Anda di halaman 1dari 6

38

SISTEM PENAMAAN DALAM BUDAYA SABU


Olivia de Haviland Basoeki, Politeknik Negeri Kupang
Oliviabs@yahoo.com

Abstrak
Budaya masyarakat Sabu hingga kini tetap terpelihara sebagai identitas dan kepribadian warisan nenek
moyang yang memiliki kekhasan tersendiri, termasuk dalam hal budaya pemberian nama. Nama dalam
masyarakat Sabu tidak hanya dipandang sebagai penanda identitas diri seseorang, tetapi nama juga
menunjukkan suatu peristiwa budaya sebagai bentuk penghormatan, tata krama, kesantunan, serta
pewarisan dan historisitas. Dalam masyarakat Sabu, terdapat tiga nama yang
memiliki saling keterkaitan satu dengan lainnya. Ketiga nama tersebut adalah ngara hawu, ngara bani
dan ngara waje. Ngara hawu adalah nama Sabu yang diberikan orangtua, ngara bani merupakan nama
keramat karena menyebutkan silsilah keturunan, dan ngara waje yaitu nama keseharian yang digunakan
dalam keluarga, dan pergaulan.
Kata kunci: Budaya, Sabu, Ngara hawu, Ngara bani, Ngara waje

Abstract
Savu’s culture until now is maintained as an identity and personality of heritage that has its own special
characteristic, including in terms of cultural naming. Name in Savu society is not only as a marker of a
person's identity, but the name also suggests a cultural event as a form of respect, good manners,
politeness, as well as inheritance and historicity. In Savu’s society, there are three names as a union
name which cannot separate to one another, namely: ngara hawu is the parent’s given name, ngara bani
is the sacred name, and ngara waje is used in the family, and social intercourse.
Key words: Culture, Savu, Ngara hawu, Ngara bani, Ngara waje

I. PENDAHULUAN semua bukti identitas diri lainnya yang akan


Nama adalah pertanda (nomen est omen) terus dikenakan sepanjang anak manusia
yang akan melekat pada setiap individu dan tersebut hidup, termasuk yang akan diukir di
digunakan sebagai sapaan diri. Nama diri batu nisan kelak.
merupakan tanda pertama yang menjadi Sistem penamaan dalam berbagai
milik seseorang, dimana berfungsi sebagai budaya dan masyarakat Indonesia berbeda,
penanda identitas individu. Zoest (dalam tatacara penamaanpun bervariasi tergantung
Marnita, 2000) memandang nama diri dari asal pulau, suku, kebudayaan, bahasa,
sebagai teks yang dibentuk oleh tanda-tanda dan pendidikan yang diperoleh. Terdapat
lain, di antaranya tanda konvensional yang berbagai elemen nama pribadi yang berbeda
disebut simbol. Hudson (1980:122), pada cara penamaan yang spesifik dari
mendeskripsikan bahwa nama diri masing-masing suku di Indonesia. Misalnya,
merupakan pemarkah linguistik paling jelas nama seperti Soekarno, Suwito, Susilo,
dalam relasi sosial. Setiap orang memiliki Sukirah, menunjukkan penyandang nama
sejumlah nama yang berbeda, termasuk berasal dari keluarga Jawa (nama Jawa).
nama depan (first names), dan nama Namun apabila nama seperti Haposan,
keluarga (family names). Oleh karena itu, Pardomuan, Manaor, pasti penyandang
nama diri sebagai penanda identitas dapat nama berasal dari keluarga Batak.
disebut sebagai simbol yang memegang Pemberian nama dalam berbagai budaya
peranan penting dalam komunikasi. Contoh diwarnai oleh kondisi sosial budaya yang
konkrit nama sebagai identitas diri pada dianut oleh masyarakatnya. Demikian pula
Ijazah, KTP, Sertifikat, SIM, Paspor dan dalam adat budaya Sabu, pemberian nama

Olivia de Haviland Basoeki, Sistem


Penamaan Dalam Budaya….
39

memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. dari pihak ibu (matrifocal) (Riwu Kaho
Nama dalam budaya masyarakat Sabu tidak 2005: 58). Pada pelaksanaan upacara pewie
hanya sebagai tanda pengenal, pemarkah ngara, ayah harus menghindari beberapa
maupun pembeda, tetapi diberikan dengan pantangan sebelum mengantungkan tali
berbagai alasan tertentu. pusar anak, diantaranya adalah: saat sang
Kekhasan nama dalam budaya Sabu tentu ayah membawa tali pusar yang dimasukkan
tidak ditemukan di daerah lain, sebab nama dalam kebiha (wadah yang di anyam dari
dalam masyarakat Sabu mengungkapkan daun kelapa) untuk digantungkan di pohon,
makna, konsep, proses, keadaan ataupun sang ayah tidak diperbolehkan berbicara
sifat yang unik. Keistimewaan pemberian dengan siapapun; dalam perjalanan menuju
nama tersebut terlihat pada nama Sabu pohon tempat tali pusar akan digantung,
(ngara hawu), nama keramat (ngara bani), sang ayah tidak boleh menoleh ke belakang
dan nama julukan (ngara pewaje). Sistem dan pandangan harus lurus ke depan; saat
penamaan ketiga nama ini berbeda dari etnik tali pusar di gantung, sang ayah
lainnya, menjadi ciri dan keunikan tersendiri memanjatkan doa disertai harapan kepada
dalam budaya masyarakat Sabu. leluhur tentang nama yang telah ditentukan,
agar nama yang telah dipilih nantinya
II. NAMA DIRI DALAM BUDAYA SABU terimplikasi dalam kehidupan sang anak
Sabu merupakan suatu kelompok kelak.
masyarakat yang mendiami pulau Sabu di Sistem pemilihan dan penentuan nama
Kabupaten Sabu Raijua Provinsi Nusa Sabu (ngara hawu) didasarkan pada hal-hal
Tenggara Timur. Masyarakat Sabu memiliki berikut yaitu, ada nama yang diberikan
budaya yang khas disbanding kelompok karena keinginan untuk menggantikan nama
masyarakat lainnya di Provinsi NTT. leluhur mereka (peho ngara). Penggantian
Kekhasan itu meliputi budaya, bahasa, adat- nama leluhur (peho ngara) dalam budaya
istiadat, keadaan alam, karakter atau watak, Sabu memiliki aturan tersendiri yakni harus
dan juga cara memberikan nama sebagai ada tiga generasi terdahulu baru
identitas diri seseorang. Sistem penamaan diperbolehkan untuk menggantikan nama
dalam budaya masyarakat Sabu memiliki leluhur. Di samping itu, dalam pandangan
keunikan tersendiri, dimana satu orang Sabu masyarakat Sabu ketika sang anak
memiliki tiga buah nama yang merupakan menggantikan nama leluhur (peho ngara)
satu kesatuan identitas dirinya. Nama orang dianggap bahwa leluhur telah lahir kembali,
Sabu tidak dibedakan antara laki-laki dan bukan dalam pengertian reinkarnasi
perempuan, yang membedakan adalah melainkan semata-mata menyatakan
nama diawali dengan kata ama disingkat ma kedekatan hubungan antara yang sudah mati
untuk laki-laki dan ina yang disingkat na dengan yang masih hidup, harapan khusus
untuk perempuan. Adapun ke-tiga nama lainnya yaitu kelak sang anak memiliki sifat
tersebut adalah: serta karakter yang sama dengan leluhurnya,
1. Nama Sabu (ngara hawu) dan sekaligus sebagai suatu bentuk
Ngara hawu merupakan nama dasar yang penghormatan. Nama juga diberikan
diberikan pada saat sang anak lahir. berdasarkan situasi maupun peristiwa yang
Pemberian nama ini dilakukan melalui terjadi saat anak lahir. Disamping itu, ada
serangkaian upacara yang disebut pewie nama yang diberikan sesuai dengan keadaan
ngara. Upacara dilaksanakan sehari setelah fisik anak ketika lahir, dan juga terdapat
anak lahir dan dilakukan khusus oleh sang nama yang diberikan kepada anak sebagai
ayah. Bila anak yang lahir laki-laki maka suatu harapan dan doa orangtua.
harus diberikan nama mengikuti garis contoh penamaan ngara hawu dan kaitannya
keturunan ayah (patrifocal), sebaliknya bila dengan peho ngara:
anak perempuan maka menggantikan nama

Epigram, Vol.10 No.1 April :38 - 43


40

keluarga sehingga untuk


NAMA URAIAN menandai fisiknya anak diberi
LELUHUR nama Bunga artinya kembang
Lena Dima Dima adalah ngara hawu, dan nan harum
Dima Bunga merupakan nama Rihi diberikan nama Rihi yang
leluhur dari Lena Dima artinya lebih, dengan harapan
Tenga Doko adalah ngara hawu, dan anak memiliki kelebihan dalam
Doko Ama Tenga Doko merupakan dirinya. Kelebihan yang
nama leluhur dari Tenga Doko dimaksudkan yaitu kelak anak
Lena Dju Dju adalah ngara hawu, dan dewasa mampu melakukan lebih
Dju Hengi merupakan nama dari satu pekerjaan. Jika anak
leluhur dari Lena Dju seorang tukang kayu, dia juga
Lobo Elo Elo adalah ngara hawu, Lobo memiliki kemampuan sebagai
Elo merupakan nama leluhur seorang tukang jahit pula.
dari Lobo Elo Nawa nama ini diberikan karena saat
Duru Bida Bida adalah ngara hawu, Duru sang anak lahir ombak besar
Bida merupakan nama leluhur terjadi dipantai dan untuk
dari Duru Bida mengingat peristiwa tersebut
contoh penamaan ngara hawu anak diberi nama Nawa yang
artinya ombak
NAMA URAIAN Hege sang anak lahir ketika musim
SABU cengkeh berbunga sehingga
Jara nama ini diberikan dikarenakan anak tersebut diberi nama Hege
sang anak lahir saat ibu sedang yang artinya cengkeh
melakukan sebuah perjalanan
sehingga untuk mengingatnya
anak diberi nama Jara yang
artinya jalan
Bunga anak perempuan, cantik
rupawan ditengah-tengah

2. Nama Keramat (ngara bani) pemilik nama. Oleh karenanya ngara bani
Ngara bani merupakan nama keramat juga disebut nama wasiat sebab nama
yang melindungi empunya nama dari tersebut hanya diketahui oleh orangtua
berbagai kejadian. Nama ini dipercaya ataupun tetua adat yang mengetahui silsilah
sebagai nama yang tidak boleh diucapkan nenek moyang. Alasan inilah mengapa
sembarangan karena memiliki kekuatan ngara bani tidak disebutkan setiap harinya,
tersendiri. Hal ini berkaitan dengan adat hanya disebutkan saat tertentu, misalnya
istiadat masyarakat Sabu bahwa semua pertemuan yang terjadi karena sekian lama
benda memiliki nama dan pelindungnya, tidak bersua, tanpa disadari ngara bani
tanpa terkecuali manusia. Kepercayaan disebutkan karena terdapat rasa sayang dan
masyarakat Sabu adalah setiap orang kerinduan mendalam terhadap orang
memiliki pelindung yang selalu menjaganya, tersebut.
dimanapun orang tersebut berada, sehingga Peristiwa lain, ngara bani dituturkan
ngara bani dipercaya memiliki fungsi magis adalah pada saat peristiwa kematian.
untuk menghalau segala bala yang Penuturnya adalah orang tertentu yaitu
menggangu sang pemilik nama. beberapa perempuan yang dalam kesedihan
Keistimewaan ngara bani adalah merupakan mendalam karena kehilangan, menceritakan
kepanjangan dari nama Sabu (ngara hawu) silsilah leluhur dalam bentuk syair. Syair ini
yang didalamnya terkandung silsilah leluhur dikenal dengan „li tangi pali waji’. Li
sehingga akan terlihat garis keturunan dari si „bahasa‟, tangi „tangis‟, pali „bertutur‟ dan

Olivia de Haviland Basoeki, Sistem


Penamaan Dalam Budaya….
41

waji „sapaan yang indah‟. Ratapan ini sesuatu yang tampak dan sesuatu yang
dituturkan dengan menyebutkan ngara bani didengar‟. Hal ini membuktikan bahwa
dari almarhum disertai silsilah keluarganya dalam kebudayaan suku Sabu, sejak dahulu
dalam bahasa yang indah. masyarakat Sabu percaya bahwa sangat tabu
Kekhususan ngara bani adalah nama ini untuk menuliskan sesuatu yang ada
tidak pernah dituliskan atau dibukukan. kaitannya dengan adat-istiadat. Mereka
Hasil pengamatan terhadap adat-istiadat cukup melihat, mendengar dan
masyarakat Sabu (Jakobson dalam Becker, menyimpannya, sehingga jarang ditemukan
1979:146) menegaskan bahwa, „keseluruhan berbagai bentuk budaya Sabu dalam tulisan,
kehidupan sosial masyarakat, kuantitas, dan kecenderungan yang tampak hanyalah
sistem tanda yang berhubungan dengan bentuk budaya berupa syair atau cerita.
kehidupan sosial manusia didasarkan pada
Table berikut merupakan contoh sistem Haba
penamaan ngara bani yang berhasil Mamo Pa Tola Mamo (ngara hawu),
diperoleh. Ina Dila Nawa Mamo Pa Tola Ina Dila
Kana Nawa Kana adalah ngara
NAMA URAIAN bani dari Mamo
KERAMAT 3. Nama Julukan (ngara pewaje)
Mane Mina Mane adalah ngara hawu, Ngara pewaje merupakan nama julukan
Radja Ratu Mane Mina Radja Ratu dalam pergaulan yang harus dimiliki oleh
Dima Dima merupakan ngara setiap orang Sabu. Dalam pandangan
bani dari Mane masyarakat Sabu, bila seseorang disapa
Ludji Ae Rihi Ludji (ngara hawu), Ludji dengan ngara pewaje-nya, orang tersebut
Bani Ama Ae Rihi Bani Ama Radja benar-benar sangat dihormati, disenangi,
Radja Rehe Rehe Ratu Dima adalah disayangi oleh sang penyapa. Sebaliknya,
Ratu Dima ngara bani dari Ludji
orang yang menyapa akan merasa bahwa
Heke Mangngi Heke (ngara hawu), Heke
Mone Napu Mangngi Mone Napu Titu orang yang disapa sudah dianggap sebagai
Titu Hawu Hawu Lobo adalah ngara keluarga. Walau kenyataannya, sang
Lobo bani dari Heke penyapa dengan yang disapa tidak memiliki
Dima Lulu Weo Dima (ngara hawu), Dima hubungan kekeluargaan. Alasan utama
Hawu Lobo Lulu Weo Hawu Lobo Ama setiap orang Sabu memiliki nama ngara
Ama Lena Oli Lena Oli Dai adalah ngara pewaje adalah dalam budaya Sabu sangat
Dai bani dari Dima tidak sopan dan tidak akrab ataupun
Amu Mone Goa Amu (ngara hawu), Amu sombong ketika menyapa seseorang dengan
Banni Mone Goa Banni adalah ngara hawu-nya. Disamping itu sebagai
ngara bani dari Amu penghalus panggilan sehari-hari dalam
lingkungan keluarga, tempat tinggal dan
Pau Pa Tola Pau (ngara hawu), Pau Pa
Hina Tola Hina adalah ngara pergaulan. Alasan lainnya adalah sebagai
bani dari Pau penanda dan penggingat bagi setiap orang
Doko Mone Doko (ngara hawu), Doko Sabu untuk tidak melupakan asal usulnya,
Weo Napu Titu Mone Weo Napu Titu Ama bahwa darah yang mengalir dalam tubuhnya
Ama Tengah Tengah Dui Riwu adalah adalah darah sebagai orang Sabu.
Dui Riwu ngara bani dari Doko Hal ini memiliki keterkaitannya dengan
Radja Ratu Radja (ngara hawu), filosofi kehidupan masyarakat Sabu yaitu
Lere Hawu Pa Radja Ratu Lere Hawu Pa „bolle ballo rai hawu rai ahu ngate wuni‟
Tola Hina Tola Hina adalah ngara yang artinya kemanapun orang Sabu pergi,
bani dari Radja jangan pernah melupakan asal usulnya,
Haba Radja Haba (ngara hawu), Haba
sehingga dengan menyandang nama
Ratu Bale Wila Radja Ratu Bale Wila Lulu
Lulu adalah ngara bani dari tersebut, dimanapun orang Sabu berada akan

Epigram, Vol.10 No.1 April :38 - 43


42

selalu ingat asal-usulnya. Kelak saat bertangkai. Sehingga ngara pewaje Pau
meninggal, dia akan dibawa kembali ke adalah Ma/Na Pago
Sabu, ke tempat leluhurnya. Hal ini ditandai Huru Huru artinya sendok. Karena
dengan istilah aggu pebale rukettu yaitu sendok merupakan salah satu
membawa kembali rambutnya. Bila orang peralatan makan, sudah pasti
memiliki hubungan erat dengan
Sabu meninggal di luar pulau Sabu maka makan. Sehingga Kaba yang
harus dikuburkan di pulau Sabu, bilamana artinya makan selaras dengan Huru.
tidak memungkinkan maka hendaknya Oleh karena itu ngara pewaje Huru
dibawa pakaian milikinya sebagai adalah Ma/Na Kaba
pengganti. Itulah sebabnya semua orang Dahi Dahi artinya laut, dikaitkan dengan
Sabu harus memiliki nama ngara pewaje. keadaan dari laut, maka selaras
Sistem pemberian nama ngara pewaje dengan Dara yang berarti dalam,
didasarkan ataupun berpatokan pada ngara sebab pada dasarnya laut memang
hawu, sehingga ngara pewaje tidak dapat sangat dalam. Sehingga ngara
dipisahkan dari pemberian nama Sabu pewaje-nya adalah Ma/Na Dara
(ngara hawu). Hal ini sesuai konsep Aju Aju artinya kayu,selanjutnya Aju
dikaitkan dengan benda yang
semiotik Saussure (1988:147) tanda
memiliki hubungan harmonis
merupakan kombinasi dari konsep (petanda) dengan arti nama, maka Tuka yang
dan bentuk (penanda), maka ngara pewaje artinya tukang sangat serasi, maka
sebagai petanda yang berasal dari ngara ngara pewaje-nya adalah Ma/Na
hawu sebagai penanda. Karakteristik dari Tuka
ngara pewaje adalah ngara pewaje tidak Jara Jara artinya jalan dikaitkan dengan
dapat dibentuk jika tidak dihubungkan atau situasi yang ada hubungannya
dikaitkan dengan ngara hawu. Bentuk ngara dengan keadaan jalan, yaitu Kako.
pewaje selalu melekat pada ngara hawu, Kako berarti pergi, maka ngara
jika tidak ada ngara hawu maka otomatis pewaje-nya adalah Ma/Na Kako
ngara pewaje tidak ada. Penegasannya diibaratkan sebagai orang yang
suka melakukan perjalanan jauh
adalah bahwa pemberian ngara pewaje tidak
Nara Nara artinya dapat, karena hal yang
dapat dipisahkan atau berdiri sendiri tanpa sangat diinginkan sudah didapatkan
dikaitkan dengan nama diri. Berikut sehingga Nara dihubungankan
merupakan beberapa contoh ngara pewaje: dengan Dota yang berarti sudah,
NAMA NAMA JULUKAN maka ngara pewaje-nya adalah
SABU Ma/Na Dota. Umumnya, nama ini
Pau
Pau artinya mangga, kemudian dikaitkan diberikan pada anak yang memang
dengan keadaan buah mangga, maka Pau kehadirannya sangat ditunggu-
dilekatkan dengan Pago. Pago artinya tunggu oleh keluarga
tangkai. Dalam pandangan masyarakat Sabu,
buah mangga itu ditopang oleh tangkai yang
sekalipun kecil tetapi memiliki fungsi utama
bagi mangga, sebab tak ada mangga yang tak
III. KESIMPULAN Ngara hawu atau nama Sabu merupakan
1. Sistem penamaan masyarakat Sabu nama diri seseorang yang menjadi
memiliki kekhasan yang dipengaruhi oleh patokan atau dasar pemberian ngara
kondisi sosial budaya yang dianut, pewaje. Penegasannya adalah jika tidak
sehingga seseorang dapat memiliki tiga ada ngara hawu maka otomatis ngara
jenis nama yaitu nama sabu (ngara pewaje tidak ada sebab ngara pewaje
hawu), nama keramat (ngara bani) dan tidak dapat dipisahkan atau berdiri sendiri
nama julukan (ngara pewaje) tanpa dikaitkan dengan nama diri. Ngara
2. Ngara hawu merupakan nama dasar yang bani merupakan nama keramat yang
diberikan pada saat sang anak lahir. melindungi empunya nama dari berbagai

Olivia de Haviland Basoeki, Sistem


Penamaan Dalam Budaya….
43

kejadian. Nama ini dipercaya sebagai sebagai ekspresi penyandang nama


nama yang tidak diucapkan sembarangan maupun sebagai apresiasi orang lain
karena memiliki kekuatan tersendiri. terhadap penyandang nama tersebut.
Kepercayaan masyarakat Sabu adalah
setiap orang memiliki pelindung yang DAFTAR PUSTAKA
selalu menjaganya, dimanapun orang Becker, A. L & Yengoyan, A. Aram. 1979.
tersebut berada, sehingga ngara bani The Imagination of Reality. Essays in
dipercaya memiliki fungsi magis untuk Southeast Asian Coherence Systems.
menghalau segala bala yang menggangu ABLEX Publishing Corporation
sang pemilik nama. Ngara pewaje Norwood, New Jersey 07648
merupakan nama julukan dalam Marnita, Rina. 2000. “Perubahan Sosial
pergaulan yang harus dimiliki oleh setiap Budaya dan Dampaknya terhadap
orang Sabu. Alasan utama setiap orang Bahasa Minangkabau”. Makalah yang
Sabu memiliki nama ngara pewaje dipresentasikan pada Seminar
adalah dalam budaya Sabu sangat tidak Linguistik Bahasa dan Perubahan
sopan dan tidak akrab ataupun sombong Sosial yang Diselenggarakan oleh MLI
ketika menyapa seseorang dengan ngara Cabang Unand. Padang, Mei 11.
hawu-nya. Alasan lainnya adalah sebagai Riwu Kaho, Robert. 2005. Orang Sabu
penanda dan penggingat bagi setiap orang dan Budayanya. Yogyakarta: Jogja
Sabu untuk tidak melupakan asal Global Media.
usulnya. Saussure, F. de., 1988. Pengantar Linguistik
3. Ngara pewaje merupakan nama yang Umum (Seri ILDEP). Yogyakarta:
dipakai dalam kehidupan sehari-hari, Gadjah Mada University Press
sebagai pengenal, julukan,
penghormatan, penyanyang, pergaulan

Epigram, Vol.10 No.1 April :38 - 43

Anda mungkin juga menyukai