Anda di halaman 1dari 3

STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PRODUK IMPOR CCTV DAN DISCUSSION

SYSTEM TOOL DI INDONESIA


DALAM RANGKA PEMANFAATAN PASAR BELANJA BARANG DAN MODAL
PEMERINTAH

A. PENGANTAR
A.1. Latar Belakang
Pemilihan pasar yang tepat merupakan kunci utama setiap entitas bisnis untuk dapat
berkembang secara berkelanjutan dengan tingkat profitabilas yang menguntungkan. Pasar
yang besar, sustainabel dengan tingkat persaingan yang rendah akan mendorong tingkat
keuntungan yang besar dan menerus. Dengan semakin meningkatnya persaingan, tingkat
keuntungan akan semakin tergerus karena semakin kecilnya penguasaan pasar dan
peningkatan biaya akibat persaingan. Peningkatan daya saing perusahaan akan memberikan
peluang setiap entitas bisnis tetap bertahan di dalam bisnis untuk mempertahankan
pertumbuhan dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Beberapa strategi bisnis dalam
rangka memenangkan pasar, antara lain:
a. Memilih lokasi kegiatan bisnis mendekati lokasi pasar
b. Memilih lokasi bisnis mendekati sumber bahan baku
c. Memilih strategi untuk mengembangkan keunggulan daya saing tertentu yang
spesifik yang tidak dimiliki oleh para pesaingnya.
Pada intinya strategi bisnis akan menentukan secara rasional dimana lokasi kegiatan usaha
akan dilakukan dalam rangka menciptakan daya saing yang paling optimal. Pengambilan
keputusan suatu bisnis dalam menentukan lokasi kegiatan bisnisnya secara umum dilakukan
dengan melihat dan mempertimbangkan aspek-aspek:
a. Kondisi pasar dan persaingan dimana lokasi bisnis berada
b. Kemudahan dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing
Peninjauan aspek-aspek pasar dan persaingan serta kemudahan/fasilitas yang didapatkan di
atas secara mendalam selanjutnya dipakai sebagai dasar kelayakan untuk melakukan
pengembangan atau pemindahan/relokasi bisnis/pabrik ke suatu wilayah/negara tertentu.
Kelayakan ini secara empiris dapat dilakuan dengan menggunakananalisis biaya dan manfaat
(cost and benefit analysis)

A.2. Gambaran Umum Pasar Belanja Pemerintah Indonesia


Dengan jumlah penduduk yang sangat besar lebih dari 275 juta dan belanja negara yang
cukup signifikan sebesar Rp 3.000 triliun lebih, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar
baik untuk pasar swasta sebagai masyarakat sebagai targetnya maupun pemerintah melalui
proses tender. Pasar dari sektor pemerintah bisa dilihat dari belanja barang dan belanja
modal di tabel berikut ini.

Tabel 1. Belanja Pemerintah Tahun 2023


No Uraian APBN Porsi
1. Belanja Pegawai Rp 257,3 triliun 8,3%
2. Belanja Barang Rp 422,1 triliun 13,7%
3. Belanja Modal Rp 238,8 triliun 7,7%
4. Subsidi Rp 551,2 triliun 17,8%
5. Bantuan Sosial Pembayaran Bunga Utang Rp 1621,3 triliun 52,5%
Belanja Hibah Belanja Lain-lain

Total Rp 3.090,7 triliun 100%

Dari data di atas, diperkirakan Belanja Barang dan Belanja Modal sebesar Rp. 660,9 triliun
dapat dioptimalkan sebagai peluang pasar produk dalam negeri.

A.3. TKDN (Tingkat Kandungan Komponen Dalam Negeri)


Pelaksana pengadaan lelang proyek-proyek pemerintah sejatinya wajib memperhatikan
ketentuan mengenai nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk barang dan jasa
yakni 40%, dengan nilai maksimal Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) sebesar 15%,
sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang
Pemberdayaan Industri dan Perpres No 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No 18 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang / jasa Pengadaan Pemerintah.
Produk dalam negeri wajib digunakan oleh pengguna produk dalam negeri yaitu Lembaga
Negara seperti kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga pemerintah
lainnya, satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa apabila sumber
pembiayaannya berasal dari APBN, APBD termasuk pinjaman atau hibah dari dalam atau luar
negeri.
Selain itu, BUMN, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh Negara, BUMD dan Badan usaha
swasta, yang dalam pengadaan Barang / jasa yang pembiayaannya berasal dari APBN atau
APBD, pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara pemerintah pusat dan/atau
Pemerintah daerah dengan badan usaha dan /atau menggunakan sumber daya yang dikuasai
Negara.
Kewajiban dilakukan apabila Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot
Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%. Untuk mencapai angka TKDN memang tidak
mudah apabila jika masih banyak menggunakan bahan baku impor di dalam produk tersebut.
Penggunaan bahan baku impor biasanya karena bahan baku tersebut belum bisa diproduksi
di dalam negeri. Tapi ada juga ketersediaan bahan dalam negeri tapi kurangnya informasi
akan bahan baku tersebut sehingga tetap menggunakan bahan impor. Dan yang menjadi
tantangan adalah ada bahan baku lokal tersedia, akan tetapi harganya mahal dan akhirnya
menggunakan bahan Impor.
Jika komposisi bahan baku dari luar negeri masih dominan, maka kemungkinan nilai TKDN
bisa kurang dari 40% (Jika pehitungsan TKDN menggunakan Permenperin No.16 Tahun 2011)
sehingga belum bisa jadi barang kategori Wajib. Untuk mencapai 40% maka dimungkinkan
juga menambahkan Nilai TKDN dengan Bobot manfaat Perusahaan (BMP). Nilai maksimum
BMP adalah 15% dengan demikian maka Nilai TKDN minimal adalah 25%. Dengan demikian
maka Barang dengan TKDN + BMP 40% itu menjadi Wajib digunakan.
Dijelaskan bahwa nilai BMP itu bisa dicapai antara lain dari Pemberdayaan Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi kecil melalui kemitraan dengan bobot 5% untuk setiap kelipatan
Rp 500 juta maksimal 30%, selain itu, pemeliharaan kesehatan, keselamatan kerja dan
lingkungan (K3L), dinilai berdasarkan kepemilikan sertifikat seperti ISO45001 dan ISO 14001.
Ada pula pemberdayaan masyarakat (community development) dengan bobot 3% untuk
setiap kelipatan Rp250 juta maksimal 30%, serta fasilitas pelayanan purna jual dinilai
berdasarkan biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan bobot penilaiannya
adalah 5% untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dan malsimal 20%. (Nilai investasi dihitung
secara akumulasi )
Gambar 1. Implemetasi P3DN Dalam Pangadaan Barang dan Jasa

Anda mungkin juga menyukai