Anda di halaman 1dari 33

KARAKTERISASI AEROGEL SELULOSA DARI KULIT PISANG

KEPOK (Musa acuminata balbisiana C.) SEBAGAI SUPERABSORBEN

PADA TUMPAHAN MINYAK

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana (SI)
dalam Ilmu Sains Jurusan Kimia Pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Alauddin Makassar

Oleh:

NURUL AISYARAH Z. ABDUH


60500120025

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah Alamin Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah Swt,

Rabb semesta alam. Karena rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terhingga penulis

senantiasa diberi kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan proposal

berjudul “Karakterisasi Aerogel Selulosa dari Pisang Kepok (Musa acuminata

balbisiana C.) Sebagai Superabsorben Pada Tumpahan Minyak”. Shalawat

dan salam selalu senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Yang merupakan uswatun hasanah dan sari teladan yang baik dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, melalui proposal ini penulis meminta maaf dan mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

baik dalam bentuk dukungan, motivasi, serta doa selama proses penyusunan

proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
lebih menyempurnakan proposal ini, agar proposal ini lebih sempurna pada masa

yang akan datang.

Gowa, juli 2023

Penulis,

Nurul Aisyarah
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................6

C. Tujuan Penelitian........................................................................................6

D. Manfaat Penelitian......................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Superabsorben………………………………….........................................8

B. Aerogel Selulosa.........................................................................................9

C. Selulosa.......................................................................................................9

D. Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana C.)……...............................12


E. Delignifikasi..............................................................................................13

F. XRD (X-Diffraction)………………............................................................14

G. FTIR (Fourier Transform Infrared)..........................................................15

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat....................................................................................19

B. Alat dan Bahan..........................................................................................19

C. Prosedur Kerja...........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari

bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari

kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari

bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya

mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas

atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya

pencemaran.

Salah-satu penyebabnya adalah tumpahan minyak. Pencemaran minyak termasuk

fenomena yang terjadi ketika minyak atau produk minyak mencapai lingkungan

alami seperti perairan, tanah atau udara. Hal tersebut berdampak negatif pada

ekosistem dan kesehatan manusia (Ainuddin dan Widyawati, 2017: 653).

Pencemaran minyak bagi lingkungan umumnya yaitu emisi dari kendaraan

bermotor, industri, atau pembakaran limbah minyak yang dapat menghasilkan


polutan udara seperti partikel berbahaya, senyawa organik volatil dan gas

pencemar lainnya. Hal ini menyebabkan manusia yang tinggal atau bekerja di

sekitar daerah tumpahan minyak mengalami dampak kesehatan yang serius.

Paparan langsung atau tidak langsung terhadap minyak atau bahan kimia yang

terkandung dalam minyak dapat menyebabkan iritasi kulit, gangguan pernapasan,

kerusakan organ bahkan kanker dalam jangka panjang (Laitinen, dkk., 2017:

25029).

Salah-satu upaya yang paling aman untuk mengatasi masalah pencemaran

adalah adsorbsi. Mekanisme adsorbsi digambarkan sebagai proses molekul yang

semula ada pada larutan, menempel pada permukaan zat adsorben secara fisika.

1
2

Pada proses adsorpsi, pemilihan adsorben menjadi salah satu faktor yang cukup

penting agar menghasilkan efisiensi pengolahan yang cukup tinggi. Metode

adsorpsi akan maksimal oleh superabsorben karena memiliki biaya yang relatif

rendah dan efisiensi yang tinggi serta menghasilkan polusi sekunder yang lebih

sedikit daripada banyak pendekatan lainnya (Wijayanti, 2019: 176).

Superabsorben adalah material yang mempunyai kemampuan yang sangat

tinggi untuk menyerap dan menyimpan cairan dalam jumlah yang jauh melebihi

beratnya sendiri. Superabsorben biasanya terbuat dari polimer sintetis, seperti

poliakrilat yang dapat menyerap dan membentuk gel saat terpapar oleh cairan.

Ketika cairan diserap, molekul polimer membentuk struktur jaringan yang dapat

menahan cairan di dalamnya dan mencegah kebocoran kembali. Bahan ini

memiliki keunggulan dalam menyerap dan menjaga kelembapan, serta

kemampuan untuk membentuk gel yang stabil. Namun memiliki keterbatasan

yaitu sulitnya mengeluarkan cairan yang telah diserapnya sehingga jika akan

digunakan lagi harus dikeringkan menggunakan metode pengeringan yang rumit

dan mahal. Keterbatasan tersebut mendorong dikembangkannya senyawa baru

yang ramah lingkungan seperti aerogel selulosa (Rahmi, 2017: 1).

Aerogel selulosa merupakan salah-satu adsorben yang aman untuk

digunakan. Adsorben ini memiliki struktur yang sangat ringan, pori-pori kecil dan

memiliki kemampuan isolasi termal yang tinggi. Proses produksi aerogel selulosa

melibatkan penghilangan sebagian besar air dari selulosa melalui pengeringan

dengan pelarut tertentu, diikuti oleh proses penghilangan gas secara perlahan

dalam lingkungan yang terkendali dengan suhu dan tekanan tertentu. Selulosa

berpotensi cukup tinggi sebagai adsorben dikarenakan memiliki gugus hidroksil (-

OH). Gugus hidroksil ini akan menjerat logam berat dengan interaksi
3

pembentukan kompleks antara permukaan padatan dengan adsorbat (Mayangsari,

2021: 16).

Selulosa memiliki struktur polimer ikatan hidrogen dengan alkanol dan

cincin aldehida di bagian atasnya, sehingga mudah untuk dimodifikasi. Struktur

selulosa tersusun atas tiga unsur utama yaitu karbon (C), oksigen (O) dan

hidrogen (H). Selulosa adalah sejenis polisakarida yang tersusun dari 2000 sampai

4000 unit glukosa dan dihubungkan oleh molekul glikosidik β-1,4 glikosidik.

Selulosa umumnya tumbuh di dinding sel tumbuhan serta menempel pada

senyawa lain seperti hemiselulosa dan lignin (Astuti, 2018: 8).

Selulosa dapat ditemukan di alam pada kayu, kacang tanah dan tanaman.

Salah-satu sumber selulosa cukup banyak adalah kulit pisang kepok. Pisang kepok

termasuk salah-satu tumbuhan yang bisa hidup di semua kondisi tanah. Tanaman

pisang kepok juga sebagian besar menuruni sifat dari Musa balbisiana sehingga

dapat menyesuaikan dengan berbagai kondisi lingkungan termasuk lingkungan

ekstrim (Ilmi, 2021: 20).

Berdasarkan data di badan pusat statistik (BPS) pada tahun 2018 kota

Bandung menghasilkan buah pisang yang dihasilkan 1/3 bagiannya adalah kulit

pisang maka limbah kulit pisang kepok yang dihasilkan Indonesia mencapai

sekitar 2.421.460 ton/tahun. Nilai tersebut berarti 33% limbah kulit pisang

diabaikan (Oktavani, 2021: 1). Komposisi dari kulit pisang kepok (Musa

acuminata balbisiana C.) mengandung pati sebesar 0,98%. Komposisi kimia kulit

pisang kepok yaitu kadar air 11,09%, lemak 16,47%, protein 5,99%, karbohidrat

40,74%, selulosa 17,04% dan lignin 15,36% (Elisusansti, dkk., 2014: 1). Kulit

pisang mengandung serat yang sangat halus dibandingkan serat dari kayu dengan
4

kandungan selulosa yang tinggi (60-65%), hemiselulosa 6-8% dan lignin 5-10%

(Novianti, dkk., 2016: 460).

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa kerusakan lingkungan

kemungkinan dapat disebabkan oleh limbah kulit pisang jika tidak mendapatkan

perhatian. Salah-satu ayat dalam Al-Qur’an yang membahas tentang kerusakan

pada bumi terdapat dalam QS Al- Rum/ 30: 41.

َ‫ْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون‬ ِ َّ‫ت َأ ْي ِدي الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذيقَهُ ْم بَع‬ ْ َ‫ظَهَ َر ْالفَ َسا ُد فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب‬

Terjemahnya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan
manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Menurut M. Quraish shihab dalam Tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas

menjelaskan darat dan lautan merupakan tempat terjadinya kerusakan. Kerusakan

tersebut disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri yang mengakibatkan

gangguan keseimbangan di darat dan di laut. Semakin banyak kerusakan terhadap

lingkungan semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Kerusakan

tersebut merupakan tanda-tanda yang yang diberikan oleh Allah SWT untuk

memperingatkan manusia agar kembali ke jalan yang benar.

Ayat ini membuktikan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi karena

perbuatan manusia yang tidak diimbangi dengan upaya pencegahan terhadap

timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Jenis paling mendasar dari perubahan

iklim akibat ulah manusia yaitu adanya limbah yang dihasilkan. Jika hal ini tidak

ditanggulangi, maka akan meninggalkan efek yang tidak baik terhadap alam dan

tentunya manusia itu sendiri. Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah

kepada-Nya dan sebagai khalifah di muka bumi. Manusia sebagai khalifah,

mempunyai tanggung jawab untuk memanfaatkan, mengelola dan merawat alam

semesta. Allah SWT menciptakan alam semesta untuk kesejahteraan dan

kepentingan setiap makhluk-Nya. Maka dari itu, pengolahan dan pemanfaatan


5

limbah kulit pisang sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produktivitas dalam

mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, ini merupakan

satu-satunya strategi terbaik untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan

akibat limbah kulit pisang, sehingga memungkinkan terciptanya lingkungan yang

indah dan bersih.

Kadar selulosa dalam kulit pisang ini menjadikannya sebagai salah-satu

material yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan aerogel berbahan dasar

selulosa. Kelebihan dari selulosa pada pisang kepok yaitu memiliki tingkat

fleksibilitas yang tinggi dan dapat diperbaharui juga ramah lingkungan. Sehingga

menyebabkan aerogel berbahan dasar selulosa dapat dimanfaatkan sebagai

superabsorben untuk menyerap minyak. Adapun caranya dengan menyebarkan

aerogel selulosa di sekitar area tumpahan, aerogel akan menyerap minyak dan

mengubahnya menjadi gel yang dapat diangkat dan dihilangkan dengan lebih

mudah sehingga dapat mengurangi pencemaran (Yannasandy, dkk., 2017: 2).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Yannasandy, dkk (2017: 6) mengenai

pengaruh waktu delignifikasi terhadap pembentukan alfa selulosa dan identifikasi

selulosa asetat hasil asetilasi dari limbah kulit pisang kepok. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada variabel dengan variasi waktu delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5,

jam, dan suhu reaksi 45oC dengan menggunakan pelarut NaOH 17.5 % dari 100

gram kulit pisang didapatkan kadar selulosa tertinggi pada variasi waktu 1 jam

yaitu sebesar 94 % dengan massa 63,38 gr namun 2 jam seterusnya terjadi

penurunan massa alfa selulosa.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Gustinanda dan Margo (2015: 29)

mengenai sintesis aerogel selulosa berbasis sabut kelapa. Tahapan penelitian ini

diawali dengan secara kimiawi dan mekanis. Selulosa yang didapatkan memiliki

ukuran yaitu ±100 mesh. Pada variasi perbandingan NaOH:Urea 5:1 didapatkan
6

aerogel selulosa hasil sintesis berwarna kecoklatan, dengan porositas 0,871-0,929

dan densitas aerogel 0,108-0,197 g/cm3. Aerogel selulosa yang diperoleh dapat

menampung air sebanyak 15.391 kali massa keringnya.

Penelitian Rahmi dan Agustian (2017: 47) mengenai sintesis aerogel

selulosa berbasis ampas tebu (Bagasse) didapatkan konsentrasi terbaik yaitu

variabel NaOH:Urea menggunakan perbandingan 1:5 ditambahkan variabel massa

silika 50% karena mempunyai absorptivitas air dan minyak paling tinggi diantara

variabel lainnya. Total absorptivitas air yang didapatkan sebesar 20,0397, total

absorptivitas minyak didapatkan sebesar 19,9294 kali dari massa kering dengan

nilai modulus young sebesar 84.655,310 N/m2.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai

karakterisasi aerogel selulosa dari kulit pisang kepok (Musa acuminata balbisiana

C.) sebagai superabsorben tumpahan minyak untuk mengetahui karakteristik dan

perbandingan optimum massa NaOH dan urea dalam sintesis aerogel selulosa dari

dari kulit pisang kepok (Musa acuminata balbisiana C.).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik aerogel selulosa dari dari kulit pisang kepok

(Musa acuminata balbisiana C.) sebagai superabsorben pada tumpahan

minyak?

2. Berapa perbandingan optimum massa NaOH dan urea yang digunakan

dalam sintesis aerogel selulosa dari kulit pisang kepok (Musa acuminata

balbisiana C.)?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik aerogel selulosa dari kulit pisang kepok

(Musa acuminata balbisiana C.) sebagai superabsorben pada tumpahan

minyak.
7

2. Untuk mengetahui perbandingan optimum massa NaOH dan urea yang

digunakan dalam sintesis aerogel selulosa dari kulit pisang kepok (Musa

acuminata balbisiana C.).

D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada pembaca kandungan kulit pisang kepok

(Musa acuminata balbisiana C.).

2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya tentang aerogel selulosa dari

kulit pisang kepok (Musa acuminata balbisiana C.) untuk superabsorben

pada tumpahan minyak.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Superabsorben

Sorbent adalah padatan dengan pori-pori yang dapat dibuat dari bahan

organik atau sintetik dan digunakan untuk menyimpan dan menyerap cairan dan

dapat bekerja secara absorpsi maupun adsorpsi. Absorben yaitu fluida akan

terserap menyatu dengan sorben sedangkan, adsorben fluida akan terserap dengan

menempel pada permukaan sorben. Sorbent dapat mengatasi tumpahan minyak di

daratan maupun perairan, dispersant untuk kondisi air laut yang memiliki ombak

tinggi dan bioremediasi (Hanifah, 2014: 1).

Pengaplikasian superabsorben pertama kali adalah di bidang pertanian

dengan menghemat air untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menyimpan

cadangan air dalam tanah. Setelah itu, mereka digunakan dalam berbagai industri,

termasuk produksi kertas, farmasi, kemasan makanan, pertanian, hortikultura,

pengeboran minyak dan industri terkait lainnya. Superabsorben polimer (SAP)

dan fluff pulp yang terbuat dari serat selulosa adalah dua komponen utama popok.
Superabsorben polimer (SAP) dapat menampung 1000 gram air per gram

polimer, sedangkan serat kering dalam fluff pulp dapat menampung 12 gram air

per gram nya (Rahmi dan Agustian, 2017: 5).

Superabsorben komponen yang dapat menyerap cairan hingga batas yang

cukup untuk digunakan dalam aplikasi industri, seperti penyerap popok dan

penyerap tumpahan minyak. Umumnya, saat ini superabsorben terkonsolidasi

menggunakan bahan dasar polimer yang akan menghasilkan produk berupa gel.

Kerugian dari polimer superabsorben adalah sulit untuk menghilangkan air yang

terperangkap dalam gel, dan cara terbaik untuk menghilangkan air ini adalah

melalui sistem pengeringan. Polimer superabsorben dapat menyerap hingga 99%

8
9

dari total berat komponen. Superabsorben polimer (SAP) termasuk contoh bahan

dengan kapasitas menyerap cairan dalam jumlah besar (Prakasa, 2015: 1).

B. Aerogel Selulosa
Aerogel selulosa adalah bahan padat nanopori yang disintesis melalui tiga

tahap yang melibatkan reaksi kimia yaitu dengan cara melarutkan atau

mendispersi selulosa atau turunannya, membentuk gel selulosa melalui proses sol-

gel dan pengeringan gel selulosa. Aerogel selulosa memiliki kekuatan tekan yang

tinggi (5,2 kPa hingga 16,67 MPa), luas permukaan spesifik (10-975 m 2/g),

porositas (84,099,9%), densitas (0,0005-0,35 g/cm3), dan biodegradabilitas yang

baik, sehingga aerogel selulosa memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai

absorben. Aerogel memiliki luas permukaan yang tinggi, konduktivitas termal

yang rendah yang menjadikannya isolator yang sangat baik dan juga sebagai

material dengan transparansi optik (Paulaukienes, dkk., 2021: 2).

Struktur pori yang dimiliki aerogel terbilang unik. Persatuan Internasional

Kimia Murni dan Terapan mendefinisikan mikropori sebagai pori dengan

diameter kurang dari 2 nm, mesopori sebagai pori dengan diameter antara 2 nm
sampai 50 nm dan makropori sebagai pori dengan diameter lebih dari 50 nm.

Ketiga ukuran pori tersebut ada di aerogel namun, sebagian besar jatuh di rezim

mesopori, dengan relatif sedikit mikropori. Lebar pori dari aerogel lebih kecil dari

jarak rata-rata molekul udara sebelum bertabrakan dengan sesuatu, hal ini disebut

Free Path. Akibatnya, sangat sulit bagi molekul udara panas bergerak cepat di

bawah aerogel untuk berdifusi melewati dan mentransfer panas ke bagian atas

aerogel. Istilah untuk ini dikatakan efek Knudsen. Oleh karena itu, aerogel

menjadi material insulator termal yang baik daripada udara (Novensia, dkk., 2019:

10).
10

Aerogel dibagi menjadi dua kategori utama yaitu anorganik dan organik.

Aerogel anorganik terdiri dari banyak logam, oksida dan silika. Sifat umum

aerogel anorganik adalah luas permukaan yang tinggi, sifat termal dan akustik

yang sangat baik. Aerogel organik didasarkan pada biopolimer seperti

polisakarida, protein dan asam nukleat. Aerogel organik disebut juga sebagai

aerogel berbasis bio atau gel bioaero karena fungsinya yang sama yaitu sebagai

bioaktivitas, biokompatibilitas, biodegradabilitas dan ramah lingkungan. Aerogel

berbasis bio memberikan kapasitas yang luas di bidang penelitian ilmiah

interdisipliner dan multidisipliner. Mereka digunakan untuk isolasi termal,

rekayasa jaringan, kedokteran regeneratif, sistem penghantaran obat, makanan

fungsional, sebagai katalis, sensor dan aplikasi kosmetik (Okutucu, 2021: 2)

Metode yang digunakan dalam pembuatan aerogel ada dua, yaitu metode

superkritis CO2 dan metode freeze dry. Prinsip dasar pengeringan beku (freeze

drying) adalah melakukan penghilangan air dari bahan atau produk yang sudah

beku tanpa melewati fase cair terlebih dahulu. Metode pengering superkritis CO2

memerlukan titik kritis tekanan dan suhu yang sesuai, yaitu 7,4 Mpa dan 304 K.

Metode ini melibatkan transfer massa dalam dua arah yaitu pori-pori gel yang

masih basah serta pelarut gel. Metode superkritis CO 2 dipengaruhi oleh disolusi

CO2 dalam pelarut gel yang membuat volume gel lebih besar, mengurangi jumlah

gel yang ada di dalamnya. Selain itu, juga dipengaruhi oleh pori-pori gel basah

yang bertambah seiring waktu hingga kondisi kritis tercapai (Riffat dan Qiu,

2013: 1).

C. Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari satuan glukosa yang

terikat dengan ikatan β 1,4-glycosidic, dengan rumus (C6H10O5)n dimana n adalah

derajat polimerisasinya. Struktur kimia inilah yang membuat selulosa memiliki


11

sifat kristalin dan tidak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara

kimia. Molekul glukosa terikat menjadi rantai panjang dan besar dalam selulosa.

Rangkaian selulosa yang lebih panjang memiliki serat yang lebih kuat dan lebih

tahan terhadap bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Serat yang kuat, tidak

larut dalam air atau pelarut organik, dan berwarna putih dihasilkan dari rangkaian

selulosa yang banyak. Salah satu sifat selulosa adalah tahan terhadap alkali kuat

(17,5%) tetapi mudah terhidrolisis oleh asam menjadi gula yang larut dalam air.

Selulosa relatif tahan terhadap agen pengoksidasi dengan ketahanan panas serat

selulosa mencapai temperatur 211oC-280oC tergantung pada jenis seratnya

(Nurmilasari, 2021: 9).

Berdasarkan derajat polimerisasinya, selulosa dibedakan menjadi 3 jenis

(Fadillah, 2018: 8-9) yaitu:

1. Alpha Selulosa

Alpha selulosa (α-selulosa) memiliki rantai yang panjang dengan derajat

polimerisasi 600-1500. Alpha selulosa tidak dapat larut dalam larutan NaOH

17,5% atau larutan basa kuat. Alpha selulosa berfungsi sebagai penentu tingkat

kemurnian selulosa, karena memiliki kemurnian yang tinggi. Alpha selulosa yang

memiliki lebih dari 92% kemurnian dapat dijadikan sebagai bahan baku

pembuatan peledak. Namun, selulosa dengan kemurnian dibawah 92% digunakan

sebagai bahan baku pada industri kertas.

2. Beta Selulosa (β-selulosa)

β-selulosa memiliki rantai pendek, derajat polimerisasi 15-90 serta dapat

mengendap bila dinetralkan. β-selulosa adalah salah satu jenis selulosa yang

mudah larut dalam larutan NaOH 17,5% pada suhu 20 oC.

3. Gamma Selulosa (γ-selulosa)


12

Struktur γ-selulosa sama dengan β-selulosa namun yang membedakan

adalah derajat polimerisasinya kurang dari 15. Selulosa jenis ini mudah larut

dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 17,5% pada suhu 20 oC dan tidak akan

terbentuk endapan setelah larutan tersebut dinetralkan.

D. Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana C.)


Pisang kepok (Musa acuminata balbisiana C.) merupakan salah satu jenis

buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan mempunyai wilayah penyebaran

merata di seluruh wilayah Indonesia (Novianti, dkk., 2016: 459). Tanaman pisang

kepok tumbuh di daerah tropis karena menyukai iklim panas dan memerlukan

matahari penuh. Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang cukup air bahkan di

ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang (Musa paradisiaca

L.) termasuk keluarga Musaceae. Pisang merupakan salah-satu komoditi buah

yang sangat penting di Indonesia karena Indonesia adalah daerah asal tanaman

pisang (center of origin) (Fakhriani, 2015: 24).

Gambar II.1 Pisang Kepok


(Sumber: Indriansyah, 2021: 11)

Klasifikasi tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) yaitu sebagai berikut:

Nama : Pisang

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Orde : Zingiberales

Famili : Musaceae
13

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

(Fakhriani, 2015: 28).

Tanaman pisang kepok memiliki morfologi yang sebenarnya sama dengan

pisang lainnya. Pohonnya berwarna hijau kecoklatan, memiliki tinggi 3 meter dan

batangnya memiliki luas keliling 40-50 cm. Daun pisang mempunyai lapisan

bawah berlapis lilin. Lebar daunnya 50-60 cm dengan panjang daun 180 cm.

Tandan buahnya berukuran panjang 30-60 cm, modelnya merunduk dan tidak

berbulu. Jantungnya bulat, agak lebar, kelopaknya berwarna merah di bagian

dalam dan ungu di bagian luar. Saat matang, buahnya berbentuk persegi panjang

dan berwarna kuning. Satu pohon biasanya menghasilkan 5 sampai 9 sisir,

masing-masing sisirnya berisi 10 sampai 14 buah (Rahmawati, 2021: 37).

Kulit pisang kepok berbahan serat tinggi yang tersusun atas lignoselulosa

yang terdiri dari tiga komponen, diantaranya selulosa, lignin dan hemiselulosa.

Kulit pisang kepok mengandung klorofil dan zat pektin yang memiliki kandungan

asam galakturonik, arabinosa dan galaktosa. Selain itu, kulit pisang mengandung

pati sebesar 0,98%. Komposisi kimia kulit pisang kepok yaitu kadar air 11,09%,

lemak 16,47 %, protein 5,99%, karbohidrat 40,74 %, dan selulosa 17,04 %

(Elisusansti, dkk., 2013: 14). Kandungan karbohidratnya yang tinggi, pisang

kepok dapat digunakan sebagai pengganti beras dan terigu. Kulit pisang yang

belum matang mengandung konsentrasi glikosida, flavonoid (leucocyanidin),

tannin, saponin, dan steroid yang lebih rendah (Anwar, dkk., 2021: 316).

E. Delignifikasi
Delignifikasi merupakan tahapan penghilangan lignin dari berbagai bahan

organik. Delignifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya

adalah metode steam explosion dimana uap dilepaskan secara langsung untuk
14

menimbulkan ledakan setelah disirkulasikan pada tekanan tinggi (12-28 kg/cm 2)

selama satu sampai enam belas menit. Ekspansi adiabatik adalah metode dimana

struktur lignoselulosa dipecah secara fisik sebelum autohidrolisis komponen sel.

Hasil proses ini menunjukkan bahwa lignin dan hemiselulosa telah terhidrolisis

menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah dan memiliki struktur

kristal amorf selulosa (Rahmi, 2017: 11).

Penggunaan asam asetat yang lemah juga diperlukan. Asam asetat berupa

Para-Acetic Acid (PAA) atau Sodium Chlorite-Acetic Acid (SC-AA) dapat

melarutkan lignin hingga 89% dan memiliki efek yang sedikit pada kerusakan

selulosa, dalam penelitian ini, variasi waktu hidrolisis dan NaOH adalah metode

delignifikasi tambahan. Hasil penelitian menemukan bahwa hidrolisis dengan

variabel konsentrasi NaOH 6% dan waktu 4 jam dengan kondisi suhu 150 oC

menghasilkan delignifikasi terbaik. Berdasarkan analisis angka Kappa, diperoleh

nilai 15 dengan kadar selulosa sebesar 94,24% (Hanif, dkk., 2019: 53).

Delignifikasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH yang dapat

menyerang dan merusak struktur lignin dan bagian kristalin dan amorf dan juga

mengisolasi lignin dan menyebabkan pembesaran struktur selulosa. Proses

bleaching dimaksudkan untuk menghilangkan sisa senyawa lignin yang dapat

mengubah rantai lignin panjang menjadi rantai lignin pendek dan menyebabkan

perubahan warna. Dengan demikian, lignin dapat terurai setelah dicuci dalam air

atau basa larut. Secara konvensional natrium hipoklorit (NaOCl) digunakan untuk

memutihkan warna dari zat apapun (Melda, 2018: 11).

F. X-Ray Diffraction (XRD)


Analisis X-Ray diffraction (XRD) digunakan untuk mengidentifikasi

material kristalit, seperti mengidentifikasi struktur kristalit (kualitatif) dan fasa

(kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi gelombang


15

elektromagnetik sinar-X. X-Ray diffraction (XRD) juga dapat mengidentifikasi

informasi tambahan mengenai susunan jenis-jenis atom dalam cacat kristal,

kristal, orientasi dan kehadiran cacat (Munasir, dkk., 2012: 20).

Difraksi cahaya yang memasuki kristal melalui celah merupakan prinsip

dasar XRD. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi jika

difraksi berasal dari rentang yang memiliki frekuensi yang setara dengan jarak

antar atom, yaitu 1 Angstrom. Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X,

elektron dan neutron. Foton berenergi tinggi dengan panjang gelombang 0,5

hingga 2,5 amstrong membentuk sinar-X. Ketika berkas sinar-X berinteraksi

dengan suatu material, maka sebagian berkas akan terabsorbsi kemudian

ditransmisikan dan sebagian lagi dihamburkan terdifraksi yang selanjutnya

dideteksi oleh XRD. Beberapa berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling

menghilangkan karena fasa mereka yang berbeda, sementara yang lain

memperkuat satu sama lain karena fasa yang serupa. Berkas sinar-X yang saling

menguatkan inilah yang disebut sebagai berkas difraksi (Hakim, dkk., 2019: 45).

Hukum Bragg merumuskan tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar

berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi (Gumilang,

2023: 10). Dimana persamaan Hukum Bragg tertera pada persamaan 2.1.

𝑛𝜆 = 𝑑sin𝜃……..…………………………(2.1)

dengan n = bilangan bulat (1, 2, 3,…), 𝜆 = panjang gelombang d = jarak antar

bidang, 𝜃 = sudut difraksi. Contoh analisis X-Ray diffraction (XRD) pada

pembuatan biofoam, bahwa penambahan serat mampu meningkatkan kristalinitas

biofoam karena selulosa memiliki daerah kristalin yang lebih besar dibandingkan

dengan pati (Faradilla, 2022: 17).

G. Fourier Transformed Infrared (FTIR)


16

Fourier Transformed Infrared (FTIR) salah satu alat atau instrumen yang

dapat digunakan untuk mendeteksi gugus fungsi, menemukan senyawa, dan

menganalisis campuran dari sampel yang dianalisis tanpa merusak sampel.

Spektrum gelombang elektromagnetik memiliki daerah inframerah dengan

panjang gelombang 14000 cm-1 hingga 10-1. Daerah inframerah dibagi menjadi

tiga daerah berdasarkan panjang gelombang, yaitu IR dekat (14000-4000 cm-1)

peka terhadap vibrasi overtone, daerah inframerah (IR) sedang (4000-4000 cm-1)

terkait dengan transisi energi vibrasi molekul yang memberikan informasi tentang

gugus-gugus fungsi dalam molekul, dan daerah inframerah (IR) jauh (400-10 cm -
1
) untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat seperti

anorganik disertai teknik khusus. Adapun analisis senyawa biasanya dilakukan di

wilayah IR sedang (Munir, 2017: 22).

Gambar II.2 Spektrofotometer FTIR


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Prinsip kerja FTIR (Gambar II.2) adalah interaksi antara energi dan

materi. Infrared melewati celah dalam sampel, yang berfungsi untuk mengontrol

jumlah energi yang diberikan kepadanya. Sebagian Infrared diserap oleh sampel

dan sebagian lagi ditransmisikan melalui permukaan sampel. Akibatnya, sinar

infrared (IR) lolos ke detektor dan kemudian dikirim ke komputer untuk dicatat

sebagai puncak-puncak (Aprianto, 2018: 11). Metode fourier transform infrared

(FTIR), yang tidak menggunakan radioaktif dan bebas reagen, dapat mengukur

tingkat hormon secara kuantitatif dan kualitatif. Spektrum senyawa pembanding

yang telah diketahui digunakan untuk melakukan analisis gugus fungsi. Analisa
17

sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada

spektrum infra merah (Sari, dkk., 2018: 31).

Spektroskopi FTIR, dapat menemukan kandungan gugus kompleks dalam

senyawa. Namun, tidak dapat menemukan molekul unsur-unsur yang membentuk

senyawa tersebut. Metode spektroskopi melewatkan radiasi infrared pada sampel.

Sampel menyerap sebagian radiasi infrared dan mengirim sebagian lainnya. Jika

frekuensi vibrasi partikel tertentu sama dengan frekuensi radiasi inframerah yang

langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut. Spektrum

yang dihasilkan menunjukkan bagaimana molekul diabsorpsi dan ditransmisikan,

membentuk sidik jari molekuler suatu sampel. Tidak ada dua struktur molekuler

uji yang membentuk spektrum inframerah (IR) yang sama karena sifat sidik jari

(Puspitasari, 2017: 22-23).

Gambar II.2 Spektrum FT-IR Adsorben Selulosa Kulit Pisang Kepok


(Sumber: Rahmawati, 2021: 60)

Penelitian sebelumnya Rahmawati (2021: 60) menunjukkan hasil

spektrum adsorben kulit pisang kepok pada panjang gelombang 2925,51 cm-1,

adanya vibrasi ulur alkana CH dengan pita medium, pada panjang serapan

bilangan gelombang 3419,37 cm-1 hingga 3433,89 cm-1, yang ditandai dengan

adanya pita tajam dan lebar menunjukkan adanya vibrasi ulur OH. Pergeseran

pita serapan dari semula sedang menjadi agak tajam menunjukkan vibrasi OH

bengkok pada panjang gelombang 1625,30 cm-1 dan 1639,99 cm-1. Frekuensi
18

1059,15 cm-1 terdapat ikatan antara OH dengan karbon yang ditandai dengan pita

serapan yang cukup tajam dan jenis vibrasinya adalah vibrasi perpanjangan C-O.

Keuntungan menggunakan instrumen fourier transform infrared (FTIR)

yaitu sensitif, aman, cepat dan akurat. Alat ini berdasarkan dengan prinsip

kerjanya memungkinkan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional

terkhusus pada bagian tertentu. Gugus-gugus fungsional dapat dicatat dalam

panjang gelombang tertentu. Setiap kelompok komponen akan ada nilai

absorbansi dan panjang gelombang yang berbeda melalui metode FTIR (Mona,

dkk., 2014: 59).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium

Riset Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu X-Ray Diffraction (XRD),

fourier transform infrared (FTIR), freeze dryer, refrigerator, shieve shaker, hot

plate, magnetic stirrer, neraca analitik, gelas kimia 50 mL, gelas kimia 250 mL,

spatula.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu aquades (H 2O), asam

sulfat (H2SO4) 98%, etanol (C2H5OH) p.a 99%, kulit pisang kepok (Musa

acuminata balbisiana C.) sebagai sumber selulosa, kertas pH, kertas saring
Whatman no. 42, natrium hidroksida (NaOH) 1M, natrium hipoklorit (NaOCl)

0,4%, minyak goreng 250 ml, pupuk urea (CON2H4).

C. Prosedur Kerja

1. Preparasi Pisang Kepok

Sampel sebanyak 1 kg direndam dalam air untuk menghilangkan kotoran

yang terdapat di sampel. Kemudian sampel dikeringkan dibawah sinar matahari

dengan wadah keadaan tertutup hingga kering. Setelah itu, sampel dipotong-

potong menggunakan cutter dan dihaluskan menggunakan blender sampai

menjadi bubur. Selanjutnya sampel diayak dengan ayakan 100 mesh agar

19
20

ukurannya homogen. Sampel yang digunakan dalam pembuatan aerogel selulosa

adalah serbuk yang lolos dari saringan.

2. Ekstraksi Selulosa
a. Delignifikasi

Ekstraksi sampel diawali dengan delignifikasi. Sampel yang sudah halus

kemudian dimasukkan sebanyak 10 gr ke dalam gelas kimia 250 mL. kemudian

NaOH 1M sebanyak 120 mL ditambahkan ke dalam gelas kimia yang berisi

sampel. Lalu sampel dipanaskan pada suhu 80 oC menggunakan hot plate sambil

di magnetic stirrer selama 1 jam. Setelah itu sampel disaring dan dicuci dengan

aquades hingga filtrat jernih. Setelah filtrat jernih, selanjutnya sampel di

bleaching dengan NaOCl 0,4% sebanyak 140 mL selama 18 menit pada suhu 80
o
C, lalu ekstrak disaring dan dicuci kembali dengan aquades hingga mencapai pH

7.

b. Hidrolisis Asam

Selulosa hasil bleaching kemudian dihidrolisis dengan H2SO4 2 N

sebanyak 61 mL. Lalu diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit


pada suhu kamar. Setelah itu, sampel disaring dan dicuci hingga mencapai pH 7.

Sampel kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 oC hingga sampel

hingga benar kering. Kemudian sampel disimpan pada tempat yang kering.

3. Sintesis Aerogel Selulosa

Sampel yang dihasilkan kemudian ditambahkan dengan NaOH dan urea

dengan variasi perbandingan 1:2;1:4;1:6. Larutan NaOH-urea yang telah

divariasikan perbandingan massanya ditambahkan ke dalam 10 mL aquades

hingga larutan homogen. Kemudian sampel sebanyak 1 g ditambahkan ke dalam

campuran. Tahap selanjutnya campuran didispersi dengan magnetic stirrer selama

12 menit. Selanjutnya, campuran dimasukkan ke dalam refrigerator pada suhu


21

-5 oC selama 24 jam hingga terbentuk gel. Hasil gel yang terbentuk selanjutnya

dibiarkan di udara terbuka hingga mencapai suhu ruang. Selanjutnya gel direndam

dengan etanol 99% sebanyak 10 mL selama 24 jam untuk tahap koagulasi.

Spesimen dicetak dalam gelas kimia ukuran 50 mL. Langkah berikutnya adalah

dilakukan perendaman gel selama 28 jam untuk membersihkan zat pengotor

dalam gel. Kemudian gel didinginkan dalam refrigerator selama 12 jam. Setelah

itu dilakukan pengeringan beku selama 32 jam dengan menggunakan freeze dryer

hingga diperoleh aerogel selulosa.

4. Karakterisasi Aerogel Selulosa

1) Uji Densitas

Densitas aerogel selulosa dapat dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan berikut:
m
ρ= v ………………………………

3.1

m merupakan nilai massa (g) yang diperoleh dari hasil timbangan aerogel selulosa

dan v (cm3) diperoleh dari pengukuran dimensi material yang dihitung

menggunakan persamaan setengah lingkaran.

2) Uji Porositas

Porositas aerogel dihitung berdasarkan persamaan berikut:


v−m/ρa
P= v
………………………………..3.2

𝜌𝑎 adalah bulk density pati, yaitu sebesar 0,535 g/cm3.

3) Analisis Morfologi

Aerogel selulosa karakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan

untuk melihat morfologi aerogel yang dibuat secara visual. Hasil dari karakterisasi
22

ditunjukkan pada keberadaan pori material yang diperoleh. Adapun Fourier

transformed infrared untuk mengetahui gugus fungsi.

4) Uji absorpsi Minyak

Sampel kering ditimbang sebagai bobot awal dan direndam dalam 250 ml

minyak goreng selama 20 menit. Setelah itu, sampel basah diangkat dari proses

perendaman. Kelebihan minyak pada permukaan sampel dibiarkan menetes

selama 30 detik. Setelah itu, dikeringkan menggunakan tisu untuk menghilangkan

minyak berlebih yang menempel pada contoh. Ditimbang dan catat bobot baru

sebagai massa akhir sampel. Kemudian dianalisis analisis menggunakan

persamaan:
mb−mk
DSA = mk x 100%……………………….3.3
dengan DSM = Daya Serap Minyak (%), 𝑚𝑘 = massa sampel uji sebelum

perendaman (g), 𝑚𝑏 = massa sampel uji sesudah perendaman (g).


DAFTAR PUSTAKA

Al- Quranul Karim.


Ainuddin, Wijayanti. “Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) Di
Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera
Utara”. Ecosystem 17, no. 1 (2017): h. 653-659.
Anwar, H., dkk. “Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L.)
Sebagai Substitusi Tepung Terigu Dalam Pengolahan Biskuit”.
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 4, no. 2 (2021): h. 316-320.
Aprianto. “Karakterisasi dengan FTIR Membran Komposit Nilon-Arang
Berbahan Dasar Limbah Jaring Benang Nilon dan Ampas Tebu.” Skripsi.
Jember. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember, 2018.
Asrudin, R. “Sintesis Aerogel Selulosa Dari Serat Batang Jagung Dan Aplikasinya
Dalam Adsorben Logam Cu(II)”. Skripsi. Makassar: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Makassar, 2021.
Astuti, W. Adsorpsi Menggunakan Material Berbasis Lignoselulosa. Semarang:
UNNES Press, 2018.
Elisusanti, dkk. “Pembuatan Bioplastik Berbahan Dasar Pati Kulit Pisang
Kepok/Selulosa Serbuk Kayu Gergaji”. Chemical Science 1, no. 1 (2014):
14-19.
Fakhriani, D. K. “Kajian Etnobotani Tanaman Pisang (Musa sp) Di Desa
Bulucenrana Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap”. Skripsi.
Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas UIN Alauddin
Makassar, 2015.
Faradilla, N. P. “Pembuatan Nanoselulosa Dari Limbah Kulit Pisang Kepok
Dengan Metode Hidrolisis Asam”. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, 2022.
Gumilang, C. “Pengaruh Variasi Komposisi Aerogel Silika Terhadap Sifat Fisis
Pada Pembuatan Biofoam”. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung Bandar
Lampung, 2023.
Gustinenda, B. Y. “Sintesis Superabsorben Aerogel Selulosa Berbasis Sabut
Kelapa”. Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, 2017.
Hakim, L., dkk. “Karakterisasi Struktur Material Pasir Bongkahan Galian
Golongan C Dengan Menggunakan X-Ray Diffraction (X-RD) Di Kota
Palangkaraya”. Jejaring Matematika dan Sains, 1, no. 1 (2019): h. 44-
51.
Hanif, H., dkk. “Pemurnian Alfa–Selulosa Dari Baglog Bekas Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus) Menggunakan Naoh Dan Hidrolisis Sulfat”.
Menara Perkebunan 87, no. 1 (2019): h. 52-59.
Hanifah, U. “Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Sorben Minyak Mentah dengan
Aktivasi Kimia”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Ilmi, Z. L. “Keragaman Kultivar Pisang Kepok (Musa Acuminata X Musa
Balbisiana (ABB) Cv. Kepok) Di Kabupaten Malang Berdasarkan
Karakter Morfologi Dan Molekuler RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA)”. Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2021.
Indriansyah. “Pemanfaatan Berbagai Jenis Kulit Pisang Sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Tepung Fungsional”. Skripsi. Medan: Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2021.
Kementrian Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, 2019.
Laitinen, O., dkk. “Hydrophobic, Superabsorbing Aerogels from Choline
Chloride-Based Deep Eutectic Solvent Pretreated and Silylated Cellulose
Nanofibrils for Selective Oil Removal”. ACS Publications 9, DOI:
10.1021/acsami.7b06304 (2017): h. 25029-25037.
Mayangsari, N. E. “Model Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cu2+ Menggunakan
Selulosa Daun Nanas”. Chemurgy 5, no. 1 (2021): h. 15-21.
Melda, P. P. “Sintesis dan Karakterisasi CMC (Carboxymethyl Cellulose) dari
Selulosa Batang Pisang Raja (Musa Paradisiaca) dengan Variasi
Natrium Monokloroasetat”. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara, 2018.
Mona Airin, dkk. “Fourier Transform Infrared sebagai Metode Alternatif
Penetapan Tingkat Stres pada Sapi”. no. 1, ISSN: 1411 – 8327 (2014): h.
59-60.
Munasir, M., dkk. “Uji XRD Dan XRF Pada Bahan Mineral (Batuan Dan Pasir)
Sebagai Sumber Material Cerdas (CaCO3 dan SiO2)”. Penelitian Fisika
dan Aplikasi, 2, no. 1 (2012): h.20-29.
Munir, Moh Ikhsanuddin Dg. “Penentuan Konsentrasi Optimum Selulosa Ampas
Tebu (Bagasse) dalam Pembuatan Film Bioplastik.” Skripsi. Makassar.
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, 2017.
Novensia, C., Anggraini, L. “Memperkuat Ketahanan Aerogel Dengan Sistem
Hidrofobik”. Prosiding SNTM Re-ACT eISSN: 2720-9547 (2019): h.
10-13.
Novianti, P., Setyowati, W. A. E. “Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Kepok
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Alami dengan Metode Pemisahan
Alkalisasi”. SNPS, 2, no. 2 (2016): h. 459-465.
Oktovani, V. “Pemanfaatan Selulosa Pada Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan
Baku Pembuatan Kertas”. Skripsi. Bandung: Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Katolik Parahyangan, 2021.
Okutucu, B. “The Medical Applications Of Biobased Aerogels: ‘Natural Aerogels
For Medical Usage.” Med Devices Sens 4, doi: 10.1002/mds3.10168
(2021): h. 1-8.
Paulauskiene, J., dkk. “Cellulose Aerogel Composites as Oil Sorbents and Their
Regeneration”. PeerJ 9, doi: 10.7717/peerj.11795 (2021): h. 1-21.
Prakasa, B. A. A. “Sintesa Superabsorben Aerogel Selulosa Dari Kertas Bekas”.
Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, 2015.
Puspitasari, W. R. “Preparasi dan Sintesis Graphene Oxide dengan Variasi Waktu
Pembakaran Kain Perca menggunakan Metode Penangkapan Asap dengan
Kaca Preparat Berdasarkan uji Absorbansi dan Gugus-Gugus Fungsional.”
Skripsi. Yogyakarta. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.
Rahmawati, P. “Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok-Polivinil Alkohol (PVA)
Tersulfonasi Sebagai Adsorben Ion Tembaga (II)”. Skripsi. Semarang:
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang, 2021.
Rahmi, A. R. “Sintesis Superabsorben Aerogel Selulosa Berbasis Bagasse”.
Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, 2017.
Riffat, S. B., Qiu, G. “A Review Of State-Of-The-Art Aerogel Applications In
Buildings”. Low Carbon Technologies 8, doi:10.1093/ijlct/cts001
(2013): h. 1-6.
Sari, N. W., dkk. “Analisis Fitokimia Dan Gugus Fungsi Dari Ekstrak Etanol
Pisang Goroho Merah (Musa acuminate L.)”. IJOBB 2, no. 1 (2018): h.
30-34.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol. 6. Jakarta: Lentera Hati, 2004.
Wijayanti, E. I., Kurniawati, E. A. “Studi Kinetika Adsorpsi Isoterm Persamaan
Langmuir Dan Freundlich Pada Abu Gosok Sebagai Adsorben”.
Educhemia 4, no. 2 (2019): h. 175-184.
Yannasandy, D., dkk. “Pengaruh Waktu Delignifikasi Terhadap Pembentukan
Alfa Selulosa Dan Identifikasi Selulosa Asetat Hasil Asetilasi Dari Limbah
Kulit Pisang Kepok”. UMJ 1, no. 2 (2017): h. 2-9.
Lampira 1. Skema Penelitian
Kulit Pisang Kepok

Serbuk Kulit Pisang Kepok

- Delignifikasi dengan NaOH 1M


- NaOCl 0,4%

Selulosa Hasil
- Bleaching

- Dihidrolisis dengan H2SO4 2 N


- Magnetic Stirerr ± 30 menit
- PH 7
- Dipanaskan pada suhu 50℃
Selulosa kering
- Ditambahkan NaOH urea (1:2, 1:4, 1:
6)
- Magnetic Stirrer ± 12 menit
- Refrigerator suhu -5 ℃ ± 24 jam

Gel
- Dibiarkan Pada udara terbuka
- Direndam dengan etanol 99% ± 24
jam
- Pencetak labu di cuci
- Didinginkan dalam refrigerator ± 12
jam
- Pengeringan beku ± 32 jam

Aerogel Selulosa
- Karakterisasi
Uji Densitas Uji Porositas Morfologi - FTIR
- XRD

Hasil Hasil Hasil Hasil


Lampiran 2. Skema Prosedur Kerja

1. Preparasi Sampel
Kulit Pisang Kepok

 Disiapkan tanaman kulit pisang kepok (Musa acuminata

balbisiana C.) sebanyak 1 kg, lalu di potong-potong menggunakan

cutter.

 Direndam dalam air.

 Dikeringkan di bawah sinar matahari.

 Dihaluskan menggunakan blender sampai menjadi bubur.

 Diayak dengan ayakan 100 mesh

Hasil

2. Ekstraksi Selulosa

a. Delignifikasi

Serbuk Kulit Pisang

 Ditimbang sebanyak 10 gram

 Dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL ditambahkan NaOH

1M sebanyak 120 mL

 Dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 80 °C sambil

diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam.

 Disaring dan dicuci dengan aquades hingga filtrat jernih.

 Di bleaching dengan natrium hipoklorit (NaOCl) 0,4% sebanyak

140 mL selama 18 menit pada suhu 80°C.

 Disaring dan dicuci kembali dengan aquades hingga mencapai pH7

Hasil
3. Sintesis Aerogel
Selulosa

 Ditambahkan dengan NaOH dan urea dengan variasi perbandingan

1:4.Ditambahkan sebanyak 2,5 mL larutan amonia 1 M.

 Ditambahkan ke dalam 10 mL aquades hingga larutan homogen.

 Ditambahkan 1 g selulosa kulit pisang kepok ke dalam campuran.

 didispersi dengan magnetic stirrer selama 12 menit.

 masukkan direfrigerator pada temperatur -5 ℃ selama 24 jam.

 Direndam gel dengan etanol 99% sebanyak 10 mL selama 24 jam

untuk tahap koagulasi.

 Dicetak dalam gelas kimia ukuran 50 mL.

 Dilakukan perendaman gel kurang lebih 28 jam dan didinginkan

dalam refrigerator selama 12 jam.

 Dilakukan pengeringan beku selama 32 jam dengan menggunakan

freeze dryer
Hasil
4. Karakterisasi Aerogel Selulosa
a. Uji Densitas

Aerogel Selulosa

 Dihitung berdasarkan massa aerogel selulosa dibagi dengan volume

yang diperoleh dari pengukuran dimensi material.

Hasil

b. Uji Porositas

Aerogel Selulosa

 Dihitung berdasarkan mengurangkan volume aerogel selulosa

dengan volumenya lalu dibagi dengan densitas dari pati, kemudian

hasilnya dibagi dengan volume dari aerogel selulosa

Hasil

c. Analisis Morfologi

Aerogel Selulosa

 Uji XRD

 Uji FTIR

Hasil
d. Uji Absorbsi Minyak

Aerogel Selulosa

 Ditimbang sampel sebagai bobot awal

 Direndam dalam 250 ml minyak goreng selama 20 menit kemudian

diangkat

 Dibiarkan minyak berlebih yang ada pada sampel menetes selama 30

detik

 Dikeringkan menggunakan tissu untuk menghilangkan sisa minyak

yang menempel

 Ditimbang bobot sampel

 Dicatat hasil yang diperoleh

 Uji FTIR

Hasil

Anda mungkin juga menyukai