SEMINAR NASIONAL
KERJASAMA
ISBN 978-602-1270-83-7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
Penerbit:
ISBN: 978-602-1270-83-7
ISBN: 978-602-1270-83-7
ii
ISBN 978-602-1270-83-7
Tim Reviewer:
Prof. Dr. Ir. Sufardi, M.S. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Sabaruddin, M. Agr. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Darusman, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala)
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M. Agr. (Institut Pertanian Bogor)
Dr. Malem McLeod (Department of Primary Industries, New South Wales)
Dr. drh. T. Fadrial Kamil, M.Si. (Universitas Syiah Kuala)
Ir. T. Iskandar, M.Si. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh)
Editor:
Syakur (Universitas Syiah Kuala)
Bakhtiar (Universitas Syiah Kuala)
Zaitun (Universitas Syiah Kuala)
Teti Arabia (Universitas Syiah Kuala)
Fikrinda (Universitas Syiah Kuala)
Muhammad Jalil (Universitas Teuku Umar)
Edi Husen (Litbang Pertanian Jakarta)
M. Ferizal (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh)
Setting/Layout:
Muhammad Rusdi
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT atas terselenggaranya
kegiatan Seminar Nasional dengan tema “Perbaikan Kualitas Lahan Kering untuk
Meningkatkan Produksi Pertanian dan Ketahanan Pangan” pada tanggal 19-20
September 2017 di Banda Aceh yang menampilkan pemakalah utama dan pemakalah
sesi paralel. Seminar Nasional ini terselenggara atas kerjasama antara The Aciar
Project SMCN 2012/103 (Improving Soil and Water Management and Crop
Productivity of Dryland Agriculture Systems of Aceh and New South Wales)
Universitas Syiah Kuala dengan Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Aceh.
Melalui seminar ini, diharapkan terjadi pertukaran informasi antar peneliti dari
berbagai bidang pertanian. Selain itu juga diharapkan dapat terbangun jaringan
kerjasama antar peneliti, dosen dan mahasiswa dalam bidang pertanian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada para keynote speakers dalam seminar
ini; Dr. Malem K. McLeod (NSW Department of Primary Industries Australia),
Dr. Edi Husen, M.Sc. (Litbang Pertanian Jakarta), Prof. Dr. Wani Hadi Utomo
(Universitas Brawijaya), Prof. Dr. H.M.H. Bintoro, M.Agr. (Institut Pertanian Bogor),
Prof. Dr. Yonny Koesmaryono, MS. (Institut Pertanian Bogor), Ir. Basri A. Bakar,
M.Si. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh), dan Prof. Dr. Ir. Sabaruddin,
M.Agr. (Universitas Syiah Kuala) maupun pemakalah sesi paralel. Terima kasih dan
penghargaan disampaikan kepada panitia yang telah bekerja keras dalam
mensukseskan pelaksanaan Seminar Nasional “Perbaikan Kualitas Lahan Kering
untuk Meningkatkan Produksi Pertanian dan Ketahanan Pangan” 2017.
Semoga hasil seminar yang dipublikasikan dalam Prosiding Seminar Nasional
ini bermanfaat bagi pengembangan pertanian lahan kering dimasa yang akan datang.
v
DAFTAR ISI
vii
KEMAMPUAN MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT
MENINGKATKAN P-TERSEDIA TANAH ANDISOL DAN
KANDUNGAN P DI DAUN BIBIT KOPI ARABIKA
Hifnalisa, A S. Hanafiah, T. Sabrina dan T. Chairun Nisa .............. 81-87
viii
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MELON (Cucumis melo
L.) PADA BERBAGAI JENIS MEDIA TANAM DAN
KONSENTRASI NUTRISI HYDRO-J MELON SECARA
HIDROPONIK SUBSTRAT
Rika Trisnawati, Elly Kesumawati, Mardhiah Hayati .................... 171-180
ix
KAJIAN SOSIAL EKONOMI INTEGRASI JAMBU METE DAN
KAMBING PADA WILAYAH SENTRA PRODUKSI DI
SULAWESI TENGGARA
Rustam Supendy dan Yusuf ............................................................... 255-268
x
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
1
Guru Besar Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-Institut Pertanian Bogor, Bogor
2
Kandidat Doktor Program Studi Klimatologi Terapan FMIPA-Institut Pertanian Bogor, Bogor
3
Laboratorium Agroklimatologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
4
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur, Kupang
ABSTRAK
Ketersediaan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian semakin sempit sebagai akibat alih
fungsi lahan dan degradasi kualitas lahan. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta
meningkatnya frekuensi cuaca-iklim ekstrim diduga kuat sebagai penyumbang utama
penyebab degradasi lahan pertanian. Lahan pertanian di Indonesia berdasarkan sumber airnya
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu lahan tadah hujan dan lahan beririgasi.
Hingga tahun 2014, lahan pertanian tadah hujan atau dikenal juga dengan lahan kering di
Indonesia mencapai 51,8% dari total luas lahan pertanian dan perkebunan. Pemanfaatan lahan
kering bagi sektor pertanian saat ini masih sangat terbatas dan belum optimal, untuk itu
diperlukan strategi dan aplikasi serta inovasi teknologi sehingga dapat dioptimalkan
penggunaannya. Secara agro-klimatologi terdapat dua langkah strategis untuk menghadapi
permasalahan lahan kering yaitu melalui analisis neraca air (water balance) dan teknik
modifikasi iklim mikro (microclimate modification). Neraca air merupakan neraca masukan
dan keluaran air di suatu lahan pada periode tertentu yang diindikasikan dari jumlah kelebihan
(surplus) ataupun kekurangan (deficit) air, sehingga dapat digunakan sebagai dasar kebijakan
dalam mengantisipasi kejadian kekeringan atau banjir, serta dapat pula untuk
mendayagunakan air dengan cermat. Pada budidaya pertanian tanaman, analisis neraca air
sangat penting untuk mengetahui kondisi agroklimat terkait dengan periode musim kemarau
dan musim hujan suatu lahan maupun untuk mengatur jadwal tanam, panen, atau kombinasi
tumpang sari. Selain itu informasi neraca air juga penting dalam pengaturan irigasi (jumlah
dan waktu), serta mengetahui dinamika perubahan kadar air tanah yang penting untuk
menyusun strategi pengelolaan usaha tani. Modifikasi iklim mikro merupakan upaya
merekayasa lingkungan fisik di sekitar pertanaman untuk memperbaiki keterbatasan lahan dan
lingkungan sehingga dapat optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adapun
unsur-unsur iklim yang umum dimodifikasi antara adalah strategi memanen air hujan, radiasi
surya, suhu udara-tanah, kelembaban udara-tanah, evapotranspirasi dan kecepatan angin. Pada
praktik di lapangan, modifikasi iklim mikro tanaman dapat dilakukan dengan berbagai metode
mulai dari yang sederhana hingga yang sangat kompleks dan mahal. Namun pada budidaya
tanaman pangan berskala besar modifikasi yang dilakukan lebih mengedepankan faktor
efisiensi dan ekonomis. Dengan demikian modifikasi iklim mikro yang realistis di lapangan
untuk tanaman pangan diantaranya adalah dengan pengaturan populasi/jarak tanam,
pemberian naungan atau mulsa, membuat penampungan air, instalasi air siram, serta sistem
tumpang sari dan agroforestry.
Kata Kunci : Lahan kering, neraca air, modifikasi iklim mikro, radiasi surya, tumpang sari
17
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
PENDAHULUAN
18
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
PEMBAHASAN
19
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
120.0
100.0
TINGGI KOLOM AIR (mm)
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
60.0
50.0
40.0
TINGGI KOLOM AIR (mm)
30.0
20.0
Surplus
10.0
0.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
-10.0
Defisit
-20.0
-30.0
-40.0
Gambar 1. Analisis neraca air di lahan tadah hujan Kilasan–Serang Provinsi Banten
(Hidayat et al., 2006)
20
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
Hasil analisis neraca air lahan lainnya disajikan pada Gambar 2 pada kawasan
lahan tadah hujan di Montasik Kabupaten Aceh Besar. Secara umum wilayah
Kabupaten Aceh Besar mengalami defisit air tanah untuk kebutuhan tanaman sejak
bulan Februari hingga September. Hal ini disebabkan jumlah intensitas curah hujan
yang rendah pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan Oktober hingga Januari akan
mengalami surplus sehingga dapat dimanfaatkan petani untuk menanam padi. Dengan
demikian, bila hanya mengandalkan curah hujan saja wilayah Aceh Besar hanya
surplus air selama 4 bulan sedangkan defisitnya mencapai 8 bulan. Untuk itu
diperlukan strategi dan informasi yang baik untuk mengadaptasi kondisi iklim yang
tidak kondusif agar dapat dimanfaatkan sepanjang tahun dengan resiko gagal panen
yang rendah. Khusus untuk Montasik pada areal pertanian tadah hujan hanya
mempunyai potensi masa tanam 4,2 bulan (≈128 hari) dengan pola tanam anjuran padi-
palawija (padi) dengan awal waktu tanam awal Oktober (Okt1).
Gambar 2. Analisis neraca air lahan di lahan tadah hujan Kecamatan Montasik
Kabupaten Aceh Besar (Hidayat et al., 2011)
21
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
organisme hidup, baik dekat permukaan bumi maupun pada lingkungan yang terbatas.
Sedangkan Gieger (1959) dengan pernyataannya yang lebih sederhana, bahwa iklim
mikro merupakan iklim dekat permukaan (the climate near the ground) yaitu iklim di
mana sebagian besar makhluk hidup berada.
Saat ini Mikroklimatologi (microclimatology) atau ilmu tentang iklim mikro
tanaman terus berkembang yang bertujuan untuk melihat peranan unsur iklim yang
berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selanjutnya
merekayasa lingkungan sekitar untuk mendapatkan kondisi iklim yang dinginkan oleh
tanaman tersebut. Beberapa unsur iklim mikro yang sering digunakan sebagai
parameter dalam penelitian diantaranya adalah curah hujan, suhu udara, radiasi surya,
kelembaban udara, suhu tanah dan kecepatan angin.
Secara garis besar langkah-langkah strategis dalam memajukan kegiatan
pertanian dengan modifikasi iklim mikro haruslah menganut prinsip-prinsip
sederhana, efektif dan ekonomis. Secara umum langkah yang dimaksud adalah melalui
pengelolaan budidaya, seperti pengaturan jarak tanam/populasi, pembuatan
kolam/embung, pemangkasan, pemberian naungan, mulsa, serta sistem budidaya
seperti tumpang sari dan agroforestry. Karena untuk budidaya tanaman pangan yang
berskala besar tidak realistis bila melakukan rekayasa lingkungan yang berlebihan
seperti pembuatan green house atau screen house karena dianggap tidak ekonomis
kecuali untuk jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berikut adalah
model modifikasi iklim mikro yang telah dikembangkan.
a. Modifikasi Iklim Mikro dengan Memanfaatkan Lahan di Bawah Tegakan
22
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
23
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
pada satu saluran sehingga lahan mudah terdegradasi akibat tekanan air yang mengalir
cukup kuat (Gambar 7). Dengan memodifikasi saluran pendistribusian air ke dalam
furrow secara bersamaan maka dapat meminimal penggunaan air secara efisien. Hal
ini disebabkan air yang mengalir dalam furrow yang bersamaan dalam enam alur atau
furrow, sehingga aliran air dapat diperlambat kecepatannya sehingga proses infiltrasi
air ke dalam tanah dapat berlangsung secara perlahan dan sempurna. Dengan demikian
kelembaban tanah dapat terjaga, khususnya pada area perakaran tanaman. Prinsip
irigasi ini dapat menghemat air hingga 50% dibanding sistem irigasi secara
konvensional (Koesmaryono et al., 2011).
Gambar 8. Pengelolaan air di lahan kering dengan cara irigasi furrow lahan kering
beriklim kering di Nusa Tenggara Timur (Koesmaryono et al., 2011)
24
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
tanaman jagung sampai fase generatif dan panen sehingga tidak perlu dilakukan
pengairan. Produksi hasil tanaman jagung dapat mencapai 3-4.5 ton/ha (Murdelolono
et al., 1999).
KESIMPULAN
1. Lahan kering dapat dimanfaatkan secara optimal melalui perencanaan dan aplikasi
teknologi yang tepat.
2. Analisis neraca air lahan dapat digunakan sebagai tahapan dalam perencanaan
budidaya tanaman pada lahan kering secara optimal.
3. Modifikasi iklim mikro dapat dijadikan sebagai salah satu cara dalam memperbaiki
kualitas lahan kering sehingga dapat dihasilkan produktivitas yang tinggi per
satuan luas lahan.
DAFTAR PUSTAKA
25
Prosiding Seminar Nasional-Perbaikan Kualitas Lahan Kering 2017
Geiger R. 1959. The Climate Near the Ground. Havard University Press.
Hidayat T, Koesmaryono Y, Pramudia A, 2006. Analysis of Water Balance for
Determine Growing Periods Potency of Food Crops in Banten Province.
Journal Floratek 2: p. 55-62. Faculty of Agriculture-University of Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Hidayat T. 2011. Analisis Perubahan Musim dan Penyusunan Pola Tanam Tanaman
Padi Berdasarkan Data Curah Hujan Di Kabupaten Aceh Besar. Vol 15 No.3
edisi Desember 2011 hlm: 79-86. Jurnal Agrista.
Hillel D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. Academic Press.
New. York.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Lahan pertanian Tahun 2009-
2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal -
Kementerian Pertanian. Jakarta.
http://www.pertanian.go.id/file/Statistik_Lahan_2014.pdf.
Koesmaryono Y, Haruna, Kartiwa B, Impron. 2011. Efek kombinasi sistem
pengaturan irigasi dengan pemangkasan daun bawah terhadap efisiensi air dan
radiasi serta produktivitas tanaman jagung pada lahan kering beriklim kering.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 17 (3): 192198.
Murdelolono B, Fahik D F, Bobihoe J, Bamualim A. 1999. Ahuklean Teknologi
Indigeneous Budidaya Jagung di Kawasan Besikama. Makalah disampaikan
pada Lokakarya Regional Teknologi Indigenous dan Teknologi Maju
Menunjang Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kupang 1-2 Maret
1999.
Nasir AA, Effendy S. 2002. Klimatologi pertanian. Makalah Pelatihan Dosen-Dosen
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang
Argrometeorologi. Jurusan Geomet FMIPA IPB. Bogor.
Pramudia A, Nasrullah. 1991. Perhitungan neraca air tanah untuk membuat
perencanaan musim tanam kedelai di Kecamatan Sagaranten Sukabumi.
Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang
Konservasi Tanah dan Air serta Bidang Agroklimat; Bogor, 3-5 Juni 1991.
Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 181-200.
Strijker D. 2005. Marginal lands in Europe causes of decline. Basic Appl. Ecol. 6, 99–
106.
Suharta N. 2010. Karakteristik dan Permasalahan Tanah Marjinal dari Bahan Sedimen
Masam di Kalimantan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian. Bogor.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada
Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor, Fakultas Pasca
Sarjana IPB Bogor.
Tromp SW. 1980. Biometeorology. The Impact of the Weather and Climate on
Humans and Their Environment. Heyden. London.
26