Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)


DBD adalah bentuk demam berdarah (DF) yang parah, yang dapat mengancam jiwa.
DBD adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Negara beriklim tropis dan subtropis berisiko tinggi terhadap penularan virus
tersebut. Hal ini dikaitkan dengan kenaikan temperatur yang tinggi dan perubahan musim
hujan dan kemarau menjadi faktor risiko penularan virus dengue. (Kemenkes RI, 2022)
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2022, Aedes akan
berkembangbiak pada air yang tergenang dan tidak beralaskan tanah. Aedes dapat bertelur
sebanyak 100-200 telur setiap kali bertelur. Perkembangan telur hingga menjadi nyamuk
Aedes dewasa membutuhkan waktu 7-10 hari. Penting untuk melakukan pengendalian vektor
karena vektor berperan sebagai media transmisi penyakit DBD yang menghantarkan virus
dengue ke tubuh manusia sebagai host sehingga terjadinya penyakit DBD. Apabila jumlah
Aedes sebagai vektor DBD ditekan, maka jumlah media transmisi DBD menjadi minimal.
Hasil akhir yang diharapkan adalah penurunan jumlah kejadian DBD.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi pendarahan, hematomageli dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Sucipto, 2018).
DBD disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus
Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Waris, 2020).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DBD berdasarkan penyebab, tanda dan gejala penyakit DBD adalah
sebagai berikut:
2.2.1 Berdasarkan Penyebabnya
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleatrantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotype virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
Dengue atau demam berdarah Dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengan
Flavivirus lain, seperti: Yellow Fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus. Virus
Dengue di laboratorium dapat bereplikasi pada hewan mamalia, seperti: tikus, kelinci,
anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus Dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus Dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegimyia) dan
Toxorhynchites. (Aru W. Sudoyo, DKK, 2018, h. 2773).

2.2.2 Gejala penyakit DBD


Gejala DBD adalah demam mendadak, berlangsung 2-7 hari, wajah kemerahan, nyeri
kepala, punggung dan ulu hati. Perkembangan klinis seperti ini dapat sangat cepat, yaitu
dengan disertai perdarahan bawah kulit dan mukosa hidung dan usus dengan komplikasi
renjatan dan bisa berakhir fatal. Tingkat kematian untuk pasien yang berlanjut dengan
Dengue Shock Syndrome (DSS) berkisar 2-10% (WHO,2020). Ditandai gejala sebagai
berikut, (Cecep Dani Sucipto, 2011, h.163 dalam KTI Luzen Tira Tilarsih, 2018, h. 7)
1. Trombositopenia ringan sampai nyata bersamaan dengan hemokonsentrasi adalah gejala
laboratoris yang spesifik.
2. Perbedaan utama dengan demam Dengue adalah adanya kebocoran plasma yang ditandai
dengan peningkatan Ht, efusi paru, atau hipoproteinemia.
3. DBD pada anak biasanya ditandai dengan kenaikan suhu tubuh mendadak, facial flush,
dan tanda lain yang menyerupai DD (anorexia, muntah, sakit kepala serta nyeri
tulang/otot). Nyeri epigastrium, ketegangan pada batas kosta kanan dan nyeri abdomen
menyeluruh juga sering ditemukan.
4. Suhu biasanya >30°C.
5. Fenomena pendarahan yang biasanya sering terjadi adalah uji tourniquet (t), petekie,
ekimosis, pada ekstremitas, muka dan palatum efistaxis, dan pendarahan gusi juga dapat
terjadi.
6. Hati biasanya teraba pada fase demam, lebih sering ditemukan pada kasus DBD dengan
syok Pada akhir fase demam, kewaspadaan akan terjadi perburukan keadaan harus
dipikirkan, antara lain dengan terjadinya gangguan sirkulasi yang ditandai dengan keringat
banyak, gelisah, akral teraba dingin, dan terjadi perubahan nilai tekanan nadi/ darah.
7. Trombositopeni dan hemokonsentrasi sering ditemukan saat penurunan suhu dan
terjadinya renjatan.
2.3 Variabel Surveilans Epidemiologi
2.3.1 Distribusi Frekuensi Menurut Orang
Untuk keperluan perbandingan maka WHO membagi umur sebagai berikut:
0 - <1 thn : Bayi
1 – 4 thn : Balita
5 – 14 th : Anak – anak
15 – 19 th : Remaja
20 – 45 th : Dewasa
Berdasarkan jenis kelamin, hasil survei/penelitian dari luar negeri menunjukan bahwa angka
kesakitan lebih tinggi di kalangan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi di
kalangan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan bebas mencari perawatan. Kelas
sosial merupakan variabel yang sering dilihat hubungannya dengan angka kesakitan dan
kematian. Variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini
ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Jenis pekerjaan
dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni: Adanya faktor-
faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan; dan situasi pekerjaan yang
penuh dengan stres.

2.3.2 Distribusi Frekuensi Menurut Tempat


Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan etiologi penyakit. Perbandingan
pola penyakit yang sering dilakukan antara lain:
1. Batas daerah-daerah pemerintahan
2. Kota dan pedesaan
3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau
padang pasir)
4. Negara-negara regional.
Untuk mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut batas-
batas alam lebih berguna dari pada menurut batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal
yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah
keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian di
atas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, industri, dan pelayanan kesehatan.

2.3.3 Distribusi Frekuensi Menurut Waktu


1. Fluktuasi jangka pendek, di mana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa
jam, hari, minggu, dan bulan.
2. Perubahan secara siklus di mana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi secara
berulang-ulang dengan jarak beberapa hari, beberapa bulan, tahunan, beberapa tahun.
3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang
panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “seculer trends”.

2.4 Pengukuran Surveilans Epidemiologi


2.4.1 Angka (Rate)
Nilai rate mengukur kemungkinan kejadian dalam populasi terhadap beberapa
peristiwa tertentu. Contohnya adalah:
a. Angka Insidensi (Incidence Rate)
Angka Insidensi adalah suatu ukuran freakuensi kejadian kasus baru penyakit dalam suatu
populasi tertentu selama suatu periode waktu tertentu
b. Angka serangan (Attack Rate)
Angka serangan adalah angka insidensi, biasanya dinyatakan dalam persen dan diterapkan
terhadap populasi tertentu yang sempit dan terbatas pada suatu periode, misalnya dalam
suatu wabah (epidemi)
c. Angka kematian
Angka kematian adalah suatu ukuran frekuensi terjadinya kematian dalam suatu populasi
tertentu selama suatu masa jeda tertentu.
2.4.2 Proporsi
Distribusi proporsi adalah suatu persen yakni proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa
dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori (atau subkelompok) dari
kelompok itu.

2.4.3 Rasio
Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap peristiwa
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai