Anda di halaman 1dari 20

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

PERBAIKAN KUALITAS LAHAN KERING UNTUK


MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN
DAN KETAHANAN PANGAN

Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala


Darussalam, Banda Aceh
19 - 20 September 2017

KERJASAMA

THE ACIAR PROJECT SMCN 2012/103


IMPROVING SOIL AND WATER MANAGEMENT AND CROP PRODUCTIVITY OF
DRYLAND AGRICULTURE SYSTEMS OF ACEH AND NEW SOUTH WALES
UNIVERSITAS SYIAH KUALA,

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA,

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH

ISBN 978-602-1270-83-7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL

PERBAIKAN KUALITAS LAHAN KERING UNTUK


MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN DAN KETAHANAN
PANGAN

Penerbit:

SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS


Kampus Universitas Syiah Kuala Darussalam,
Banda Aceh 23111 ACEH-INDONESIA
Telp. 0651-7552440

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang;


dilarang memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh buku ini
dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

ISBN: 978-602-1270-83-7

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Prosiding Seminar Nasional:
Perbaikan Kualitas Lahan Kering untuk Meningkatkan Produksi Pertanian dan
Ketahanan Pangan /
Syakur [et al.] – Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2017.
x, 287 p.; ilus. 25 mm Bibliografi

ISBN: 978-602-1270-83-7

Dicetak di Banda Aceh, Indonesia

ii
ISBN 978-602-1270-83-7

Prosiding Seminar Nasional - Perbaikan Kualitas Lahan Kering


Banda Aceh, 19 - 20 September 2017

Tim Reviewer:
Prof. Dr. Ir. Sufardi, M.S. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Sabaruddin, M. Agr. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Darusman, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M. Agr. (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Malem McLeod (Department of Primary Industries, New South Wales)
Dr. drh. T. Fadrial Kamil, M.Si. (Universitas Syiah Kuala)
Ir. T. Iskandar, M.Si. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh)

Editor:
Syakur (Universitas Syiah Kuala)
Bakhtiar (Universitas Syiah Kuala)
Zaitun (Universitas Syiah Kuala)
Teti Arabia (Universitas Syiah Kuala)
Fikrinda (Universitas Syiah Kuala)
Muhammad Jalil (Universitas Teuku Umar)
Edi Husen (Litbang Pertanian Jakarta)
M. Ferizal (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh)

Setting/Layout:
Muhammad Rusdi

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas terselenggaranya
kegiatan Seminar Nasional dengan tema “Perbaikan Kualitas Lahan Kering untuk
Meningkatkan Produksi Pertanian dan Ketahanan Pangan” pada tanggal 19-20
September 2017 di Banda Aceh yang menampilkan pemakalah utama dan pemakalah
sesi paralel. Seminar Nasional ini terselenggara atas kerjasama antara The Aciar
Project SMCN 2012/103 (Improving Soil and Water Management and Crop
Productivity of Dryland Agriculture Systems of Aceh and New South Wales)
Universitas Syiah Kuala dengan Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Aceh.
Melalui seminar ini, diharapkan terjadi pertukaran informasi antar peneliti dari
berbagai bidang pertanian. Selain itu juga diharapkan dapat terbangun jaringan
kerjasama antar peneliti, dosen dan mahasiswa dalam bidang pertanian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada para keynote speakers dalam seminar
ini; Dr. Malem K. McLeod (NSW Department of Primary Industries Australia),
Dr. Edi Husen, M.Sc. (Litbang Pertanian Jakarta), Prof. Dr. Wani Hadi Utomo
(Universitas Brawijaya), Prof. Dr. H.M.H. Bintoro, M.Agr. (Institut Pertanian Bogor),
Prof. Dr. Yonny Koesmaryono, MS. (Institut Pertanian Bogor), Ir. Basri A. Bakar,
M.Si. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh), dan Prof. Dr. Ir. Sabaruddin,
M.Agr. (Universitas Syiah Kuala) maupun pemakalah sesi paralel. Terima kasih dan
penghargaan disampaikan kepada panitia yang telah bekerja keras dalam
mensukseskan pelaksanaan Seminar Nasional “Perbaikan Kualitas Lahan Kering
untuk Meningkatkan Produksi Pertanian dan Ketahanan Pangan” 2017.
Semoga hasil seminar yang dipublikasikan dalam Prosiding Seminar Nasional
ini bermanfaat bagi pengembangan pertanian lahan kering dimasa yang akan datang.

Banda Aceh, September 2017

Panitia Seminar Nasional

v
DAFTAR ISI

BIOCHAR UNTUK PENGELOLAAN TANAH PERTANIAN


LAHAN KERING GUNA MENCAPAI PRODUKTIVITAS
BERLANJUT
Wani Hadi Utomo ................................................................................ 1-12

ACIAR AND NSW DEPARTMENT OF PRIMARY INDUSTRIES: A


DECADE OF SUPPORTING AGRICULTURE RESEARCH IN
ACEH
Malem McLeod .................................................................................... 13-16

MODIFIKASI IKLIM MIKRO UNTUK PERBAIKAN


KUALITAS LAHAN KERING
Yonny Koesmaryono, Taufan Hidayat dan Haruna ........................ 17-26

PERTANIAN TERINTEGRASI UNTUK PENINGKATAN


PRODUKSI PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
Mochamad Hasjim Bintoro dan Agief Julio Pratama ...................... 27-34

APLIKASI PELAPIS BUAH SUGAR-ESTER BLEND KD-112 DAN


SUHU SIMPAN UNTUK MELINDUNGI BUAH PEPAYA
‘CALIFORNIA’ TERHADAP INFEKSI JAMUR Colletrotichum
gloeosporiodes (Penzs.) Sacc.
Soesiladi E. Widodo, Suskandini R. Dirmawati, Zulferiyenni,
Rachmansyah A. Wardhana, Yuana Ariyanti .................................. 35-41

PENGARUH 1-METHYLCYCLOPROPENE, PLASTIC WRAPPING,


DAN SUHU SIMPAN TERHADAP MASA SIMPAN DAN MUTU
BUAH JAMBU BIJI ‘MUTIARA’
Zulferiyenni, M. Kamal, Soesiladi E. Widodo, Bayu K.
Wardhana ............................................................................................. 43-51

PENGARUH PEMBENAH TANAH TERDAHAP PERTUMBUHAN


DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA
BERBAGAI POLA TANAM PADA TANAH PODSOLIK
Ridha Arjuna, Zaitun dan Syafruddin .............................................. 53-60

TEKNOLOGI TRIBIO UNTUK MEMPERCEPAT PROSES


PERBAIKAN KESUBURAN TANAH DI LAHAN KERING
Nasih Widya Yuwono .......................................................................... 61-69

DERAJAT INFEKSI DUA PULUH LIMA GENOTIPE PADI (Oryza


sativa L.) TERHADAP CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR
PADA KETERSEDIAAN AIR BERBEDA
Taufiq Hidayatullah, Panjisakti Basunanda, Jaka Widada ............ 71-79

vii
KEMAMPUAN MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT
MENINGKATKAN P-TERSEDIA TANAH ANDISOL DAN
KANDUNGAN P DI DAUN BIBIT KOPI ARABIKA
Hifnalisa, A S. Hanafiah, T. Sabrina dan T. Chairun Nisa .............. 81-87

PENGARUH KOMPOS LIMBAH KAKAO DAN CEKAMAN AIR


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI
(Oryza sativa L.)
Mawardiana dan Maya Muntashirah ................................................ 89-94

PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH PODSOLIK AKIBAT


APLIKASI PEMBENAH TANAH DAN POLA TANAM YANG
BERBEDA
Teuku Fachrul Razie, Syakur, dan Bakhtiar .................................... 95-103

PENGARUH PEMBERIAN MIKORIZA TERHADAP


PERTUMBUHAN KEDELAI PADA KONDISI KEKERINGAN
Fitriana, Ashabul Anhar, Syafruddin ................................................ 105-112

PEMANFAATAN TANAMAN INDIGOFERA SP. PADA LAHAN


KERING SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK DALAM BENTUK
WAFER RANSUM KOMPLIT
Muhammad Daud, M. Aman Yaman, Mulyadi dan Zahrul
Fuadi ..................................................................................................... 113-123

RESPON PRODUKSI TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata


L) TERHADAP PUPUK ORGANIK CAIR DAN PUPUK
MAJEMUK NPK
Ernita dan M Nur ................................................................................ 125-134

ANALISIS SIKAP PETANI KEDELAI DALAM KERJASAMA


PEMASARAN DENGAN PEDAGANG DI GAMPONG LADA
KECAMATAN MUTIARA TIMUR KABUPATEN PIDIE
PROVINSI ACEH
Mujiburrahmad dan Akhmad Baihaqi .............................................. 135-147

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KUALA MULYA
KECAMATAN KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI
HULU PROVINSI RIAU
Khairizal, Azharuddin M. Amin dan Eko Saputro .......................... 149-159

ANALISIS TINGKAT KERENTANAN BANJIR SEBAGAI UPAYA


MITIGASI BENCANA HIDROLOGIS DI SUB DAS KRUENG
JREUE ACEH BESAR-INDONESIA
Helmi, Hairul Basri, Sufardi dan Helmi ........................................... 161-170

viii
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MELON (Cucumis melo
L.) PADA BERBAGAI JENIS MEDIA TANAM DAN
KONSENTRASI NUTRISI HYDRO-J MELON SECARA
HIDROPONIK SUBSTRAT
Rika Trisnawati, Elly Kesumawati, Mardhiah Hayati .................... 171-180

PERBANYAKAN NENAS KUALU (Ananas comusus) DENGAN


BERBAGAI SUMBER BAHAN SETEK PADA TANAH GAMBUT
Mardaleni, Saripah Ulpah, T. Rosmawaty dan Junaidi Handoni
Putra ...................................................................................................... 181-189

KERAGAAN 12 KLON UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) ASAL


CIP-SEA BOGOR DAN LOKAL SAREE
Mardhiah Hayati, Elly Kesumawati, Rita Hayati dan Noviyanti ... 191-199

PEMANFAATAN POTENSI TENAGA SURYA DAN AIR TANAH


UNTUK OPTIMASI SAWAH TADAH HUJAN DALAM
MENUNJANG KETAHANAN PANGAN DI PULAU SIMEULUE
Muhammad Yasar, Mustaqimah dan Yuswar Yunus ..................... 201-208

ISOLASI DAN UJI POTENSI AWAL ISOLAT RHIZOBAKETRI


INDIGENOUS KANDIDAT AGEN BIOKONTROL TERHADAP
JAMUR AKAR PUTIH PADA TANAMAN KARET DI
KABUPATEN ACEH BARAT
Nanda Mayani, Marlina, Abduh Ulim dan Syamsuddin ................. 209-215

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI-JAGUNG SECARA


TUMPANGSARI DENGAN PENGGUNAAN PEMBENAH TANAH
PADA TANAH ULTISOL
Ullyana Samitha, Sabaruddin Zakaria, Muyassir ............................ 217-225

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG, KACANG TANAH, DAN


KEDELAI AKIBAT PEMBERIAN MULSA JAGUNG MANIS
DENGAN PUPUK NPK PADA TANAH ULTISOL DI LAHAN
KERING
Rizskywan Purnama, Sufardi dan Rusli Alibasyah ........................ 227-235

ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN KERING EKSISTING


BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
DI KECAMATAN DARUL IMARAH KABUPATEN ACEH BESAR
Desra Sahputra, Sugianto Sugianto, Yulia Dewi Fazlina,
Muhammad Rusdi ............................................................................... 237-244

KARAKTERISTIK FISIKA TANAH AKIBAT PEMBERIAN


PUPUK ORGANIK, BIOCHAR, NPK DAN POLA TANAM
JAGUNG DAN KEDELAI DI KECAMATAN MUARA TIGA
KABUPATEN PIDIE
Mukhsin Febi Mirza, Hairul Basri dan Teti Arabia ........................ 245-253

ix
KAJIAN SOSIAL EKONOMI INTEGRASI JAMBU METE DAN
KAMBING PADA WILAYAH SENTRA PRODUKSI DI
SULAWESI TENGGARA
Rustam Supendy dan Yusuf ............................................................... 255-268

OPTIMALISASI LAHAN KRITIS BERBASIS KESESUAIAN


LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN JAMBU METE (Anacardium
occidentale L.) DI KECAMATAN BLANG BINTANG
KABUPATEN ACEH BESAR
Muyassir, Abubakar Karim, Manfarizah dan Syakur .................... 269-278

KARAKTERISTIK TANAH RAWA TOPOGEN (ENDOAQUAND)


DI KABUPATEN BENER MERIAH
Teti Arabia, Syakur dan T. Fauzul Muttaqin ................................... 279-287

x
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

MODIFIKASI IKLIM MIKRO UNTUK PERBAIKAN


KUALITAS LAHAN KERING

Yonny Koesmaryono1 Taufan Hidayat2,3 Haruna2,4

1
Guru Besar Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-Institut Pertanian Bogor, Bogor
2
Kandidat Doktor Program Studi Klimatologi Terapan FMIPA-Institut Pertanian Bogor, Bogor
3
Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
4
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur, Kupang

ABSTRAK

Ketersediaan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian semakin sempit sebagai akibat alih
fungsi lahan dan degradasi kualitas lahan. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta
meningkatnya frekuensi cuaca-iklim ekstrim diduga kuat sebagai penyumbang utama
penyebab degradasi lahan pertanian. Lahan pertanian di Indonesia berdasarkan sumber airnya
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu lahan tadah hujan dan lahan beririgasi.
Hingga tahun 2014, lahan pertanian tadah hujan atau dikenal juga dengan lahan kering di
Indonesia mencapai 51,8% dari total luas lahan pertanian dan perkebunan. Pemanfaatan lahan
kering bagi sektor pertanian saat ini masih sangat terbatas dan belum optimal, untuk itu
diperlukan strategi dan aplikasi serta inovasi teknologi sehingga dapat dioptimalkan
penggunaannya. Secara agro-klimatologi terdapat dua langkah strategis untuk menghadapi
permasalahan lahan kering yaitu melalui analisis neraca air (water balance) dan teknik
modifikasi iklim mikro (microclimate modification). Neraca air merupakan neraca masukan
dan keluaran air di suatu lahan pada periode tertentu yang diindikasikan dari jumlah kelebihan
(surplus) ataupun kekurangan (deficit) air, sehingga dapat digunakan sebagai dasar kebijakan
dalam mengantisipasi kejadian kekeringan atau banjir, serta dapat pula untuk
mendayagunakan air dengan cermat. Pada budidaya pertanian tanaman, analisis neraca air
sangat penting untuk mengetahui kondisi agroklimat terkait dengan periode musim kemarau
dan musim hujan suatu lahan maupun untuk mengatur jadwal tanam, panen, atau kombinasi
tumpang sari. Selain itu informasi neraca air juga penting dalam pengaturan irigasi (jumlah
dan waktu), serta mengetahui dinamika perubahan kadar air tanah yang penting untuk
menyusun strategi pengelolaan usaha tani. Modifikasi iklim mikro merupakan upaya
merekayasa lingkungan fisik di sekitar pertanaman untuk memperbaiki keterbatasan lahan dan
lingkungan sehingga dapat optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adapun
unsur-unsur iklim yang umum dimodifikasi antara adalah strategi memanen air hujan, radiasi
surya, suhu udara-tanah, kelembaban udara-tanah, evapotranspirasi dan kecepatan angin. Pada
praktik di lapangan, modifikasi iklim mikro tanaman dapat dilakukan dengan berbagai metode
mulai dari yang sederhana hingga yang sangat kompleks dan mahal. Namun pada budidaya
tanaman pangan berskala besar modifikasi yang dilakukan lebih mengedepankan faktor
efisiensi dan ekonomis. Dengan demikian modifikasi iklim mikro yang realistis di lapangan
untuk tanaman pangan diantaranya adalah dengan pengaturan populasi/jarak tanam,
pemberian naungan atau mulsa, membuat penampungan air, instalasi air siram, serta sistem
tumpang sari dan agroforestry.
Kata Kunci : Lahan kering, neraca air, modifikasi iklim mikro, radiasi surya, tumpang sari

17
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

PENDAHULUAN

Ketersediaan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian semakin sempit sebagai


akibat alih fungsi lahan dan degradasi kualitas lahan. Pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi telah meningkatkan kebutuhan lahan sehingga dikonversi menjadi
perumahan, gedung, tempat kegiatan bisnis dan lain sebagainya. Berdasarkan data
yang dipublikasi KEMENTAN (2014) luas lahan pertanian non perkebunan di
Indonesia mencapai 39,5 juta hektar, namun sekitar 51,8% dikategorikan sebagai lahan
kering yang terdistribusi hampir di semua pulau besar diantaranya di Pulau Sumatra
(33%) dan Papua (28%). Khusus untuk Provinsi Aceh berdasarkan data KEMENTAN
(2014) dengan luas lahan pertanian (tidak termasuk lahan perkebunan dan lahan tidak
diusahakan) terdapat 1,35 juta ha dan memiliki 52,3% yang dikategorikan sebagai
lahan kering. Hampir di semua kabupaten di Provinsi Aceh memiliki lahan kering baik
di wilayah timur, barat maupun tengah.
Menurut Dariah (2004) lahan kering merupakan hamparan lahan yang tidak
pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
dalam sepanjang tahun. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan iklim yang
berdampak semakin meningkatnya jumlah areal kering dari tahun ke tahun. Perubahan
iklim mengakibatkan fluktasi unsur-unsur iklim semakin lebar, termasuk curah hujan
di dalamnya, dimana akan terjadi kenaikan di suatu wilayah dan penurunan di wilayah
lainnya. Perubahan iklim ini tidak hanya terkait dengan meningkat atau menurunnya
fluktuasi unsur iklim tetapi juga terkait dengan pergeseran, frekuensi maupun
perubahan durasi kejadian iklim ekstrim itu terjadi. Fenomena ini juga telah
mendorong semakin masifnya peningkatan luas lahan marjinal termasuk lahan kering.
Sebagai bagian dari lahan marjinal, lahan kering juga dikenal dengan istilah
lahan kritis karena memiliki banyak keterbatasan sehingga produktivitas lahan
maupun produksi tanaman juga selalu rendah atau dengan kata lain hitungan secara
ekonomi tidak menguntungkan (Strijker, 2005). Rendahnya produktivitas ini
disebabkan karena lahan tersebut memiliki banyak keterbatasan diantaranya adalah
jenis tanahnya bersolum dangkal, laju erosi cukup tinggi, serta banyak terdapat batuan
cadas pada permukaan tanahnya (Suwardjo, 1981). Selain itu lahan kering jika
digambarkan secara umum dimana karakteristik atau sifat lahan tersebut memiliki
struktur tanah yang buruk, ketersediaan unsur hara yang terbatas sehingga tingkat
kesuburan tanahnya juga rendah. Di samping itu lahan kering yang kritis tanahnya
bersifat masam karena nilai pH yang rendah dan akumulasi unsur logam yang bersifat
racun bagi tanaman (Suharta, 2010).
Berbagai disiplin ilmu telah mengembangkan berbagai model untuk mengatasi
permasalahan lahan kering di dunia. Model-model yang dikembangkan baik dalam
bentuk perencanaan/kebijakan maupun aplikasi teknologi yang adaptif pada suatu
wilayah atau kawasan. Bidang ilmu iklim khususnya Agroklimatologi telah
mengembangkan berbagai metode dalam upaya untuk mengatasi permasalahan lahan
kering khususnya untuk budidaya tanaman pangan sehingga dapat dimanfaatkan

18
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

dengan risiko kegagalan yang rendah. Secara umum ilmu Agroklimatologi


mengelompokkan strategi untuk budidaya lahan kering menjadi dua pendekatan yaitu
perencanaan dan penerapan teknologi ditingkat teknis lapangan. Strategi pertama
melalui perencanaan, yang didekati melalui pemanfaatan informasi iklim (data iklim)
untuk menyusun perencanaan dan kebijakan dengan analisis neraca air lahan sehingga
dapat meminimalkan kegagalan panen akibat kekeringan atau banjir. Selanjutnya yang
kedua adalah melalui aplikasi teknologi dengan memodifikasi iklim mikro di sekitar
tanaman sehingga ketersediaan air dan unsur lingkungan fisik lainnya kondusif untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kesempatan ini fokus pembahasan
akan mengulas tentang model dan contoh upaya perbaikan lahan kering dengan
pendekatan analisis neraca air lahan dan modifikasi iklim mikro.

PEMBAHASAN

Analisis Neraca Air Lahan dalam Perencanaan Budidaya di Lahan Kering


Pada prinsipnya neraca air merupakan suatu rincian masukan dan keluaran air
dari suatu hamparan tempat di permukaan bumi pada suatu periode waktu tertentu
yang diindikasikan dari jumlah kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit) air.
Hasil analisis neraca air dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam
mengantisipasi kejadian kekeringan atau banjir, serta dapat pula untuk
mendayagunakan air dengan cermat. Menurut Hillel (1971) menyatakan bahwa neraca
air adalah perincian tentang semua masukan (gains), keluaran (losses) dan perubahan
simpanan air yang terdapat pada suatu tempat dalam lingkungan tertentu selama
periode waktu tertentu. Masing-masing rincian komponen masukan dan keluaran air
pada neraca air lahan dapat dihitung menggunakan satuan kuantitatif tinggi air total
(milimeter; mm) dan satuan total waktu (harian, mingguan, dasarian, bulanan, atau
tahunan). Pengetahuan tentang analisis neraca air lahan sangat penting untuk
pengelolaan air secara tepat dan efisien, karena akan sangat sulit mengevaluasi dengan
baik dan meminimumkan kehilangan serta memaksimumkan masukan dan pemakaian
air yang begitu sering menjadi faktor pembatas bagi produksi tanaman pertanian
(Pramudia dan Nasrullah, 1991).
Pada tingkat teknis di bidang pertanian tanaman pangan, analisis neraca air
sangat penting untuk mengetahui kondisi agroklimat baik pada periode musim
kemarau dan musim hujan suatu lahan untuk mengatur jadwal tanam, panen, rotasi
tanaman maupun kombinasi tumpang sari. Selain itu informasi neraca air penting
dalam pengaturan irigasi (jumlah dan waktu), serta mengetahui dinamika perubahan
kadar air tanah yang penting untuk menyusun strategi pengelolaan usaha tani.
Menurut Nasir dan Effendy (2002) mengemukakan secara umum manfaat
analisis neraca air dilapangan meliputi berbagai hal berikut diantaranya: 1. Mengetahui
karakteristik iklim berdasarkan kondisi air alami untuk tumbuhan seperti pada tujuan
klasifikasi iklim 2. Pemanfaatan air alami untuk berbagai keperluan pertanian dalam

19
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

arti luas (tanaman, kehutanan dan peternakan), 3. Perencanaan pembuatan prasarana


pengairan, misalnya bangunan penyimpanan dan pembagi air serta salurannya, saluran
drainase dan pengendali banjir, 4. Memilih jenis kultivar yang sesuai dengan kondisi
kadar air tanah setempat, 5. Menyusun pola tanam kultivar semusim dalam hal
pemilihan kombinasi tanaman dan pergiliran musim tanamnya.
Dalam Nasir dan Effendy (2002) cakupan ruang dan manfaat untuk perencanaan
pertanian, membedakan analisis neraca air menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
yaitu neraca air umum, berguna untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama air
secara umum. Kelompok kedua neraca air lahan, dimanfaatkan untuk mengetahui
kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola
tanam. Kelompok ketiga adalah neraca air tanaman, digunakan untuk mengetahui
kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah dan penggunaan air tanaman
untuk perencanaan tanam tiap kultivar. Berikut adalah beberapa contoh hasil analisis
neraca air pada lahan pertanian tadah hujan di Kilasan Kabupaten Serang Provinsi
Banten dan di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.
Berdasarkan hasil analisis neraca air yang disajikan pada Gambar 1
menunjukkan bahwa wilayah Kilasan-Serang Provinsi Banten mempunyai potensi
masa tanam hanya 172 hari dengan awal waktu tanam sekitar pertengahan Desember
(Des2). Sehingga untuk wilayah tersebut akan sedikit beresiko padi ditanam dua kali
setahun jika hanya mengandalkan curah hujan. Kebutuhan air irigasi bila wilayah ini
untuk menanam padi dua kali membutuhkan irigasi sekitar 8.7 mm selama 18 hari.

120.0

ETP CURAH HUJAN ETA

100.0
TINGGI KOLOM AIR (mm)

80.0

60.0

40.0

20.0

0.0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

60.0

50.0

40.0
TINGGI KOLOM AIR (mm)

30.0

20.0

Surplus
10.0

0.0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
-10.0
Defisit
-20.0

-30.0

-40.0

Gambar 1. Analisis neraca air di lahan tadah hujan Kilasan–Serang Provinsi Banten
(Hidayat et al., 2006)

20
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

Hasil analisis neraca air lahan lainnya disajikan pada Gambar 2 pada kawasan
lahan tadah hujan di Montasik Kabupaten Aceh Besar. Secara umum wilayah
Kabupaten Aceh Besar mengalami defisit air tanah untuk kebutuhan tanaman sejak
bulan Februari hingga September. Hal ini disebabkan jumlah intensitas curah hujan
yang rendah pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan Oktober hingga Januari akan
mengalami surplus sehingga dapat dimanfaatkan petani untuk menanam padi. Dengan
demikian, bila hanya mengandalkan curah hujan saja wilayah Aceh Besar hanya
surplus air selama 4 bulan sedangkan defisitnya mencapai 8 bulan. Untuk itu
diperlukan strategi dan informasi yang baik untuk mengadaptasi kondisi iklim yang
tidak kondusif agar dapat dimanfaatkan sepanjang tahun dengan resiko gagal panen
yang rendah. Khusus untuk Montasik pada areal pertanian tadah hujan hanya
mempunyai potensi masa tanam 4,2 bulan (≈128 hari) dengan pola tanam anjuran padi-
palawija (padi) dengan awal waktu tanam awal Oktober (Okt1).

Gambar 2. Analisis neraca air lahan di lahan tadah hujan Kecamatan Montasik
Kabupaten Aceh Besar (Hidayat et al., 2011)

Modifikasi Iklim Mikro untuk Perbaikan Lahan Kering


Menurut konsep biometeorology iklim mikro merupakan lingkungan yang
berhubungan dengan tanaman mulai dari zona perakaran hingga lapisan atmosfer yang
menyebarkan spora dan tepung sari ke segala arah serta lingkungan khusus. Hal yang
senada juga diungkapkan Tromp (1980) yang menyatakan bahwa iklim mikro sebagai
gambaran kondisi iklim lingkungan sekitar yang berhubungan langsung dengan

21
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

organisme hidup, baik dekat permukaan bumi maupun pada lingkungan yang terbatas.
Sedangkan Gieger (1959) dengan pernyataannya yang lebih sederhana, bahwa iklim
mikro merupakan iklim dekat permukaan (the climate near the ground) yaitu iklim di
mana sebagian besar makhluk hidup berada.
Saat ini Mikroklimatologi (microclimatology) atau ilmu tentang iklim mikro
tanaman terus berkembang yang bertujuan untuk melihat peranan unsur iklim yang
berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selanjutnya
merekayasa lingkungan sekitar untuk mendapatkan kondisi iklim yang dinginkan oleh
tanaman tersebut. Beberapa unsur iklim mikro yang sering digunakan sebagai
parameter dalam penelitian diantaranya adalah curah hujan, suhu udara, radiasi surya,
kelembaban udara, suhu tanah dan kecepatan angin.
Secara garis besar langkah-langkah strategis dalam memajukan kegiatan
pertanian dengan modifikasi iklim mikro haruslah menganut prinsip-prinsip
sederhana, efektif dan ekonomis. Secara umum langkah yang dimaksud adalah melalui
pengelolaan budidaya, seperti pengaturan jarak tanam/populasi, pembuatan
kolam/embung, pemangkasan, pemberian naungan, mulsa, serta sistem budidaya
seperti tumpang sari dan agroforestry. Karena untuk budidaya tanaman pangan yang
berskala besar tidak realistis bila melakukan rekayasa lingkungan yang berlebihan
seperti pembuatan green house atau screen house karena dianggap tidak ekonomis
kecuali untuk jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berikut adalah
model modifikasi iklim mikro yang telah dikembangkan.
a. Modifikasi Iklim Mikro dengan Memanfaatkan Lahan di Bawah Tegakan

Gambar 3. Modifikasi iklim mikro dengan penanaman pohon

22
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

b. Pembuatan Kolam atau Penampung Air di Sekitar Areal Pertanaman

Gambar 4. Modifikasi iklim mikro dengan membuat penampungan air

c. Penggunaan Mulsa pada Permukaan Tanah

Gambar 5. Modifikasi iklim mikro dengan penggunaan berbagai mulsa

d. Sistem Budidaya Agroforestry

Gambar 6. Modifikasi iklim mikro dengan sistem agroforestry

Contoh Praktik Pengelolaan Lahan Kering Beriklim Kering

a. Sistem Irigasi Alur (Furrow Irrigation)


Prinsip sistem irigasi ini adalah mengalirkan air pada saluran kecil di antara
guludan tanah yang sudah tertata secara memanjang. Pada lahan kering, kebiasaan
petani mengalirkan air pada tanaman dengan cara meluapkan atau mengalirkan hanya

23
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

pada satu saluran sehingga lahan mudah terdegradasi akibat tekanan air yang mengalir
cukup kuat (Gambar 7). Dengan memodifikasi saluran pendistribusian air ke dalam
furrow secara bersamaan maka dapat meminimal penggunaan air secara efisien. Hal
ini disebabkan air yang mengalir dalam furrow yang bersamaan dalam enam alur atau
furrow, sehingga aliran air dapat diperlambat kecepatannya sehingga proses infiltrasi
air ke dalam tanah dapat berlangsung secara perlahan dan sempurna. Dengan demikian
kelembaban tanah dapat terjaga, khususnya pada area perakaran tanaman. Prinsip
irigasi ini dapat menghemat air hingga 50% dibanding sistem irigasi secara
konvensional (Koesmaryono et al., 2011).

Gambar 7. Pengairan lahan kering secara konvensional di Nusa Tenggara Timur


(Koesmaryono et al., 2011)

Gambar 8. Pengelolaan air di lahan kering dengan cara irigasi furrow lahan kering
beriklim kering di Nusa Tenggara Timur (Koesmaryono et al., 2011)

b. Sistem Penanaman Jagung dengan Tugal (ahuklean) Tanpa Irigasi


Sistem penanaman ini merupakan cara tradisional dalam menanam jagung
pada daerah kering seperti di NTT tepatnya di Kabupaten Malaka. Prinsip kerjanya
adalah memanfaatkan lahan kering dataran rendah yang sering terkena
banjir/digenangi air kemudian ditanami pada musim kemarau bulan Agustus–
Desember, dengan cara menugal tanah sedalam 11-30 cm. Penentuan kedalaman tugal
tergantung pada kelembaban tanah saat tanam. Hal ini dimaksudkan agar air resapan
yang muncul dalam lubang menjadi lembab sehingga sangat baik untuk pertumbuhan

24
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

tanaman jagung sampai fase generatif dan panen sehingga tidak perlu dilakukan
pengairan. Produksi hasil tanaman jagung dapat mencapai 3-4.5 ton/ha (Murdelolono
et al., 1999).

Gambar 9. Sistem penanaman jagung ekstisting dengan cara tugal (ahuklean) di


Kabupaten Provinsi Nusa Tenggara Timur (Murdelolono et al., 1999)

Gambar 10.Sistem pengolahan lahan dengan lubang permanen di Afrika Selatan


(FAO, 2010)

KESIMPULAN

1. Lahan kering dapat dimanfaatkan secara optimal melalui perencanaan dan aplikasi
teknologi yang tepat.
2. Analisis neraca air lahan dapat digunakan sebagai tahapan dalam perencanaan
budidaya tanaman pada lahan kering secara optimal.
3. Modifikasi iklim mikro dapat dijadikan sebagai salah satu cara dalam memperbaiki
kualitas lahan kering sehingga dapat dihasilkan produktivitas yang tinggi per
satuan luas lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Dariah A, Haryati U, Budhyastoro T. 2004. Teknologi Konservasi Mekanik. hlm. 109-


132. Dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Conservation Agriculture and
Sustainable Crop Intensification in Lesotho. Integrated Crop Management Vol.
10, Rome, Italy.

25
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017

Geiger R. 1959. The Climate Near the Ground. Havard University Press.
Hidayat T, Koesmaryono Y, Pramudia A, 2006. Analysis of Water Balance for
Determine Growing Periods Potency of Food Crops in Banten Province.
Journal Floratek 2: p. 55-62. Faculty of Agriculture-University of Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Hidayat T. 2011. Analisis Perubahan Musim dan Penyusunan Pola Tanam Tanaman
Padi Berdasarkan Data Curah Hujan Di Kabupaten Aceh Besar. Vol 15 No.3
edisi Desember 2011 hlm: 79-86. Jurnal Agrista.
Hillel D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. Academic Press.
New. York.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Lahan pertanian Tahun 2009-
2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal -
Kementerian Pertanian. Jakarta.
http://www.pertanian.go.id/file/Statistik_Lahan_2014.pdf.
Koesmaryono Y, Haruna, Kartiwa B, Impron. 2011. Efek kombinasi sistem
pengaturan irigasi dengan pemangkasan daun bawah terhadap efisiensi air dan
radiasi serta produktivitas tanaman jagung pada lahan kering beriklim kering.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 17 (3): 192198.
Murdelolono B, Fahik D F, Bobihoe J, Bamualim A. 1999. Ahuklean Teknologi
Indigeneous Budidaya Jagung di Kawasan Besikama. Makalah disampaikan
pada Lokakarya Regional Teknologi Indigenous dan Teknologi Maju
Menunjang Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kupang 1-2 Maret
1999.
Nasir AA, Effendy S. 2002. Klimatologi pertanian. Makalah Pelatihan Dosen-Dosen
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang
Argrometeorologi. Jurusan Geomet FMIPA IPB. Bogor.
Pramudia A, Nasrullah. 1991. Perhitungan neraca air tanah untuk membuat
perencanaan musim tanam kedelai di Kecamatan Sagaranten Sukabumi.
Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang
Konservasi Tanah dan Air serta Bidang Agroklimat; Bogor, 3-5 Juni 1991.
Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 181-200.
Strijker D. 2005. Marginal lands in Europe causes of decline. Basic Appl. Ecol. 6, 99–
106.
Suharta N. 2010. Karakteristik dan Permasalahan Tanah Marjinal dari Bahan Sedimen
Masam di Kalimantan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian. Bogor.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada
Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor, Fakultas Pasca
Sarjana IPB Bogor.
Tromp SW. 1980. Biometeorology. The Impact of the Weather and Climate on
Humans and Their Environment. Heyden. London.

26

Anda mungkin juga menyukai