Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis
dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Peserta Didik”. Sholawat serta salam
penulis sanjung agungkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan sampai terang benderang
sekarang ini. Makalah ini dibuat selain untuk melengkapi tugas hadits tarbawi,
juga memberi wawasan bagi pembaca dan penulis khususnya.
Makalah ini berusaha untuk menyajikan pengetahuan dan penjabaran
tentang Peserta Didik yang bermafaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sebuah kesempurnaan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis
agar menjadi pelajaran yang berharga khususnya bagi penulis dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................iii
A. Latar belakang.............................................................................iii
B. Rumusan masalah..............................................................iv
C. Tujuan Masalah.................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN...............................................................1
A. Pengertian Peserta Didik...................................................1
B. Aspek / Kebutuhan Peserta Didik.....................................2
C. Dimensi-dimensi Peserta Didik..........................................7
D.Tingkat Intelegensi Peserta Didik.....................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................21
A. Kesimpulan........................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta
didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system
pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak
ada yang dididiknya.
Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu
dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik
pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkkungan masyarakat
dimana anak tersebut berada.
Sebagai peserta didik juga harus memahami hak dan kewajibanya serta
melaksanakanya. Hak adalah sesuatu yang harus diterima oleh peserta didik,
sedangkan kewajiaban adalah sesuatu yang wajib dilakkukan atau dilaksanakan
oleh peserta didik.
Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena
seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-
dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri,
kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi
yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta
didikpun juga mengenali potensi yang dimilikinya.
Dalam makalah ini, kami mencoba menghidangkan persoalan-persoalan
diatas guna mncapai tujuan pendidikan yang diharapakan, khususnya dalam
pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
1. Pengertian peserta didik
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian peserta didik dan bagian-bagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peserta
Didik
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat
pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu
yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan
bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari
struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang
individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari
segi fisik dan mental maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu
peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan
untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta
didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang
tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa
peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan
bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap
peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti
halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam
proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin tidak
disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku pelajaran
tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan betapa banyak
hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian
buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks
kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah
memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju
kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam
konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik
tersebut.
1. Aql Al-Mathhu’ : yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT
sebagai fitrah Illahi.
2. Aql al-masmu : yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang
dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari
diri manusia, karena digunakan untuk menggerakkan akal mathhu untuk
tetap berada di jalan Allah.
1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan
pengambangan tingkat kemampuan dan kecerdasan otak, logika atau IQ.
Ramayulis dalam bukunya menyatakan, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan
yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk
berinteraksi secara fungsional dengan yang lain.
Kecerdasan intelektual pada diri manusia sangat erat kaitannya dengan
proses berfikir atau kecerdasan fikiran yang disebut dengan aspek kognitif. Dalam
aspek ini manusia dipaksa untuk dapat mempertimbangkan sesuatu, memecahkan
atau memutuskan sesuatu masalah dengan menggunakan fikiran yang logis
(logika).
Menurut pengantar pendidikan anak luar biasa yang disusun oleh Sam
Isbani, mengatakan bahwa tingkat intelegensi peserta didik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. berkelainan sosial
2. berkelainan jasmani
3. berkelainan mental
2. Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Gomelen, kecerdasan Emosional adalah kemampuan
untuk memotovasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati,
menjaga akan beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan
berdo’a.
Secara umum kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual saling
berkaitan satu sama lain. Jika kecerdasan intelektual yang dihasilkan otak kiri
digunakan untuk berfikir atau memecahkan suatu masalah, maka kecerdasan
emosional yang dihasilkan oleh otak kanan digunakan untuk memberikan
motivasi, mendorong kemauan dan mengendalikan dorongan hati. Sehingga
dengan adanya kecerdasan dalam diri peserta didik, peserta didik akan mampu
memotivasi dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu hal yang bersifat positif,
bahkan diharapakan dengan adanya kecerdasan ini seorang peserta didik mampu
untuk menghilangkan rasa malas yang timbul pada dirinya.
Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan
kecerdasan emosional, sebagai berikut :
1. Konsistensi (istiqamah)
2. Kerendahan hati (tawadhu’)
3. Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
4. Ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah)
5. Keseimbangan (tawazun)
6. Integritas dan penyempurnaan (ihsan)
Didalam islam hal tersebut disebut dengan akhlaq al karimah. Akhlaq Al
Karimah ini mampu mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan, yang
bersifat negatif, dan sebaliknya mengarahkan seseorang untuk melakukan hal-hal
yang posistif.
Solovery menerangkan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional sebagai berikut
:
1. Respon yang cepat namun ceroboh
2. Mendahulukan perasaan daripada fikiran
3. Realitas simbolik yang seperti anak-anak
4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional
yang bekerja secara acak tanpa pemikiran yang logis. Apabila tidak didampingi
oleh pemikiran yang bersifat logis (Kecerdasan Intelektual) dikhawatirkan malah
akan mendorong peserta didik untuk melakukan hal-hal yang negatif atau
melakukan sesuatu yang monoton (tidak berkembang).
Jalaludin Rahmat, dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional
prespektif, mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kecerdasan emosional yang
tinggi harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan
baik dan membuang perbuatan buruk
2. muraqobah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
3. muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan
4. mu’atabah dan mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakan
dan menghukum diri sendiri.
3. Kecerdasan Spiritual
Secara etimologi spritual berarti yang berkehidupan atau sifat hidup.
Kecerdasan spiritula pada diri manusia berorientasi pada dua hal, yakni
berorientasi kepada hal yang bersifat duniawi dan agama.
Ketika seseorang mengorirntasikan kecerdasan spiritual kedalam sesuatu
yang bersifat duniawai, maka yang hadir dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat
memaknai hidup dan mengelola nilai-nilai kehidupan. Bukan untuk menentukan
atau memilih keyakinan dan kepercayaan akan suatu agama.
Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan
spiritual adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya
menjadi ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat
tersebut, maka manusia secara langsung akan dapat mengenali dirinya sendiri
sekaligus mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini merupakan tingkat
kecerdasan yang paling tinggi.
Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang
sempurna tentang ke-Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut
akan makhluk.
2. Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan
hidup dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.
3. Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua
keunggulan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran
akan adanya sifat maha yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat
manusia tersentuh perasaan dan mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh
yang mebuat hati bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan
peningkatan iman yang merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan,
serta melakukan ibadah yang dapat membersihkan jiwa seseorang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ahmadi,Abu dkk. Ilmu Pendidikan Cetakan ke II. PT Rineka Cipta. Jakarta. 2006.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia. Jakarta. 2006.
Supriono,Widodo. Filsafat Manusia dalam Islam. Pustaka Belajar. Yogyakarta,
1996.
Vandha. Pendidikan Islam dan Sumber Daya Manusia. Jakarta. 2008.
[1] Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, PT
Rineka Cipta, Jakarta, 2006, Hal 40
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2006, Hal. 77
[3] Ramayulis, Op.cit. Hal. 78
[4] Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Cop.cit, Hal. 42
[5] Ramayulis, Cop.cit, Hal. 78
[6] Ramayulis, Op.cit. Hal. 81
[7] Widodo Supriono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat
Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996, Hal. 171
[8] Ramayulis, Op.cit., Hal. 83
[9] Ramayulis, Op.cit., Hal. 85
[10] Ibid., Hal. 86
[11] Ramayulis,Op.cit., hal 88