MAKALAH
Oleh:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Kapitalis
pada Hubungan Eksploitatif Perusahaan terhadap Buruh PT. Alpen Food Industry”.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Etika Akademik. Untuk itu, penulis sangat
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, terutama kepada dosen mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan dan
Etika Akademik yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis sangat mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, mohon kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat
menyusunnya kembali lebih baik dari sebelumnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang………………………………….…………………....4
1.2 Rumusan Masalah……………………………….…………………...6
1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………………………….6
BAB II KERANGKA TEORI……………...……………….…………………..7
2.1 Sistem Ekonomi Kapitalis……………...………….…………………7
2.2 Etika Bisnis………………………………………………………….10
BAB III PEMBAHASAN……………………………...……………………….14
3.1 Eksploitasi Tenaga Kerja pada PT. Alpen Food Industry…………...14
3.2 Relevansi Sistem Kapitalis Menurut Karl Marx dengan Praktik
…………...Eksploitasi Tenaga Kerja di PT. Alpen Food Industry………...……17
BAB IV PENUTUP…………………………...………………………………...19
4.1 Kesimpulan…………………...………………………………..........19
DAFTAR PUSTAKA……………………...………………………………........20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
banyak hal, terutama hak asasi manusia, standar tenaga kerja atau standar karyawan
dan hubungannya dengan lingkup area bisnis (Kapstein, 2001:105).
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa makna dari sistem ekonomi kapitalis menurut pandangan Karl
Marx?
2. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
3. Apa praktik eksploitasi buruh yang dilakukan oleh PT. Alpen Food
Industry?
4. Apa relevansi kritik kapitalisme Karl Marx dengan eksploitasi
buruh pada PT. Alpen Food Industry?
6
BAB II
KERANGKA TEORI
7
terkandung dalam suatu struktur organisasi sosial produksi yang dibentuk oleh para
pemilik modal dan para pekerja.
Pada setiap kegiatan usaha atau produksi, pemilik modal dan buruh saling
membutuhkan satu sama lain. Kegiatan produksi dapat berjalan apabila ada buruh
yang bekerja dan buruh membutuhkan sarana dan tempat untuk bekerja sehingga
mendapatkan upah. Sementara, pelaku usaha atau pemilik modal hanya dapat
memperoleh keuntungan apabila ada yang menjalankan alat-alat produksinya. Jika
dilihat melalui sudut pandang tersebut, dapat dikatakan bahwa kedua pihak yaitu
buruh dan pemilik modal saling bergantung satu sama lain. Namun, hubungan
timbal balik tersebut justru menciptakan perbedaan yang jauh antara buruh dan
pemilik modal terutama dalam kelas sosial.
8
terdapat pengangguran. Kondisi ini membuat buruh harus patuh pada ketentuan
kerja yang ada karena buruh tidak memiliki pilihan lain. Ketentuan atau syarat yang
dibuat oleh kapitalis ini merupakan salah satu bentuk eksploitasi pada buruh.
Bagi Karl Marx, inti dari sistem kapitalis adalah penggandaan modal (uang).
Dengan uang, kapitalis dapat membeli tenaga kerja dan mesin produksi untuk
memproduksi barang. Setelah memproduksi suatu komoditas, para kapitalis
menjualnya lagi untuk mendapatkan lebih banyak uang. Sirkulasi barang dan
transfer uang ke barang dan kemudian ke uang dikenal dengan skema M - C - M.
Tiga surplus yang diambil kapitalis dari pekerja tersebut pada dasarnya adalah
tindakan perampasan hak-hak pekerja, yang disebut oleh Karl Marx sebagai
tindakan eksploitasi (Kambali, 2020).
9
2.2 Etika bisnis
Etika atau moral menurut Vilardo, adalah studi tentang pertimbangan untuk
menyetujui atau tidak menyetujui sikap dan/atau tindakan manusia berdasarkan
sikap dan/atau tindakan yang salah atau baik. Istilah etika dan moral dianggap sama
karena memiliki arti yang sama, ethos (Yunani) dan moral (Latin) yang berarti adat.
Konsep etika bisnis yang dirumuskan oleh Sony Keraf, yang meliputi prinsip
otonomi, prinsip integritas, prinsip menghindari kejahatan, prinsip keadilan dan
prinsip harga diri, jelas merupakan konsep universal bagi masyarakat dan harus
menjadi "panduan" dalam interaksi bisnis sehari-hari.
Idealnya, dalam masyarakat saat ini, aktivitas perusahaan atau usaha yang
diharapkan harus memenuhi harapan berikut:
10
menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis agar dapat bertahan dan berkembang.
Budaya perusahaan yang negatif berupa penetapan prioritas keuntungan berupa
pertumbuhan, penguasaan pasar, dan lain-lain sebagai tujuan organisasi
(organizational goals), merupakan ambisi pribadi yang tidak terbatas dari para
pemimpin bisnis, penegakan hukum yang lemah, kontrol yang lemah, dan subkultur
amoral yang menganiaya masyarakat (Box, 1983: 64). Etika bisnis yang baik sering
diabaikan dan tindakan yang merugikan mitra bisnis adalah cara umum untuk
mencapai tujuan (praktik bisnis yang tidak biasa).
11
dalam perusahaannya. Terutama di era globalisasi kini, dimana semakin banyak
sumber daya manusia yang membutuhkan lapangan kerja dengan berbagai
keterampilan serta berkembangnya berbagai bisnis startup yang baru bermunculan,
tentu peran etika bisnis sangat dibutuhkan. Sejak dulu, perusahaan selalu mencari
sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, dengan
adanya etika bisnis tentu dapat membantu tercapainya kualitas sumber daya
manusia yang diinginkan perusahaan. Maka dari itu, pemahaman terhadap etika
bisnis ini sangat penting bagi seorang pengusaha.
Untuk membangun budaya lingkungan kerja yang sehat dan sesuai dengan
etika bisnis, dapat dibuat sebuah program etika bisnis. Menurut Departemen
Perdagangan Amerika Serikat, program etika bisnis yang utuh harus menyentuh
seluruh fungsi bisnis tersebut. Fungsi bisnis tersebut meliputi operasi atau aplikasi,
sumber daya manusia, pemasaran, dan lain-lain. Perusahaan riset global Gartner
menyarankan, dalam pembuatan program etika bisnis baiknya perusahaan
mengkombinasikan program etika bisnis dengan operasi bisnisnya. Dengan begitu,
pelaksanaan program dapat berjalan secara maksimal serta menghasilkan efek yang
besar. Menurut Gartner, sebuah program etika bisnis harus dapat memenuhi
beberapa hal yaitu:
12
perusahaan tersebut akan mengalami penurunan saham atau pemutusan hubungan
kerja dengan mitra bisnis lainnya. Selain itu, etika bisnis juga memiliki hubungan
dengan kepuasaan konsumen dan loyalitas pelanggan. Perusahaan yang tidak
berpedoman atau tidak menerapkan etika bisnis dalam kegiatannya, apalagi bila
perusahaan tersebut terjerat dalam kasus pelanggaran etika bisnis dalam lingkungan
perusahaannya, maka dipastikan akan terjadi penurunan jumlah konsumen dari
perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan oleh etika bisnis yang memiliki hubungan
dengan loyalitas pelanggan. Etika bisnis sendiri dapat menumbuhkan kepercayaan
konsumen terhadap suatu produk perusahaan. Selain itu, etika bisnis juga dapat
memengaruhi eksistensi sebuah perusahaan seperti dapat memperkuat branding
sebuah perusahaan serta meningkatkan penjualan produk.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Hal itulah yang berlangsung dalam perusahaan PT. Alpen Food Industry
(AFI), anak perusahaan Aice Group Holdings Pte. Ltd. Singapura, yang dikenal
sebagai produsen es krim termurah bermerek Aice. Apabila dilihat dari aktivitas
perusahaan di dunia bisnis selama ini, PT. Alpen Food Industry berpartisipasi
sebagai sponsor pada Asian Games 2018 dan memiliki perkembangan yang baik di
Indonesia. Selain itu, es krim ini telah menyebar ke desa-desa di seluruh Indonesia,
yaitu dari Aceh hingga Flores. Es krim tersebut bukan hanya dijual di kios atau toko
makanan, Aice juga telah menjual produknya di Transmart, Carrefour, serta aktif
mengundang selebriti untuk menjadi duta merek es krim Aice melalui akun
Instagram.
14
kesehatan BPJS. Bahkan PT. Alpen Food Industry tidak memberikan persediaan
kotak P3K. Pekerja umumnya mengumpulkan uang Rp 5.000,00 per orang setiap
bulan untuk membeli isi kit P3K (Nathaniel, 2017).
Silvana Zhong Xin Yun, sebagai humas PT. Alpen Food Industry yang saat
itu menjabat, menyalahkan para buruh karena tidak mengikuti standar keselamatan
saat bekerja serta menyangkal segala tuduhan terhadap perusahaan. Silvana
menyatakan jika PT. Alpen Food Industry selalu memprioritaskan standar
keselamatan kerja yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan Indonesia
(Widhana, 2017). Tapi nyatanya, tudingan ini semakin tidak sesuai dengan fakta
baru yang terkuak tentang keadaan buruh PT. Alpen Food Industry. Fakta tersebut
juga terungkap dalam aksi mogok kerja buruh PT. Alpen Food Industry pada
November 2017 karena keadaan lingkungan pabrik yang kian memburuk dan pada
umumnya mereka mengabaikan hak-hak buruh (Nathaniel, 2017).
15
kondisi yang fit. Hal yang sama juga terjadi pada perempuan hamil, dimana mereka
tetap diberikan jumlah pekerjaan yang sama dan tidak mendapat keringanan apapun
maupun kebutuhan untuk perempuan yang sedang hamil. Akibatnya pun di
sepanjang tahun 2019 hingga 2020 ditemukan kasus keguguran yang terjadi pada
21 buruh perempuan di PT. Alpen Food Industry. Hal tersebut tentunya adalah
akibat dari tidak adanya keringanan beban pekerjaan untuk para buruh perempuan
yang sedang hamil. Mereka yang sedang hamil masih tetap harus melakukan beban
pekerjaan yang berat serta adanya tuntutan untuk memenuhi target produksi per hari
dimana tentunya tidak baik bagi kondisi kesehatan ibu hamil.
Selain itu, diketahui bahwa terdapat klinik milik perusahaan PT. Alpen
Food Industry yang berlokasi di sekitar lingkungan kerja, namun klinik tersebut
tidak beroperasi 24 jam dan juga tidak memiliki fasilitas kesehatan berupa mobil
ambulance. Alasan tersebut juga menjadi salah satu penyebab terjadinya keguguran
yang dialami oleh 21 pekerja perempuan. Kasus-kasus tersebut sangat memperjelas
bahwa terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Alpen Food Industry
dimana perusahaan lalai terhadap tanggung jawabnya kepada karyawan. Perlakuan
tersebut dinilai tidak sesuai dengan hukum dan telah melanggar Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dimana terdapat Pasal 81 hingga
Pasal 83 yang dilanggar serta Pasal 153 yang berkaitan dengan hak reproduksi
pekerja atau buruh perempuan.
Berdasarkan fakta tentang kesuksesan PT. Alpen Food Industry selaku anak
perusahaan asing di Indonesia, terlihat semakin aneh karena kondisi lingkungan dan
kebijakan perusahaan yang cenderung mengeksploitasi karyawannya justru
mendapat fasilitas dari pemerintah, meski bila dilihat melalui perspektif etika bisnis,
perusahaan ini melawan sejumlah aspek pelanggaran etika bisnis dan hukum yang
berlaku. Contohnya adalah UU Ketenagakerjaan periode 4, tahun 2013-2017 yang
memuat ketentuan tentang tugas perusahaan, hak-hak pekerja, dan tugas menjamin
kesejahteraan dan keselamatan pekerja. Pelanggaran tersebut terus terulang dalam
lingkungan pabrik walaupun buruh telah melakukan berbagai aksi berupa demo
maupun mogok kerja yang mana bertujuan agar aspirasi para buruh didengar dan
tentu mengharapkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan
pabrik.
16
3.2 Relevansi Sistem Kapitalis Menurut Karl Marx dengan Praktik
Eksploitasi Tenaga Kerja di PT. Alpen Food Industry
17
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid”.
Selain upah yang rendah, buruh juga diminta bekerja menjadi buruh
bangunan, mulai dari mengangkat batu, mencampur semen hingga merobohkan
tembok. Para buruh dibayar Rp 50.000,00 per hari. Lalu, masalah jam kerja yaitu
tidak ada hari libur serta lembur di hari Sabtu dan Minggu tidak dihitung. Selama
sebulan, pekerja es krim Aice harus bekerja selama 25 hari berturut-turut. Sisanya
barulah mendapatkan uang lembur (Widhana, 2017). Eksploitasi terhadap buruh
tersebut dilakukan secara halus oleh PT. Alpen Food Industry. Oleh karena itu,
pemerintah atau instansi terkait belum mengambil tindakan tegas untuk
menghentikan eksploitasi tersebut. Eksploitasi tersebut tentu saja bertujuan untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Karl Marx bahwa kapitalis hanya akan mementingkan keuntungannya.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
20