktif dengan
berkreasi dalam mengembangkan potensi individu.

E. Solusi

Penanaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Ke-HmI-an


(Latihan Kader I).

F. Tujuan

Tujuan dari Latihan Kader I yakni “Terbinanya kepribadian muslim


yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan peranannya dalam
berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader
bangsa".

G. Target
Latihan Kader I mempunyai target secara umum yaitu :
1) Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari- hari
2) Mampu meningkatkan kemampuan akademis
3) Memiliki kesadaran akan tanggungjawab keumatan dan kebangsaan
4) Memiliki Kesadaran berorganisasi
5) Memiliki jiwa yang royalitas terhadap kampusb dan lembaga
6) Memiliki Mental yang mampu mengungkapkan ide dan gagasan di depan umum
H. Indikator
1. Peserta sadar bahwa dia sebagai kader HmI yang berkepribadian muslim.
a. Kognitif
1) Peserta mampu menjelaskan makna salah satu ayat Al-Quran
tentang khalifah
2) Peserta mampu menghafalkan nama-nama temannya
b. Afektif
1) Peserta berani mengingatkan sesuatu yang dianggap salah atau
kurang
2) Peserta menerima kritik dari peserta lain
3) Peserta dapat peduli terhadap permasalahan yang terjadi pada
temannya
4) Peserta membiasakan berdo’a sebelum dan sesudah makan
c. Psikomotorik
1) Peserta membersihkan lingkungan di sekitar tempat pelatihan
2) Peserta mengikuti sholat 5 waktu berjamaah selama pelatihian

2. Peserta sadar bahwa dia sebagai kader HmI yang berkualitas akademis.
a. Kognitif
1) Peserta mampu mengemukakan pendapat secara rasional
2) Peserta mampu menjelaskan materi yang telah disampaikan
b. Afektif
1) Peserta menyimak materi yang disampaikan
2) Peserta berani berpendapat di dalam forum
3) Peserta datang tepat waktu ke forum pelatihan
4) Peserta menanyakan materi yang belum dimengerti
c. Psikomotrik
1) Peserta mengangkat tangan sebelum berargumentasi
2) Peserta mampu mensimulasikan materi yang disampaikan
3. Peserta sadar bahwa dia kader HmI yang memiliki tanggung jawab
sebagai kader umat dan kader bangsa.
a. Kognitif
1) Peserta mampu menganalisis permasalahan dalam pelatihan
2) Peserta mampu memecahkan permasalahan sosial dalam pelatihan
b. Afektif
1) Peserta bertanggung jawab terhadap perbuatan yang telah
dilakukan
2) Peserta berani memimpin dan dipimpin selama pelatihan
3) Peserta mampu membangun komitmen bersama
c. Psikomotrik
1) Peserta mampu mempertanggung jawabkan apa yang dia ucapkan
4. Peserta sadar bahwa dia sebagai kader HmI yang berkualitas organisatoris
a. Kognitif
1) Peserta mampu menyatakan tujuan LK I
2) Peserta mampu merumuskan tata tertib dan kontrak belajar dalam
pelatihan
3) Peserta mampu menerapkan sifat kepemimpinan dalam pelatihan
b. Afektif
1) Peserta mematuhi tata tertib yang telah dibuat
2) Peserta memakai id card ketika pelatihan berlangsung
3) Peserta mampu bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan
4) Peserta membangun komitmen kebersamaan untuk aktif di HmI
c. Psikomotrik
1) Peserta mampu menunjukan kemampuan menejerial organisasi

I. MATERI LATIHAN KADER-I


1. Materi wajib
a. Sejarah Perjuangan HMI
b. Nilai-nilai Perjuangan Dasar
c. Mission HMI
d. Konstistusi HMI
e. Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
f. Kekohatian
2. Materi penunjang
a. Sejarah Peradaban Islam
b. Pengantar Filsafat
3. Materi suplemen
a. Public Speaking
b. Teknik Sidang
c. Manajemen Dan Simulasi Aksi
J. METODE LATIHAN KADER-I
a. Metode Doktrin
 Ceramah penanaman nilai, spirit, dan perspektif baru dalam berpikir dan
melihat sesuatu
 Ceramah untuk memfokuskan pikiran peserta
 Ceramah untuk membangun dasar pengetahuan untuk memperoleh
pengetahuan bersama
 Proses membenarkan ide-ide yang salah
b. Metode Pembelajaran Aksi
 Peserta dikondisikan untuk menerapkan praktek-praktek praktis tertentu
kedalam kehidupan mereka. ( selalu tersenyum, duduk tegap, bicara
dengan jelas, selalu memulai dengan salam, tidak boleh memiliki
pendapat yang sama dll )
 Peserta disuruh untuk membuat rencana aksi untuk menerapkan apa- apa
yang sudah dipelajari kedalam kehidupan mereka.
c. Metode Andragogik
 Mendorong peserta agar lebih aktif
 Peserta lebih aktif “ peserta sebagai nara sumber “
 Tukar pengalaman Bentuk bentuk metode ini diantaranya adalah sebagai
berikut :
 Brainstroming ( Curah pendapat )
 Diskusi
 Latihan
 Studi kasus
 Role playing (permainan peran)
 Simulasi
 Market place

K. EVALUASI LATIHAN KADER-I


Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan latihan dan pencapaian
target latihan maka dipandang perlu untuk melakukan evaluasi.
a. Tujuan
 Mengukur tingkat keberh asilan training
b. Sasaran
 Kognitif (30%)
 Afektif (50%)
 Psikomotorik (20%)
c. Alat Evaluasi
 Test Objektif (MoT)
 Test Subjektif (Resume) (MoT dan Panitia)
 Test Sikap (MoT dan Panitia)
 Test Keterampilan (Panitia)
d. Prosedur Evaluasi
 Pre-Test (Screening)
 Mid-Test (evaluasi proses)
 Post-Test
L. AGENDA KEGIATAN
NO WAKTU KEGIATAN KET.
Jum’at, 23 Desember 2022
1. 07.00 – 07.30 Registrasi Peserta
2. 07.30 - 11.45 Screening Test 1 Panitia
3. 11.45 – 13.00 ISHOMA ALL
OPENING CEREMENONY
Pembukaan
 Pembacaan Kalam Ilahi
 Menyanyikan Lagu
Indonesia Raya dan Hymne
HMI
Sambutan - Sambutan
4. 13.00 – 14.00  Ketua Pelaksana Panitia
 Ketua Komisariat STAI-PUI
Majalengka
 Ketua HMI Cabang
Majalengka
 Ketua KAHMI Sekaligus
membuka acara LK-1
Doa
6. 14.00 – 14.30 Kontrak Belajar MOT
7. 14.30 – 15.30 ISHOMA ALL
8. 15.30 – 17.30 Sejarah Peradaban Islam Dr.H Heru Khoerudin,M.Ag
9. 17.30 – 18.00 Ice Breaking MOT
8. 18.00 – 19.30 ISHOMA ALL
9. 19.30 – 21.30 Sejarah Perjuangan HMI Rakanda M.Habibie
10. 21.30 – 23.00 Mision HMI Rakanda Agi
11. 23.00 – 04.00 Tidur ALL
Sabtu, 24 Desember 2022
12. 04.00 - 05.30 Sholat Shubuh + Persiapan ALL
13. 05.30 - 07.00 Olahraga Pagi ALL
13. 07.00 - 08.00 Sarapan & Persiapan ALL
Rakanda
14. 08.00 – 10.00 Konstitusi HMI
Anggi Prayitno, S.M
Ayunda Aay Farihah Hesya,
15. 10.00 - 12.00 Public Speaking
M.Pd.I
16. 12.00 - 13.00 ISHOMA ALL
Rakanda
17. 13.00 – 15.00 KMO
Badruzaman, M.Pd
18. 15.00 – 15.30 Istirahat + Sholat ALL
19. 15.30 – 17.30 Kekohatian Ayunda Elga
20. 17.30 - 18.00 FGD MOT
21. 18.00 - 19.30 ISHOMA ALL
*Roundown acara sewaktu-waktu dapat berubah.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Evaluasi
Tata Cara Penilaian Peserta Latihan Kader 1 Aspek-
Aspek Yang Dinilai
Selama berlangsungnya LK I, aspek-aspek yang dinilai dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
1) Kuantitatif Bentuk penilaian yang diberikan oleh pemandu terhadap peserta
LK I dalam bentuk angkaangka.Penilaian ini didapat dari hasil test
(menjawab soal), penugasan, dan lain sebagainya.
2) Kualitatif Bentuk penilaian pemandu terhadap peserta yang diwujudkan
dalam komentar atau rekomendasi atau gambaran dekriptif terhadap peserta
yang sifatnya kualitatif, misal baik, buruk, dan lain sebagainya.
Ranah dan Persentase Nilai
Sesuai dengan pedoman perkaderan HMI, ranah yang dinilai meliputi :
1) Ranah Afektif (Sikap) dengan bobot sebesar 50%, dengan acuan pada sikap
peserta terhadap aturan main yang berlaku, misal taat atau melanggar atau
terhadap pesan dari sebuah materi berdampak atau tidak terhadap sikap,
dapat diuji dengan pertanyaan yang subyektif.
2) Ranah Kognitif (Pengetahuan) dengan bobot sebesar 30%, dengan melihat
hasil test terhadap peserta melalui pertanyaan yang sifatnya obyektif
3) Ranah Psikomotorik (Tindak) dengan bobot 20% dengan acuan pada prilaku
peserta, misal apakah dia mau membantu orang lain atau tidak dan lain
sebagainya.
Teknik Penilaian
Untuk menilai peserta LK I sehingga dapat ditentukan kelulusannya
adalah berdasarkan akumulasi nilai dari semua ranah.Semua penilaian
menggunakan penilaian kuantitatif.Standar nilai menggunakan angka 0 – 100.
 Penilaian Afektif
Penilaian afektif harus dikonversi dari nilai yang sifatnya kualitatif
menjadi kuantitatif dengan cara memberikan nilai 100 kepada semua peserta
di awal training. Penilaian tidak mungkin bertambah tetapi akan berkurang
jika terjadi pelanggaran interval 5, bobotnya tergantung besarnya kesalahan
yang dilakukan, misal terlambat akan berbeda bobotnya dengan tidak hadir
dalam satu session.
 Penilaian Kognitif
Penilaian kognitif dilakukan dengan mengakumulasikan jumlah
nilai-nilai test dan tugas yang sifatnya obyektif, dan diambil nilai rata-
ratanya.
 Penilaian Psikomotorik
Hampir sama dengan afektif, maka nilai psikomotorik harus
dikonversi menjadi kuantitatif, caranya adalah memberikan nilai 50 kepada
semua peserta di awal training, dan mengalami penambahan dengan interval
5, jika peserta melakukan hal-hal baik secara sadar.
Penilaian Akhir
Nilai akhir adalah nilai akumulasi seluruh ranah. Untuk penilaian akhir ini
menggunakan rumus :
NA = ((N afektif x 50%) + (N rata-rata kognitif x 30%) + (N psikomotorik
x 20%))
Contoh :
Misalkan si “Mokondo” mendapatkan nilai rata-rata test dan tugas sebesar 75,
dan beberapa kali melakukan kesalahan sehingga mendapat pinalti sebesar 30,
namun ia juga banyak membantu orang lain dan banyak berbuat baik sehingga
dia diberi tambahan nilai untuk perbuatan sebanyak 35.
Akumulasi nilai untuk Ontohod adalah :
Nilai afektif = (100 – 30) = 70 Nilai
rata-rata kognitif = 75
Nilai psikomotorik = (50 + 35) = 85
Maka nilai akhirnya adalah :
NA = (70 x 50%) + (75 x 30%) + (85 x 20%)
NA = 35 + 22,5 + 17
NA = 74,5
Peserta dapat dinyatakan lulus apabila memiliki NA ≥ 60 dan Pemberian
Predikat kepada peserta:
Nilai Akhir 55 – 60 = Lulus Bersyarat Nilai
Akhir 60 – 70 = Cukup
Nilai Akhir 70 – 80 = Baik Nilai
Akhir 80 – 85 = Baik Plus Nilai
Akhir 85 – 90 = Terbaik

B. Evaluasi Keseluruhan Training


Hal-hal yang dievaluasi dalam pelaksanaan Latihan Kader I HMI meliputi
evaluasi terhadap peserta, pemandu, pemateri/instruktur dan manajemen
training, serta kesesuaian pelaksanaan dengan rencana training.
Evaluasi selain terhadap peserta dilakukan oleh Pemandu dan Tim Rekam jejak
yang ditugaskan oleh Kabid PA HmI Cabang.
Aspek yang dievaluasi terhadap pemandu meliputi :
1) Kemampuan memimpin training
2) Kemampuan mengendalikan forum
3) Kemampuan mengkoordinasi antar elemen yang terlibat dalam training
4) Kemampuan membangun suasana training
5) Kemampuan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan training
6) Pencapaian tujuan Latihan Kader I
Aspek Yang Dievaluasi Terhadap Pemateri/Instruktur :
1) Kemampuan menyampaikan materi
2) Penguasaan materi
3) Kesesuaian materi yang disampaikan dengan silabus atau materi terurai
4) Penguasaan forum
5) Pencapaian target penyampaian materi
Aspek Yang Dievaluasi Dalam Manajemen Training Adalah :
1) Kesesuaian dengan tujuan Latihan Kader I
2) Kesesuaian dengan kurikulum training
3) Suasana training
4) Hubungan antar elemen dalam training
5) Kesesuaian dengan rencana
Evaluasi terhadap pelaksanaan training adalah akumulasi dari
evaluasi-evaluasi terhadap masing-masing aspek dalam evaluasi training.

C. LAMPIRAN RENCANA TINDAK LANJUT PASCA LATIHAN


KADER I
Pendahuluan
HMI adalah suatu organisasi kemahasiswaan yang berfungsi sebagai
organisasi kader. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas yang dilaksanakan oleh
HMI adalah dalam rangka kaderisasi untuk mencapai tujuan HMI. Dengan
demikian perkaderan di HMI tidak hanya merupakan training atau pelatihan
formal saja, tetapi juga melalui bentuk-bentuk dan peningkatan kualitas
keterampilan berorganisasi yang lazim disebut sebagai Follow Up training.
Follow Up berfungsi sebagai pengembangan kader pasca mengikuti
pembentukan di training formal HMI.
Follow Up merupakan kagiatan perkaderan HMI yang bersifat
pengembangan, dan tetap merujuk pada Anggaran Dasar HMI dalam hal ini
pasal 5 tentang usaha. Rencana tindak lanjut ini dimaksudkan sebagai acuan
dalam meningkatkan kualitas diri anggota setelah mengikuti jenjang training
formal (latihan kader-1). Namun demikian pedoman ini jangan diartikan sebagai
aktivitas seorang kader. Tetapi hanya merupakan batas minimal yang harus
dilakukan seorang kader setelah mengkuti jenjang training formal tertentu.
1. Fungsi
 Pengembangan
 Pendalaman
 Pengayaan
 Perbaikan (remedial)
 Peningkatan
 Aplikatif
2. Target Follow Up LK I
 Mengembangkan wawasan dan kesadaran ke-islaman.
 Meningkatkan prestasi akademik.
 Menumbuhkan semangat militansi kader.
 Menumbuhkan semangat ber-HMI.
 Meningkatkan kualitas berorganisasi.
3. Materi Follow Up LK I
1) Sejarah Peradaban Islam
2) Sejarah Perjuangan HMI
3) Nilai Dasar Perjuangan
4) Konstitusi
5) Mission HMI
6) Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi
Adapun agenda kegiatan dapat dirimuskan sebagai berikut:
TANGGAL MATERI TEMPAT

Disesuaikan Silaturrahmi Disesuaikan

Sejarah Peradaban
Disesuaikan Disesuaikan
Islam

Sejarah Perjuangan
Disesuaikan Disesuaikan
HmI

Nilai Dasar
Disesuaikan Disesuaikan
Perjuangan HmI
Disesuaikan Konstitusi HmI Disesuaikan

Disesuaikan Mission HmI Disesuaikan

Kepemimpinan,
Disesuaikan Manajemen dan Disesuaikan
Organisasi

Anda mungkin juga menyukai