Anda di halaman 1dari 33

Laporan praktikum Hari/Tanggal: Rabu/ 6 Juni 2018

m.k Teknik Produksi Pakan Alami Kelompok : 4 (Empat)


Dosen : Andri Hendriana SPi, MSi
Asisten : Dian Surya Pratiwi Amd
Alstonya Gita Amd

BUDIDAYA DAPHNIA sp.

Ditulis oleh :
Nanda Elincha Febrianti J3H216101

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN
PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anonim (2009) menyatakan, pakan alami adalah pakan yang paling cocok
untuk fase larva. Selain karena komponen gizinya lebih lengkap, juga karena pakan
alami selalu bergerak sehingga menarik nafsu makan larva ikan. Pakan alami yang
ideal untuk larva ikan harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: bentuk dan ukuran
sesuai dengan lebar bukaan mulut larva pemakannya, mudah diproduksi secara masal,
kandungan nutrisinya tinggi, mudah dicerna, cepat berkembangbiak, memiliki
Toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, tidak beracun atau
mengeluarkan racun, dan gerakannya menarik bagi larva ikan tetapi tidak terlalu
Aktif sehingga mudah ditangkap oleh larva ikan pemakannya.
Herawati et al. (2012) menyatakan bahwa pakan alami sebagai pakan awal
sangat mendukung kualitas yang baik dari larva ikan. Salah satu contoh pakan alami
untuk larva ikan gurame adalah kutu air (Daphnia sp.). Daphnia sp. pada saat ini
mulai sulit didapatkan di alam, oleh karena itu perlu dilakukan kultur untuk
meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas dari Daphnia sp. Gunawanti (2000)
menyatakan bahwa metode kultur Daphnia sp. salah satunya dapat berupa
pemupukan. Pemupukan berguna untuk menghasilkan bahan organik yang digunakan
sebagai makanan Daphnia sp. Daphnia sp. Memerlukan asupan nutrisi bagi
pertumbuhannya. Nutrisi tersebut dapat berasal dari banyak sumber, antara lain yaitu
bahan organik tersuspensi dan bakteri yang diperoleh dari pupuk yang ditambahkan
ke dalam media kultur. Zahidah (2012) menyatakan bahwa pupuk yang sering
digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Jenis yang sering
digunakan adalah kotoran ayam. Proses penguraian (dekomposisi) pupuk organik ini
pada akhirnya akan menumbuhkan bakteri. Bakteri tersebut dimanfaatkan sebagai
pakan oleh Daphnia sp. Putra (2010) menambahkan bahwa penambahan bakteri
khususnya probiotik dapat menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nutrisi
pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian Daphnia sp.
terhadap laju pertumbuhan dan tingkat kelulushidupan larva ikan.
Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami
kolam-kolam, sawah, dan perairan umum (danau) yang banyak mengandung bahan
organik. Sebagai organisme air, Daphnia dapat hidup diperairan yang berkualitas
baik. Beberapa faktor ekologi peraiaran yang berpengaruh terhadap
perkembangbiakan Daphnia antaralain adalah kesadahan, suhu, oksigen terlarut, dan
pH. Cara membudidayakan Daphnia dapat dilakukan dengan melakukan pemupukan
pada wadah budidaya. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan phytoplankton di dalam
wadah budidaya yang digunakan oleh Daphnia sebagai makanannya agar tumbuh dan
berkembangbiak. Daphnia merupakan sumber pakan bagi ikan kecil, burayak, dan
juga hewan kecil lainnya. Kandungan proteinnya bisa mencapai lebih dari 70% kadar
bahan kering. Secara umum, dapat dikatakan terdiri dari 95% air, 4% protein, 0,54 %
lemak, 0.67 % karbohidrat, dan 0.15 % abu. Kepopulerannya sebagai pakan ikan
selain karena kandungan gizinya serta ukurannya, adalah juga karena daphnia dapat
dibudidayakan secara massal sehingga produksi dapat tersedia dalam jumlah
mencukupi, hampir setiap saat.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mengkultur
Daphnia dengan berbagai perlakuan dan mengetahui dengan media apa Daphnia
dapat tumbuh dengan baik dan dapat dikultur dengan hasil maksimal.
II METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum budidaya maggot dilakukan pada hari Kamis tanggal 10 Mei 2018
di ruang Laboratorium Ikan kampus program studi di luar kampus utama (PSDKU)
Sukabumi Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam budidaya Daphnia yaitu Galon 19 liter,
pipet volumetrik, mikroskop, cawan petri, aerasi, gelas ukur, centong, dan
timbangan.
Bahan yang digunakan dalam budidaya Daphnia yaitu Chlorella, ragi
instan dan air kolam yang berwarna hijau.
2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Metode budidaya menggunakan ragi


Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.
Kemudian cuci galon terlebih dahulu dan bersihkan, kemudian dikeringkan. Setelah
galon bersih dan kering masukkan air sebanyak 10 liter untuk media budidaya
Daphnia. Dan bibit Daphnia yang telah dihitung dimasukkan ke dalam media.
Kemudian ragi disiapkan dengan cara mencampurkan ragi bersama air dengan
menggunakan blender atau ragi digerus hingga halus baru dicampurkan dengan air,
dan di aduk hingga ragi larut di dalam air. Konsentrasi ragi yang digunakan yaitu 20
ppm untuk awal kultur. Setiap hari lakukan sampling untuk mengetahui pertumbuhan
Daphnia atau kepadatan Daphnia, dan setelah lima hari pemeliharaan di tambahkan
ragi sebanyak 10 ppm atau tergantung dengan kebutuhan Daphnia. Pemeliharaan
dilakukan selama tujuh hari, kemudian pertumbuhan Daphnia di amati dan kepadatan
Daphnia juga dihitung setiap harinya.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut adalah data kultur Daphnia sp dengan perlakuan yang berbeda
∑ rata-rata Daphnia sp. (ekor/liter)
Kelompo
Perlakuan Hari Ke-
k
1 2 3 4 5 6 7
1 Chlorella 18 21 55 66 68 80 72
2 Chlorella 20 24 48 70 72 77 69
3 Ragi 27 15 13 10 7 5 2
4 Ragi 24 20 15 11 9 7 6
5 Air Kolam 21 34 31 126 234 660 2455
6 Air Kolam 23 29 34 115 252 636 2654
Berdasarkan data tabel di atas didapatkan bahwa kultur Daphnia sp. yang
paling baik adalah dengan perlakuan menggunakan air kolam dengan jumlah yang
didapatkan setiap harinya mengalami kenaikan dan melimpah pada hari ke tujuh yaitu
dari kelompok 5 sebanyak 2455 ekor/liter dan kelompok 6 sebanyak 2654 ekor/liter.
Paling sedikit terdapat di perlakuan menggunakan ragi yaitu dalam kulturnya
mengalami penurunan dan dari kelompok 3 dan 4 ragi mengalami penurunan yaitu
masing 2 ekor/liter dan 6 ekor/liter. Untuk Chlorella dari kelompok 1 dan kelompok 2
yaitu 72 ekor/liter dan 69 ekor liter.

3.2 Pembahasan
Hasil yang di dapatkan dari setiap perlakuan didapatkan bahwa kultur
Daphnia sp. yang paling baik adalah dengan perlakuan menggunakan air kolam
dengan jumlah yang didapatkan setiap harinya mengalami kenaikan dan melimpah
pada hari ke tujuh yaitu dari kelompok 5 sebanyak 2455 ekor/liter dan kelompok 6
sebanyak 2654 ekor/liter. Paling sedikit terdapat di perlakuan menggunakan ragi yaitu
dalam kulturnya mengalami penurunan dan dari kelompok 3 dan 4 ragi mengalami
penurunan yaitu masing 2 ekor/liter dan 6 ekor/liter. Untuk Chlorella dari kelompok 1
dan kelompok 2 yaitu 72 ekor/liter dan 69 ekor liter. Dari hasil yang didapatkan
perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan menggunakan air kolam dan hasil kultur yang
paling rendah terjadi pada perlakuan menggunakan ragi. Bahwa penggunaan air
kolam sangat baik untuk kultur Daphnia sp. dan pertumbuhan Daphnia sp. pada air
kolam sangat baik dan sangat pesat.
Habitat asli yang cocok untuk budidaya Daphnia sp. adalah air kolam.
Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami kolam atau
danau. Daphnia dapat timbuh optimum pada selang suhu 18-24°C. Selang suhu ini
merupakan selang suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan Daphnia.
Diluar selang tersebut, Daphnia akan cenderung dorman. Daphnia membutuhkan pH
sedikit alkalin yaitu antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya mahluk akuatik lainnya pH
tinggi dan kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan bagi Daphnia, oleh
karena itu tingkat amonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu sistem budidaya
mereka. Seluruh spesies Daphnia diketahui sangat sensitif terhadap ion-ion logam,
seperti Mn, Zn, dan CU, dan bahan racun terlarut lain seperti pestisida, bahan
pemutih, dan deterjen. Daphnia merupakan filter feeder, artinya mereka "memfilter"
air untuk medapatkan pakannya berupa makhluk-makhluk bersel tunggal seperti
algae, dan jenis protozoa lain serta detritus organik. Selain itu, mereka juga
membutuhkan vitamin dan mineral dari dalam air. Mineral yang harus ada dalam air
adalah Kalsium, unsur ini sangat dibutuhkan dalam pembentukan "cangkang"nya.
Daphnia diketahui toleran dengan kadar oksigen terlarut rendah. Pada kondisi dengan
kadar oksigen terlarut rendah, mereka akan membentuk hemoglobin untuk membantu
pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiaran hemoglobin ini sering
menyebabkan Daphnia berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila kadar
oksigen terlarut cukup. (Warna Daphnia seringkali ditentukan oleh jenis pakan yang
dikonsumsi, sebagai contoh apabila mereka mengkonsumsi algae, maka tubuhnya
akan cenderung berwarna hijau). Suplai oksigen dapat diberikan pada kultur untuk
menjamin kadar oksigen yang memadai.
Dan pada penggunaan ragi terdapat pertumbuhan Daphnia yang sangat rendah
dikarenakan ragi yang digunakan terlalu sedikit dan tidak adanya alga. Pemberian
pakan ragi dapat menurunkan kadar oksigen terlarut karena proses metabolisme yang
dilakukan oleh ragi (Saccharomyces sereviseae) memerlukan oksigen, terutama saat
melakukan Siklus Krebs (Rose dan Harrison, 1971 dalam Nooerdjito). Jika
pemberian ragi berlebihan dapat mengotori air kultur sehingga menjadi keruh dan
kadar oksigen terlarut semakin rendah mengakibatkan kematian pada Daphnia
magna. Pengunaan pakan ragi terutama ragi inactive disarankan ditambah dengan
beberapa alga kedalam air medium agar dapat meminimalisir pencemaran yang
diakibatkan oleh ragi inactive tersebut (Claire, 2002). Adapula ragi yang ditambahkan
zat-zat tertentu seperti Ascorbic acid (vitamin C) dan calcium sulphate yaitu pada ragi
roti. Hal ini bertujuan untuk mengaktifkan ragi dengan cepat, tetapi penambahan zat
ini membahayakan kultur Daphnia magna karena vitamin C dapat menurunkan pH air
kurang dari 6. Penambahan calcium sulphate membantu memberikan unsur Calsium
untuk pembentukan karapaks. Keuntungan menggunakan ragi sebagai pakan yaitu
mudah diperoleh dan tidak merepotkan saat mempersiapkannya untuk kultur.
Terdapat sedikit kerugian karena daphnia harus mengkonsumsi lebih banyak (berat)
ragi dibandingkan dengan alga untuk mendapatkan nilai makanan yang sama (Claire,
2002). Dan makanan yang baik yaitu dengan alga.
Dari setiap perlakuan tersebut dapat diketahu bahwa makanan yang baik
untuk Daphnia sp. adalah alga dari air kolam didapatkan bahwa terdapat alga karena
warna warna air kolam yang hijau, dan pada chlorella juga terdapat alga, namun pada
perlakuan ragi tidak ada alga sehingga pertumbuhan Daphnia sp. menggunakan ragi
sangat tidak baik lebih baik jika perlakuan dengan adanya alga sehingga kultur
Daphnia sp. akan lebih baik.
IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini mengenai budidaya Daphnia sp. bahwa
perlakuan yang terbaik adalah menggunakan air kolam dan Chlorella karena adanya
alga di perairan tersebut dan kultur Daphnia sp. yang buruk dengan menggunakan
ragi karena tidak ada tambahan alga yang dapat membantu metabolisme Daphnia sp.
dibandingkan dengan menggunakan ragi.

4.2 Saran
Dalam praktikum kali ini harus lebih teliti lagi dalam membuat takaran dosis,
karena jika dosis salah akan berakibat fatal pada saat perlakuan. Dan alat serta bahan-
bahannya harus lebih di tingkatkan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Davis,C.C. 1995. The Marine and Fresh Water Plankton. Michigan State Univ.Press.
Hutabarat, S dan Evans. 1985. Kunci Identifikasi Zooplankton Daerah Tropik . UI Press:
Jakarta.
Mahyuddin, Kholish. 2010. Panduan Lengkap Agrobisnis Patin, Penebar swadaya:
Jakarta.
Mulyanto, W. 1992. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia :Jakarta.
Nontji, Anugerah. 1993.Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology . WB Saunders Company.Phyladelphia.
Romimohtarto, Kasijan. 2004. Meroplanton Laut . Djambatan: Jakarta.
Romimohtarto, Kasijan.dkk. 2007. Biologi laut . Ilmu Tentang Biota
Laut.Djambatan: Jakarta.
Rostini,I.2007. Kultur fitoplankton pada skala laboratorium Unpadpress: Bandung.
Sachlan, M. 1982.Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas
Diponegoro:
Semarang.
Stewart. M dan Hutabarat.1986. Kunci Identifikasi Plankton. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro: Semarang.
Stone, D. 1997.Biodiversity of Indonesia. Singapore:Tien Wah Press.
Wardhana, Wisnu. 2003. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton.
Departemen  
Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Indonesia:
Jakarta
LAMPIRAN
Dokumentasi

Gambar 2. Wadah Gambar 3. Wadah Gambar 4.


Gambar 1. Daphnia sp.
Perhitungan inokulan
Laporan praktikum Hari/Tanggal: Kamis/ 6 Juni 2018
m.k Teknik Produksi Pakan Alami Kelompok : 4 (Empat)
Dosen : Andri Hendriana SPi, MSi
Asisten : Dian Surya Pratiwi Amd
Alstonya Gita Amd

BUDIDAYA MIKROALGA Spirulina fusiformis

Ditulis oleh :
Nanda Elincha Febrianti J3H216101

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN
PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroalga merupakan tumbuhan tingkat terndah yang memiliki peranan sangat
penting dalam ekosistem akuatik sebagai produser primer dan pensuplai oksigen
perairan. Mikroalga merupakan bioremediator yang handal (Soeprobowati &
Hariyati, 2013a) berkaitan dengan kemampuan biosorpsinya karena memiliki gugus
fungsi yang dapat mengikat ion logam, terutama gugus karboksil, hidroksil, amina,
sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel (Volesky,
2007), bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak, bahan baku
operasional rendah, sludge yang dihasilkan sangat minim, dan tidak perlu nutrisi
tambahan (Wang and Chen, 2009). Namun, mikroalga juga memiliki kelemahan,
diantaranya adalah ukurannya yang kecil, berat jenis rendah dan mudah rusak oleh
degradasi mikroorganisme lain. Banyak penelitian telah dilakukan tentang
pemanfaatan mikroalga sebagai agen bioremediasi,misalnya akulumasi Cd oleh
Tetraselmis chuii dan Spirulina maxima (Costa and Franca, 2003); biosorpsi Pb, Cd,
Hg oleh Microcystis aeruginosa (Chen et al., 2005), biosorpsi Cd, Cr, Cu oleh
Spirulina (Chojnacka et al., 2005); bioakumulasi Pb dan Cd oleh Chladophora (Lamai
et al., 2005); biosorpsi Cu oleh Chlorella vulgaris (Al-Rub et al.,2006); aplikasi
Chlorella vulgaris untuk remediasi limbah tekstil (Lim et al., 2010); bioremediasi
Hg, Cd, Pb oleh Dunaliella (Imani etal., 2011); toksisitas, transformasi dan akulumasi
arsenik pada Scenedesmus (Bahar et al., 2012); resistensi dari 2 ekotipe Eustigmatos
sp. Terhadap Zn dan Pb (Trzeinska and Pawlik-Skowronska, 2012); efisiensi
bioremediasi Cr6+ oleh Oscillatoria (Miranda et al.; 2012).
Pakan alami sangat dibutuhkan oleh benih ikan untuk melangsungkan
hidupnya. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Pakan yang dimakan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk kelangsungan/
mempertahankan hidupnya dan kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan adalah pakan buatan. Di Jepang
Spirulina diberikan pada ikan mas koki dan ikan hias lainnya untuk meningkatkan
kualitas warna ikan hias tersebut. Hingga saat ini di Indonesia belum terdapat
pembudidayaan spirulina skala massal yang dilakukan oleh pembudidaya ikan untuk
kepentingan pakan alami. Menurut Prof Nyoman Kabinwa, periset spirulina, perairan
Indonesia meliputi perairan tawar, payau, dan laut berpotensial untuk pengembangan
ganggang hijau biru. Manfaat penambahan spirulina pada makanan ikan adalah
mencerahkan warna ikan, menaikan pertumbuhan rata-rata. Sementara bagi ikan
konsumsi sprirulina berpengaruh pada bau dari ikan tersebut, Ikan memberikan
respon kepada rasa spirulina dan membuat ikan lebih berdaging. Ikan akan tumbuh
lebih cepat, rasanya lebih enak, dan mencegah penyakit.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara kultur mikroalga
Spirulina, dan mengetahui jumlah kepadatan Spirulina dari masing-masing perlakuan
yang berbeda.
II METODOLOGI

2.4 Waktu dan Tempat


Praktikum budidaya mikroalga Spirulina sp. Dan Chlorella sp. dilakukan
pada hari Kamis tanggal 17 Mei 2018 di ruang Laboratorium Ikan kampus program
studi di luar kampus utama (PSDKU) Sukabumi Institut Pertanian Bogor.

2.5 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum budidaya mikroalga Spirulina sp. dan
Chlorella sp. adalah alu, mortar, baki, baskom, sudip, siring, pipet, timbangan, galon
19 liter, mikroskop, haemocytometer, glass object, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan pada praktikum budidaya mikroalga Spirulina sp.
adalah inokulan Spirulina fusiformis, NaNO3, K2SO4, NaCl, MgSO4.NaNO3, K2SO4,
NaCl, MgSO4.7H2O, CaCl2.7H2O, FeSO4.7H2O, EDTA, Urea, Larutan mikronutrien
(A5) DAP, KCl, NaHCO3 (Soda Kue).

2.3 Prosedur Kerja


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum disiapkan terlebih
dahulu. Galon yang akan digunakan dicuci hingga bersih. Kemudian air tawar yang
telah difilter dimasukkan ke dalam galon masing-masing sebanyak 5 liter. Sterilisasi
media menggunakan klorin dengan dosis 25 ppm/Liter dan diaerasi kuat selama 24
jam. Penetralan klorin menggunakan natrium tiosulfat dengan dosis 185 mg/Liter,
kemudian diaerasi 1-2 jam. Setelah itu, pupuk ditambahkan ke dalam media. Ada tiga
perlakuan pupuk yang digunakan, yaitu pupuk Zarrouk modifikasi (Perlakuan A),
pupuk berbasis urea (Perlakuan B), dan pupuk berbasis kotoran ayam (Perlakuan C).
Penambahan pupupk dilakuan dengan melarutkan bahan-bahan tersebut terlebih
dahulu dimasukkan ke dalam ke dalam galon. Pelarutan pupuk menggunakan
campuran air tawar yang telah distrerilkan tersebut. Kemudian ditambahkan inokulan
sebanyak inokulan sebanyak 1/10 bagian dari volume kultur. Pengamatan kepadatan
dilakukan setiap hari selama 2-3 minggu.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3 Hasil
Berikut adalah table hasil budidaya mikroalga Spirulana sp. dan Chlorella sp.
Kelompok Jenis Fitoplankton Perlakuan Hasil
1 Chlorella 1 ++
2 Chlorella 1 +++
3 Chlorella 2 -
4 Spirulina A -
5 Spirulina B -
6 Chlorella 2 +++
Berdasarkan hasil tabel tersebut didapatkan pada praktikum budidaya mikroalga
Spirulina dan Chlorella bahwa pada budidaya Chorella dengan kelompok 1 dan 2
dengan perlakuan 1 hasil yang didapatkan adalah positif dan budidaya Chorella pada
kelompok 6 dengan perlakuan 2 hasil yang didapatkan adalah positif namun pada
kelompok 3 dengan perlakuan dua hasilnya negatif, untuk budidaya Spirulina
hasilnya adalah negatif dari perlakuan berbeda yaitu perlakuan pupuk A dan pupuk B.

3.4 Pembahasan
Spirulina sp. merupakan alga hijau hijau biru foto-autotrof dapat ditemukan
pada perairan tawar maupun asin. Mikroalga ini telah lama digunakan sebagai sumber
bahan makanan di Meksiko dan Afrika dan merupakan salah satu sumber makanan
alami paling potensial baik untuk hewan dan manusia. Kandungan proteinnya yang
tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandungan asam-asam amino Spirulina
sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO (Choi et al. 2003). Spirulina
merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai contoh 1 are (0,4646 hektar)
Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung
dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi (Kozlenko dan Henson 1998).
Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Dalam sel
Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K,
disamping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator
dalam fotosintesi. Sel Chlorella umumnya dijumpai sendiri, kadang-kadang
bergerombol. Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di
luar membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Di
dalam sel terdapat suatu protoplast yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng
dengan posisi menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vacuola kontraktil
tidak ada (Vashista, 1979). Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung
klorofil a dan b dalam jumlah yang besar, di samping karotin dan xantofil (Volesky,
1970).
Chlorella tumbuh pada salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15 ppm,
dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh baik
pada suhu 200 C, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32 o C. Tumbuh sangat baik
sekitar 20 o -23 o C (Hirata, 1981).
Hasil yang didapatkan pada praktikum budidaya mikroalaga Chlorella sp. dan
Spirulina sp. adalah budidaya Chorella dengan kelompok 1 dan 2 dengan perlakuan 1
hasil yang didapatkan adalah positif dan budidaya Chorella pada kelompok 6 dengan
perlakuan 2 hasil yang didapatkan adalah positif namun pada kelompok 3 dengan
perlakuan dua hasilnya negatif, untuk budidaya Spirulina hasilnya adalah negatif dari
perlakuan berbeda yaitu perlakuan pupuk A dan pupuk B. Hasil didapatkan negatif
mungkin karena saat pembuatan media kultur sterilisasi sangat kurang dan tidak
terjaga sehingga menyebabkan media menjadi kontaminasi dan tidak tumbuh.
Spirulina platensis merupakan salah satu mikroalga yang bersifat kosmalit yang dapat
dibudidayakan pada medium yang berbeda. Penumbuhan Spirulina platensis
memerlukan ketersediaan unsur hara yang dapat berasal dari bahan kimia maupun
larutan hasil pembusukan atau limbah. Kultur murni fitoplankton (Chorella sp. dan
Spirulina) perlu dilakukan secara intensif untuk menyediakan makanan alami dalam
jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan.
IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini mengenai budidaya mikroalga Spirulina
sp. dan Chlorella sp. bahwa perlakuan pupuk 1 dan pupuk 2 berhasil untuk
menumbuhkan mikroalga Chlorella sp. dan untuk budidaya mikroalga Spirulina sp.
tidak ada yang tumbuh kultur yang dihasilkan hasilnya adalah negatif maupun
menggunakan pupuk A atau menggunakan pupuk B. Kultur murni fitoplankton
(Chorella sp. dan Spirulina) perlu dilakukan secara intensif untuk menyediakan
makanan alami dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan.

4.2 Saran
Dalam praktikum kali ini harus memperhatikan kebersihan serta kesterilan
wadah agar inokulan budidaya dapat tumbuh sesaui dengan apa yang diinginkan
sehingga dapat digunakan untuk selanjutnya .
DAFTAR PUSTAKA
Angka dan Suhartono. 2000. Manfaat dan Kandungan Biota-biota Laut. Kanisius.
Yogyakarta
Anonim. 2008. Faktor-faktor distribusi alga. Kanisius. Yogyakarta
Cotteau. 1996.Trends in ecology and evolution. Doctor disertation, University of
Rostock
Eryanto. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka. Jakarta
Isnansetyo dan Kurniastuty.1995.Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.
Kanisius. Jogjakarta. 198 hal
Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. Gramedia : Jakarta
Pamungkas, Agung. 2005. Sistem Taksonomi hewan dan tumbuhan. ANDI : Bandung
Richmond, J.E. 1988. Plankton and productivity in the oceans. Pergamon Press :
Oxford
Taw Nyan,DR. 1990 . Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.
Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations Development
Progrramme Food and agriculture organization of the Unite Nations. US. 34
hal (diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah W)
LAMPIRAN
Dokumentasi

Gambar 2. Pembuatan Gambar 3. Wadah


Gambar 1. Penyaringan Pupuk Budidaya

Gambar 4.
Gambar 5. Pupuk KCl Gambar 6. Sudip
Penimbangan Bahan

Gambar 7. EDTA Gambar 8. CaCl2


Laporan praktikum Hari/Tanggal: Rabu/ 6 Juni 2018
m.k Teknik Produksi Pakan Alami Kelompok : 4 (Empat)
Dosen : Andri Hendriana SPi, MSi
Asisten : Dian Surya Pratiwi Amd
Alstonya Gita Amd

Infusoria

Ditulis oleh :
Nanda Elincha Febrianti J3H216101

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN
PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protozoa merupakan binatang yang paling banyak di dunia. Istilah Protozoa
berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos berarti pertama dan zoon berarti hewan.
Sesuai dengan klasifikasi, Protozoa termasuk Protista yang menyerupai hewan.
Kelompok ini mulanya “dibentuk” untuk mengelompokan organisme yang
bukan tumbuhan dan bukan hewan. Itulah sebabnya Protozoa disebut organisme
seperti hewan (animal like). Sebagian besar Protozoa uniseluler memiliki ukuran
tubuh antara 2µm1.000µm, protozoa termasuk eukariot. Biasanya hidup di dalam air,
namun ada juga yang ditemukan di dalam tanah bahkan di dalam tubuh organisme
lain sebagai parasit. Di perairan laut ataupun air tawar, Protozoa berperan sebagai
zooplankton. Ciliata atau Infusoria merupakan kelompok terbesar di Phylum
Protozoa, di mana anggotanya sekitar 8.000 species. Infusoria adalah salah satu kelas
dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu
ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria
bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan
rambut getar (cilia). Sel Ciliata memiliki dua inti: makronucle dan mikronuclei.
Makronukleus memiliki fungsi vegetatif. Mikronukleus memiliki fungsi reproduktif,
yaitu pada konjugasi. Ciliata hidup bebas dilingkungan berair, baik air tawar maupun
laut. Ciliata dapat hidup secara baik parasit maupun simbiosis. Contoh dari Ciliata
adalah Balantidium coli, Vorticella, Stentor, Didinium dan Paramecium.
Ciri khas classis ini adalah alat geraknya berupa cilia (rambut getar). Cilia
tersebut ada yang terdapat di seluruh tubuh, ada pula yang hanya di bagian tertentu.
Selain sebagai alat gerak, cilia pun berguna membantu mengumpulkan makanan.
Habitat kelompok ini adalah air tawar dan air laut yang mengandung zat organik
tinggi. Ciliata hidup bebas dan jarang yang parasit. Classis ini pun sudah mempunyai
bentuk tubuh tetap karena mengandung pelikel. Infusoria adalah sekumpulan jasad
renik sejenis zooplankton dan umumnya berukuran sangat kecil antara 40-100
mikron. Infusoria sebagai pakan alami dapat digunakan sebagai makanan pertama
(first feeding) bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut kecil. Secara visual
warna infusoria adalah putih dan hidup menggerombol sehingga akan tampak seperti
lapisan putih tipis seperti awan.
Infusoria sebagian besar hidup di air tawar terutama dimana terjadi proses
pembusukan. Makanannya adalah bakteri dan protozoa lain yang lebih kecil misal
ganggang renik dan ragi. Infusoria berkembangbiak dengan cara membelah diri dan
dengan cara konjugasi. Infusoria tidak menyukai sinar matahari sehingga banyak
terdapat di perairan yang teduh dan ditumbuhi tumbuhan air.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui nilai salinitas yang terbaik untuk
penetasan artemia dengan cara dekapsulasi atau non dekapsulasi dan mengetahui
derajat penetasan dari siste artemia serta mengetahui cara untuk pengkayaan pakan
alami pada artemia agar nilai gizinya menjadi tinggi atau diebut dengan proses
bioenkapsulasi.
II METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum budidaya maggot dilakukan pada hari Kamis tanggal 17 Mei 2018
di ruang Laboratorium Ikan kampus program studi di luar kampus utama (PSDKU)
Sukabumi Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum kultur infiusoria adalah baki,
centong, gelas ukut, wadah berupa toples, dan timbangan.
Bahan yang digunakan pada praktikum kultur infusoria adalah jerami,
salada, sawi, air beras, kacang hijau, dan pokchai.

2.3 Prosedur Kerja


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum disiapkan terlebih
dahulu. Wadah yang akan digunakan di bersihkan terlebih dahulu dengan cara
di cuci dan dikeringkan, setelah itu bersihkan tangan dan wadah yang akan
digunakan menggunakan alkohol agar steril. Kemudia rebus bahan-bahan yang
akan digunakan hingga bahan-bahan yang digunakan layu, air rebusan yang
digunakan sebanyak dua liter. Setelah direbus, air rebusan tersebut dimasukkan
kedalam wadah yang sudah steril tersebut, kemudian masukkan sayuran yang
sudah direbus sebanyak 100 gram. Jika sudah maka diletakkan ditempat yang
sudah di tentukan dan diberi aerasi kuat dan pengamatan dilihat setiap hari
selama tujuh hari. Jika sudah selesai alat dan bahan yang telah digunakan
dirapihkan kembali.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut adalah tabel hasil budidaya infusoria
Kelompok Perlakuan Hasil
1 Air Beras +
2 Jerami +
3 Pokchai +
4 Selada +
5 Sawi +
6 Kacang Hijau +
Berdasarkan hasil data tersebut diketahui bahwa budidaya infusoria yang
didapatkan dari semua perlakuan adalah hasilnya positif. Mulai dari air beras, jerami,
pokchai, selada, sawi dan kacang hijau. Jadi pada perlakuan kali ini semua perlakuan
berhasil dengan hasil yang positif.

3.2 Pembahasan
Hasil yang di dapatkan dari setiap perlakuan pada praktikum budidaya infusoria
adalah semua perlakuan menunjukkan bahwa semua hasil menunjukkan bahwa
adanya infusoria dan hasilnya adalah positif.
Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis zooplankton dan umumnya
berukuran sangat kecil antara 40-100 mikron. Infusoria sebagai pakan alami dapat
digunakan sebagai makanan pertama (first feeding) bagi larva ikan yang mempunyai
bukaan mulut kecil. Secara visual warna infusoria adalah putih dan hidup
menggerombol sehingga akan tampak seperti lapisan putih tipis seperti awan.
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat
geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin,
cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar)
atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia).
Infusoria sebagian besar hidup di air tawar terutama dimana terjadi proses
pembusukan. Makanannya adalah bakteri dan protozoa lain yang lebih kecil misal
ganggang renik dan ragi. Infusoria berkembangbiak dengan cara membelah diri dan
dengan cara konjugasi. Infusoria tidak menyukai sinar matahari sehingga banyak
terdapat di perairan yang teduh dan ditumbuhi tumbuhan air.
Budidaya infusoria sangat mudah dilakukan karena bahan yang digunakan
berasal dari bahan-bahan sisa sayuran, yang tidak dipergunakan lagi. Kultur ini
dilakukan dengan menggunakan air laut atau air tambak. Air dan juga sayuran yang
digunakan dapat mempengaruhi jenis pakan alami yang akan tumbuh. Biasanya
apabila air yang berasal dari air laut jenis pakan alami yang tumbuh adalah jenis
rotifera. Berbeda dengan menggunakan air tawar, jenis pakan yang akan tumbuh
adalah jenis Daphnia dan juga Moina.
Dalam melakukan kultur pakan alami, kelengkapan nutrisi dan pergantian air
media merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pada kultur infusoria, air
media dan nutiren yang diberikan merupakan hal yang mempengaruhi jenis dari
pakan alami yang tumbuh, misalnya untuk air tambak akan banyak di tumbuhi
protozoa dan skeletonema Sp, sedangkan untuk air tawar akan banyak ditumbuhi oleh
daphnia Sp, Chaetoceros. Dalam melakukan kultur pakan alami, kesterilan alat harus
dijaga karena sangat rawan terhadap kontaminasi. Hasil yang didapatkan seharusnya
tidak langsung dibuang, tetapi dilakukan kultur lebih lanjut yaitu dengan pargantian
air media dan penambahan pupuk (nutrient). Sehingga hasil kultur tidak terbuang sia-
sia.
IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini mengenai budidaya infusoria bahwa
budidaya infusoria yang didapatkan dari semua perlakuan adalah hasilnya positif.
Mulai dari air beras, jerami, pokchai, selada, sawi dan kacang hijau. Jadi pada
perlakuan kali ini semua perlakuan berhasil dengan hasil yang positif.

4.2 Saran
Dalam praktikum kali ini semua alat dan bahan sudah cukup lengkap, namun
untuk kedepannya harus dilengkapi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bougias, 2008. Pakan   Ikan   Alami. Kanisius, Yogyakarta

Campbell, N.A., J.B Reece & L.G. Mitchell. 2005. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Erlina, A. Hastuti W.S. 1965. Kultur Plankton. Jaringan Informasi Perikanan
Indonesia, Jakarta
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk
Ikan.  Jakarta :Penebar
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Avertebrata. Bandung: Alfabeta.
LAMPIRAN
Dokumentasi

Gambar 1. Infusoria Gambar 2. Infusoria


Laporan praktikum Hari/Tanggal: Rabu/ 6 Juni 2018
m.k Teknik Produksi Pakan Alami Kelompok : 4 (Empat)
Dosen : Andri Hendriana SPi, MSi
Asisten : Dian Surya Pratiwi Amd
Alstonya Gita Amd

BUDIDAYA MIKROALGA KULTUR MURNI METODE ISOLASI


AGAR DENGAN PENGGORESAN

Ditulis oleh :
Nanda Elincha Febrianti J3H216101

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN
PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya organisme perairan secara komersial dari berbagai jenis spesies-
spesies diantaranya Bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang (finfish) akan
mengalami permasalahan yang serius apabila didalam proses produksinya yang
kontinyu baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini di karenakan masih banyak jenis
kultivan budidaya yang masih tergantung input pakan dari pakan organisme hidup.
Pakan alami adalah bahan yang diambil dari organisme hidup dalam bentuk dan
kondisinya seperti sifat-sifat keadaan dialam. Pakan alami yang di maksud adalah
Phytoplankton dan Zooplankton yang hidup bebas di berbagai perairan. Untuk
pemberian pakan pada larva ikan tidak mungkin dilakukan penangkapan dan
penyaringan air bebas, mengingat ketersediaan pakan alami di alam sangat terbatas
dan tentunya memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak efisien.
Penyediaan pakan alami baik kuantitas, kualitas dan kontinyuitas diperlukan
pengetahuan tentang teknik dasar budidaya pakan alami yang baik agar kontinyuitas
produksi ikan dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan, dan untuk menjaga
ketersediaan pakan alami yang berkualita dan kuantitas yang baik.
Menurut Sachlan, 1982 bahwa pakan alami tidak saja sangat penting bagi
kehidupan ikan, langsung atau tidak langsung akan tetapi penting pula bagi segala
macam hewan yang hidup di dalam air, bak air tawar, payau ataupun laut. Pentingnya
pakan alami sebagai sumber pakan, dapat dilihat dari kandungan nutrisinya yang
relatif tinggi yang berkaitan erat dengan jumlah kalori yang dikandungnya. Selain itu,
pakan alami juga mempunyai kualitas yang baik, isi selnya padat, dan mempunyai
dinding sel yang tipis sehingga mudah diserap, tiak mengeluarkan senyawa beracun,
serta memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva. ( priadji,
1992 ).
Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk
fitoplankton jenis Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini
sangat baik digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella
sp. metode ini menggunakan media agar-agar.
Isolasi adalah cara untuk mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian
dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis,
misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang
hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Prinsip dari isolasi mikroba
adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari
campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan
dalam media padat, karena dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu
koloni sel yang tetap pada tepatnya (Winda, 2009).

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara budidaya mikroalga dengan
kultur murni dan mendapatkan kultur murni hingga membentuk koloni-koloni.
II METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum budidaya maggot dilakukan pada hari Kamis tanggal 24 Mei2018
di ruang Laboratorium Ikan kampus program studi di luar kampus utama (PSDKU)
Sukabumi Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum kultur murni dengan isolasi agar adalah
gelas jarum ose, erlenmeyer, tabung ulir, cawan petri, pembakar bunsen, plastic wrap,
incubator lampu, tissue, kertas label,botol semprot alkohol, dan alat dokumentasi
kamera hp
Bahan yang digunakan pada praktikum kutur murni dengan isolasi agar adalah
alkohol, Chlorella sp., media Bristol, Bennect, dan media TSA.

2.3 Prosedur Kerja


Pada prosedur kerja dilakukan dengan metode isolasi agar yang pertama
dilakukan adalah alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu. Meja dan tangan
disterilkan terlebih dahulu dengan larutan alkohol. Kemudian secara aseptik inokulan
Chlorella sp. digoreskan dengan pada media agar TSA ( dicampur larutan Bristol dan
larutan Beneck) yang telah tersedia di dalam cawan sesuai dengan pola. Penggoresan
tersebut dilakukan secara aseptic. Setelah inokulan digoreskan, cawan kemudian
ditutupi dengan plastic wrap dan diinkubasi dan diamati selama satu minggu serta
didokumentasikan setiap perubahan pada media tersebut untuk mengetahui tingkat
pertumbuhannya.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut adalah tabel budidaya mikroalga kultur murni dengan metode isolasi
agar
Kelompok Media Hasil
1 Benneck -
Bristol +
2 Benneck -
Bristol +
3 Benneck -
Bristol +
4 Benneck -
Bristol +
5 Benneck +
Bristol +
6 Benneck -
Bristol -
Berdasarkan dari tabel di atas diketahui bahwa ada beberapa media yang positif dan
negatif. Dari tabel di atas diketahui bahwa media bistrol merupakan media yang hasilnya
positif yang berarti bahwa media isolasi tersebut tumbuh dengan ditandai adanya warna hijau
dari media agar tersebut. Dan media benneck yang tumbuh hanya pada kelompok 5 jadi hasi
terbaik terdapat di kelompok 5 dan di kelompok 6 media sama sekali tidak tumbuh.

3.2 Pembahasan
Hasil yang di dapatkan bahwa ada beberapa media yang positif dan negatif. Dari
tabel di atas diketahui bahwa media bistrol merupakan media yang hasilnya positif yang
berarti bahwa media isolasi tersebut tumbuh dengan ditandai adanya warna hijau dari media
agar tersebut. Dan media benneck yang tumbuh hanya pada kelompok 5 jadi hasi terbaik
terdapat di kelompok 5 dan di kelompok 6 media sama sekali tidak tumbuh. Dimungkinkan
media yang tidak tumbuh dalam proses penggoresan tidak berjalan dengan semestinya dan
media tersebut terkontaminasi sehingga tidak tumbuh bahkan ada beberapa media yang
kontaminasi ditumuhi jamur. Sehingga isolasi tidak dapat tumbuh dengan baik.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak
kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan
petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau
terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media agar-agar. Setelah
beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi
masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan
berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-
benar murni. Isolate yang diinkubasi untuk menjaga kestabilan suhu 25-27 0C.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam
tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose
yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella
sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara
memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1 tetes.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila phytoplankton yang
diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi pada tabung reaksi
yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan. Larutan
diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit pada
tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut
(Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.
Namun, hal itu tidak dilakukan karena keterbatasan waktu. Sehingga hanya sampai pengamatan
setelah penggoresan.
Keunggulan dari metode cawan gores adalah dari metode cawan gores
mempunyai keunggulan yaitu menghemat bahan dan waktu. Namun untuk
memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan yang lumayan yang biasanya
diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik
kebanyakkan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan.
Prinsip biakan murni ialah biakan murni yang terdiri atas satu spesies bakteri
yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut berfungsi sebagai
medium pertumbuhan. Medium ini dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi yang
diperlukan bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Bahan dasar yang digunakan
untuk medium pertumbuhan ini adalah agar-agar. Untuk bakteri heterotrof medium
dilengkapi dengan air molekul makanan (misal gula) sumber nitrogen dan mineral.
Untuk hasil lebih agar bakteri yang tumbuh, alat dan bahan yang lebih agar bakteri
tumbuh, alat dan bahan yang digunakan disterilkan terlebih dahulu.
Hal yang paling penting dalam melakukan praktikum ini adalah menjaga
kesterilan alat dan bahan serta media agar yang telah dibuat. Hal ini bertujuan agar
media tersebut tidak terkontaminasi dengan faktor luar yang dapat mengakibatkan
terganggunya perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme yang berada di dalam
tanah. Faktor-faktor luar itu meliputi faktor dari abiotik (temperatur, kelembaban,
nilai perubahan osmotik, cahaya matahari, dan penghancuran secara mekanik),
faktor-faktor kimia (antiseptik dan desinfektan di sekitar area praktikum) dan faktor
biotik (kerja sama antar mikroorganisme). Salah satu upaya untuk menjaga kesterilan
objek praktikum, kita harus melakukan penuangan media agar ke cawan petri di dekat
lampu bunsen yang menyala. Maksud daripada pelakuan ini adalah agar kesterilan
objek terjaga oleh panas dari bunsen yang menyala karena aktivitas mikroorganisme
selalu dipengaruhi oleh lingkungan.
IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini mengenai budidaya mikroalga kultur
murni bahwa media bistrol merupakan media yang hasilnya positif yang berarti bahwa media
isolasi tersebut tumbuh dengan ditandai adanya warna hijau dari media agar tersebut, dan
hampir semua media benneck hasilnya adalah negatif.

4.2 Saran
Dalam praktikum kali ini harus tetap menjaga sterilisasi agar media yang
diinginkan dapat tumbuh sesuai dengan keinginan, dan harus tetap menjaga
kebersihan selalu agar tetap terjaga kebersihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anomi, 2002. Budidaya Phytoplankton dan Zooplankton Balai Budidaya Laut
Lampung. Dirjen Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Proyek
Pengembangan Teknologi BBLL, Lampung.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta.
Ganie. B. M. 1995. Budidaya Phytoplankton. Balai Pengembangan Risert dan
Teknologi Kelautan serta Industri Maritin. Jakarta.
Hedriyati. 1993. Pengaruh Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan Skeletonema.
Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Inansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.
Kanisius. Yogyakarta.
Kadek. 2002. Budidaya Phytoplankton dan Zooplankton Balai Budidaya Laut
Lampung. Dirjen Perikanan Budidaya DKP. Lampung.
Priadji, A. 1992. Kultur Chlorella Sp dengan Pupuk Anorganik. Tachner.
Sachlan, 1982. Planktologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang.
LAMPIRAN
• Dokumentasi

Gambar 1. Media Gambar 2. Media 2 Gambar 3. Media 3

Anda mungkin juga menyukai