Disusun Oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga saya mendapat kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan
tugas Riview Jurnal mata kuliah Ekonomi Makro Islam yang di ampuh oleh dosen kita Wahyu
Syarvina, M.A.
Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada ibu dosen pengajar mata kuliah
Ekonomi Makro Islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas ini. Semoga Riview saya
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi panduan bagi semua orang yang
membutuhkan. Adapun nantinya banyak kekeliruan ataupun kesalahan dalam Riview Jurnal ini,
saya mohon kritik dan saran agar Riview Jurnal ini menjadi yang benar-benar berguna bagi para
pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Review jurnal adalah salah satu strategi untuk mempermudah seseorang memahami isi dan
inti dari sebuah penelitian. Dengan melakukan Review jurnal , pelakunya tentu telah
membacanya dan memahami apa yang dipaparkan dalam Jurnal yang dikritik. Dengan demikian,
si pengkritik tidak akan dapat mengkritik sebuah jurnal tanpa membacanya terlebih dahulu.
Riview Jurnal yang diuraikan di sini yaitu “Analysis of Conventional and Islamic Monetary
Policy Transmission on Inflation and Economic Growth”.
Dari Jurnal ini akan dijelaskan dan diriview secara garis besarnya saja sehingga dapat
diketahui apa sebenarnya isi Jurnal itu dan apa kelebihan serta kekurangannya. Riview di sini
seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa hanya terbatas pada gambaran secara umum isi
jurnal. Satu hal yang kiranya sedikit menarik dalam riview jurnal ini adalah memberi penilaian
terhadap jurnal yang riview. Memang secara mudah, kalau yang namanya riview tentu akan ada
diutarakan apa kelebihan dan apa kekurangan. Jurnal akan diberi komentar mengenai apa
kelebihannya dibandingkan dengan jurnal lain serta apa pula kekurangannya.
A. Identitas Jurnal
Judul : Analysis of Conventional and Islamic Monetary Policy Transmission on
Inflation and Economic Growth
Link Jurnal : https://ejournal.uingusdur.ac.id/index.php/IJIBEC/article/view/5970
Penulis : Muhammad Syariful Anam, Rifda Nabila,
Arna Asna Annisa, Rina Rosia
E-ISSN : 2615-420X
Penerbit : International Journal of Islamic Business and Economics
Tahun Terbit : 2022
Hasil estimasi jangka pendek disajikan pada Tabel 2. Pada jalur konvensional model IHK
menunjukkan empat variabel berpengaruh signifikan yaitu variabel SBI periode lalu, SBI dua
periode lalu, PUAB periode lalu , dan PUAB dalam dua periode terakhir. Artinya, jika suku
bunga SBI periode 1 dan 2 sebelumnya meningkat sebesar 1%, maka akan mempengaruhi inflasi
masing-masing sebesar 0,115% dan 0,081%. Kemudian, perubahan suku bunga PUAB periode
pertama dan kedua sebesar 1% yang lalu akan mempengaruhi inflasi masing-masing sebesar
0,126% dan 0,077%.
Sedangkan IHK hanya dipengaruhi oleh SBIS pada periode yang lalu dengan nilai koefisien
-0,040. Artinya, jika tingkat imbal hasil SBIS periode sebelumnya meningkat sebesar 1%, maka
perubahan inflasi saat ini akan menurun sebesar 0,040%. Secara total, hasil estimasi jangka
pendek model IHK disajikan pada Tabel 2.
Secara konvensional, dalam jangka panjang variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
PDB adalah variabel SBI dengan nilai koefisien sebesar 0,318. Jika suku bunga SBI naik 1%,
PDB akan naik 0,318%. Sedangkan pada jalur syariah, hanya variabel PUAS yang berpengaruh
signifikan dalam jangka panjang terhadap PDB, dengan koefisien sebesar 1,913. Artinya jika
terjadi perubahan 1% pada yield PUAS maka akan meningkatkan PDB sebesar 1,913%. Untuk
model persamaan jangka panjang, PDB ditunjukkan dalam persamaan berikut:
LnPDB = -17,209 + 0,318SBI + 0,149PUAB LnPDB = -18.623 – 0.929SBIS + 1.913PUAS.
Berdasarkan koefisien penyesuaian, percepatan keseimbangan jangka panjang pada jalur
konvensional dilakukan oleh suku bunga SBI dan pasar uang antar bank. suku bunga masing-
masing sebesar -82,3% dan -71,4%. Sedangkan PDB dan PUAS masing-masing sebesar 3,1%
dan -29,2% di jalur syariah. Hasil estimasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Selanjutnya hasil estimasi jangka pendek disajikan pada Tabel 4. Pada jalur konvensional,
pada model GDP terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan yaitu SBI empat periode
sebelumnya, SBI lima periode sebelumnya, dan PUAB pada empat periode sebelumnya.
Perubahan suku bunga SBI dalam empat periode terakhir sebesar 1% akan menyebabkan
perubahan PDB saat ini turun sebesar 0,114%. Selanjutnya, perubahan suku bunga SBI lima
periode sebelumnya sebesar 1% akan menyebabkan perubahan PDB saat ini meningkat sebesar
0,111%. Kemudian, perubahan suku bunga pasar uang antar bank pada periode yang lalu sebesar
1% akan meningkatkan PDB saat ini sebesar 0,088%. Pada jalur moneter syariah model GDP
menunjukkan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel SBIS 4 periode sebelumnya dan PUAS
1 periode sebelumnya yang berpengaruh signifikan. Apabila perubahan imbal hasil SBIS empat
periode sebelumnya meningkat sebesar 1%, maka akan menyebabkan perubahan PDB menurun
sebesar 0,044%. Juga, jika hasil PUAS telah berubah sebesar 1% pada periode sebelumnya, PDB
akan turun sebesar 0,072%. Secara total, hasil estimasi jangka pendek model GDP disajikan pada
Tabel 4.
Pada model GDP (lihat Gambar 2), jalur konvensional menunjukkan bahwa GDP merespon
shock pada variabel GDP dan PUAB secara positif. Guncangan PDB mulai stabil setelah periode
ke-23, dan PUAB stabil pada periode ke-32. Sementara itu, fluktuasi variabel SBI berlangsung
hingga 30 periode, dan seterusnya, dan PDB secara konsisten bereaksi negatif terhadap SBI.
Analisis IRF pada model PDB, variabel syariah (SBIS dan PUAS) berdampak positif dalam
hal peningkatan PDB dan juga bersifat permanen. Pengaruh guncangan variabel syariah terhadap
PDB mulai mereda dan stabil pada periode 18 hingga 24.
Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Tabel 5 merupakan hasil analisis FEVD pada model CPI baik kanal konvensional maupun
syariah. Pada jalur konvensional, kontribusi yang paling signifikan terhadap perubahan IHK
sendiri sebesar 100% pada periode pertama kemudian menurun hingga akhir periode.
Penyumbang perubahan IHK yang paling signifikan selain dirinya adalah PUAB sebesar 86,6%
di akhir periode. Sedangkan kontribusi SBI hanya berkisar 0-4%.
Selanjutnya pada jalur syariah, penyumbang perubahan IHK yang paling signifikan adalah dirinya
sendiri sebesar 100% di awal periode, menurun di akhir periode. Sedangkan kontribusi SBIS dan PUAS
justru meningkat hingga akhir periode. Selain dirinya, penyumbang perubahan IHK terbesar berikutnya
adalah SBIS sebesar 8,7% pada periode akhir dan PUAS sebesar 7,7% pada periode akhir.
Hasil analisis FEVD pada model GDP saluran konvensional dan syariah disajikan pada Tabel 6. Pada
jalur konvensional, kontribusi perubahan PDB yang paling signifikan adalah PDB itu sendiri sebesar 100%
pada periode awal, menurun pada periode kedua hingga terakhir. Penyumbang perubahan PDB terbesar
berikutnya adalah PUAB sebesar 14,5% pada periode akhir dan SBI sebesar 7,8% pada periode akhir.
Sedangkan pada jalur syariah, kontribusi perubahan PDB yang paling signifikan adalah PDB itu
sendiri sebesar 100% pada awal periode, periode selanjutnya menurun hingga akhir periode. Penurunan
kontribusi PDB diikuti dengan peningkatan kontribusi variabel syariah yaitu SBIS dan PUAS. PUAS
merupakan variabel yang memiliki kontribusi kedua yang mempengaruhi perubahan PDB, yaitu sebesar
25,5% pada periode terakhir. Kemudian, kontribusi SBIS sebesar 2,9% di akhir periode.
Berdasarkan hasil kajian tersebut dilakukan pembahasan sebagai berikut: pertama, Hasil
analisis menunjukkan bahwa inflasi jangka pendek (IHK) dipengaruhi oleh SBI pada lag pertama
dan kedua, dimana untuk setiap kenaikan 1% pada Suku bunga SBI, inflasi pada periode tersebut
menurun sebesar 0,115% dan 0,081%. Sedangkan dalam jangka panjang, SBI juga berpengaruh
signifikan terhadap inflasi (IHK). Temuan ini sesuai dengan teori yang ada bahwa kenaikan suku
bunga dapat menurunkan inflasi. Kenaikan suku bunga SBI dapat mendorong pelaku ekonomi
dan masyarakat untuk berinvestasi pada surat berharga untuk tujuan spekulatif daripada untuk
konsumsi sehingga tingkat inflasi akan menurun.
Berdasarkan analisis IRF, tingkat suku bunga SBI berdampak permanen terhadap penurunan
tingkat inflasi. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Acharya, 2012) dan (Zulfa
& Suseno, 2018). Guncangan suku bunga SBI mampu meredam inflasi, sehingga memperkuat
premis ekonomi konvensional bahwa suku bunga SBI merupakan instrumen moneter utama yang
dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi.
Sementara itu, analisis FEVD menunjukkan kontribusi suku bunga SBI pada menahan inflasi
(CPI) adalah 0-4%. Kontribusi suku bunga SBI masih minim, dan kondisi ini dapat dimaklumi
karena kontribusi yang mempengaruhi IHK tidak hanya dipengaruhi oleh fenomena ekonomi
seperti inflasi inti tetapi juga inflasi non inti yang cenderung sangat fluktuatif sehingga non-inti
inflasi inti memiliki kontribusi yang lebih tinggi terhadap perubahan IHK. Kedua, suku bunga
PUAB jangka pendek berpengaruh terhadap kenaikan inflasi (IHK). Demikian juga dalam jangka
panjang, suku bunga PUAB berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Hasil ini dapat dipahami
bahwa ketika bank sentral menaikkan suku bunga SBI maka akan diikuti dengan kenaikan suku
bunga pasar uang antar bank yang akan berdampak pada tingkat inflasi.
Analisis IRF menunjukkan bahwa shock yang terjadi pada interbank rate direspon negatif
oleh inflasi (CPI). Hasil ini mendukung penelitian dari. Ketika suku bunga PUAB meningkat,
bank akan merespon dengan menaikkan suku bunga simpanan dan kredit yang kemudian akan
berdampak pada penurunan jumlah uang beredar sehingga menurunkan konsumsi masyarakat
dan menurunkan inflasi.
Kemudian, hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa kontribusi suku bunga PUAB dalam
mempengaruhi inflasi (IHK) sebesar 86,6%. Kontribusi suku bunga PUAB hingga akhir periode
cenderung meningkat, bahkan menjadi variabel yang paling besar kontribusinya dalam
mempengaruhi laju inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suku bunga pasar uang
antar bank, maka kontribusinya dalam mempengaruhi inflasi akan semakin besar.
Ketiga, mengacu pada hasil VECM, variabel SBIS berpengaruh signifikan terhadap inflasi
dalam jangka pendek. Kemudian, dalam jangka panjang, imbal hasil SBIS juga berpengaruh
signifikan terhadap inflasi. Hal ini mengindikasikan bahwa jika rate of return meningkat maka
perbankan syariah akan mendapatkan keuntungan yang lebih signifikan dari pembiayaannya,
sehingga berdampak pada sektor konsumsi.
Sementara itu, hasil analisis IRF menunjukkan bahwa yield SBIS berdampak negatif
terhadap inflasi (CPI). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Ascarya, 2012)
dan (Sudarsono, 2017). Jika terjadi peningkatan imbal hasil SBIS, bank syariah akan merespon
dengan menyalurkan dana dalam bentuk SBIS. Hal ini dilakukan bank syariah karena SBIS
dinilai lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan penyaluran dalam bentuk pembiayaan.
Jika bank syariah lebih banyak menyalurkan dananya ke passive income di SBIS, maka
pembiayaan akan cenderung menurun, dan pembiayaan di sektor bisnis akan rendah, sehingga
berdampak rendah pula pada tingkat inflasi.
Hasil FEVD menjelaskan bahwa kontribusi imbal hasil SBIS dalam mempengaruhi inflasi
(IHK) hingga akhir periode adalah sebesar 8,7%. Kontribusi tersebut masih tergolong rendah
karena saat ini inflasi masih banyak dipengaruhi oleh faktor lain di luar sektor keuangan.
Keempat, dalam jangka pendek pengaruh imbal hasil PUAS terhadap inflasi (IHK) tidak
signifikan. Sementara itu, dalam jangka panjang, imbal hasil PUAS berdampak signifikan
terhadap inflasi. Dalam jangka panjang, PUAS berpengaruh negatif terhadap inflasi, artinya jika
terjadi peningkatan yield PUAS maka akan menurunkan inflasi.
Lebih lanjut, berdasarkan analisis IRF, IHK merespons shock imbal hasil PUAS secara
positif. Dalam hal ini, bank syariah mulai mengutamakan transaksi di pasar uang untuk
mendorong sektor konsumsi. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Magdalena
& Pratomo, 2014) dan (Hadi et al., 2020). Meski pada periode awal PUAS mengalami shock
yang berdampak fluktuatif terhadap inflasi, namun akhirnya mengalami keseimbangan hingga
akhir periode. Terjadi ketika PUAS mengalami shock maka akan meningkatkan inflasi.
Sedangkan dari hasil analisis FEVD, shock yang terjadi pada yield PUAS memberikan
kontribusi terhadap inflasi (CPI) sebesar 7,7%. Ketika ketidakseimbangan dalam PUAS
dihasilkan dari peningkatan, pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat juga akan
meningkat. Pasalnya, dana yang tersedia di pasar uang akan dibeli dengan sertifikat IMA oleh
bank syariah untuk kemudian disalurkan sebagai pembiayaan sehingga akan mendorong sektor
konsumsi. Kelima, dalam jangka pendek suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi (PDB). Di sisi lain, SBI juga memiliki dampak signifikan terhadap PDB
dalam jangka panjang. Dalam hal ini, kenaikan suku bunga SBI akan mempengaruhi perubahan
PDB.
Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga SBI akan mempengaruhi suku bunga
keuangan. Ketujuh, dari hasil estimasi jangka pendek diketahui bahwa yield SBIS berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB). Di sisi lain, SBI juga memiliki dampak
signifikan terhadap PDB dalam jangka panjang. pasar, seperti suku bunga pinjaman. Kenaikan
suku bunga pinjaman akan mengurangi investasi, dan tingkat pertumbuhan juga akan menurun.
Sementara itu, dari analisis FEVD, diketahui bahwa guncangan pada variabel suku bunga SBI
memberikan kontribusi terhadap PDB yang cukup baik, meskipun masih relatif kecil, sebesar
7,8% pada periode akhir.
Keenam, dalam jangka pendek variabel suku bunga PUAB berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi (PDB). Sedangkan dalam jangka panjang suku bunga PUAB tidak
berpengaruh signifikan terhadap PDB. Suku bunga PUAB dapat dipahami sebagai instrumen
jangka pendek yang digunakan untuk memenuhi likuiditas perbankan. Oleh karena itu,
perubahan suku bunga PUAB hanya akan mempengaruhi perilaku perbankan dalam jangka
pendek, sedangkan untuk mempengaruhi perekonomian di sektor riil transmisinya harus dalam
bentuk kredit. Ketujuh, dari hasil estimasi jangka pendek diketahui bahwa yield SBIS
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB). Sedangkan dalam jangka
panjang, imbal hasil SBIS tidak berpengaruh signifikan terhadap PDB. Pengaruh SBIS terhadap
PDB tidak signifikan karena dalam menghitung PDB lebih terkait langsung dengan investasi di
sektor riil daripada investasi di sektor keuangan.
Berdasarkan analisis IRF, PDB merespons imbal hasil PUAS secara positif. Hasil penelitian
ini mengkonfirmasi temuan sebelumnya (Acharya, 2012) dan (Bawono et al., 2021). Secara
singkat dapat dikatakan bahwa peningkatan imbal hasil SBIS yang dilakukan oleh otoritas
moneter cukup efektif dalam meningkatkan kinerja perekonomian dalam hal ini pertumbuhan
ekonomi (PDB). Kemudian, hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa kontribusi SBIS terhadap
PDB sebesar 2,9%. Terlihat bahwa kondisi tersebut berdampak cukup besar terhadap perubahan
perilaku perbankan dimana tinggi rendahnya imbal hasil SBIS digunakan baik untuk pendanaan
maupun investasi pada instrumen SBIS.
Kedelapan, berdasarkan analisis VECM, dalam jangka pendek PUAS berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB). Dalam jangka panjang, PUAS juga terbukti
berpengaruh signifikan terhadap PDB. Hasil ini dapat dipahami bahwa peningkatan imbal hasil
PUAS akan mempengaruhi tingkat bagi hasil pada perbankan syariah sehingga akan menarik
minat masyarakat untuk melakukan pinjaman produktif pada bank syariah yang pada akhirnya
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya hasil yang diperoleh dari analisis IRF menunjukkan bahwa GDP merespon
shock pada variabel PUAS secara positif. Itu menunjukkan bahwa peningkatan imbal hasil PUAS
yang dilakukan oleh otoritas moneter efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya berdasarkan uji FEVD terlihat bahwa variabel PUAS memiliki kontribusi yang lebih
tinggi dibandingkan variabel SBIS terhadap perubahan PDB yaitu sebesar 25,5%. Secara
keseluruhan, variabel saluran syariah memiliki peran yang signifikan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Tema kajian yang baru pada jurnal ini memberikan sumbangan pemikiran atau memberikan
wawasan baru yang berharga tentang penerapan kebijakan moneter ganda terhadap inflasi
dan pertumbuhan ekonomi.
Dari jurnal ini kita menjadi tahu bahwa , variabel saluran syariah memberikan kontribusi
yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) dibandingkan variabel saluran
konvensional.
Isi dari jurnal yang menggunakan bahasa Inggris sehingga jurnal ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca lebih luas lagi.
Diberikannya latar belakang yang jelas dan fakta yang benar adanya berdasarkan data
statistik, serta pembahasan yang jelas lengkap sehingga pembaca langsung memahami apa
tujuan dari jurnal ini dan makna dari hasil pembahasan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan kuantitatif untuk
menganalisis transmisi kebijakan moneter konvensional dan syariah terhadap inflasi dan
pertumbuhan ekonomi. Populasi penelitian ini adalah data yang dipublikasikan di Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Sedangkan sampel yang
terlibat dalam penelitian ini antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Pasar Uang Antar
Bank (PUAB), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Pasar Uang Antar Bank
Syariah (PUAS) dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2020, dimana dengan menggunakan
metode ini pastinya data-data yang disajikan sangat akurat.
Penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele sehingga pembaca
mudah memahami hasil dari penelitian.
Menggunakan banyak referensi sehingga kesimpulan dari pembahasan yang peneliti lakukan
menggunakan data jelas dan kredibel tanpa dipengaruhi oleh pendapat pribadi penulis, oleh
sebab itu pembaca tidak bingung mengenai fakta pada hasil pembahasan.
Keterikatan antar materi pembahasan saling berkaitan karena dengan menjelaskan diawal
mengenai latar belakang permasalahan hingga bagaimana hukum yang berlaku sehingga
pembaca dapat mengerti apa tujuan dari penulisan jurnal.
Pembaca menjadi lebih mengetahui apa inti dari pembahasan jurnal setelah diberikan
kesimpulan pembahasan pada akhir Bab serta peneliti selanjutnya juga dapat mengetahui
patokan pengembangan mengenai judul jurnal tersebut.
2. Kekurangan
Di dalam isi jurnal, ada beberapa kata yang sukar atau sulit dipahami oleh pembaca.
Penulis kurang detail dalam menjelaskan bagaimana penggunaan alat analisis Vector
Autoregression (VAR)/Vector Error Correction Model (VECM).
E. Kesimpulan
Studi ini menganalisis pengaruh transmisi kebijakan moneter konvensional dan syariah
dengan menggunakan instrumen SBI, PUAB, SBIS, dan PUAS terhadap inflasi dan pertumbuhan
ekonomi (PDB). Dengan menggunakan alat analisis VAR/VECM, dalam jangka pendek dan
jangka panjang semua variabel pada jalur konvensional dan jalur syariah mempengaruhi inflasi
(IHK), kecuali PUAS yang tidak berpengaruh dalam jangka pendek. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi (PDB) dalam jangka pendek dan panjang dipengaruhi oleh semua variabel pada jalur
konvensional dan jalur syariah, kecuali variabel SBIS dan PUAB yang tidak berpengaruh dalam
jangka panjang.
Berdasarkan analisis IRF, guncangan yang terjadi pada SBI, PUAB, dan SBIS direspon
negatif oleh inflasi (IHK), sedangkan PUAS direspon positif. Kemudian, pertumbuhan ekonomi
(PDB) direspon positif terhadap shock yang terjadi pada variabel PUAB, SBIS, dan PUAS,
sedangkan SBI direspon negatif. Selanjutnya dari hasil analisis FEVD, variabel jalur
konvensional memiliki kontribusi yang lebih tinggi terhadap perubahan inflasi (IHK)
dibandingkan variabel jalur syariah. Sedangkan variabel saluran syariah memiliki kontribusi
yang lebih tinggi terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi (PDB) dibandingkan dengan
variabel saluran konvensional.
Berdasarkan hasil tersebut, kami menyarankan agar pembuat kebijakan mengevaluasi
kebijakan terkait transmisi kebijakan moneter syariah yang tidak mengacu pada suku bunga
konvensional khususnya instrumen SBIS. Dengan demikian, diharapkan mampu mengendalikan
inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Sementara itu, penelitian ini
dibatasi pada transmisi kebijakan moneter ganda pada jalur suku bunga dengan instrumen SBI,
PUAB, SBIS, dan PUAS.
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya yang menganalisis jalur suku bunga diharapkan
mempertimbangkan variabel ekonomi lainnya seperti suku bunga kredit, total pinjaman bank
konvensional, hasil pembiayaan, dan total pembiayaan bank syariah. Harapannya adalah untuk
lebih memperjelas alur transmisi kebijakan moneter; baik konvensional maupun syariah dapat
memberikan informasi yang lebih komprehensif mengenai mekanisme transmisi kebijakan
moneter berganda.