0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan5 halaman
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan demam tinggi, pendarahan, dan gangguan sirkulasi darah. Epidemi DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku masyarakat, dan distribusi nyamuk vektor secara geografis dan waktu.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan demam tinggi, pendarahan, dan gangguan sirkulasi darah. Epidemi DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku masyarakat, dan distribusi nyamuk vektor secara geografis dan waktu.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan demam tinggi, pendarahan, dan gangguan sirkulasi darah. Epidemi DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku masyarakat, dan distribusi nyamuk vektor secara geografis dan waktu.
DBD adalah bentuk demam berdarah (DF) yang parah, yang dapat mengancam jiwa. DBD adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Negara beriklim tropis dan subtropis berisiko tinggi terhadap penularan virus tersebut. Hal ini dikaitkan dengan kenaikan temperatur yang tinggi dan perubahan musim hujan dan kemarau menjadi faktor risiko penularan virus dengue. (Kemenkes RI, 2022) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2022, Aedes akan berkembangbiak pada air yang tergenang dan tidak beralaskan tanah. Aedes dapat bertelur sebanyak 100-200 telur setiap kali bertelur. Perkembangan telur hingga menjadi nyamuk Aedes dewasa membutuhkan waktu 7-10 hari. Penting untuk melakukan pengendalian vektor karena vektor berperan sebagai media transmisi penyakit DBD yang menghantarkan virus dengue ke tubuh manusia sebagai host sehingga terjadinya penyakit DBD. Apabila jumlah Aedes sebagai vektor DBD ditekan, maka jumlah media transmisi DBD menjadi minimal. Hasil akhir yang diharapkan adalah penurunan jumlah kejadian DBD. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi pendarahan, hematomageli dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Sucipto, 2018). DBD disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Waris, 2020). 2.2 Klasifikasi Klasifikasi DBD berdasarkan penyebab, tanda dan gejala penyakit DBD adalah sebagai berikut: 2.2.1 Berdasarkan Penyebabnya Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleatrantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotype virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam Dengue atau demam berdarah Dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengan Flavivirus lain, seperti: Yellow Fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus. Virus Dengue di laboratorium dapat bereplikasi pada hewan mamalia, seperti: tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus Dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus Dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegimyia) dan Toxorhynchites. (Aru W. Sudoyo, DKK, 2018, h. 2773).
2.2.2 Gejala penyakit DBD
Gejala DBD adalah demam mendadak, berlangsung 2-7 hari, wajah kemerahan, nyeri kepala, punggung dan ulu hati. Perkembangan klinis seperti ini dapat sangat cepat, yaitu dengan disertai perdarahan bawah kulit dan mukosa hidung dan usus dengan komplikasi renjatan dan bisa berakhir fatal. Tingkat kematian untuk pasien yang berlanjut dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) berkisar 2-10% (WHO,2020). Ditandai gejala sebagai berikut, (Cecep Dani Sucipto, 2011, h.163 dalam KTI Luzen Tira Tilarsih, 2018, h. 7) 1. Trombositopenia ringan sampai nyata bersamaan dengan hemokonsentrasi adalah gejala laboratoris yang spesifik. 2. Perbedaan utama dengan demam Dengue adalah adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan Ht, efusi paru, atau hipoproteinemia. 3. DBD pada anak biasanya ditandai dengan kenaikan suhu tubuh mendadak, facial flush, dan tanda lain yang menyerupai DD (anorexia, muntah, sakit kepala serta nyeri tulang/otot). Nyeri epigastrium, ketegangan pada batas kosta kanan dan nyeri abdomen menyeluruh juga sering ditemukan. 4. Suhu biasanya >30°C. 5. Fenomena pendarahan yang biasanya sering terjadi adalah uji tourniquet (t), petekie, ekimosis, pada ekstremitas, muka dan palatum efistaxis, dan pendarahan gusi juga dapat terjadi. 6. Hati biasanya teraba pada fase demam, lebih sering ditemukan pada kasus DBD dengan syok Pada akhir fase demam, kewaspadaan akan terjadi perburukan keadaan harus dipikirkan, antara lain dengan terjadinya gangguan sirkulasi yang ditandai dengan keringat banyak, gelisah, akral teraba dingin, dan terjadi perubahan nilai tekanan nadi/ darah. 7. Trombositopeni dan hemokonsentrasi sering ditemukan saat penurunan suhu dan terjadinya renjatan. 2.3 Variabel Surveilans Epidemiologi 2.3.1 Distribusi Frekuensi Menurut Orang Untuk keperluan perbandingan maka WHO membagi umur sebagai berikut: 0 - <1 thn : Bayi 1 – 4 thn : Balita 5 – 14 th : Anak – anak 15 – 19 th : Remaja 20 – 45 th : Dewasa Berdasarkan jenis kelamin, hasil survei/penelitian dari luar negeri menunjukan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di kalangan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalangan laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan bebas mencari perawatan. Kelas sosial merupakan variabel yang sering dilihat hubungannya dengan angka kesakitan dan kematian. Variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni: Adanya faktor- faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan; dan situasi pekerjaan yang penuh dengan stres.
2.3.2 Distribusi Frekuensi Menurut Tempat
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan etiologi penyakit. Perbandingan pola penyakit yang sering dilakukan antara lain: 1. Batas daerah-daerah pemerintahan 2. Kota dan pedesaan 3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau padang pasir) 4. Negara-negara regional. Untuk mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut batas- batas alam lebih berguna dari pada menurut batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian di atas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, industri, dan pelayanan kesehatan.
2.3.3 Distribusi Frekuensi Menurut Waktu
1. Fluktuasi jangka pendek, di mana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa jam, hari, minggu, dan bulan. 2. Perubahan secara siklus di mana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan jarak beberapa hari, beberapa bulan, tahunan, beberapa tahun. 3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “seculer trends”.
2.4 Pengukuran Surveilans Epidemiologi
2.4.1 Angka (Rate) Nilai rate mengukur kemungkinan kejadian dalam populasi terhadap beberapa peristiwa tertentu. Contohnya adalah: a. Angka Insidensi (Incidence Rate) Angka Insidensi adalah suatu ukuran freakuensi kejadian kasus baru penyakit dalam suatu populasi tertentu selama suatu periode waktu tertentu b. Angka serangan (Attack Rate) Angka serangan adalah angka insidensi, biasanya dinyatakan dalam persen dan diterapkan terhadap populasi tertentu yang sempit dan terbatas pada suatu periode, misalnya dalam suatu wabah (epidemi) c. Angka kematian Angka kematian adalah suatu ukuran frekuensi terjadinya kematian dalam suatu populasi tertentu selama suatu masa jeda tertentu. 2.4.2 Proporsi Distribusi proporsi adalah suatu persen yakni proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori (atau subkelompok) dari kelompok itu.
2.4.3 Rasio Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap peristiwa lainnya.