Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BUDAYA DASAR PADA PERSALINAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. MELA EMSIANA
2. RERI ANGGRAINI

DOSEN PEMBIMBING : KINTAN ANISSA, S.Tr.Keb., M.Tr.Kes

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KSEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala anugerah dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Budaya Dasar Pada Persalinan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dan penulisan adalah untuk memenuhi tugas dari Bunda
Kintan Anissa, S.Tr.Keb., M.Tr.Kes pada Mata Kuliah Sosial Budaya dan
Antropologi Kesehatan. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca maupun penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepeda Bunda Kintan Anissa, S.Tr.Keb.,


M.Tr.Kes yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 29 April 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGHANTAR…………………………………………………………….i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………….....1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………2
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

A. Budaya Dasar Pada Persalinan...…………………..……………….….......3


B. Kebudayaan yang berkaitan dengan ibu hamil ..……………………….…4
C. Pengaruh Kebudayaan Tersebut Bagi Kesehatan………………………….6
D. Tujuan kebudayan tersebut bagi masyarakat……..………………………..6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………….………….8
B. Saran……………………………………………………………………….8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.


Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya


seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.

Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang
siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam
mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap
kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya
masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum masih banyak
menggunakan dukun beranak.

Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah


kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali
masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang
harus dimiliki bidan.

Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap


masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

B. Tujuan Makalah

Untuk mengetahui aspek sosial budaya dasar pada kehamilan

C. Rumusan Masalah
1. Budaya dasar pada kehamilan
2. Kebudayaan yang berkaitan dengan ibu hamil
3. Pengaruh kebudayaan tersebut bagi kesehatan
4. Tujuan kebudayaan tersebut bagi masyarakat
 BAB II
PEMBAHASAN

A. Budaya Dasar Pada Kehamilan

Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk


untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan
bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat.

Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa
yang kenyataannya malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi
yang lama pada beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik karena itu
merupakan kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu
sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan
masalah tersendiri. Dia berusaha menyusukan bayinya tetapi gagal. Bila mereka
tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi
dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.

Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada


kehamilan tepatnya pada masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya
kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan.
Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang, ditambah lagi dengan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil, tentunya akan berdampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab
utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena
kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Aceh, ada kepercayaan bahwa
ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

Sementara di salah satu daerah di Aceh, ibu yang kehamilannya memasuki


8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya
kecil dan mudah dilahirkan.

Di masyarakat Aceh berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang
dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.

Contoh lain di daerah Aceh, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang
dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti
pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.

Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun


beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan
ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan
mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun
yang dapat membahayakan si ibu.

Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek


yang membawa risiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan
minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke
dalam vagina dan uterus untuk mengeluarkan placenta) atau “nyanda” (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandarkan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya


disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah,
mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan
kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga
masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun
sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional
tertentu masih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan
kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu
kematian atau bertahan hidup.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah


perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut
bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu
dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena
penanganan yang kurang baik tetapi juga karena ada faktor keterlambatan
pengambilan keputusan dari keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan,
keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan
persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan
ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat
tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-
nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang
diambil.

Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak
rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya
transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa
membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari
faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala
ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan, kefatalan juga disebabkan oleh
adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu
yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
B. Kebudayaan yang Berkaitan dengan Ibu Hamil

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu


diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk
mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.

Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu


yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka
merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi
yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan
yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal
yaitu kematian.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan


kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya
perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai
di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis
kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami
kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek,
menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat melahirkan.

Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku)


terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa
biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga
bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan
bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu
mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah
mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak
diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya
gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan
orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh
roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan
menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada
kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam
kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8
bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk
kehidupan.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah


masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka
sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya
akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau
anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.

Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur
karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar  bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini
sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka
kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari
20.000 kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan salah satu
indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan
nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan
merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan
penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan
kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko terjadinya kematian
yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari 11gr%.

Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,6 per 1000 anak
balita. Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan,
polio, dan lain-lain.

Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang
belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan
kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan
perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.

Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,


mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.
Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf
pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan
buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan
semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui
kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali
merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat.

Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya: 

 Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit
melahirkan,
 Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan asin, telur
asin karena bisa membuat ASI jadi asin
 Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
 Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar
mekoniumnya cepat keluar,
 Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena
takut darah kotor naik ke mata,
 Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus
diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat
dengan mudah melahirkan.
 Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda
tajam.

Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa


wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik
dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan
meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil
masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-
praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian
Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa
resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan
uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk
dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang
dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih


diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini
biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan
tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula
makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak
untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut
perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau
memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).

Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang
berkaitan dengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih banyak
terdapat aspek sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan pasca persalinan
sesuai dengan keanekaragaman masyarakat di Indonesia.

C. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Kesehatan Masyarakat


Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi
oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-struktur yang
luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya.budaya terbentuk dari unsure yang rumit, termasuk system agama dan
politik, adat istiadat, bahasa,perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan
bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat.
Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa
yang kenyataannya malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi
yang lama pada beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik kebiasaan
yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu
lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha
menyusukan bayinya dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang
dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah
terserang infeksi.
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada
kehamilan tepatnya pada masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya
kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan.
Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada
wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk
pembentukan darah.
Aspek sosial dan budaya sangat berpengaruh dan sangat mempengaruhi
pola kehidupan manusia. Dalam era globalisasi ini dengan berbagai perubahan
yang begitu ekstrem dan semakin terbuka yang menjadikan yang pada masa ini
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada dalam arti lain masih banyaknya ibu dan anak yang haknya masih tidak
dipenuhi bahkan jauh dari kata terpenuhi khususnya di daerah-daerah terpencil.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan ini,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu
dan anak walaupun telah kami teliti banyaknya dampak negative itu lebih banyak
dibandingkan dengan dampak positifnya. Pola makan, misalnya, pada dasarnya
adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup
besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu,
termasuk pola makan ibu hamil, persalina, dan nifas yang disertai dengan
kepercayaan akan pantangan-pantanga yang tabu dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu yang sering kita sebagai masyarakat modern itu mitos.

D. Tujuan Kebudayaan Tersebut Bagi Masyarakat

Tujuan dari kepercayaan perawatan ibu hamil bagi masyarakat dapat


bervariasi tergantung pada budaya dan kepercayaan yang dipegang oleh
masyarakat tersebut. Namun, secara umum, tujuan dari kepercayaan perawatan ibu
hamil adalah untuk memastikan kesehatan dan keselamatan ibu dan janin yang
dikandungnya selama masa kehamilan dan persalinan.

Beberapa tujuan khusus dari kepercayaan perawatan ibu hamil dapat


mencakup:

1. Menjaga keseimbangan energi dalam tubuh ibu hamil: Dalam beberapa


budaya, dianggap bahwa kehamilan menyebabkan ketidakseimbangan energi
dalam tubuh ibu, dan oleh karena itu, perlu melakukan praktik atau ritual untuk
menjaga keseimbangan tersebut. Misalnya, beberapa budaya percaya pada
penggunaan ramuan herbal atau mandi khusus untuk menjaga keseimbangan
energi selama kehamilan.
2. Menghindari bahaya: Masyarakat percaya bahwa kehamilan adalah masa yang
sangat rentan dan penuh bahaya bagi ibu dan janin. Oleh karena itu, mereka
melakukan praktik atau ritual tertentu untuk menghindari bahaya dan
melindungi ibu hamil dan janin.
3. Memastikan kelancaran persalinan: Tujuan lain dari kepercayaan perawatan ibu
hamil adalah untuk memastikan kelancaran proses persalinan. Beberapa praktik
atau ritual yang dilakukan dapat membantu mempersiapkan tubuh ibu untuk
melahirkan dengan baik dan mencegah terjadinya komplikasi selama
persalinan.

Meningkatkan kekuatan spiritual: Dalam beberapa budaya, perawatan ibu hamil


juga dilakukan untuk meningkatkan kekuatan spiritual ibu dan janin. Praktik atau
ritual tertentu dapat membantu memperkuat ikatan spiritual antara ibu dan janin,
serta membantu ibu dalam menghadapi rasa takut dan stres yang mungkin muncul
selama kehamilan dan persalinan.

Selain tujuan-tujuan yang telah disebutkan sebelumnya, kepercayaan


perawatan ibu hamil juga dapat memiliki tujuan lain yang berkaitan dengan
aspek kesehatan, psikologis, dan sosial. Berikut adalah beberapa tujuan
tambahan dari kepercayaan perawatan ibu hamil:
1. Menjaga kesehatan ibu hamil: Kepercayaan perawatan ibu hamil dapat
melibatkan praktik-praktik yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu hamil,
seperti makan makanan yang sehat, menghindari makanan yang dianggap
kurang baik untuk kehamilan, mengonsumsi ramuan herbal tertentu, dan
melakukan latihan fisik yang sesuai dengan kondisi tubuh ibu.
2. Memperkuat ikatan antara ibu dan janin: Kepercayaan perawatan ibu hamil
juga dapat bertujuan untuk memperkuat ikatan antara ibu dan janin yang
dikandungnya. Beberapa praktik atau ritual tertentu dapat membantu ibu
merasa lebih terhubung dengan janin, seperti berbicara dengan janin, memijat
perut, atau mengenakan perhiasan yang memiliki makna khusus bagi ibu hamil.
3. Mengurangi stres dan kecemasan: Selama masa kehamilan, ibu hamil dapat
mengalami stres dan kecemasan yang tinggi. Kepercayaan perawatan ibu hamil
dapat melibatkan praktik atau ritual tertentu yang bertujuan untuk mengurangi
stres dan kecemasan, seperti meditasi, yoga, atau mandi dengan air hangat.
4. Membantu persiapan mental dan emosional untuk persalinan: Persalinan adalah
pengalaman yang sangat intens dan menantang, dan kepercayaan perawatan ibu
hamil dapat membantu ibu dalam persiapan mental dan emosional untuk
menghadapi pengalaman tersebut. Beberapa praktik atau ritual tertentu dapat
membantu ibu merasa lebih siap secara mental dan emosional, seperti
visualisasi, latihan pernapasan, atau mengikuti kelas persalinan.
5. Menjaga hubungan dengan keluarga dan masyarakat: Kepercayaan perawatan
ibu hamil juga dapat memiliki tujuan sosial, yaitu menjaga hubungan dengan
keluarga dan masyarakat. Beberapa praktik atau ritual tertentu dapat menjadi
kesempatan bagi keluarga atau masyarakat untuk memberikan dukungan dan
perhatian pada ibu hamil, serta membantu ibu merasa lebih terhubung dengan
komunitas tempatnya tinggal.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1    Kesimpulan

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.

Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat


khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.

Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang


meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat


berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan
tradisional tersebut.
3.2    Saran

Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat


dengan selalu mengadakan komunkasi efektif.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

www.google.com

Anda mungkin juga menyukai